Syarat Wajib Puasa, Rukun dan Hal-Hal yang Dapat Membatalkannya [TATA CARA PUASA]

Menjalankan ibadah puasa tentu saja ada ketentuan yang harus diikuti. Di antaranya adalah syarat wajib puasa beserta rukunnya. Ketahui juga apa saja hal-hal yang membatalkan puasa agar bisa dihindari dan tidak menghilangkan pahalanya.

Apabila kamu tertarik untuk mempelajari perihal puasa dan ketentuannya, Hasana.id telah merangkumkannya khusus untukmu. Untuk itu, pastikan baca dan pahami artikel ini baik-baik, ya. Yuk, langsung saja disimak!

Syarat Wajib Puasa

Syarat sah puasa merupakan syarat yang harus dipenuhi sebelum seorang muslim menjalankan puasa. Apabila tidak dipenuhi, maka tuntutan kewajiban berpuasa padanya akan gugur. Berikut Hasana.id rangkumkan syarat wajib puasa yang harus kamu penuhi.

Seorang Muslim atau Muslimah

Syarat wajib puasa pertama adalah seseorang yang hendak melaksanakannya harus muslim atau muslimah. Sebab, puasa merupakan ibadah wajib yang termasuk dalam rukun Islam. Seperti penjelasan yang ada di hadis riwayat Imam Turmudzi dan Imam Muslim, yaitu:

عَنْ أَبِي عَبْدِ الرَّحْمَنِ عَبْدِ اللهِ بْنِ عُمَرَ بْنِ الْخَطَّابِ رَضِيَ اللهُ عَنْهُمَا قَالَ : سَمِعْتُ رَسُوْلَ اللهِ صلى الله وسلم يَقُوْلُ : بُنِيَ اْلإِسْلاَمُ عَلَى خَمْسٍ : شَهَادَةُ أَنْ لاَ إِلَهَ إِلاَّ اللهُ وَأَنَّ مُحَمَّداً رَسُوْلُ اللهِ وَإِقَامُ الصَّلاَةِ وَإِيْتَاءُ الزَّكَاةِ وَحَجُّ الْبَيْتِ وَصَوْمُ رَمَضَانَ

‘ababii ‘abdirrahmani ‘abdillah ibn ‘umar ibnil khatthab radhiyallahu ‘anhumaa qaala: sami’tu rasuulallahi shallallhu ‘alaihi wasallam yaquulu: buniyal islaamu ‘alaa khamsin: syahaadatu an laa ilaha illallahu wa anna mukhammadan rasuulullahi wa i qaamusshalaati wa ii taa uzakaati wakhajjul baiti washaumu ramadhaana

Artinya:

“Dari Abi Abdurrahman, yaitu Abdullah Ibn Umar Ibn Khattab r.a., berkata: saya mendengar Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda: Islam didirikan dengan lima hal, yaitu persaksian tiada Tuhan selain Allah dan Muhammad adalah utusan-Nya, didirikannya salat, dikeluarkannya zakat, dikerjakannya hajji di Baitullah (Ka’bah), dan dikerjakannya puasa di bulan Ramadhan.” (Hadits Shahih, riwayat al-Bukhari: 7 dan Muslim: 19)

Sudah Balig

Syarat kedua seseorang memiliki kewajiban menjalankan ibadah puasa Ramadan adalah sudah balig. Balig-nya seorang laki-laki adalah apabila dia sudah mengeluarkan air mani dari kemaluannya. Baik saat dia sedang tidur atau terjaga.

Sedangkan bagi perempuan, ia dikatakan sudah balig jika sudah menstruasi. Adapun syarat keluar mani dan haid, batas usia minimalnya adalah 9 tahun.

Jika seseorang belum keluar mani dan haid, ada batas minimal dirinya dikatakan sudah balig. Yaitu, ketika dia sudah berusia 15 tahun dari hari kelahirannya. Dengan syarat ini, maka seseorang yang belum memenuhi ciri-ciri balig tidak diwajibkan untuk berpuasa.

Berakal

Selain sudah balig, seorang muslim yang wajib menjalankan ibadah puasa adalah yang memiliki akal sempurna. Dalam artian dia tidak gila, baik itu gila karena gangguan mental atau seseorang sedang mabuk.

Bagi seseorang yang cacat mental, ia tidak dikenakan kewajiban untuk berpuasa. Berbeda halnya bagi seseorang yang mabuk dengan sengaja, ia diwajibkan untuk menjalankan ibadah puasa di kemudian hari atau mengganti puasa di luar bulan Ramadan (qadha).

