Kisah Inspiratif Umar bin Khattab yang Bisa Dijadikan Teladan

Umar bin Khattab merupakan seorang khalifah kedua yang berkuasa pada tahun 634–644 Masehi. Umar bin Khattab diberi gelar Khulafaur Rasyidin dan merupakan salah satu sahabat yang dijamin masuk surga oleh Nabi Muhammad saw.

Umar bin Khattab lahir pada tahun 584 di Kota Makkah. Ia dulunya dikenal sebagai salah satu orang yang menentang Islam, tetapi alasannya bukan karena tidak memahami ajaran ini atau fanatik dengan agama leluhurnya, yaitu menyembah berhala.

Umar bin Khattab menganggap bahwa Nabi Muhammad dengan ajaran barunya tersebut telah menimbulkan konflik dan perpecahan secara khusus terhadap masyarakat Quraisy dan secara umum bagi masyarakat Makkah.

Sebagai pemimpin, kala itu ia tidak menginginkan keadaan yang kacau. Masyarakat yang bersatu, tertib, dan stabillah yang ia inginkan.

Salah satu cara untuk mengembalikan keadaan seperti sedia kala adalah dengan menghentikan dakwah Rasulullah dan para pengikutnya. Anggapan inilah yang kemudian membuat Umar bin Khattab menentang keras bahkan sampai memusuhi Islam.

Dengan pandangannya yang demikian, lantas bagaimana ia dapat menjadi khalifah dan menjadi salah satu sahabat Nabi? Apa kira-kira yang membuatnya berubah?

Kalau kamu penasaran, Hasana.id telah merangkumkan jawabannya beserta kisah-kisah lain tentang Umar bin Khattab yang inspiratif sehingga bisa dijadikan teladan. Simak selengkapnya berikut, ya!

Kisah Umar bin Khattab Masuk Islam

Dari yang semula menentang keras ajaran Islam, Umar bin Khattab pada akhirnnya justru menjadi pembela Islam terdepan. Mengenai hal ini, terdapat beberapa riwayat yang menjelaskan tentang bagaimana awal mula dan sebab ia mendapatkan hidayah untuk masuk Islam.

Riwayat Pertama

Riwayat pertama menjelaskan bahwa suatu hari, Umar bin Khattab pergi menemui Nabi Muhammad saw. untuk berencana membunuh baginda nabi saw. Namun di tengah jalan, ia bertemu dengan Nu’aim bin Abdullah.

Nu’aim bin Abdullah memberikan saran agar Umar bin Khattab membatalkan rencananya dan meminta untuk merawat dan menjaga saudara perempuannya, Fatimah binti Khattab dan iparnya, yaitu Sa’id bin Zaid bin Amr yang sudah menjadi mualaf.

Mendengar kabar tersebut, Umar sontak langsung bergegas pergi menuju ke rumah Fatimah untuk membuat perhitungan sebab sudah masuk Islam. Sesampainya di depan rumah Fatimah, ia mendengar seseorang melantunkan ayat Al-Qur’an Surat Thaha kepada saudari dan iparnya.

Seseorang yang membaca surat tersebut adalah Khabbab bin al-Arat. Seketika itu juga, lantunan ayat Al-Qur’an tersebut justru membuat hatinya luluh dan terkesima akan keindahan kata-katanya.

Umar kemudian meminta Khabbab untuk mengantarkannya bertemu dengan Rasulullah saw. dan memantapkan diri untuk masuk Islam.

Riwayat Kedua

Dalam riwayat lain dijelaskan bahwa pada saat tersebut, Sayyidina Umar berniat mencari teman-temannya untuk menemaninya minum khamr. Namun, dirinya tak menemukan satu pun teman yang bisa diajak.

Kemudian ia memutuskan pergi ke Ka’bah untuk melakukan thawaf. Di tempat itu, ia mendapati Rasulullah sedang melaksanakan salat. Karena penasaran, ia pun ingin mendengar apa yang diucapkan oleh Rasulullah saw.

Untuk memenuhi keinginannya tersebut, Umar menyelinap ke dalam bilik Ka’bah sampai jaraknya dengan Rasulullah hanya dibatasi oleh kain.

