Makna Taqabbalallahu Minna wa Minkum dan Jawabannya

Kamu pasti sering mendengar ucapan taqabbalallahu minna wa minkum ketika Idulfitri tiba. Namun, apakah kamu mengetahui makna di baliknya dan mengapa ucapan inilah yang sering diucapkan pada saat Idulfitri?

Kalau penasaran, Hasana.id dapat memaparkan informasi mengenai lafal taqabbalallahu minna wa minkum tulisan Bahasa Arab dan artinya, serta informasi terkait lainnya.

Di sini, kamu juga bisa mendapatkan pembahasan mengenai makna dari Idulfitri itu sendiri. Maka dari itu, jangan lupa untuk baca artikel ini sampai tuntas, ya!

Lafal Ucapan Selamat Idulfitri

Mengucapkan selamat di hari raya memang sudah menjadi budaya tersendiri. Di Indonesia khususnya, Hari Raya Idulfitri bisa dibilang merupakan momen spesial.

Saat hari tersebut datang, masyarakat akan saling memberi ucapan selamat lebaran. Ucapan tersebut bukan hanya sekadar kata-kata biasa, melainkan sebuah kalimat yang mengandung doa.

Salah satunya ialah ucapan taqabbalallahu minna wa minkum. Berikut adalah lafal Arab dari ucapan ini:

تَقَبَّلَ اللَّهُ مِنَّا وَ مِنْكُمْ

Taqabbalallahu minna wa minkum

Artinya: “Semoga Allah menerima (puasa dan amal) dari kami dan (puasa dan amal) dari kalian.”

Ibnu Hajar Al Asqalani dalam kitab berjudul Fathul Baari mengatakan bahwa para sahabat Rasulullah akan saling memberikan ucapan taqabbalallahu minna wa minkum apabila bertemu saat lebaran.

Lantas, apabila kamu menerimanya, bagaimana cara menjawab taqabbalallahu minna wa minkum yang tepat untuk diucapkan?

Sebagaimana riwayat dari para sahabat dan yang diajarkan oleh salafush shalih atas ungkapan doa taqabbalallahu minna wa minkum adalah dengan doa yang sama pula, yaitu taqabbalallahu minna wa minkum.

Diceritakan dari Habib bin Umar Al Anshari, sang ayah berkisah padanya bahwa ia berjumpa dengan Watsilah radhiallahu ‘anhu pada saat lebaran.

Ketika ia mengucapkan taqabbalallahu minna wa minkum kepada Watsilah, ia mendapatkan jawaban taqabbalallahu minna wa minkum pula.

Ucapan Selamat Idulfitri Lain yang Populer di Indonesia

Selain taqabbalallahu minna wa minkum, terdapat ucapan selamat Idulfitri lain yang juga populer di kalangan masyarakat Indonesia.

Salah satunya adalah ucapan serupa dalam versi yang lebih panjang, yaitu taqabbalallahu minna wa minkum shiyamana wa shiyamakum.

Berikut adalah tulisan Arab taqabbalallahu minna wa minkum shiyamana wa shiyamakum yang bisa kamu catat dan hafalkan:

تَقَبَّلَ اللّهُ مِنَّا وَمِنْكُمْ صِيَامَنَا وَصِيَامَكُم

Taqabbalallahu minna wa minkum, shiyamana wa shiyamakum

Artinya:

“Semoga Allah menerima (puasa dan amal) dari kami dan (puasa dan amal) dari kalian dan setiap tahun semoga kita senantiasa dalam kebaikan”.

Selain itu, tak sedikit pula yang memberikan ucapan dengan doa ini taqabbalallahu minna wa minkum wa taqabbal ya karim.

Berikut adalah tulisan taqabbalallahu minna wa minkum taqabbal ya karim dalam bahasa Arab:

تَقَبَّلَ اللَّهُ مِنَّا وَمِنْكُمْ وَ تَقَبَّلْ ياَ كَرِيْمُ

Taqabbalallahu minna wa minkum, wa taqobbal yaa kariim

Artinya:

“Semoga Allah menerima (puasa dan amal) dari kami dan (puasa dan amal) dari kalian, dan terimalah ya (Allah) yang Maha Mulia”.

Mengapa Bukan Minal Aidin wal Faizin?

Sejatinya, minal aidin wal faizin juga merupakan ucapan Idulfitri yang populer di Indonesia selain taqabbalallahu minna wa minkum. Akan tetapi, boleh dibilang ucapan ini kurang pas untuk diucapkan pada hari raya.

Dikenal sebagai ucapan selamat hari raya, bacaan minal aidin wal faizin sering digunakan untuk minta maaf lahir batin. Namun, bacaan tersebut rupanya bukanlah makna secara harfiah dari minta maaf lahir batin.

