Uwais Al Qarni, Sosok Lelaki Muda Mengagumkan

Apakah kamu pernah mendengar seorang tokoh Islam bernama Uwais Al Qarni? Apakah nama ini justru asing bagimu?

Uwais Al Qarni sebenarnya adalah sosok pemuda yang istimewa di mata Nabi Muhammad saw. Kira-kira, apa yang menjadikan dirinya dianggap istimewa oleh Rasulullah?

Apabila kamu tertarik untuk mengetahuinya, pastikan untuk menyimak artikel ini sampai akhir karena Hasana.id akan mengajakmu untuk mengenali sosok Uwais Al Qarni secara lebih mendalam.

Sosok Pemuda Cacat yang Berbakti kepada Ibunya

Uwais Al Qarni adalah pemuda laki-laki yang berasal dari Yaman. Tak seperti manusia normal pada umumnya, ia memiliki penyakit yang bernama sopak. Penyakit tersebut membuat tubuhnya menjadi belang-belang.

Meskipun cacat, ia merupakan pemuda yang saleh dan sangat berbakti. Uwais selalu merawat dan mengurus ibundanya tercinta. Bahkan, apapun yang diminta ibunya selalu Uwais selalu berusaha memenuhinya.

Permintaan Ibunda Uwais

Namun, ada satu permintaan dari ibunya yang sukar untuk dipenuhi. Permintaan tersebut adalah agar ibunya bisa menunaikan ibadah haji. Uwais hanya bisa termenung mendengar keinginan tersebut.

Ia sudah membayangkan bagaimana sulitnya menempuh perjalanan ke Makkah yang sangat jauh, belum lagi harus melewati padang tandus yang panas.

Orang lain biasanya akan menunggang unta dan membawa banyak perbekalan untuk pergi ke sana.

Namun, hal tersebut nampaknya mustahil dilakukan Uwais dan ibunya mengingat keadaannya yang sangat miskin dan tidak memiliki kendaraan. Meskipun begitu, dirinya tidak menyerah begitu saja, ia terus memikirkan cara untuk mencari solusinya.

Seekor Anak Lembu

Uwais Al Qarni kemudian membeli seekor anak lembu. Kenapa anak lembu? Memangnya anak lembu bisa dijadikan sebagai kendaraan untuk perjalanan jauh? Mungkin pertanyaan-pertanyaan semacam ini terlintas di pikiranmu, bukan?

Uwais lantas membuatkan kendang untuk anak lembunya tersebut. Setiap pagi, menggendong anak lembu itu menaiki kemudian menuruni bukit.

Orang-orang yang melihat tingkahnya pun menganggapnya aneh, bahkan tak segan mengatainya sebagai orang gila.

Tak memedulikan omongan orang, tak sehari pun Uwais lewatkan untuk menggendong lembu naik turun bukit.

Semakin hari, anak lembu tumbuh semakin besar. Tenaga yang diperlukan Uwais untuk menggendongnya juga harus bertambah besar.

Namun, karena berlatih tiap hari menggendong anak lembu yang sudah besar tersebut tak menjadi beban berarti baginya.

Setelah 8 bulan, tibalah musim haji. Lembu Uwais yang awalnya kecil, sudah tumbuh sampai bobotnya 100 kilogram. Pun dengan otot Uwais yang mulai terbentuk berkat menggendong lembu peliharaannya.

Menggendong Sang Ibu Tercinta

Rupanya, tujuan Uwais Al Qarni setiap hari menggendong lembunya adalah sebagai latihan agar dirinya kuat menggendong ibunya supaya bisa mengantarkannya untuk menunaikan ibadah haji.

Uwais menggendong sang ibu, berjalan dari Yaman menuju Makkah. Hal ini ia lakukan, tentu untuk memenuhi keinginan ibunya. Membahagiakan sang ibu yang sangat ia cintai walaupun harus berjalan kaki yang jauh.

Tanpa mengeluh, Uwais berjalan tegap menggendong ibunya untuk wukuf di Ka’bah. Ibunya sangat terharu dan menangis begitu melihat Baitullah. Di sana, ibu dan anak tersebut berdoa.

Doa Uwais untuk Ibunya

Uwais Al Qarni berdoa agar semua dosa ibunya diampuni. Lantas, ibu bertanya kepada Uwais bagaimana dengan dosanya sendiri.