Terkait hal ini, Rasulullah saw. bersabda:

رُفِعَ اْلقَلَمُ عَنْ ثَلَاثٍ عَنْ النّائِمِ حَتّى يَسْتَيْقِظُ وَعَنِ اْلمَجْنُوْنِ حَتّى يُفِيْقَ وَعَنِ الصَّبِىِّ حَتَّى يَبْلُغَ

rufi’al qalamu ‘antslaatsin ‘annaaimi khatta yastaiqizhu wa’anil majnuuni khatta yufiiqa wa’anisshabiyya khatta yablugha

Artinya:

“Tiga golongan yang tidak terkena hukum syar’i: orang yang tidur sapai ia terbagngun, orang yang gila sampai ia sembuh, dan anak-anak sampai ia baligh.” (Hadits Shahih, riwayat Abu Daud: 3822, dan Ahmad: 910. Teks hadits riwayat al-Nasa’i)

Kuat Menjalankan Ibadah Puasa

Syarat wajib puasa yang selanjutnya adalah kuat dalam menjalankannya. Apabila seseorang tidak mampu, maka ia diwajibkan mengganti pada hari di luar bulan Ramadan atau membayar fidyah.

Mengetahui Awal Bulan Ramadan

Mengetahui kapan awal bulan Ramadan jatuh merupakan salah satu syarat wajib puasa. Seseorang yang dipercaya atau adil akan ditunjuk untuk melihat hilal.

Jadi, awal Ramadan diketahui dengan melihat hilal secara langsung. Orang yang ditunjuk tadi tidak menggunakan bantuan dari peralatan, hanya menggunakan mata saja.

Kesaksian orang tersebut bisa dipercaya dengan diambil sumpahnya terlebih dahulu. Maka setelahnya orang Islam yang masih satu daerah dengan orang itu, wajib berpuasa.

Namun, apabila hilal tidak dapat terlihat lantaran tertutup awan yang tebal, maka hitungan bulan Ramadan disempurnakan menjadi 30 hari. Hal ini sebagaimana sabda Nabi Muhammad saw. yang diriwayatkan oleh Imam Bukhari, yaitu:

صُومُوا لِرُؤْيَتِهِ وَأَفْطِرُوا لِرُؤْيَتِهِ فَإِنْ غُمَّ عَلَيْكُمْ فَأَكْمِلُواعِدَّةَ شَعْبَانَ ثَلَاثِينَ

shuumuu liru’ yatihi waafthiruu liru’ yatihi fainghumma ‘alaikum fa akmiluu ‘iddata sya’baana tsalaatsiin

Artinya:

“Berpuasa dan berbukalah karena melihat hilal, dan apabila hilal tertutup awan maka sempurnakanlah hitungannya bulan menjadi 30 hari.” (HR. Imam Bukhari)

Rukun Puasa Ramadan

Setelah syarat wajib puasa, mari bahas mengenai rukun puasa. Rukun puasa Ramadan ada dua, yaitu niat dan menahan diri dari semua hal yang dapat membuat puasa menjadi batal.

Niat puasa Ramadan adalah amalan ibadah yang cukup diucapkan dalam hati saja. Syaratnya harus diucapkan saat malam hari dan harus menjelaskan kewajiban berpuasa dalam niat tersebut. Tidak masalah untuk mengucapkan niat dengan bahasa sendiri.

Ada pun untuk lafal niat puasa dalam bahasa Arab adalah sebagai berikut:

نـَوَيْتُ صَوْمَ غـَدٍ عَـنْ ا َدَاءِ فـَرْضِ شـَهْرِ رَمـَضَانِ هـَذِهِ السَّـنـَةِ لِلـّهِ تـَعَالىَ

nawaitu shauma ghadin ‘an adaa’I fardhi syahri ramadhaana haadzihis sanati lillahi ta’alaa

Artinya:

“Saya niat mengerjakan ibadah puasa untuk menunaikan keajiban bulan Ramadhan pada tahun ini, karena Allah swt, semata.”

Waktu pengucapan niat pada puasa Ramadan memang beda dengan puasa sunah yang bisa dilakukan setelah terbit fajar.

Rukun yang ke-2 adalah menahan diri dari hal-hal yang dapat membuat puasa batal. Untuk penjelasan mengenai apa saja yang bisa menyebabkan puasa batal akan dijelaskan di bawah ini.

Hal-Hal yang Membatalkan Puasa

Dalam menjalankan ibadah puasa, ada hal-hal yang harus kita hindari karena dapat menyebabkan batalnya puasa. Kira-kira, apa sajakah hal-hal yang membatalkan puasa tersebut? Berikut penjelasannya.

