Mengenal Ushul Fiqh dan Manfaat dari Mempelajarinya

Apa itu ushul fiqh? Apakah kamu familiar dengannya? Mengingat betapa pentingnya ilmu ini, kamu wajib untuk mengetahuinya.

Apabila ingin mengetahui pembahasan ushul fiqh secara lebih mendalam, Hasana.id akan merangkumkannya khusus untukmu di artikel ini. Pastikan untuk menyimaknya baik-baik, ya! Jangan ada satu pun yang terlewat.

Pengertian Ushul Fiqh

Ushul fiqh merupakan sebuah ilmu khusus yang digunakan untuk mengetahui dan mengkaji dalil-dalil tentang segala macam hukum ibadah, akidah, akhlak, dan muamalah dalam agama Islam.

Ilmu ini disusun pada abad kedua Hijriyah. Termasuk ke dalam disiplin ilmu keislaman.

Mari bahas pengertian ushul fiqh secara bahasa, istilah ini disusun dari 2 kata, yaitu al-ushul dan al-fiqh. Kata al-ushul merupakan bentuk jamak dari al-asl yang memiliki arti landasan tempat membangun sesuatu.

Adapun ulama terkemuka asal Damaskus, Syekh Wahbah az-Zuhaili menjelaskan bahwa arti dari al-asl adalah dalil.

Sementara itu, al-fiqh atau fiqih memiliki makna pemahaman. Jika dilihat dari istilahnya, fiqih bisa juga berarti pengetahuan tentang hukum syara’.

Hukum syara’ ini ada hubungannya dengan perbuatan mukalaf dan dalilnya akan digali satu per satu. Apa itu mukalaf? Mukalf adalah orang yang dibebani dengan hukum taklif.

Terkait pengertian kedua istilah tersebut apabila disatukan, Hasana.id akan mengutip pengertian dari beberapa ahli seperti berikut.

Pengertian Ushul Fiqh Menurut Imam Abu Ishak As-Syurazi

Imam Abu Ishak As-Syurazi dalam kitabnya, Al-Luma’ menjelaskan arti ushul fiqh, yakni:

وأما أصول الفقه فهي الأدلة التي يبنى عليها الفقه وما يتوصل بها إلى الأدلة على سبيل الإجمال

Artinya:

“Ushul fiqih ialah dalil-dalil penyusun fiqih, dan metode untuk sampai pada dalil tersebut secara global,” (Lihat As-Syirazi dalam Al-Luma’ fî Ushûlil Fiqh, Jakarta, Darul Kutub Al-Islamiyyah, 2010 M, halaman 6).

Dari penjelasan di atas, maksud dari ushul fiqh adalah rangkaian dalil-dalil atau kaidah-kaidah penyusunan hukum fiqih dan metode-metode yang harus ditempuh supaya manusia bisa memanfaatkan sumber hukum Islam guna memformulasikan sebuah hukum, khususnya terkait perkara kekinian.

Pengertian Ushul Fiqh Menurut Imam Al-Ghazali

Dalam kitab Al-Mustashfa, Imam Al-Ghazali memaparkan pengertian ushul fiqh seperti di bawah ini:

أَنَّ أُصُولَ الْفِقْهِ عِبَارَةٌ عَنْ أَدِلَّةِ هَذِهِ الْأَحْكَامِ وَعَنْ مَعْرِفَةِ وُجُوهِ دَلَالَتِهَا عَلَى الْأَحْكَامِ مِنْ حَيْثُ الْجُمْلَةُ لَا مِنْ حَيْثُ التَّفْصِيلُ

anna ashuulal fiqhi ‘ibaaratun ‘an adillati hadzihil akhkaami wa’an ma’rifati wujuuhi dalaa latihaa ‘alal akhkaami minkhaitsul jumlatu laa min khaitsuttafshiilu

Artinya:

“Ushul fiqih ialah istilah untuk (seperangkat) dalil-dalil dari hukum-hukum syariat sekaligus pengetahuan tentang metode penunjukan dalilnya atas hukum-hukum syariat secara global, bukan terperinci,” (Lihat Imam Al-Ghazali, Al-Mustashfa, Beirut, Darul Kutub Al-Ilmiyyah, 2002 M, halaman 5).

Setelah membaca beberapa penjelasan sebelumnya, dapat kita pahami bahwa ada perbedaan objek kajian antara fiqih dan ushul fiqh. Fiqih sendiri merupakan hukum yang terkait dengan sebuah persoalan.