Dikutip dari buku Umar bin Khattab (Muhammad Husain Haekal, 2015), di situ tertulis:

“Setelah saya dengar Al-Qur’an itu dibacanya, hati saya rasa tersentuh. Saya menangis; Islam sudah masuk ke dalam hati saya. Sementara saya masih tegak berdiri menunggu sampai Rasulullah selesai salat.”

Setelah menyelesaikan ibadahnya, Rasulullah kembali pulang ke rumahnya. Umar bin Khattab pun membuntuti Rasulullah di belakangnya.

Ketika sudah hampir sampai rumah, Rasulullah menyadari kalau dirinya sedang diikuti Sayyidina Umar. Awalnya Nabi Muhammad terkejut dan mengira Umar bin Khattab akan menyakitinya.

Namun, beliau kemudian bertanya atas maksud dan tujuan Umar mengikutinya. Ia langsung menyatakan diri akan beriman kepada Allah dan Rasulnya.

Rasulullah kemudian mengusap dada Sayyidina Umar dan mendoakannya agar tetap tabah.

Riwayat Ketiga

Dalam riwayat ketiga dijelaskan bahwa Umar bin Khattab mulai menaruh rasa simpati pada ajaran Islam saat umat Islam berhijrah ke Abissinia. Dari yang semula menentang keras, ia menjadi iba setelah melihat kondisi umat Islam yang berhijrah tersebut.

Mereka rela pergi dari kampung halamannya dan meninggalkan keluarga tercinta setelah disiksa.

Saat mereka akan berangkat ke Abisssinia, Sayyidina Umar bertemu dengan Abdullah binti Abi Hismah. Setelah bercakap-cakap, ia justru mendoakan agar Allah selalu menyertai mereka yang hendak berangkat hijrah ke Abissinia.

Itulah tadi kisah Sayyidina Umar yang singkat mengenai bagaimana dirinya masuk Islam. Kontribusinya untuk Islam pun sangat tinggi walaupun sebelumnya ia sangat menentang Islam.

Kisah Umar bin Khattab Mengumumkan Keislamannya

Pada suatu malam, Sayyidina Umar pergi mendatangi Nabi Muhammad saw. yang pada saat itu sedang bersama dengan para sahabatnya di Darul Arqa, Safa. Di tempat itulah, Sayyidina Umar mengikrarkan diri untuk masuk Islam.

Saat itu, Umar berusia antara 30 sampai 35 tahun dan memiliki tubuh kuat serta sifat pemberani yang teramat sangat. Dengan masuknya dirinya ke Islam, dakwah Islam pun menjadi semakin kuat.

Dalam hal ini Rasulullah berdoa, berikut adalah bunyinya:

اللَّهُمَّ أَعِزَّ الإِسْلاَمَ بِأَحَبِّ هَذَيْنِ الرَّجُلَيْنِ إِلَيْكَ بِأَبِى جَهْلٍ أَوْ بِعُمَرَ بْنِ الْخَطَّابِ ». قَالَ وَكَانَ أَحَبَّهُمَا إِلَيْهِ عُمَرُ

Allahumma a’izzalislama bahabbi hadzaini arrajulaini ilaika bi abijahli aubi’umarabnilkhothabi. >> Qola wakana ahabbahuma ilaihi ‘umaru

“Ya Allah, muliakanlah Islam dengan salah seorang yang lebih Engkau cintai dari kedua laki-laki ini: Abu Jahal atau Umar bin Al-Khaththab.” Sang perawi mengatakan, ternyata yang lebih dicintai oleh Allah adalah Umar. (HR. Tirmidzi, no. 3681; Ahmad, 2:95. Al-Hafizh Abu Thahir mengatakan bahwa hadits ini hasan).

Keesokan harinya setelah momen ini terlaksana, Umar kemudian menemui Abu Jahal untuk mengabarkan perihal keislamannya. Dari yang awalnya mendapat sambutan baik ketika Umar tiba, Abu Jahal langsung membanting pintunya begitu mengetahui maksud kedatangan Umar.

Bahkan, Abu Jahal tak segan untuk mengucap sumpah serapah kepada Umar bin Khattab.

Namun, ia tak mau merahasiakan keislamannya dari semua orang. Ia kemudian merasa perlu mengumumkan keislamannya kepada seluruh penduduk Makkah. Akan tetapi, kabar tersebut tidak datang dari mulutnya sendiri, melainkan melalui lisan Jamil bin Ma’mar al-Jumahi.