Uwais Al Qarni menegaskan bahwa dengan terampuninya dosa sang ibu, maka ibunya akan masuk surga. Uwais hanya meminta rida ibu agar bisa membawanya ke surga.

Keinginan Uwais tersebut disampaikannya dengan rasa cinta yang tulus. Karena kebaikannya, Uwais diberi karunia oleh Allah. Seketika itu juga, penyakit sopaknya sembuh dan hanya tertinggal bulatan putih di balik telapak nya.

Bekas penyakit sopak masih tertinggal ternyata ada maksud dari Allah. Yaitu, agar Umar bin Khattab dan Ali bin Abi Thalib dapat mengenali Uwais Al Qarni.

Uwais dengan Umar bin Khattab dan Ali bin Abi Thalib

Kedua sahabat Rasulullah tersebut sengaja mencari Uwais di sekitar Ka’bah karena Rasulullah pernah berpesan,

“Sesungguhnya Allah mengharamkan atas kamu durhaka pada ibu dan menolak kewajiban, dan meminta yang bukan haknya, dan membunuh anak hidup-hidup, dan Allah, membenci padamu banyak bicara, dan banyak bertanya, demikian pula memboroskan harta (menghamburkan kekayaan).” (HR Bukhari dan Muslim)

Pelajaran yang dapat diambil dari kisah Uwais Al Qarni ini sudah bisa terlihat dengan jelas, yaitu berbaktilah kepada orang tua. Sebagai anak, sebisa mungkin untuk dapat menuruti apa yang orang tua inginkan selama itu adalah hal yang baik.

Apabila merasa tak mampu, cobalah untuk berpikir mencari cara untuk mendapatkan jalan keluar, bukan malah menyerah begitu saja.

Ingat, orang tua, terutama ibu adalah orang yang luar biasa. Dia rela mempertaruhkan nyawa untuk melahirkan dan berusaha keras untuk mendidik buah hatinya.

Seorang Pria yang Hidup Apa Adanya dan Rajin Beribadah

Uwais Al Qarni adalah seorang yatim yang telah lama ditinggal ayahnya. Ia tinggal bersama ibunya yang sudah tua. Ibu Uwais juga sering sakit karena usianya yang sudah renta.

Untuk bertahan hidup, ia bekerja sebagai penggembala kambing dan upah yang diterima hanya cukup untuk memenuhi kebutuhan harian bersama sang ibu.

Jika memiliki uang lebih, Uwais akan memberikan uang tersebut kepada tetangganya. Tetangganya yang juga hidup kekurangan seperti dirinya.

Meskipun sibuk dengan pekerjaannya sebagai penggembala dan merawat ibunya, ia tetap gigih dalam beribadah. Uwais rutin melakukan puasa pada siang hari dan bermunajat pada saat malam hari.

Uwais memeluk Islam begitu ajaran Nabi Muhammad sampai ke negeri Yaman. Seruan tersebut telah menyentuh hatinya untuk menyembah Allah.

Tetangganya juga banyak yang memeluk Islam dan pergi ke Madinah untuk mendengarkan ajaran Rasulullah secara langsung.

Sekembalinya dari Madinah, mereka memperbaharui rumah tangganya dengan cara kehidupan Islam. Melihat hal itu, Uwais sangat sedih lantaran tidak bisa pergi ke Madinah untuk bertemu dan mendengar langsung ajaran Rasulullah.

Suatu hari, Uwais pun mendekati ibunya dan menyampaikan keinginannya. Ia memohon izin agar diperbolehkan pergi ke Madinah. Walaupun sudah uzur, sag ibu merasa terharu saat mendengar keinginan putranya tersebut.

Ibunya pun mengizinkannya pergi ke Madinah dengan catatan untuk bergegaslah pulang setelah sampai di Madinah.

Dengan penuh suka cita, Uwais langsung berkemas untuk berangkat. Tentu ia tak lupa menyiapkan segala keperluan ibunya. Ia juga berpesan pada tetangganya agar dapat menemani sang ibu sebentar.

