Kisah Usman bin Affan, dari Masa Kekhalifahan Hingga Wafat

Apakah kamu mengenal siapa itu Usman bin Affan? Ya, ia adalah salah satu sahabat Nabi Muhammad Saw. yang juga merupakan khalifah ketiga sepeninggal Rasulullah.

Utsman bin Affan lahir di Kota Tha’if pada tahun 579 Masehi. Sosok Usman sangatlah inspiratif. Banyak hal dalam perjalanan hidupnya yang bisa menjadi pelajaran.

Usman bin Affan bukan sekadar sahabat Nabi Muhammad saw. Ia juga merupakan menantu Rasulullah saw. yang pertama.

Kedua istri Usman bin Affan adalah putri Nabi Muhammad saw., yaitu Ruqayyah dan Ummi Kulsum.

Karena hal ini, gelar Utsman bin Affan adalah Dzun Nurain yang berarti “memiliki dua cahaya”.

Usman dikenal sebagai sosok sahabat Rasulullah yang mulia dan sangat pemalu, bahkan malaikat pun malu kepadanya. Rasulullah saw. juga menyanjungnya, beliau bersabda:

أَلَا أَسْتَحِي مِنْ رَجُلٍ تَسْتَحِي مِنْهُ الْمَلَائِكَةُ؟

Al astakhii min rajuli tastakhii minhul malaaikah.

Artinya:

“Tidakkah sepatutnya aku malu kepada seorang (yakni Usman) yang para malaikat malu kepadanya?”

Apabila kamu ingin mengenal sosoknya secara lebih mendalam, Hasana.id telah merangkum kisah hidupnya dalam artikel ini.

Pastikan untuk menyimaknya baik-baik, ya!

Masa Kekhalifahan Usman bin Affan

Setelah khalifah Umar bin Khattab meninggal, sebenarnya sosok yang memiliki peluang besar untuk menggantikannya sebagai khalifah adalah Ali bin Abi Thalib.

Dia dianggap telah memenuhi hampir semua syarat ideal sebagai seorang khalifah.

Selain dinilai pantas karena kedudukan dan hubungannya dengan Rasulullah saw., ia juga dikenal sangat cerdas dan berbudi luhur.

Sayyidina Ali juga merupakan sosok yang dijamin masuk surga atau sebutannya adalah ahad al-mubasy-syarina bi-aljannah.

Ali bin Abi Thalib adalah orang yang pertama memeluk Islam dari golongan anak-anak, juga merupakan sepupu sekaligus putra menantu Baginda Rasul.

Dia datang dari keluarga terpandang dan memiliki keluasan ilmu pengetahuan.

Dalam setiap peperangan yang pernah terjadi zaman Rasulullah, Ali tak pernah sekalipun absen untuk turut terjun ke medan laga.

Bahkan, dialah tokoh yang sukses menjebol benteng Yahudi pada peristiwa Perang Khaibar.

Lantas, mengapa bukan Ali yang menjadi khalifah ketiga?

Menjelang masa pergantian dari khalifah kedua menuju khalifah ketiga, Umar bin Khatab sebagai khalifah kedua sempat berwasiat, yang berbunyi sebagai berikut.

“Seandainya Abu Ubaidillah bin al-Jarrah masih hidup, jabatan khalifah akan saya serahkan kepadanya. Karena dia sudah meninggal, saya tidak bisa menunjuk seseorang. Masalah ini akan saya serahkan kepada enam tokoh sebagai tim formatur. Anak saya Abdullah bin Umar masuk dalam tim, tetapi tidak boleh dipilih. Dari bani Adiy, cukup saya saja yang menjadi khalifah. Enam orang tersebut adalah Ali bin Abi Thalib, Usman bin Affan, Abdurrahman bin Auf, Sa’ad bin Abi Waqaz, Zubair bin Awwam, dan Thalhah bin Ubaidillah. Selama empat hari sudah harus ada keputusan mengenai pengganti khalifah. Kalau belum maka ketua tim segera mengambil kebijaksanaan. Siapa yang tidak menyetujui apa yang sudah disepakati, bunuhlah dia.”

Proses Penetapan Khalifah

Musyawarah pemilihan khalifah pun sempat berjalan alot. Kabilah menjadi faktor penting yang ikut menentukan hasilnya.