Minal aidin wal faizin sendiri memiliki arti, “termasuk orang-orang yang kembali dan orang-orang yang menang”. Sebenarnya, bacaan ini tidak bisa berdiri sendiri, melainkan pasti terikat dengan bacaan sebelumnya.

Beberapa orang menganggap bahwa bacaan tersebut adalah doa. Maka dari itu boleh saja diucapkan dengan ungkapan singkat dan bisa saja ada sesuatu yang disembunyikan (mahdzuf).

Namun, untuk menerjemahkannya, perlu ada makna yang disembunyikan dari bacaan tersebut supaya bisa lebih mudah dipahami.

Jika kamu ingin meniru apa yang para sahabat Rasulullah lakukan ketika memberikan ucapan selamat pada hari raya, maka yang tepat adalah taqabbalallahu minna wa minkum, bukan minal aidin wal faaiziin.

Taqabbalallahu minna wa minkum yakni bacaan yang sudah terstruktur dan sempurna. Dan yang pasti, bacaan ini merupakan ucapan paling sering digunakan di kalangan sahabat Rasulullah saw.

Alasan Minal Aidin wal Faizin Lebih Populer di Indonesia

Di Indonesia, bacaan taqabbalallahu minna wa minkum agaknya kalah populer dengan bacaan minal aidin wal faizin. Ini dikarenakan pengaruh budaya.

Boleh dibilang, untuk masalah ucapan hari raya ini, masyarakat Indonesia cenderung suka mengkreasikannya sendiri dibanding menerima tradisi pengucapan yang telah digunakan oleh para sahabat Nabi Muhammad saw. dan yang dilakukan ternyata bukanlah hal yang tepat.

Terlebih, banyak yang mengira bacaan minal aidin wal faizin memiliki arti mohon maaf lahir batin dan telah dipercaya dari generasi ke generasi.

Namun, selama mengandung kebaikan dan tidak bertentangan dengan syariat, kita tidak bisa menyalahkannya begitu saja. Ada baiknya untuk bersikap moderat ketika menemui keadaan seperti ini.

Terkait sikap moderat, Syaikhul Islam Ibnu Taimiyyah juga menjelaskan. Beliau berkata:

“Ucapan selamat hari raya sebagian mereka kepada sebagian lainnya jika bertemu setelah salat ‘Id dengan ungkapan, taqabbalallahu minna wa minkum dan a’aadahullaahu ‘alaika serta ucapan sejenisnya, maka hal ini telah diriwayatkan dari sejumlah sahabat bahwa mereka melakukannya, dan telah diperbolehkan oleh para imam, seperti Imam Ahmad, dan lain-lain.

Maka siapa yang melakukannya, ia memiliki panutan, dan yang meninggalkannya pun memiliki panutan.” (Majmuu’ Fatawa (XXIV/253))

Makna Idulfitri sebagai Sebuah Kemenangan

Tentunya kamu sudah sering mendengar bahwa Idulfitri sering dikait-kaitkan dengan sebuah kemenangan, bukan?

Terlebih di Indonesia sendiri, ungkapan minal aidin wal faizin menjadi ucapan yang populer di mana memiliki arti yang berkaitan dengan kemenangan.

Namun, seperti yang telah disinggung sebelumnya, banyak pula yang menganggap ungkapan tersebut berarti mohon maaf lahir dan batin dan sebetulnya kedua idiom berikut tidak memiliki arti yang sama.

Apabila harus dibedakan, “minal aidin wal faizin” cenderung meyimpan makna pencapaian seorang yang beriman (mukmin) setelah ia berpuasa selama satu bulan penuh dan telah berhasil melawan hawa nafsunya dengan tunduk, patuh, dan beribadah kepada Allah selama bulan Ramadan.

Ada pun “mohon maaf lahir dan batin” dapat digunakan untuk mengisyaratkan aktivitas yang tengah dilakukan mukmin setelah bulan Ramadan, yaitu pada Hari Raya Idulfitri untuk mempererat tali silaturahmi atau hubungan sosial dengan sesama.

Dari situ, kata “minal aidin” dapat dimaknai dengan, “semoga termasuk orang yang kembali pada kesucian” dan “wal faizin” berarti “semoga memperoleh kemenangan setelah berdamai dan saling memaafkan”.

Untuk memaknai Idulfitri, mari kita ambil satu kata yaitu “fitri” (dari akar kata fa-tha-ra). Dari situ, setidaknya terdapat enam hal penting yang tercakup di dalamnya, yaitu kesucian, kekuatan, asal usul kejadian, memakai pakaian taqwa, jati diri, dan dinnul Islam.

Apabila digabung, menjadi Idulfitri, maknanya adalah kita berharap akan kembali kepada kesucian diri, kembali ke kekuatan, kembali ke asal usul, kembali memakai pakaian taqwa, kembali ke jati diri,dan kembali ke dinnul Islam.