Sebagai contoh, terdapat persoalan, dengan fiqih kita bisa membahas hukum persoalan tersebut, apakah itu wajib, sunah, haram, dan sebagainya.

Singkatnya, biasanya yang dibahas dalam fiqih adalah, “hal ini apa hukumnya?” Maka dari itu, persoalan yang dibahas dalam fiqih sudah jelas bahwa sifatnya adalah terperinci. Maksudnya, hanya berlaku pada persoalan tersebut, tidak pada hal lain.

Penerapan Ushul Fiqh

Cakupan yang dibahas dalam ushul fiqh adalah pendefinisian tentang apa itu hukum, seperti sunah, wajib, haram, dan lain sebagainya.

Selain itu, ushul fiqh juga membahas tentang cara untuk merumuskan sebuah hukum, suatu kegiatan dihukumi wajib, orang yang membuat putusan hukum, dan lainnya.

Bisa dibilang, ushul fiqh adalah suatu aturan tertentu yang dijadikan sebagai pegangan atau kaidah untuk proses kelahiran sebuah hukum. Karena cakupannya ini, ilmu tersebut berlaku secara global, baik pada persoalan hukum atau lainnya.

Seperti yang telah diketahui, menciptakan sebuah jawaban atas persoalan hukum tidaklah mudah. Terutama jika hukum tersebut berkaitan dengan masalah fiqih.

Kalau ditemukan masalah hukum baru, tentu tidak mungkin jika seseorang dapat menemukan jawabannya tanpa berpikir dulu. Setidaknya, ada serangkaian aturan yang harus dipenuhi demi melahirkan jawaban yang tepat.

Untuk melahirkan jawaban, kita perlu mengetahui dulu mengenai persoalan yang sedang dipertanyakan.

Selanjutnya, kita harus merumuskan apa itu halal dan haram, wajib dan sunah, atau hukum lainnya. Setelah itu, pilah-pilah tujuan dari persoalan tersebut.

Kemudian kita bisa merujuk pada sumber-sumber hukum yang ada dalam Al-Qur’an, hadis, dan ijma’ dari para sahabat Rasulullah terkait persoalan tersebut.

Terakhir, kerahkan kemampuan kita untuk meramu sumber hukum tersebut menjadi jawaban atas persoalan hukum yang diajukan.

Jenis Pengetahuan Ushul Fiqh

Imam Abu Ishaq As-Syirazi yang merupakan seorang ahi ushul fiqh mazhab Syafi’i membagi pengetahuan ushul fiqh ke dalam empat kategori, sebagaimana penjelasannya berikut:

فأما العلم فهو معرفة المعلوم على ما هو عليه

Artinya:

“Ilmu ialah mengetahui sesuatu sesuai dengan apa adanya (kenyataan),” (Lihat Abu Ishaq As-Syirazi, Al-Luma’ fî Ushûlil Fiqh [Jakarta: Darul Kutub Al-Islamiyyah, 2010), halaman 4 ).

Al-‘Ilmu

Al-‘ilmu merupakan tingkatan tertinggi yang didefinisikan sebagai mengetahui sesuatu sesuai dengan kenyataan yang ada.

Misalnya pengetahuan seseorang mengenai manusia lahir dari seorang ibu. Pengetahuan manusia terkait asal-usul manusia itu sesuai dengan kenyataan.

Contoh al-‘ilmu dalam kajian fiqih adalah pengetahuan seseorang mengenai kewajiban salah yang didapatkan dari dalil nash dalam Al-Qur’an Surat Al-Baqarah ayat 43, yang berbunyi:

وَأَقِيمُوا۟ ٱلصَّلَوٰةَ وَءَاتُوا۟ ٱلزَّكَوٰةَ وَٱرْكَعُوا۟ مَعَ ٱلرَّٰكِعِينَ

Wa aqīmuṣ-ṣalāta wa ātuz-zakāta warka’ụ ma’ar-rāki’īn

Artinya:

“Dan dirikanlah shalat, tunaikanlah zakat dan ruku’lah beserta orang-orang yang ruku’.”

Dari firman Allah di atas, kita mengetahui bahwa hukumnya salat adalah wajib, sesuai dengan kenyataan dari adanya perintah Allah Swt. yang sudah sangat jelas ini.

Azh-Zhan

Azh-zahn memiliki arti prasangka sebagaimana yang telah dijelaskan oleh Imam Abu Ishaq As-Syirazi sebagai berikut:

والظن تجويز أمرين أحدهما أظهر من الآخر

Artinya:

“Persangkaan ialah menghadapi dua kemungkinan di mana salah satunya lebih kuat.”