Karena juga berasal dari Bani Hasyim seperti halnya Ali, Zubair tidak bisa maju sebagai calon.

Sementara itu, Sa’ad bin Abi Waqqas memiliki peluang yang tipis karena berasal dari Bani Zahrah, yaitu kabilah yang tidak memiliki wibawa dan prestise dibanding yang lainnya.

Adapun kandidat terkuat selain Ali adalah Abdurrahman bin Auf dan Utsman bin Affan yang berasal dari Bani Umayyah.

Abdurrahman kemudian tidak dapat maju karena kandidat lain lebih senior. Dengan demikian, calon khalifah tinggal dua orang, yaitu Ali bin Abi Thalib dan Usman bin Affan.

Unsur fanatisme kabilah dalam sidang formatur memang memiliki peran yang sangat besar.

Pada akhirnya, keputusan Abdurrahman bin Auf menjadi kunci penentu dan dia memilih Usman sebagai kalifah.

Pemilihan dilakukan usai Abdurrahman melakukan lobi kepada kedua kandidat secara ketat.

Dikisahkan bahwa ketika Abdurrahman menemui Ali, ia menanyakan kepadanya perihal siapa yang akan Ali pilih seandainya tidak masuk ke dalam orang yang dicalonkan.

Ali menjawab bahwa dirinya akan memilih Usman.

Begitu pula dengan Usman, ketika diberi pertanyaan serupa, Usman mantap menjawab bahwa ia akan memilih Ali bin Abi Thalib.

Keduanya sama-sama kuat, tetapi akhirnya Abdurrahman bin Auf menetapkan Usman bin Affan untuk menempati posisi khalifah.

Meski bukan yang utama, faktor kabilah tetap menjadi pertimbangan dalam penetapan ini.

Sekadar informasi, istri Abdurrahman, yaitu Ummi Kulsum, merupakan saudara seibu dari Usman.

Hal tersebut telah disarikan dari buku Aswaja dalam Listas Sejarah karya K.H. Said Aqil Siradj.

Reaksi Ali bin Abi Thalib atas Terpilihnya Usman bin Affan sebagai Khalifah

Terpilihnya Usman bin Affan sebagai khalifah ketiga rupanya membuat pihak Ali bin Abi Thalib kembali menelan ludah.

Semenjak Nabi Muhammad saw. wafat, Ali sudah digadang-gadang sebagai pengganti beliau.

Namun, dirinya baru bisa menjadi khalifah setelah Abu Bakar, Umar bin Khattab, dan Usman bin Affan.

Secara garis besar, terdapat dua riwayat yang menjelaskan reaksi Ali bin Abi Thalib ketika Majelis Syuro menetapkan Sayyidina Usman sebagai khalifah ketiga.

Pada riwayat pertama disebutkan bahwa Sayyidina Ali bin Abi Thalib dan semua pihak menerima keputusan dari Majelis Syuro tersebut.

Bahkan, menurut riwayat Ibnu Sa’ad, Sayyidina Ali merupakan orang pertama yang membaiat Usman bin Affan.

Sementara itu, ada pendapat lain yang menyebutkan bahwa bukan Ali bin Abi Thalib yang pertama kali membaiat Usman bin Affan, melainkan Abdurrahman bin Auf.

Pada riwayat kedua dijelaskan bahwa Sayyidina Ali bin Abi Thalib dan Bani Hasyim tidak merasa puas atas penetapan Usman menjadi khalifah ketiga.

Tuduhan nepotisme pun diarahkan kepada Abdurrahman bin Auf sebagai Dewan Syuro pada saat itu karena ia lebih memilih Usman bin Affan.

Entah mana yang benar di antara kedua pendapat tersebut, yang pasti, Ali bin Abi Thalib bersikap netral terhadap pembaiatan Usman bin Affan.

Bersama para sahabat lainnya, Sayyidina Ali tetap hadir membaiat Usman.

Menurut keterangan dalam buku Ali bin Abi Thalib Sampai kepada Hasan dan Husain (Ali Audah, 2015), Sayyidina Ali dan Sayyidina Usman juga masih tetap berhubungan baik.

Peristiwa tersebut tidak memengaruhi hubungan persahabatan dan rasa saling mencintai di antara keduanya.