Masuknya Sesuatu ke Dalam Lubang Tubuh secara Sengaja

Seseorang puasanya akan batal jika ada benda atau ‘ain yang masuk ke dalam salah satu lubang tubuh yang pangkalnya adalah organ bagian dalam secara sengaja. Dalam istilah fiqih, hal ini dikenal dengan nama jauf. Contohnya adalah mulut, hidung, telinga.

Lubang atau jauf ini mempunyai batas awal di mana pada saat benda lewat batas itu, maka batal puasanya. Akan tetapi ketika belum melewati batas tersebut, puasa tetap sah.

Untuk mulut, batas awalnya adalah hulqum atau tenggorokan. Ada pun untuk hidung, batas awalnya adalah bagian pangkal insang, yaitu yang sejajar dengan mata. Sedangkan untuk telinga, batasnya adalah bagian yang mata kita sudah tidak bisa melihatnya.

Puasa seseorang akan batal apabila terdapat benda masuk ke tenggorokan. Baik itu minuman, makanan, ataupun benda lainnya. Namun, jika benda tersebut hanya berada dalam mulut saja, dan tidak sampai ke tenggorokan, maka puasanya masih sah.

Tetapi, hukumnya menjadi berbeda saat orang yang sedang berpuasa memasukkan benda ke lubang tapi dirinya tidak sadar atau lupa. Dan, dia belum tahu kalau hal tersebut bisa membuat puasanya batal.

Dalam situasi seperti ini, puasa seseorang akan tetap sah, asalkan benda yang dimasukkan ke dalam tubuh volumenya tidak banyak Misalnya jika lupa memakan makanan yang jumlahnya banyak pada saat puasa, maka hal tersebut dapat membatalkan puasa.

Memasukkan Obat atau Benda Lain Melalui Qubul dan Dubur

Hal-hal yang puasa selanjutnya adalah memasukkan obat atau benda lain lewat salah satu dari dua jalan, yaitu qubul atau dubur.

Misalnya pengobatan yang dilakukan oleh seseorang yang sedang sakit wasir atau penyakit lain yang mengharuskannya memasang kateter urin, dua hal ini dapat membatalkan puasa.

Muntah dengan Sengaja

Muntah bisa dilakukan dengan sengaja maupun tidak sengaja. Apabila seseorang muntah secara tiba-tiba (ghalabah) atau tidak sengaja, maka puasanya tetap sah. Asalkan sisa muntahannya tidak sedikit pun yang tertelan lagi.

Namun, apabila muntahannya tertelan dengan sengaja, maka puasanya dianggap batal. Begitu pula jika seseorang sengaja muntah dengan cara dipaksakan.

Bersetubuh dengan Sengaja

Hubungan intim suami istri yang dilakukan dengan sengaja dapat membatalkan puasa. Berbeda dari hal-hal yang membatalkan puasa lainnya, dalam konteks ini bahkan terdapat ketentuan khusus. Bukan hanya puasanya saja yang batal, tetapi juga harus membayar denda atau kafarat atas perbuatannya.

Dendanya adalah menjalankan puasa selama 2 bulan berturut-turut. Akan tetapi, jika dirinya tak mampu, dia wajib memberikan makanan pokok yang nilainya sama dengan satu mud (0,6 kg beras atau ¾ liter beras). Denda ini diberikan kepada 60 fakir miskin.

Tujuan dari hal tersebut adalah sebagai ganti atas doa yang dilakukannya, yaitu berhubungan seksual dalam menjalankan ibadah puasanya.

Sperma Keluar yang Disebabkan karena Bersentuhan Kulit

Jika seseorang bersentuhan dengan lawan jenis tanpa berhubungan intim suami istri dan keluar sperma, maka puasanya batal. Begitu pula jika seorang lelaki melakukan onani dan keluar sperma, puasanya juga batal.

Namun, berbeda halnya saat sperma keluar karena mimpi basah, dalam situasi ini, puasa tetap sah dijalankan.

Haid atau Nifas

Perempuan yang sedang dalam masa haid atau nifas tidak memiliki kewajiban berpuasa, tetapi harus meng-qadha puasanya. Terkait hal ini, puasa memiliki konsekuensi yang berbeda dengan salat. Sebab, dalam salat, wanita yang haid atau nifas tidak diwajibkan untuk meng-qadha salat yang ditinggalkan.