Ada banyak contoh tentang prasangka di kehidupan sehari-hari. Tapi, kita akan mengambil satu contoh saja kali ini.

Contohnya adalah ketika seorang istri yang kedapatan mengalami keterlambatan haid dan melakukan tes kemudian hasilnya menandakan bahwa dirinya sedang mengandung.

Status kehamilan ini masih termasuk ke dalam kategori azh-zhan atau prasangka yang kuat.

Sebab secara medis, kemungkinan besar dirinya tengah hamil adalah ditandai dengan telat datang bulan dan dua garis yang muncul pada alat tes kehamilan yang digunakannya.

Akan tetapi, tetap ada kemungkinan bahwa dirinya tidak sedang hamil karena secara medis, masih ada potensi kecil hasil tes tersebut tidaklah akurat.

Dalam kajian fiqih, prasangka ini bisa ditemukan dalam tafsir firman, yaitu Al-Qur’an Surat Al-Baqarah ayat 238, yang berbunyi:

حَٰفِظُوا۟ عَلَى ٱلصَّلَوَٰتِ وَٱلصَّلَوٰةِ ٱلْوُسْطَىٰ وَقُومُوا۟ لِلَّهِ قَٰنِتِينَ

ḥāfiẓụ ‘alaṣ-ṣalawāti waṣ-ṣalātil-wusṭā wa qụmụ lillāhi qānitīn

Artinya:

“Peliharalah semua shalat(mu), dan (peliharalah) shalat wusthaa. Berdirilah untuk Allah (dalam shalatmu) dengan khusyu’.”

Mengenai tafsir dari kata wustha, rupanya ada selisih pendapat antar ulama. Salah satu mujtahid menafsirkannya sebagai salat witir dengan pendapat bahwa salat witir dilakukan di tengah malam (wustha).

Dalam kasus ini, mujtahid tersebut telah menunjukkan azh-zhan sesuai dengan argumennya.

Asy-Syak

Asy-syak berarti keraguan. Imam Abu Ishaq As-Syirazi telah menjelaskannya seperti ini:

والشك تجويز أمرين لا مزية لأحدهما على الآخر

Artinya:

“Ragu ialah menghadapi dua kemungkinan dan tidak ada keistimewaan salah satunya dibanding yang lain.”

Contoh dari keragu-raguan adalah ketika kita mendapati cuaca yang mendung tipis. Kemudian kita ragu apakah akan turun hujan atau tidak.

Al-Jahlu

Imam Abu Ishaq As-Syirazi menjelaskan mengenai al-jahlu, yakni:

وحد الجهل تصور المعلوم على خلاف ما هو به

Artinya:

“Definisi bodoh ialah membayangkan sesuatu yang bisa diketahui tetapi tidak sesuai dengan kenyataan.”

Al-jahlu berarti membayangkan sesuatu. Contoh dari pengetahuan ini adalah seseorang meyakini bahwa bumi itu datar. Faktanya, kenyataan bumi itu bulat.

Dari keempat pengetahuan tersebut, yang bisa diterima dalam kajian fiqih hanyalah dua, yaitu yang sesuai kenyataan. Pertama adalah al-‘ilmu dan yang kedua adalah azh-zhan.

Azh-zahn diterima sebagai salah satu pengetahuan dalam fiqih adalah karena terbangun dari dugaan-dugaan.

Misalnya saja ketika terdapat persoalan baru tentang hukum di zaman internet ini. Contohnya pertanyaan tentang bagaimana hukum penggunaan media sosial untuk menyebarkan berita bohong.

Untuk mendapatkan jawaban yang benar, ahli fiqih harus membaca lagi dalil dan meramunya. Setelah dikumpulkan dan diramu, berbagai dalil tersebut digunakan sebagai landasan untuk membuat jawaban.

Meskipun jawaban tersebut pada awalnya merupakan dugaan saja, tetapi yang Maha Tau dan Sang Pemberi Hukum itu sendiri tak lain hanyalah Allah Swt.

Sesungguhnya, hanya Allah yang mengetahui tentang hukum syariat. Adapun tugas seorang ahli fiqih adalah hanya mengajukan dugaan yang paling mendekati dengan kebenaran, entah itu dengan prinsip kehati-hatian maupun rasionalitas.

Beberapa Contoh Kaidah Ushul Fiqh

Dalam kehidupan sehari-hari, kamu bisa mendapati contoh ushul fiqh yang mungkin selama ini tidak kamu sadari. Kalau ingin mengetahuinya, baca penjelasan berikut.