Ali bin Abi Thalib juga tetap senantiasa mendukung pemerintahan Khalifah Usman bin Affan walaupun dirinya menjadi pihak yang kalah dalam penetapan khalifah.

Sayyidina Ali kemudian ditunjuk menjadi penasihat resmi Khalifah Usman.

Ia bertugas untuk memberikan pendapat, saran, dan masukan kepada khalifah.

Hal serupa juga dilakoni Sayyidina Ali pada masa kepemimpinan dua khalifah sebelumnya, yaitu Abu Bakar dan Umar bin Khattab.

Kedermawanan Khalifah Usman

Usman bin Affan merupakan salah satu sahabat Rasulullah saw. yang dikenal kaya raya dan sangat dermawan.

Dia sering menyumbangkan banyak harta benda demi tegaknya panji-panji kejayaan Islam. Ia pun tidak ragu untuk mengorbankan hartanya demi kemaslahatan umat Islam.

Ada banyak cerita terkait kedermawanan Usman.

Pada peristiwa Perang Tabuk, misalnya, Usman tak segan-segan menyumbangkan 300 ekor unta dan 1.000 dinar dari kantong pribadinya guna memenuhi kebutuhan bekal perang.

Lalu, ada pula kisah kedermawanan Usman lainnya yang sangat populer, yakni ketika Usman membeli sebuah sumur milik orang Yahudi di Madinah untuk kesejahteraan umat Islam.

Kisah lengkapnya bisa kamu baca di bawah ini.

Usman Membeli Sumur Milik Orang Yahudi

Merujuk pada buku Usman bin Affan (Muhammad Husein Haikal, 2002), diceritakan bahwa pada waktu itu, di Madinah hanya terdapat satu sumur yang mengeluarkan air.

Sumur tersebut dimiliki oleh seorang Yahudi. Kepada muslim, ia menjual air sumur tersebut dengan harga yang sangat tinggi.

Atas situasi seperti ini, umat Islam di Madinah pun menjadi resah mengingat pada waktu itu, sumur tersebut merupakan satu-satunya.

Kabar ini kemudian sampai ke telinga Rasulullah saw., yang langsung menyeru para sahabatnya untuk menyelesaikan masalah air dan sumur tersebut.

Beliau menjanjikan ganjaran yang luar biasa bagi siapa saja yang membeli sumur milik Yahudi tersebut dan mewakafkannya untuk kepentingan umat Islam.

Balasan yang dimaksud adalah orang tersebut akan mendapatkan minuman di surga sejumlah air yang terdapat di dalam sumur itu.

Begitu mendengar seruan Rasulullah saw. Usman bin Affan lantas mendatangi sang empunya sumur untuk bernegosiasi.

Setelah melalui proses tawar-menawar yang berlangsung alot, sang pemilik sumur pada akhirnya sepakat untuk melepas sumurnya dengan harga 12.000 dirham.

Namun, harga tersebut tidak berlaku untuk seluruh sumur, melainkan hanya separuhnya. Maksudnya, status kepemilikan sumur tersebut berlaku bergantian.

Sumur itu menjadi milik Usman selama satu hari sehingga umat Islam bisa bebas mengambil pada hari itu, lalu pada hari berikutnya, sumur menjadi orang Yahudi. Begitu seterusnya.

Situasi tersebut hanya berlangsung beberapa saat karena pada akhirnya, orang Yahudi pemilik sumur menawarkan kepada Usman untuk membelinya secara penuh.

Usman kemudian membayarnya seharga 8.000 dirham dari kantong pribadi sehingga sumur itu secara sah sudah menjadi milik Usman sepenuhnya.

Umat Islam pun bisa bebas mengambil air kapan saja mereka membutuhkannya.

Sumur wakaf dari Usman yang kemudian dikenal sebagai sumur Raumah itu hingga hari ini masih mengeluarkan air.

Sumur Raumah dimanfaatkan oleh Pemerintah Arab Saudi untuk mengairi perkebunan kurma yang berada di sekitarnya.

Prestasi Usman bin Affan

Dikisahkan dari Majid Ali Khan dalam karyanya Sisi Hidup para Khalifah Saleh, Usman bin Affan dikenal memiliki kepribadian atau akhlak yang luhur.

