Syafakallah, Syafakillah, Syafahullah, DLL [LENGKAP]

Mungkin kamu pernah mendengar ucapan syafakallah syafakillah disampaikan ketika teman atau kerabat mengalami sakit. Sebenarnya apa makna ucapan tersebut? Hasana.id akan membahasnya di sini.

Setiap orang pasti pernah merasakan sakit dengan berbagai sebab yang datang. Sebagai muslim kita dianjurkan untuk mengunjungi orang yang sedang sakit karena dapat menjadi penghibur serta bisa mempererat ukhuwah.

Namun, saat mengunjungi orang sakit, sebagian dari kita mungkin tidak tahu ucapan apa yang sunah diucapkan kepadanya.

Tak jarang ada kalimat seperti syafakallah, syafakillah, syafahallah, syafahullah, atau syafahumullah, diucapkan ketika menjenguk orang sakit.

Akan tetapi, apakah kamu mengetahui arti kalimat-kalimat tersebut dan kepada siapa kalimat tersebut ditujukan?

Nah, pada artikel kali ini, hasana.id akan mengupas tentang bacaan yang sunah dibaca ketika mengunjungi orang sakit serta peruntukannya yang benar.

syafakallah syafakillah syafahallah

Sakit Menurut Islam

Dalam Islam, sakit merupakan bagian daripada takdir Allah Swt yang sudah ditetapkan. Seorang mukmin harus meyakini bahwa yang menimpakan penyakit kepada dirinya adalah Allah Swt.

Kita juga harus meyakini bahwa yang menyembuhkan penyakit adalah Allah Swt., bukan obat yang diminumnya atau dokter yang dikunjunginya.

Hakikatnya, obat dan dokter hanyalah sebab atau perantara sembuhnya suatu penyakit. Pasalnya, mungkin ada obat yang diminum atau dokter yang merawat, tetapi sakitnya tidak kunjung sembuh.

Hal ini sama dengan api yang membakar sesuatu benda kering. Pada hakikatnya api tidak memiliki kemampuan untuk membakar, tetapi ia hanyalah sebab terbakarnya sesuatu.

Sejatinya yang membakar adalah Allah Swt. Dialah yang mentakdirkan terbakarnya sesuatu melalui api. Maka, kalau Allah Swt tidak menciptakan al-ihrak (membakar) suatu benda, benda itu pun tidak akan terbakar. [1]

Salah satu ayat Al-Qur’an yang menunjukkan bahwa penyembuh hakiki adalah Allah adalah firman-Nya dalam surat asy-Syu’ara’: 78-82.

Dalam ayat ini Allah Swt meriwayatkan perkataan Musa as ketika ia menyeru umat untuk mengenal Allah Swt:

الَّذِي خَلَقَنِي فَهُوَ يَهْدِينِ (78) وَالَّذِي هُوَ يُطْعِمُنِي وَيَسْقِينِ (79) وَإِذَا مَرِضْتُ فَهُوَ يَشْفِينِ (80) وَالَّذِي يُمِيتُنِي ثُمَّ يُحْيِينِ (81) وَالَّذِي أَطْمَعُ أَنْ يَغْفِرَ لِي خَطِيئَتِي يَوْمَ الدِّينِ (82

Artinya:

“(Yaitu Tuhan) yang telah menciptakanku, maka Dialah yang memberi petunjuk kepadaku. Dan Tuhanku, yang Dia memberi makan dan minum kepadaku. Apabila aku sakit, Dialah yang menyembuhkanku.

Yang akan mematikan aku, kemudian akan menghidupkanku (kembali). Dan yang amat kuinginkan akan mengampuni kesalahanku pada hari kiamat”. (QS asy-Syu’arâ’ 26: 78-82).

Ujian Berupa Penyakit

Islam tidak memandang sakit sebagai suatu aib atau kondisi yang hina. Bahkan ditimpakan sebuah penyakit menunjukkan bahwa seorang muslim telah menempati kedudukan mulia.