Dikutip dari NU Online, berikut Hasana.id uraikan satu per satu dari keenam arti yang telah dijelaskan oleh Ibnu Mandzur ini.

Kesucian

Fitri atau fitrah memiliki arti suci atau kesucian. Setidaknya terdapat tiga unsur yang harus dipenuhi dari makna tersebut, yaitu kebaikan yang bisa dibuktikan, keindahan yang menggetarkan, dan kebenaran yang bisa diterima.

Dari sini, kembali ke fitri memiliki makna bahwa kita harus berbuat baik, menciptakan keindahan, dan menerima kebenaran dengan menambah ilmu.

Kekuatan

Kata fitri disebut sebagai kekuatan lantaran sudah sebulan penuh umat Islam memiliki kekuatan untuk mengendalikan hawa nafsu.

Dengan kekuatan tersebut, bisa dikatakan pula umat muslim juga tengah melakukan jihad akbar melawan nafsu dan ia akan menjadi pribadi yang kuat.

Maka dari itu, begitu Idulfitri tiba, seorang mukmin diharapkan mampu mendapatkan kekuatan baru untuk menjadi pribadi yang lebih baik lagi.

Asal Usul Kejadian

Makna fitri berupa asal kejadian ini bisa dikaitkan dengan proses hidup seseorang. Misalnya mulai dari berjalan dengan kakinya, mendengar dengan telinganya, berpikir dengan akalnya, dan lain sebagainya.

Dari pengertian ini, sudah jelas kita menjadi salah jika menggunakan sesuatu yang tidak semestinya sesuai dengan asalnya.

Misalnya berjalan menggunakan tangan, melihat menggunakan telinga, dan berpikir menggunakan mulut.

Terlebih jika kita mengukur kebenaran dan kesalahan atau kebahagiaan dan kesedihan dengan alat ukur meteran atau timbangan. Itulah yang dinamakan fitrah.

Sebagai orang beriman, kita juga harus mampu menempatkan hati sebagai tempatnya iman, bukan di akal.

Mengapa? Karena akal cenderung selalu menolak semua hal yang tak dapat dicerna oleh panca indra. Tugas akal hanya untuk mengukuhkan iman.

Memakai Pakaian Taqwa

Yang dimaksud dengan memakai pakaian di sini adalah pakaian taqwa, seperti yang firman Allah dalam Al-Qur’an Surat al-Baqarah ayat 183 yang menjelaskan bahwa tujuan berpuasa adalah supaya kita bertaqwa.

Selama bulan Ramadan, umat muslim sudah menenun sepanjang hari. Ketika Idulfitri tiba, di situlah mukmin memakai pakaian taqwa untuk meningkatkan jati diri.

Puasa sendiri bisa diibaratkan sebagai aktivitas menenun atau menjahit pakaian. Seperti halnya yang dicontohkan ulat yang bertapa dalam tenunannya, yaitu kepompong.

Setelah kegiatan menenunnya selesai, ia dapat memakai sayap indahnya untuk terbang, yang kemudian kita kenal sebagai kupu-kupu.

Jati Diri

Kata fitri yang merujuk kepada makna jati diri digambarkan bahwa jati diri manusia adalah sebagai khalifah, yaitu makhluk paling mulia dan penghuni surga.

Namun, dalam waktu yang bersamaan, manusia juga merupakan makhluk tidak sempurna dan berlumur dosa.

Alasannya adalah karena manusia memiliki hawa nafsu, tetapi juga dibekali dengan hati nurani. Keduanya merupakan gabungan antara hati yang tunduk dan taat serta pikiran yang jernih untuk menahan diri dari perbuatan dosa dan maksiat.

Seorang mukmin yang dikatakan kembali ke fitrah apabila ia kembali ke jati dirinya karena telah berhasil menahan godaan syahwat yang berasal dari hawa nafsunya.

Namun sebaliknya, ia belum bisa dikatakan kembali ke fitrah jika dirinya masih dikuasai hawa nafsu yang tak terkendali.

Dinnul Islam

Islam berasal dari akar kata sa-la-ma yang memiliki arti perdamaian atau ketertundukkan. Kata damai atau tunduk ini memiliki tiga kriteria utama.

Pertama, sebagai seorang muslim, kita harus merasa damai dengan Allah SWT, dalam artian harus meninggalkan dan menjauhkan sesuatu yang mendatangkan murka dari-Nya dan menjalankan apa yang menjadi perintah-Nya.

Tentunya harus dilakukan secara ikhlas tanpa paksaan sama sekali. Kedua adalah dari kata damai di mana sebagai mukmin, kita harus dapat merangkul kembali yang telah bercerai berai dari sesama, menghilangkan sekat dan permusuhan, serta menipis perbedaan pemicu kebencian.