Ia senantiasa membantu orang miskin dan tak ragu membelanjakan hartanya demi menghilangkan kesengsaraan mereka.

Sebelum masuk Islam pun, Usman tidak pernah minum khamr.

Rasulullah saw. pernah meninggalkan komentar tentang Usman, yakni “Utsman adalah orang pertama dari umatku yang hijrah (karena Allah) dengan keluarganya.”

Usman kemudian terpilih sebagai khalifah ketiga setelah Umar bin Khattab pada usia 70 tahun.

Apabila ada yang beranggapan bahwa Usman terlalu berambisi untuk menjadi pemimpin, tampaknya usia 70 tahun bukanlah usia yang cocok dengan pendapat tersebut.

Sudah bukan waktunya lagi bagi seorang yang sudah berusia 70 tahun untuk berambisi terhadap kekuasaan.

Lantas, apa prestasi Usman bin Affan selama menjadi khalifah pada usianya yang bisa dibilang sudah tidak muda lagi itu?

Dalam 12 tahun periode kepemimpinannya, Usman mampu membangun armada kapal laut.

Kapal-kapal tersebutlah yang selanjutnya digunakan untuk berekspansi ke Siprus dan Rhodes.

Perlu diketahui pula bahwa Usman bin Affan adalah khalifah pertama yang memerintahkan renovasi terhadap dua bangunan penting, yakni Masjidil Haram dan Masjid Nabawi.

Ada lagi prestasi Usman lainnya yang masih bisa kita rasakan manfaatnya hingga sekarang, yaitu kodifikasi mushaf Al-Qur’an.

Pada saat itu, Usman menyusun naskah mushaf berdasarkan kepada suhuf yang disimpan oleh Hafsah.

Sebuah kepanitiaan yang beranggotakan 12 orang pun dibentuknya.

Mereka berasal dari suku Quraisy dan Ansar, dua orang di antaranya adalah Ubay dan Zaid bin Tsabit.

Usman kemudian mengambil suhuf yang ketika itu berada di bawah pengawasan Siti Aisyah untuk dijadikan sebagai komparasi.

Tudingan Miring terhadap Khalifah Usman

Walaupun sudah diangkat menjadi seorang kalifah, rupanya masih banyak yang berprasangka buruk terhadap Usman bin Affan.

Pengangkatan sanak keluarganya untuk mendudukin berbagai posisi strategis membuat Usman dituding telah melakukan praktik nepotisme.

Beberapa keputusan yang dianggap mencerminkan perilaku tersebut adalah pengangkatan ketika Muawiyah sebagai Gubernur Syam.

Selain itu, Abdullan bih Amir juga terpilih menjadi Gubernur Basrah dan Walid bin Uqbah menjadi Gubernur Kufah.

Padahal, bukan karena mereka masih punya hubungan saudara lantas Usman memberikan jabatan strategis.

Faktanya, Usman memilih Muawiyyah yang sebelumnya juga telah ditunjuk oleh Umar bin Khattab karena kecakapannya.

Sementara itu, terkait Kufah, semasa kepemimpinan Usman, setidaknya sudah terjadi pergantian gubernur sebanyak enam kali.

Walid diketahui menggantikan Saad ibnu Waqqas lantaran telah menyalahgunakan jabatan.

Saad waktu itu meminjam uang dari kas provinisi, tetapi tidak melaporkannya kepada Usman bin Affan.

Seiring berjalannya waktu, Gubernur Walid memperlihatkan perangai yang buruk sehingga lantas juga diberhentikan.

Walid diketahui merupakan peminum khamr dan memiliki pembawaan yang kasar.

Ia kemudian digantikan oleh Said ibnu al-Ash yang ditunjuk karena prestasinya dalam menaklukkan Azerbaijan.

Dari situasi yang telah dijelaskan di atas, bisa disimpulkan bawa tuduhan perilaku nepotisme kepada sang khalifah tidaklah terbukti.

Pengangkatan sanak saudaranya untuk mengisi jabatan tertentu murni didasarkan pada prestasi atau kinerjanya di lapangan.

Sayangnya, dikisahkan bahwa pada akhir kepemimpinan Khalifah Usman, para gubernur yang dipilih itu justru bertindak sewenang-wenang, terutama di bidang perekonomian.