Perihal Halal dan Haram

Kamu mungkin pernah dihadapkan pada situasi yang membuatmu bingung tentang apakah sesuatu yang kamu lakukan halal atau tidak. Dalam kaidah ushul fiqh ini, kamu harus memenangkan yang haram.

Contohnya, ketika kamu bingung apakah memakan katak itu halal atau haram, kamu dianjurkan untuk memilih tidak memakannya karena takut haram.

Kaidah ini mempelajari mengenai sifat preventif yang bisa jadi akan menyelamatkanmu dari pilihan atau keputusan yang salah.

Berlomba dalam Kebaikan

Mengalah memang sesuatu yang bijak, tetapi tidak jika berbicara mengenai konteks ibadah.

Dalam hal ibadah, kamu harus tetap berusaha menjadi yang terbaik di antara yang lain, tetapi cukup kamu dan Allah saja yang mengetahuinya, bukan untuk dipamerkan.

Sedangkan dalam urusan selain ibadah, kamu tidak boleh egois dan hendaknya mengedepankan perasaan orang lain.

Sengaja dan Tidak Sengaja

Perbuatan yang sengaja dan tidak sengaja memiliki perbedaan yang sangat besar. Tentu saja perbuatan yang tidak sengaja itu bisa dimaafkan. Namun, perbuatan yang sengaja dilakukan dan sudah direncanakan tidak dapat dimaafkan.

Perbuatan di sini yang dimaksud adalah sesuatu yang dapat merugikan orang lain atau yang melanggar perintah Allah Swt.

Siapa Penemu Ushul Fiqh?

Mengenai siapa peletak pertama ilmu ushul fiqh hingga kini masih menjadi perdebatan yang tak pernah menemukan titik akhir.

Di setiap mazhab dan pergerakan pemikiran Islam, hampir semuanya punya pendapat sendiri. Pasti ada tokoh di dalam mazhab ataupun pergerakan itu yang masuk sebagai nominasi pencetus.

Pendapat yang paling terkenal menyebut bahwa Muhammad ibn Idris al-Syafi’i adalah orang pertama yang menemukan dan memberikan pondasi pemikiran ushul fiqh dengan kitab al-Risalah-nya sebagai bukti.

Beberapa sejarawan terkenal lain juga sependapat dengan hal tersebut. Sebut saja Ibnu Khalikan, Ibnu Khaldun, Al-Khatib al-Baghdadi, Ibnu Abd. Al-Bar, Abu Hayyan al-Andalusi, dan Sayyid Abdullah Alawi al-Syinqithy.

Sementara itu, pendapat lain menyebutkan bahwa orang pertama peletak ulmu ini adalah Muhammad Al-Baqir yang kemudian dilanjutkan oleh Imam Ja’far Al-Shadiq.

Sebut saja Ayatullah Hasan Al-Shadr, salah satu ulama mazhab syiah yang mewakili pendapat itu.

Disebutkan bahwa Al-Baqir dan Ja’far pernah mendikte kaidah ushul fiqh kepada para muridnya. Akan tetapi, hasil dikte tersebut tidak tercatat dengan baik sehingga tidak ada dokumentasi tentang pemikirannya berupa buku atau naskah lain.

Fakta inilah yang kemudian dijadikan sebagai pendapat penolakan dari ulama lain atas pengakuan mereka.

Mazhab Malikiyah berbeda lagi pendapatnya, ada tokoh bernama Muhammad ibn Hasan Asbagh ibn Al-Farj yang diajukan oleh mazhab ini. Buktinya adalah sebuah kitab yang judulnya al-Usul. Kitab tersebut terdiri dari 10 juz.

Diketahui, kitab al-Usul isinya adalah pembahasan mengenai ushul fiqh. Tentu saja yang dibahas adalah menurut mazhab Malikiyah secara khusus. Tapi, ada juga pembahasan untuk mazhab lain secara umum.

Dalam hal ini, mazhab Hanafiyah juga tidak mau ketinggalan. Mereka mengajukan tiga tokohnya secara bersamaan sebagai peletak pertama ilmu ini. Ketiga tokoh tersebut adalah Abu Yusuf, Muhammad Al-Syaibani, dan Abu Hanifah.

Manfaat Mempelajari Ushul Fiqh

Mempelajari ushul fiqh sangatlah dianjurkan mengingat manfaatnya yang luar biasa besar bagi kehidupan. Kira-kira, apa sajakah manfaat tersebut? Simak penjelasannya di bawah ini.