Gila (Junun)

Ketika seseorang kehilangan akalnya di pertengahan ia melaksanakan puasanya, maka puasa yang sedang dijalankan dihukumi batal.

Murtad

Murtad adalah kondisi dimana seseorang keluar dari agama Islam. Bisa juga diartikan saat seseorang tiba-tiba ingkar terhadap keesaan Allah atau mengingkari syariat yang telah menjadi konsensus ulama. Jika hal ini dilakukan di tengah-tengah puasanya, maka ia sudah tidak wajib untuk melanjutkan.

Selain batal puasanya, ia wajib untuk segera mengucapkan syahadat dan juga meng-qadha puasanya.

Orang-Orang yang Diperbolehkan Tidak Puasa

Seseorang yang telah memenuhi syarat wajib puasa wajib hukumnya untuk tidak meninggalkan ibadah ini. Namun, ada beberapa kondisi yang dikecualikan sehingga seseorang menjadi tidak diwajibkan untuk berpuasa.

Terkait hal ini, Syekh Muhammad Nawawi al-Bantani dalam karyanya, Kasyifatu Saja menjelaskan sebagai berikut.

يباح الفطر في رمضان لستة للمسافر والمريض والشيخ الهرم أي الكبير الضعيف والحامل ولو من زنا أو شبهة ولو بغير آدمي حيث كان معصوما والعطشان أي حيث لحقه مشقة شديدة لا تحتمل عادة عند الزيادي أو تبيح التيمم عند الرملي ومثله الجائع وللمرضعة ولو مستأجرة أو متبرعة ولو لغير آدمي

Artinya:

“Enam orang berikut ini diperbolehkan berbuka puasa di siang hari bulan Ramadhan. Mereka adalah pertama musafir, kedua orang sakit, ketiga orang jompo (tua yang tak berdaya), keempat wanita hamil (sekalipun hamil karena zina atau jimak syubhat [kendati wanita ini berjimak dengan selain manusia tetapi ma’shum]).”

Selain empat kondisi seseorang yang diperbolehkan tidak berpuasa di atas, ada dua hal lagi yang belum disebutkan. Kondisi kelima adalah orang yang tercekik haus. Di mana sekiranya kesulitan besar sedang menimpanya dengan catatan yang tak tertangguhkan pada lazimnya.

Orang yang tercekik haus serupa dengan orang yang sudah sangat lapar dan tidak tertahankan. Ada pun kondisi keenam yang membuat seseorang diperbolehkan untuk tidak menjalankan ibadah puasa adalah wanita menyusui, baik yang diberikan upah atau suka rela.

Dari ketentuan ini, Islam memungkinkan orang-orang dalam kondisi tersebut terbebas dari kewajiban menjalankan ibadah puasa di bulan Ramadan. Walaupun sebagian besar dari enam orang tersebut nantinya diwajibkan mengganti puasanya di luar Ramadan.

Sebab dalam pandangan ulama, kondisi yang dialami orang-orang tersebut memungkinkan hilangnya kemampuan seseorang untuk berpuasa saat Ramadan. Pada intinya, Islam sebenarnya tidak memaksakan umatnya yang tidak mampu berpuasa.

Adab Puasa Ramadan

Sama seperti ibadah wajib lain, berpuasa juga memiliki adabnya tersendiri. Pahala yang akan diterima seseorang sangat dipengaruhi oleh adabnya.

Jadi, sangat penting untuk memerhatikan adab berpuasa. Apalagi hal tersebut yang jadi penentu kualitas puasa kita di hadapan Allah Swt. Setidaknya, ada enam adab yang harus diikuti oleh muslim yang memiliki kewajiban berpuasa.

Mengonsumsi Makanan yang Baik

Ketika menjalankan puasa, terutama di bulan Ramadan, sebaiknya mengonsumsi makanan yang baik atau halalan thayyiba. Makanan baik tidak selalu harus yang lezat atau mahal, tetapi yang baik bagi kesehatan dan tentunya halal secara syari.

Di samping makanan pokok, seperti nasi, makanan baik lainnya yang bisa dikonsumsi di antaranya adalah kurma, madu, daging, ikan, sayuran, dan lain sebagainya. Lebih baik lagi apabila makanan tersebut ada tuntunannya dalam Al-Qur’an maupun hadis, seperti kurma dan madu.

Menghindari Perselisihan

Kapan pun itu, perselisihan dan pertengkaran bisa saja terjadi, tidak terkecuali di bulan suci Ramadan. Orang-orang yang berpuasa sangat dianjurkan untuk menjaga kesucian bulan ini dengan menghindari atau tidak melakukan pertengkaran.