Ketiga, berdamai dengan alam. Caranya adalah dengan tidak mengeksploitasinya secara berlebihan yang dapat berdampak pada kerusakan. Setidaknya, itulah yang dihasilkan dari beribadah pada Ramadan sebulan penuh.

Di samping keenam makna yang telah dijelaskan tersebut, ada pula yang berpendapat bahwa fitri sama dengan futhur yang berarti berbuka.

Anggapan ini dapat diartikan bahwa ketika nafsu perut terbuka dan kembali merajalela, kita harus berhati-hati pada jati diri.

Renungkan untuk lebih berhati-hati dengan rezeki yang tidak halal, sikap benci yang berlebihan, permusuhan, dan segala sesuatu yang mengarah pada kehilangan jati diri yang sesungguhnya.

Dari gambaran ini, kita bisa memaknai bahwa Idulfitri merupakan momentum yang baik untuk berdamai dan saling memaafkan.

Makna Kata Faizin

Setelah pembahasan dalam mengenai kata “fitri”, mungkin kamu penasaran dengan makna dari “faizin”, bukan? Berikut Hasana.id uraikan pula penjelasannya.

Masih menurut Ibnu Mandzur dalam Lisanul Arabi juga kamus Munawwir dan Mauwrid, kata tersebut berasal dari faza-fauzan-faizin.

Arti dari kata tersebut adalah memperoleh kemenangan atau kesuksesan. Sama seperti kalimat wafauza arrajulu yang maknanya adalah seseorang yang telah mengalahkan atau membinasakan.

Ada pula arti lain, yaitu an-naja atau minal makruhi yang bermakna selamat/terhindar dari bahaya. Terakhir adalah fauza at-thariq atau bada wa dhahara yang memiliki makna berarti nampak terang atau berkilau.

Jika ingin tahu penjelasannya satu per satu, simak penjelasannya berikut ini.

Kemenangan atau Kesuksesan

Idulfitri biasa disebut sebagai hari raya kemenangan karena mukmin telah menunaikan ibadah puasa di bulan Ramadan untuk meraih kemenangan.

Setelahnya, ia akan seperti terlahir kembali kepada fitrahnya. Alasan mengapa ada yang menang ada yang kalah adalah karena pada dasarnya manusia memiliki nafsu.

Hal tersebutlah yang menjadi simbol untuk dikalahkan di mana hati nurani merupakan alat untuk melawannya.

Mengalahkan atau Membinasakan

Pada dasarnya, tidak akan ada kemenangan apabila tidak ada sesuatu yang bisa dikalahkan. Dua hal yang bertentangan ini merupakan sifat keunggulan yang dimiliki oleh manusia, tidak seperti makhluk lain (akhsanu takwin).

Keduanya Allah SWT ciptakan dengan maksud agar manusia menjadi insan al-kamil atau lebih sempurna.

Terkait hal ini, Allah berfirman dalam Al-Qur’an Surat Asy-Syam ayat 8 yang menjelaskan mengenai pentingnya penyempurnaan jiwa agar kita menjadi hamba yang bertakwa dan jauh dari kefasikan.

Terang atau Berkilau

Makna yang ketiga ini merujuk kepada keselamatan dan terhindar dari segala sesuatu yang berbahaya sehingga kebaikan, kebenaran, dan keindahan nampak berkilau.

Untuk mendapatkannya, diperlukan usaha keras atau jihad. Di bulan Ramadanlah musuh-musuh Islam bisa dikalahkan, maka kita sebagai mukmin dianjurkan untuk berjuang.

Apabila merujuk kepada fakta sejarah Islam, akan ada banyak peristiwa yang kita temukan mengenai kemenangan besar yang terjadi pada waktu sepanjang bulan Ramadan atau mendekat Idulfitri.

Beberapa kisah yang terkenal di antaranya adalah perang badar, runtuhnnya masjid adh-Dhihar milik orang-orang munafik, berbondong-bondongnya delegasi kaum Tsaqif yang ingin memeluk agama Islam, dan masih ada lainnya.

Mengulas sedikit tentang perang badar. Perang ini terjadi pada Ramadan tahun 2 Hijriyah yang dimenangkan oleh kaum muslimin. Inilah kemenangan pertama dari pejuang Islam yang menentang kemusyrikan dan kebatilan.

Nah, demikianlah informasi mengenai ucapan taqabbalallahu minna wa minkum dan hikmah Idulfitri yang dapat Hasana.id bahas. Semoga artikel ini bermanfaat dan mampu menambah wawasanmu, ya!

Sumber:

https://www.nu.or.id/post/read/69680/makna-idul-fitri-dan-sebuah-kemenangan

https://www.nu.or.id/post/read/79219/salah-kaprah-ucapan-selamat-idul-fitri

https://www.nu.or.id/post/read/69680/makna-idul-fitri-dan-sebuah-kemenangan