Saat Uwais Al Qarni Pergi ke Madinnah untuk Menemui Rasulullah

Setelah berkemas dan menyiapkan segala keperluan sang ibu, Uwais lantas berangkat ke Madinah yang berjarak kurang lebih 400 km dari Yaman.

Setelah sampai Madinah, bergegas ia mencari rumah Rasulullah. Setelah rumah Nabi Muhammad ditemukan, lalu ia mengetuk pintu kemudian mengucapkan salam.

Saat itu, Uwais bertemu dengan istri Rasulullah, Aisyah, dan menanyakan keberadaan Rasulullah. Sayangnya, Nabi Muhammad saat itu tidak berada di rumah. Padahal Uwais sengaja datang dari jauh hanya untuk berjumpa dengan beliau.

Namun, Uwais memutuskan untuk berpamitan lantaran tidak bisa meninggalkan ibunya yang sakit-sakitan terlalu lama sendiri di rumah.

Terlebih ia terngiang-ngiang oleh pesan ibunya untuk segera pulang dan Uwais hanya bisa menitip salam untuk Rasulullah melalui Siti Aisyah.

Ketika Rasulullah telah sampai di rumah dari medan perang, beliau bertanya kepada Siti Aisyah tentang orang yang mencarinya.

Nabi Muhammad mengatakan bahwa Uwais adalah anak yang sangat taat padpa ibunya. Ia merupakan penduduk langit.

Bertemu dengan Khalifah Umar dan Ali bin Abi Thalib

Waktu pun berlalu dan Nabi Muhammad telah wafat. Tibalah masa khalifah Umar bin Khattab.

Dikisahkan pada suatu hari, Khalifah Umar teringat sabda Rasulullah mengenai Uwais Al Qarni, Si Penghuni Langit. Ia kemudian mengingatkan kembali sabda tersebut kepada Sayyidina Ali.

Khalifah Umar dan Sayyidina Ali selalu menanyakan tentang Uwais Al Qarni setiap ada kafilah dari Yaman. Sampai pada akhirnya, Sayyidina Umar dan Sayyidina bertemu dengan Uwais.

Keduanya lalu pergi ke tempat Uwais berada. Khalifah Umar bersalaman dengan Uwais, dan dengan segera membalik telapak tangannya. Ternyata memang ada tanda putih di telapak tangan tersebut.

Ketiganya kemudian terlibat dalam sebuah pembicaraan dan diketahuilah bahwa ibu Uwais rupanya sudah meninggal. Karena hal itu, barulah Uwais bisa ikut rombongan kafilah dagang.

Umar dan Ali lalu memohon kepada Uwais agar mau berdoa dan membacakan istighfar kepada mereka. Namun Uwais tidak menurutinya lantaran menurutnya, harusnya dialah yang meminta doa kepada kedua sahabat Rasulullah tersebut.

Permintaan Umar bin Khattab dan Ali bin Abi Thalib Kepada Uwais

Khalifah Umar pun kemudian mengatakan bahwa maksud kedatangannya bersama Sayyidina Ali adalah untuk memohon doa dan istighfar sebagaimana yang telah dikatakan Rasulullah sebelum wafat.

سَيَقْدَمُ عَلَيْكُمْ رَجُلٌ يُقَالُ لَهُ أُوَيْسٌ كَانَ بِهِ بَيَاضٌ , فَدَعَا اللَّهَ لَهُ فَأَذْهَبَهُ اللَّهُ ، فَمَنْ لَقِيَهُ مِنْكُمْ فَمُرُوهُ فَلْيَسْتَغْفِرْ لَهُ

sayaqdamu ‘alaikum rajulun yuqaalulahu uwaisun kaanabihi bayaandhun, fada’allaha lahu fa adzhabuhullahu, faman laqiiyahu minkum famuruuhu falyastaghfirlahu

Artinya:

Kelak akan datang seorang laki-laki bernama Uwais. Ia memiliki belang putih. Ia berdoa agar Allah menghilangkan belang itu, maka Allah menghilangkannya (kecuali di lengannya). Barang siapa diantara kalian bertemu dia, maka termuilah dia dan mintalah padanya untuk memintakan ampunan kepada Allah.”

Mendengar jawaban itu, Uwais lantas mengangkat tangannya dan berdoa serta membacakan istighfar. Setelahnya, Umar berjanji bahwa Uwais akan mendapat uang dari Baitul Mal sebagai jaminan di hidupnya.