Jamil adalah sosok yang tercepat perihal menyebarluaskan kabar atau berita. Apabila mendapatkan satu kabar, ia langsung mengumumkannya sehingga seluruh penjuru Makkah dapat mengetahuinya.

Namun, Jamil tidak menyampaikan bahwa Sayyidina Umar telah masuk Islam, melainkan hanya meninggalkan agama leluhurnya. Mendengar hal itu, Umar langsung menyela dan mengatakan kalau itu adalah bohong, yang benar dirinya telah masuk Islam.

Suasana Ka’bah seketika langsung riuh. Masyarakat saling saut menyaut dan melemparkan tuduhan macam-macam kepada Umar.

Kejadian tersebut berlangsung cukup lama. Masyarakat kemudian berkerumun mengelilingi Umar yang sedang duduk karena terlalu lelah menjawab semua tuduhan yang dilontarkan padanya.

Meskipun dikepung, karena sifat pemberaninya, Umar sama sekali tidak gentar. Justru, ia mempersilakan siapa saja untuk melakukan apa saja terhadap dirinya.

Umar kemudian melontarkan serangan psikis dengan mengatakan apabila jumlah umat Islam telah mencapai 300 orang, maka akan ada dua pilihan. Pertama, umat Islam akan meninggalkan Makkah dan isinya untuk musyrik Makkah.

Dan yang kedua adalah musyrik Makkah yang akan meninggalkannya untuk Islam. Setelahnya, muncullah sosok pria tua, dia adalah al-As bin Wa’il yang berasal dari Bani Sahm.

Dirinya berusaha mencairkan suasana untuk menghindari kejadian yang tidak diinginkan. Ia kemudian membela Sayyidina Umar. Baginya keputusan Umar untuk masuk Islam adalah urusannya sendiri, tak ada satu orang pun yang berhak ikut campur.

Dia juga tak segan untuk memberikan perlindungan terhadap Umar karena meskipun bukan orang Islam, klan Bani Sahm dan Bani Adi bin Ka’ab memang telah bersekutu sejak zaman jahiliyah.

Keislaman Umar bin Khattab Mempermudah Dakwah

Dengan masuknya Umar bin Khattab ke dalam agama Islam, proses dakwah waktu itu ikut terpengaruh. Awalnya, dakwah dilakukan secara sembunyi-sembunyi. Kemudian Umar mengajukan usul kepada Baginda Rasulullah saw. untuk melakukannya secara terang-terangan.

Rasulullah tentu menyambut baik usulan tersebut. Tak menunggu lama, umat Islam secara beramai-ramai memasuki area Ka’bah yang terdiri dari dua rombongan.

Rombongan pertama dipimpin di bawah komando Umar bin Khattab. Sementara itu rombongan kedua berada di bawah pimpinan Hamzah.

Pawai umat Islam tersebut dilihat oleh kamu musyrik Makkah, tetapi mereka tidak berani mendekat apalagi mengganggu karena di sana ada Umar bin Khattab dan Hamzah. Kedua orang tersebut merupakan simbol keperkasaan Quraisy pada waktu itu.

Rupanya, keinginan Umar untuk berdakwah secara terang-terangan didengar oleh Allah. Allah lantas menurunkan wahyu-Nya kepada Nabi Muhammad saw untuk menyebarkan dakwah Islam tidak lagi secara sembunyi-sembunyi.

Kisah Umar bin Khattab ketika Ditanyai oleh Malaikat Munkar Nakir

Setelah kisahnya masuk Islam, Hasana.id akan merangkumkan cerita Umar bin Khattab ketika dirinya ditanyai oleh Malaikat Munkar dan Nakir.

Dalam kitab Al-Hâwî lil Fatâwî, Imam Jalaludin As-Suyuthi menuliskan sebuah riwayat dari Al-Jazuli dalam kitab Syarhur Risâlah.

Di situ dikatakan bahwa ketika Rasulullah berbicara kepada para sahabatnya mengenai Munkar dan Nakir, beliau menggambarkan kedua malaikat tersebut akan mendatangi seorang mayit di kuburan dalam wujud yang sangat menyeramkan. Kemudian mereka akan menanyai si mayit.