Lebih Memahami Ajaran Agama dan Toleran

Hukum Islam sangatlah beragam. Maka dari itu, tak menutup kemungkinan apabila terdapat perbedaan pendapat antara satu ulama dengan ulama lainnya atau satu mazhab dengan mazhab lainnya.

Tapi, ketika belajar ilmu fiqih, kamu jadi tahu tentang dalil-dalil. Mana dalil lemah, atau mana dalil kuat yang digunakan oleh mazhab yang ada menjadi dasar hukum fiqih.

Setelah mengetahuinya, tentu wawasan milikmu jadi lebih luas. Terbuka akan perbedaan dan menjadi toleran terhadap beda pandangan. Terkhusus pada hukum Islam.

Berbeda halnya bagi yang tidak memahami ilmu agama, baginya, perbedaan bisa menjadi pemicu perpecahan.

Memahami Al-Qur’an dan Hadis dengan Tepat

Salah satu fungsi ushul fiqh adalah sebagai metodologi untuk memahami Al-Qur’an dan hadis secara tepat. Tanpa ilmu ini, sangat rentan terjadi kekeliruan dalam mempelajari dan memahami nash-nya.

Teori Amr dan Nahi di dalam ilmu ini memiliki peran untuk menguraikan Hukum Taklif. Sebuah hukum yang hubungannya dengan apa yang diperintahkan dan yang dilarang dalam Al-Qur’an.

Perlu diketahui, jika di Al-Qur’an ada suatu hal yang menggunakan bahasa perintah (amr), maka itu artinya adalah wajib dan harus dikerjakan. Begitu pula dengan semua larangan memiliki konsekuensi haram.

Merupakan Metodologi untuk Melakukan Ijtihad

Ushul fiqh menjadi metode yang digunakan untuk berijtihad. Proses ini sendiri dilakukan lewat proses pemahaman yang argumentatif akan sumber-sumber hukum Islam.

Ada pun hal ini bertujuan untuk mendapatkan jawaban dari masalah di kehidupan kita dengan menetapkan fiqih dari syariat Islam yang ada. Ijtihad sendiri menduduki posisi penting sebagai sumber hukum setelah Al-Qur’an dan hadis.

Ijtihad wajib dilakukan oleh para mujtahid di setiap zaman. Hal ini merupakan sebuah proses yang harus selalu dilakukan oleh seorang mujtahid untuk menjawab persoalan yang semakin hari semakin berkembang dan kompleks.

Memahami Tujuan dari Syariat Hukum Islam

Dalam ilmu ini, kamu akan mempelajari bahwa Allah membuat dan menetapkan hukum kepada manusia bukanlah main-main atau sia-sia belaka.

Tujuan dari penetapan hukum ini adalah demi keselamatan dan kebaikan manusia sendiri, baik keselamatan di dunia maupun di akhirat.

Contoh ushul fiqh yang berkaitan dengan hal ini adalah diharamkannya meminum minuman yang memabukkan, yaitu dalam rangka memelihara akal atau hifzh al-‘aql. Sebab, minuman keras bisa menyebabkan peminumnya kehilangan akal.

Memahami Tradisi yang Bisa Dijadikan sebagai Sumber Hukum

Hakim akan memiliki pertimbangan tersendiri ketika memutuskan sebuah hukum. Begitu juga dengan seorang mujtahid dalam berijtihad adalah memahami ‘urf atau tradisi yang berlaku di dalam masyarakat sebagai bahan pertimbangan.

Salah satu yang bisa kamu dapatkan dalam mempelajari ilmu ini adalah dapat mengetahui bahwa ‘urf bisa digunakan sebagai dalil hukum syariat selama tidak bertentangan dengan ajaran Islam.

Dalam ushul fiqh, ‘urf dibagi menjadi dua, yaitu ‘urf shahih dan fasid.

Menjawab Masalah Kontemporer

Seiring berkembangnya masyarakat, hukum fiqih yang dulu dirumuskan kadang kurang tepat untuk dijadikan rujukan. Apalagi jika digunakan untuk menetapkan hukum masalah kontemporer.

Nah, metodologi ushul fiqh bisa digunakan untuk menyegarkan hukum klasik atau membuat hukum fiqih baru.

Tentunya dibuat berdasarkan tuntutan sebuah zaman. Permasalahan yang dulu belum ada dapat diselesaikan dengan menggunakan ilmu ushul fiqh ini.

Demikianlah ulasan mengenai materi ushul fiqh yang berhasil Hasana.id rangkum. Semoga informasi ini dapat menambah wawasanmu, ya!