Mereka tergoda untuk bisa hidup mewah.

Salah satu contohnya adalah kehidupan mewah bani Umayyah dan keluarga Usman bin Affan. Situasi ini lantas menuai protes, salah satunya adalah dari Abu Dzar al-Ghifari.

Kisah Usman bin Affan Menjelang Wafat

Dikisahkan bahwa peristiwa wafatnya khalifah ketiga ini merupakan yang paling tragis dibandingkan dengan dua khalifah lain.

Pada waktu itu, Usman diserang oleh para pemberontak.

Gerbang rumah Sayyidina Usman sebenarnya telah dijaga oleh Hasan dan Husein bin Ali serta Abdullah bin Zubair.

Namun, sebagian pemberontak yang dikomandoi oleh Muhammad bin Abu Bakar berhasil masuk dengan memanjat tembok belakang rumah.

Mereka kemudian berhasil memasuki ruangan tempat sang khalifah sedang membaca ayat suci Al-Qur’an.

Salah satu pemberontak memukul kepalanya dengan kapak, sementara yang lain menyerangnya dengan pedang.

Ketika para pemberontak menganiayanya hingga tangannya terpotong, Usman berkata:

مَا وَاللهِ، إِنَّهَا لَأَوَّلُ كَفٍّ خَطَّتِ الْمُفَصَّلَ

Maa wallahu, innahaa la awwalu kaffiin khatthatul mufasshala.

“Demi Allah, tangan (yang kau potong ini) adalah tangan pertama yang mencatat surat-surat mufashshal.”

Dalam keadaan luka parah karena serangan pemberontak tersebut, kepala Khalifah Usman dipenggal oleh Amr bin Hamq.

Tercatat, Usman bin Affan wafat pada tahun 35 Hijriah, tepatnya pada hari Jumat 17 Dzulhijjah dengan keadaan syahid.

Usai membunuh sang khalifah, para pemberontak kemudian berhasil menguasai Madinah. Baitul mal pun menjadi sasaran perampokan.

Kejadian ini membuat orang-orang Madinah tidak berani keluar rumah lantaran takut.

Jenazah Khalifah Usman tidak bisa dikuburkan setidaknya selama dua hari sampai akhirnya, ada beberapa orang yang masuk ke kediaman Usman dan melakukan pemakaman.

Sosok Usman bin Affan Layak Menjadi Panutan

Dari kisah-kisah mengenai Khalifah Usman bin Affan di atas, ada banyak pesan positif yang bisa diambil.

Berhasil menjadi seorang khalifah, tentunya Usman bukanlah sebarang orang. Sosoknya yang dermawan juga patut dicontoh.

Ia tidak segan menyedekahkan sebagian kekayaannya demi menolong orang-orang yang lebih membutuhkan.

Perbuatan terpujinya itu ia lakukan untuk kemaslahatan umat muslim karena hal itu baginya lebih utama daripada kepentingannya sendiri.

Meski sempat dituduh melakukan nepotisme (dan tidak terbukti), ia tidak segan menurunkan saudaranya yang waktu itu menduduki suatu jabatan karena perangai yang buruk.

Di sini, Usman menunjukkan ketegasannya.

Semoga rangkuman kisah khalifah ketiga ini dapat menggerakkan hatimu untuk senantiasa berbuat baik, terutama kepada mereka membutuhkan bantuanmu.

Sifat-sifat baik yang dimilikinya sangat layak untuk dijadikan sebagai panutan.

Kalau informasi ini dirasa bermanfaat, kamu bisa membagikannya kepada sahabat atau orang lain supaya mereka juga dapat mengambil pelajaran dari sosok Usman bin Affan.

https://islam.nu.or.id/post/read/27520/masa-kekhalifahan-usman-ibn-affan

https://islam.nu.or.id/post/read/108089/reaksi-ali-bin-abi-thalib-saat-utsman-bin-affan-ditetapkan-jadi-khalifah?_ga=2.69910544.1287824773.1612697921-2098972206.1612150764

https://alif.id/read/fadh-ahmad-arifan-m-ag/malam-terakhir-khalifah-utsman-bin-affan-b217084p/

https://islam.nu.or.id/post/read/100654/saat-utsman-bin-affan-membeli-sumur-yahudi-untuk-umat-islam