Kenapa demikian? Hal itu disebabkan karena sakit mengingatkan kita untuk selalu bersabar. Bagi yang sakit pun dapat memperbanyak istigfar agar menggugurkan dosanya.

Apabila berhasil melewati masa sakit tersebut dengan penuh kesabaran, berarti ia telah menduduki maqam sabar yang pahalanya tanpa batas.

Selain itu, sakit juga menjadi ujian terhadap kesabaran dan kerelaan seorang hamba dalam menerima takdir-Nya. Karena itu hendaklah seorang muslim harus bersabar saat ditimpakan sebuah penyakit kepadanya.

Dengan adanya sikap sabar di saat sakit, Allah akan menghapus segala dosa-dosanya. Allah Swt bahkan tidak akan memeriksa buku catatannya di hari kiamat kelak. Sungguh keutamaan yang luar biasa.

Sabda Rasulullah Saw:

“Tidak ada seorang muslim pun yang ditimpa gangguan semacam tusukan duri yang lebih berat daripadanya melainkan dengan ujian itu Allah menghapuskan perbuatan buruknya serta digugurkan dosa-dosanya sebagaimana pohon kayu menggugurkan daun-daunnya”. (HR. Mustafaq Alaih).

arti syafakallah syafakillah syafahallah

Nabi dan Rasul Juga Pernah Sakit

Tidak hanya kita sebagai manusia biasa, para nabi dan rasul juga pernah merasakan sakit. Ini menunjukkan bahwa sakit adalah suatu hal yang sifatnya manusiawi dan bisa menimpa siapa saja.

Kita bisa belajar dari sakit yang dialami oleh Nabi Ayyub sebagaimana yang dikisahkan dalam Al-Quran Surah al-Anbiyya’ ayat 83 sebagai berikut:

وَأَيُّوبَ إِذْ نَادَىٰ رَبَّهُۥٓ أَنِّى مَسَّنِىَ ٱلضُّرُّ وَأَنتَ أَرْحَمُ ٱلرَّٰحِمِينَ (83) فَٱسْتَجَبْنَا لَهُۥ فَكَشَفْنَا مَا بِهِۦ مِن ضُرٍّ ۖ وَءَاتَيْنَٰهُ أَهْلَهُۥ وَمِثْلَهُم مَّعَهُمْ رَحْمَةً مِّنْ عِندِنَا وَذِكْرَىٰ لِلْعَٰبِدِينَ (84)

Artinya:

“Dan (ingatlah kisah) Ayyub, ketika ia menyeru Tuhannya: “(Ya Tuhanku), sesungguhnya aku telah ditimpa penyakit dan Engkau adalah Tuhan yang Maha penyayang di antara semua penyayang.

Maka Kami pun memperkenankan seruannya itu, lalu Kami kembalikan keluarganya kepadanya, dan Kami lipat gandakan bilangan mereka sebagai suatu rahmat dari sisi Kami dan untuk menjadi peringatan bagi semua yang menyembah Allah.”

Nabi Ayub as awalnya memiliki fisik dan jasmani yang sehat. Namun, Allah Swt. memberi ujian kepadanya berupa penyakit.

Beliau sebelumnya juga seorang yang kaya raya. Kemudian, Allah mengujinya dengan kefakiran.

Selain itu, beliau memiliki keluarga dan banyak keturunan. Allah lantas mengambil semuanya, kecuali istri dan dua orang saudaranya.