Mendengar hal tersebut, Umar bin Khattab mengajukan pertanyaan kepada Rasulullah bahwa apakah saat di dalam kubur nanti ia akan seperti yang sekarang ini atau tidak. Rasulullah pun mengiyakannya.

Alih-alih takut, Sayyidina Umar justru mengatakan bahwa ia akan melawan kedua malaikat tersebut.

Menurut cerita, ketika Umar bin Khattab meninggal dunia, putranya yang bernama Abdullah mengalami mimpi dan bertemu dengan sang ayah. Dalam mimpinya, ia menanyakan bagaimana keadaan sang ayah di alam kubur.

Umar pun menjawab bahwa dia didatangi oleh dua malaikat. Mereka menanyainya perihal siapa Tuhannya dan siapa nabinya. Ia menjawab Tuhannya adalah Allah dan nabinya adalah Muhammad saw.

Umar juga menanyakan kepada kedua malaikat tersebut perihal yang sama. Kedua malaikat tersebut saling berpandangan ketika ditanyai Umar. Salah satu dari malaikat kemudian berkata bahwa yang ditanyai tersebut adalah Umar bin Khattab, lalu keduanya pergi meninggalkannya.

Sifat Umar bin Khattab yang pemberani tidak hanya ia perlihatkan di dunia, melainkan di alam kubur juga demikian. Keberaniannya tetap kuat.

Selain Umar, para ulama juga menjelaskan ternyata ada orang-orang yang juga berani untuk berbuat hal yang sama. Salah satunya adalah Yazid bin Harun.

Ketika ditanyaperihal siapa Tuhan dan Nabinya, Yazid bahkan menjawab benarkah seperti ini pertanyaan yang ditanyakan kepadanya? Sementara dirinya sendiri sudah mengajarkan jawaban atas pertanyaan tersebut kepada banyak orang selama 80 tahun lamanya.

Sama seperti ketika menghadapi Umar bin Khattab, malaikat Munkar dan Nakir kemudian pergi meninggalkannya setelah mendengar jawaban tersebut.

Terkait hal ini, As-Suyuthi dalam kitabnya menjelaskan bahwa terdapat segolongan orang yang tidak akan ditanyai oleh malaikat Munkar dan Nakir kelak di alam kuburnya. Mereka adalah syuhada, shidiqin, dan golongan lain yang dikecualikan.

Kisah Perselisihannya dengan Abbas bin Abdul Muthalib

Seperti yang telah disinggung sebelumnya bahwa Khalifah Umar adalah sahabat Rasul yang mendesaknya untuk melakukan dakwah secara terang-terangan. Baginya, kebenaran tidak sepantasnya didakwahkan secara diam-diam.

Bagaimanapun, ia siap untuk menjadi tameng guna melindungi Islam apabila ada kaum Quraisy yang menyerang Rasulullah lantaran telah menyebarkan dakwah secara terang-terangan.

Selain pemberani, Sayyidina Umar juga dikenal sebagai sosok yang adil. Walaupun dirinya dekat dengan Nabi Muhammad dan memiliki status sosial yang tinggi, tidak menjadikannya berlaku sewenang-wenang terhadap sesamanya.

Ketika dirinya menjadi khalifah kedua menggantikan Abu Bakar, Umar terus menjunjung tinggi keadilan. Namun, suatu ketika, dirinya terlibat perselihan dengan Abbas bin Abdul Muthalib karena masalah tanah sebagai mana diceritakan dalam Hayatush Shahabah (Syaikh Muhammad Yusuf Al-Kandahlawi, 2019)

Suatu hari, Khalifah Umar yang saat itu meminta Abbas untuk menjual sepetak tanah dan rumahnya yang berada di pinggir Masjid Nabawi dengan maksud untuk memperluas masjid tersebut.

Namun, Abbas menolak permintaan itu. Dengan gigih, Umar berusaha untuk membujuk Abbas. Ia juga meminta Abbas untuk menghibahkan rumah dan tanahnya kepada sang khalifah. Abbas pun kembali menolak.

Tak menyerah, Umar memberi penawaran kepada Abbas untuk menambahkan rumahnya ke area masjid dan tetap kukuh membujuknya, tetapi lagi-lagi Abbas menolak.