Untuk bisa menghindari hal ini, sangat diperlukan kesadaran penuh agar bisa menahan diri dari emosi yang bisa memicu pertengkaran. Idealnya, perdamaian dan kerukunan harus senantiasa dijaga untuk menghormati bulan suci ini.

Menjauhi Ghibah

Ghibah atau menggunjing orang lain tidak pada bulan Ramadan saja sudah tidak baik, apalagi jika dilakukan di bulan yang suci ini. Tentunya, dosa dari perbuatan tersebut lebih besar dan berpotensi dapat menghilangkan pahala puasa itu sendiri.

Untuk itu, ketika berpuasa, seseorang hendaknya bisa bersikap hati-hati dalam menjaga lisannya karena rentan menyebabkan dosa. Ada banyak dosa yang diakibatkan oleh ketidakmampuan seseorang dalam menjalankan lisannya.

Untuk itu, semakin baik seseorang menjaga lisannya, semakin banyak pula keselamatan yang didapatkan. Hal ini sebagaimana yang telah dijelaskan Rasulullah saw dalam sabdanya yang diriwayatkan oleh Al-Bukhari, yakni:

سَلَامَةُ اْلِإنْسَانِ فِي حِفْظِ الِّلسَانِ

salaamatul insaani fii khifzhillisaani

Artinya:

“Keselamatan manusia bergantung pada kemampuannya menjaga lisan.”

Menolak Dusta

Setiap kali berdusta, kecenderungan hal tersebut dilakukan untuk menutupi dusta sebelumnya sehingga tidak akan ada habisnya. Karena itulah, sebaiknya seseorang menghindari berbohong saat berpuasa. Selain bisa mengurangi pahala puasa, dusta juga bisa menghilangkan pahala puasa.

Selain itu, sumpah palsu juga harus dihindari oleh orang yang punya kewajiban menjalankan puasa. Karena, sumpah palsu itu bisa merusak kualitas puasa seseorang.

Tidak Menyakiti Orang Lain

Menyakiti orang lain adalah perbuatan tercela yang dapat berdampak langsung terhadap kualitas ibadah puasa seseorang. Ibadah yang telah susah payah dijalankan dengan menahan rasa haus dan lapar seharian akan sia-sia jika tidak ada pahalanya karena ketidakmampuan menahan diri dari perbuatan buruk.

Menyakiti orang lain tergolong ke dalam kemaksiatan karena merupakan kezaliman. Oleh karenanya, sangat penting untuk mengingat bahwa di bulan suci ini, perilaku harus sangat dijaga agar tidak menyakiti orang lain, seperti memfitnah, menggunjing, menghina, atau bahkan sampai melakukan kekerasan fisik.

Menjaga Anggota Badan dari Segala Macam Perbuatan Buruk

Di bulan Ramadan, kita dianjurkan untuk dapat menjaga anggota badan dari segala hal yang tergolong ke dalam perbuatan buruk. jagalah tangan agar tidak digunakan untuk maksiat, seperti memukul orang lain untuk mencuri.

Kaki juga harus dijaga agar tidak digunakan untuk pergi ke tempat-tempat maksiat. Begitu juga dengan mata dan telinga yang harus dijaga sebaik-baiknya agar tidak digunakan untuk melakukan maksiat di mana dosanya akan dilipatkan dalam bulan Ramadan yang suci ini.

Dari keenam ada di atas, poinnya adalah jangan sampai kita hanya mendapatkan rasa haus dan lapar saja, tetapi tidak mendapatkan pahala atau keutamaan berpuasa karena melanggar adab.

Maksimalkan Ibadah di Bulan Ramadan

Untuk mendapatkan keutamaan bulan Ramadan, alangkah baiknya kita memaksimalkan amalan-amalan ibadah pada momen ini. Jika syarat wajib puasa sudah dipenuhi, sempurnakan dengan rukun puasa dan juga ikuti adab-adabnya seperti yang sudah dijelaskan di atas.

Jangan sampai puasa yang kita jalankan hanya sebatas lapar dan haus saja, tetapi tidak disertai keikhlasan atau tidak mendapatkan pahala sama sekali lantaran kita masih melakukan hal-hal yang mendatangkan dosa.

Semoga informasi mengenai rukun puasa, syarat wajib puasa, hal hal yang membatalkan puasa, beserta adab-adabnya ini bisa membuatmu jadi mengetahui hal-hal apa saja yang boleh dan dilarang selama menjalankan ibadah puasa.