Uwais langsung menampik pemberian tersebut dan dia justru memohon kepada Umar supaya hari itu saja dirinya diketahui orang. Agar setelah hari itu, dirinya yang fakir tidak ada yang tahu lagi.

Uwais Bersama dengan Seorang Rahib yang Bijak

Kisah Uwais Al Qarni selanjutnya yang akan Hasana.id bahas adalah mengenai kebijakannya. Suatu hari dikisahkan bawa Uwais Al Qarni melakukan perjalanan melewati sebuah kampung.

Di sana, Uwais mendapati seorang rahib yang sudah tua. Rahib tersebut memiliki pembawaan yang tenang dan bicaranya teratur.

Tentunya, Uwais tidak akan melewatkan kesempatan baik ini. Dirinya bertanya kepada rahib mengenai anak tangga pertama yang harus dipijak oleh seseorang yang sedang menapaki jalan ibadah.

Ia sungguh-sungguh ingin mengetahui bagaimana pandangan rahib tersebut.

Uwais menanyakan, “Derajat pertama seperti apa yang ditempati seorang murid (orang yang ingin bersuluk)?”

Rahib menjawab, “mengembalikan hak orang yang dizalimi dan meringankan punggung dari hak-hak orang lain karena amal seorang hamba tidak akan naik ke langit selagi ia masih memiliki tanggungan hak orang lain atau hak orang orang yang terzalimi.”

Tak Sadarkan Diri di Dekat Makam Rasulullah

Uwais Al Qarni pernah kecewa lantaran ingin menemui Rasulullah dengan rela menempuh perjalanan jauh dari Yaman ke Madinah, tetapi tidak membuahkan hasil.

Ia tak mungkin menunggu Rasulullah yang tak kunjung tiba lantaran meninggalkan ibunya yang sudah tua dan sakit-sakitan.

Di kesempatan lainnya, tepatnya setelah Nabi Muhammad wafat, Uwais kembali ke Madinah. Tepatnya, saat ia sedang melaksanakan haji.

Merujuk pada kitab Ihyâ’ ‘Ulûmiddîn karya Imam al-Ghazali, melalui cerita Abu Sulaiman.

Dikisahkan bahwa saat Uwais berada di pintu masjid Nabawi, ia mendapatkan kabar bahwa di masjid tersebutlah Rasulullah dimakamkan. Tiba-tibam Uwais tidak sadarkan diri.

Setelah dirinya siuman, Uwais berkata, “Keluarkan aku dari sini. Aku merasa tidak enak di negeri tempat bersemayamnya Rasulullah.”

Dari sikapnya ini, Uwais kembali menunjukkan hormat dan rasa cintanya kepada Rasulullah saw.

Rasa kalau dirinya tidak nyaman, bisa juga dikatakan perasaan malunya itu muncul karena dirinya sebenarnya tidak ingin menginjak tanah sebuah tempat yang di tempat itulah Rasulullah dimakamkan.

Nabi Muhammad yang telah wafat diposisikan oleh Uwais selayaknya ketika Rasulullah masih hidup. Masih dalam kitab yang sama, Imam Al Ghazali juga menjelaskan bagaimana adab kita saat ziarah ke makam Nabi Muhammad saw.

Al Ghazali menegaskan bahwa penghormatan yang setinggi-tingginya harus ditunjukkan ketika berziarah ke makan Nabi Muhammad saw.

Peziarah harus menunjukkan rasa ta’dhim sebagaimana ketika dirinya menghadap Rasulullah ketika masih hidup.

Rasulullah sesungguhnya mengetahui para peziarah yang datang ke makamnya. Nabi Muhammad juga dapat mendengarkan shalawat dan salam untuk beliau.

Diriwayatkan dari sebuah hadis Nasa’i, Allah telah mengutus malaikat yang bertugas menyampaikan salam kepada Rasulullah dari umatnya.

Wafatnya Uwais Al Qarni

Beberapa tahun berlalu, Uwais Al Qarni wafat dan ada beberapa kejadian aneh yang mengiringinya. Ketika jasad Uwais akan dimandikan, ada banyak orang yang ingin sekali memandikan jenazah Uwais.