Akhirnya dengan sedikit paksaan, Sayyidina Umar meminta Abbas untuk memilih salah satu dari tiga pilihan tersebut, tetapi tetap saja ditolak. Umar pun meminta ada sahabat yang bersedia menjadi penengah.

Disepakatilah bahwa Ubay bin Ka’ab yang menjadi juru penengah untuk menyelesaikan perselisihan ini. Ketika mendengar duduk perkaranya, Ubay kemudian berpendapat bahwa Sayyidina Umar tidak bisa memaksa Abbas keluar dari tanah dan rumahnya sendiri apabila ia tidak berkehendak.

Umar pun bertanya kepada Ubay perihal apakah pendapatnya sudah berdasar pada Al-Qur’an maupun hadis. Ubay lantas menjawab bahwa dirinya pernah mendengar Rasulullah bersabda:

“Sesungguhnya Sulaiman bin Daud as. membangun Baitul Maqdis. Salah satu dindingnya selalu robih setiap kali ditegakkan. Kemudian Allah mewahyukan kepadanya, ‘Jangan bangun di atas tanah milik seseorang sebelum mendapatkan kerelaan.”

Setelah mendapatkan jawaban dari Ubay bin Ka’ab, Umar bin Khattab menghentikan desakannya terhadap Abbas untuk menyerahkan tanahnya. Ia lalu mundur dari perselisihan tersebut.

Sesaat setelah Umar mundur, Abbas justru menghibahkan tanahnya dan menambahkan rumahnya ke area Masjid Nabawi.

Karena memiliki sifat yang adil, Umar tidak semena-mena merampas tanah dari seseorang yang dikehendakinya. Meskipun kala itu dirinya menjabat sebagai khalifah. Alih-alih memanfaatkan jabatan, ia selalu bermusyawarah apabila sedang terlibat dalam perselisihan.

Wafatnya Umar bin Khattab

Diketahui bahwa Khalifah Umar wafat lantaran ditusuk oleh Abu Lukluk, yang merupakan mantan prajurit Sasania dan juga seorang budak.

Abu Lukluk sendiri dijadikan budak yang bekerja untuk Al-Mughirah bin Syu’bah, yang berasal dari Persia dan telah masuk Islam setelah menangnya Umar pada Pertempuran Qadisiyyah.

Pembunuhan tersebut diceritakan lantaran dendam pribadi Abu Lukluk terhadap Umar lantaran sakit hati akibat kekalahan Persia. Persia sendiri kala itu dikenal sebagai negara adidaya.

Peristiwa pembunuhan ini terjadi pada hari Rabu, tepatnya pada tanggal 25 Dzulhijah 23 H (644 M) dan statusnya saat itu masih menjadi khalifah. Sepeninggal Umar bin Khattab, jabatan kekhalifahan kemudian dilanjutkan oleh Sayyidina Utsman bin Affan.

Umar bin Khattab adalah Sosok Teladan

Demikianlah informasi lengkap mengenai biografi Khalifah Umar beserta kisah-kisah hidupnya yang inspiratif. Meskipun dulunya ia sangat menentang keras ajaran Islam, tetapi akhirnya ia mengakui bahwa Islam adalah ajaran yang benar.

Ia juga merupakan sosok yang membuka jalan dakwah agar bisa dilakukan secara terbuka. Kepribadiannya yang pemberani juga adil sangat mencerminkan sifat pemimpin yang bijaksana.

Banyak hal yang bisa kamu jadikan ibrah dan contoh dari sosok Umar bin Khattab ini. Semoga kisah beliau dalam memperjuangkan Islam mampu memotivasi kamu untuk menjadi pribadi yang lebih baik lagi.

Sumber:

https://islam.nu.or.id/post/read/102437/awal-mula-sayyidina-umar-bin-khattab-masuk-islam

https://islam.nu.or.id/post/read/106671/kisah-umar-bin-khattab-ditanya-malaikat-munkar-nakir

https://islam.nu.or.id/post/read/102455/kala-sayyidina-umar-bin-khattab-mengumumkan-keislamannya

https://islam.nu.or.id/post/read/111056/kisah-perselisihan-umar-bin-khattab-dan-abbas-bin-abdul-muthalib