Berapa lamakah Nabi Ayub as bersabar menghadapi ujian? Salah satu hadits Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam yang diriwayatkan oleh Anas ibn Malik, sebagaimana disebutkan Abu Ya‘la dan Abu Nu‘aim, mengisahkan:

إِنَّ نَبِيَّ اللهِ أَيُّوبَ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ لَبِثَ فِي بَلائِهِ ثَمَانِيَ عَشْرَةَ سَنَةً فَرَفَضَهُ الْقَرِيبُ وَالْبَعِيدُ إلاَّ رَجُلَيْنِ مِنْ إِخْوَانِهِ كَانَا مِنْ أَخَصِّ إِخْوَانِهِ كَانَا يَغْدُوَانِ إِلَيْهِ وَيَرُوحَانِ [2]

Artinya:

Sesungguhnya Nabiyullah Ayub ‘alaihissalam berada dalam ujiannya selama delapan belas tahun. Baik keluarga dekat maupun keluarga jauh menolaknya kecuali dua orang laki-laki dari saudara-saudaranya.

Kedua saudara itulah yang selalu memberinya makan dan menemuinya.”

Kisah Kesembuhan Nabi Ayyub dalam Al-Qur’an

Kisah kesembuhan Nabi Ayyub terdapat dalam Al-Qur’an:

“Dan ingatlah kepada hamba Kami Ayyub ketika menyeru Tuhan-nya, “Sesungguhnya aku diganggu setan dengan kepayahan dan siksaan.”

(Allah berfirman), “Hantamkanlah kakimu; inilah air yang sejuk untuk mandi dan minum.”

Dan Kami anugerahi dia (dengan mengumpulkan kembali) keluarganya dan (Kami tambahkan) kepada mereka sebanyak mereka pula sebagai rahmat dari Kami dan pelajaran bagi orang-orang yang mempunyai pikiran.”

(Q.S. Shâd [38]: 41-43).

Pada ayat lain, Al-Qur’an mengisahkan:

Dan (ingatlah kisah) Ayub, ketika ia menyeru Tuhannya, “(Ya Tuhanku), sesungguhnya aku telah ditimpa penyakit dan Engkau adalah Tuhan Yang Maha Penyayang di antara semua penyayang.

”Maka Kami pun memperkenankan seruannya itu, lalu Kami lenyapkan penyakit yang ada padanya dan Kami kembalikan keluarganya kepadanya, dan Kami lipat gandakan bilangan mereka, sebagai suatu rahmat dari sisi Kami dan untuk menjadi peringatan bagi semua yang menyembah Allah.”

(Q.S. al-Anbiyâ’ [21]: 83-84).

Saat itu pula berbagai penyakit yang meletak di tubuhnya hilang. Kehidupan dan kesembuhannya kembali kepadanya. Kesehatan dan keselamatannya datang seperti sedia kala.

Begitulah Nabi Ayub, meski melewati ujian yang panjang, beliau tetap bersabar dan tidak pernah mengeluh.

Maka, Allah kembali memberikan jalan kesembuhan atas penyakit yang dideritanya, mengembalikan semua harta, dan anak-anaknya.

maksud syafakallah syafakillah

Anjuran Mengunjungi Orang Sakit

Sebagai muslim, kita dianjurkan mengunjungi orang sakit baik itu keluarga, kerabat, teman, atau tetangga yang sedang sakit. Karena mengunjungi orang sakit adalah amalan yang baik dilakukan dan sangat dianjurkan agama.

Rasulullah saw sangat menekankan agar umatnya senang mengunjungi orang sakit. Banyak hadis sahih yang menunjukkan hal tersebut. Di antaranya seperti beberapa hadis berikut ini:

Hadis Pertama

حدثنا أبو الوليد حدثنا شعبة عن الأشعث قال: سمعت معاوية بن سويد بن مقرن عن البراء رضي الله عنه قال: “أَمَرَنَا النَّبِيُّ صَلَّى اللهُ علَيْهِ وَسَلَّمَ بِسَبْعٍ وَنَهَانَا عَنْ سَبْعٍ : أَمَرَنَا بِاتِّبَاعِ الْجَنَائِزِ وَعِيَادَةِ الْمَرِيْضِ وَإيْجَابَةِ الدَّاعِى وَنَصْرِالْمَظْلُوْمِ وَإِبْرَارِ الْقَسَمِ وَرَدِّ السَّلَامِ وَتَشْمِيْتِ الْعَاطِسِ  وَنَهَانَا عَنْ آنِيَةِ الْفِضَّةِ, وَخَاتِمِ الذَّهَبِ وَالْحَرِيْرِ وَالدِّيْبَاجِ وَالْقَسِّىِّ وَالْإِسْتَبْرَقِ”.[3]