Pada saat dibawa ke tempat lain untuk dikafani, ternyata juga ada banyak orang yang sudah menunggu untuk mengafani jenazahnya.

Begitu pula saat orang pergi ketika hendak menggali kuburnya, sudah ada banyak orang yang mengerjakan galian kuburnya sampai selesai. Orang-orang juga berebut untuk mengusungnya menuju ke pemakaman.

Meninggalnya Uwais Al Qarni rupanya telah menggemparkan orang yang tinggal di Yaman. Dari yang dulunya tidak ada satu pun yang menghiraukan kehadirannya, kini mereka berbondong-bondong untuk mengurus jenazah dan pemakamannya.

Kabar mengenai wafatnya Uwais dan segala keanehan yang terjadi telah tersebar. Setelah beritanya tersebar, akhirnya orang-orang di Yaman tahu siapa sebetulnya Uwais Al Qarni.

Selama ini memang tidak ada yang tahu siapakah Uwais Al Qarni itu. Karena memang Uwais sendiri yang meminta kepada sayyidina Umar dan sayyidina Ali untuk tidak menceritakan tentang dirinya.

Orang-orang akhirnya mengetahui tentang Uwais di hari meninggalnya. Seperti apa yang sudah disabdakan oleh Rasulullah tentang keistimewaan Uwais Al Qarni, yaitu penghuni langit.

Hikmah dari kisah Uwais Al Qarni ini yang bisa diambil adalah tetap menjadi orang yang rendah hati.

Meskipun dianggap istimewa oleh Rasulullah, Uwais justru enggan mendapatkan ketenaran di masa hidupnya. Di mana mungkin ketenaran tersebut akan membuat seseorang menjadi sombong.

Pelajaran dari Kisah Uwais Al Qarni

Uwais Al Qarni adalah contoh yang bisa kita jadikan teladan. Dia merupakan sosok yang mulia di sisi Allah, tapi tidak dikenal di dunia. Walau hidup miskin, ia tetap menjalaninya dengan penuh ketakwaan.

Bahkan, ketakwaannya sampai diakui oleh Rasulullah meskipun keduanya belum pernah bertemu.

Hal yang paling menonjol dari ketakwaannya adalah mengenai baktinya kepada sang ibu yang luar biasa sebagaimana yang dikisahkan oleh Rasulullah.

Dari kisah Uwais Al Qarni yang telah diceritakan di artikel ini, ada beberapa hal yang bisa dipetik sebagai pelajaran berharga. Beberapa di antaranya adalah sebagai berikut.

Mulia karena Ketakwaan

Orang yang mulia karena takwanya kepada Allah tentu akan tetap mulia dan taat kepada-Nya. Walaupun kondisi yang dialaminya tidak bagus, seperti masalah ekonomi dan di masyarakat.

Ia akan tetap istiqamah taat kepada Allah dan sabar ketika menghadapi cobaan. Bahkan, hal-hal duniawi tidak akan membuatnya terpengaruh.

Tidak Memandang Orang dari Sisi Duniawi Saja

jangan memandang orang lain dari sisi duniawinya, kemudian merendahkannya karena suatu kondisi yang tak menguntungkan. Sebab, bisa saja orang tersebut memiliki sisi ukhrawi yang jauh lebih baik dari orang lain.

Bisa jadi, kelak di akhirat kita membutuhkan syafaat darinya. Sebab diketahui bahwa orang-orang saleh seperti Uwais Al Qarni bisa memberikan syafaat kepada orang-orang tertentu.

Sekian cerita teladan tentang Uwais Al Qarni yang bisa Hasana.id rangkum. Semoga kamu bisa mengambil hikmah dari cerita tersebut. Sosoknya yang inspiratif juga layak untuk dijadikan panutan.

Sumber:

https://islam.nu.or.id/post/read/65059/kisah-uwais-al-qarni-pemuda-istimewa-di-mata-rasulullah

https://islam.nu.or.id/post/read/120969/kisah-uwais-al-qarni-dan-seorang-rahib-yang-bijak

https://islam.nu.or.id/post/read/72525/uwais-al-qarni-pingsan-di-dekat-makam-rasulullah

https://islam.nu.or.id/post/read/80273/belajar-dari-kisah-uwais-al-qarni