Artinya:

“Rasulullah Muhammad Saw memerintahkan kami untuk mengerjakan tujuh perkara: ‘

Beliau memerintahkan kami supaya mengiringi jenazah, menjenguk orang sakit, memenuhi undangan, menolong orang yang terdhalimi, membantu melepas (kafarah) sumpah, menjawab salam dan mendo’akan orang yang bersin.

Beliau melarang kami memakai bejana perak, cincin emas, (memakai) sutera, daibaj (jenis sutera), uang palsu  dan (memakai istabraq (kain sutera tebal).” HR Bukhari no: 1239.

Hadis Kedua

حدثنا يحيى بن يحيى التميمى, أخبرنا هشيم عن خالد عن أبى قلابة عن أبى أسماء عن ثوبان, مولى رسول الله صلى الله عليه وسلم “من عاد مريضًا لم يزال في خرفة الجنة حتى يرجع. [4]

Artinya: Kami diberi hadis oleh Yahya bin Yahya At-Taymi memberi hadis kepada kami. Hasyim memberi hadis kepada kami daripada Khalid daripada Abi Qalabah daripada Asma’ daripada Tsauban, budak Rasulullah saw

Barangsiapa yang menjenguk orang yang sedang sakit, maka dia senantiasa berada pada petikan buah kurma di dalam surga sampai dia pulang.” (HR. Muslim no: 2568).

Hadis Ketiga

Rasulullah menganjurkan kita menjenguk orang sakit. Sebagaimana dalam sabda Nabi Muhammad SAW:

عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ قَالَ: قَالَ رَسُولُ اللَّهِ “حَقُّ الْمُسْلِمِ عَلَى الْمُسْلِمِ سِتٌّ: إذَا لَقِيْتــَهُ فَسَلِّمْ عَلَيْهِ، وَإِذَا دَعَاك فَأَجِبْهُ، وَإِذَا اسْتَنْصَحَك فَانْصَحْهُ، وَإِذَا عَطَسَ فَحَمِدَ اللَّهَ فَسَمِّتْهُ، وَ إِذاَ مَرِضَ فَعُدْهُ، وَإِذاَ ماَتَ فاتـْبَعْهُ”. )رَواهُ مُسلمٌ([5]

Artinya:

“Dari Abu Hurairah RA ia berkata: Rasulullah saw bersabda: “Hak seorang muslim terhadap sesama muslim itu ada enam, yaitu:

Jika kamu bertemu dengannya maka ucapkanlah salam, apabila ia mengundangmu maka penuhilah undangannya, kalau ia meminta nasihat kepadamu maka berilah ia nasihat,

jika ia bersin dan mengucapkan: Alhamdulillah maka doakanlah ia dengan Yarhamukallah (artinya = semoga Allah memberikan rahmat kepadamu), apabila ia sakit maka jenguklah, dan jika ia meninggal dunia maka iringilah jenazahnya.” (HR. Muslim, no. 2162).

Hadis Keempat

Dalam hadis yang lain, Rasulullah Saw juga menganjurkan umatnya untuk menjenguk saudaranya yang sedang sakit. Beliau memberitahukan bahwa ada pahala yang besar bagi siapa saja yang mau menjenguk orang sakit.

إِنَّ الْمُسْلِمَ إِذَا عَادَ أَخَاهُ الْمُسْلِمَ لَمْ يَزَلْ فِي خُرْفَةِ الْجَنَّةِ حَتَّى يَرْجِعَ. قيل: يا رسول الله وَمَا خُرْفَةُ الْجَنَّةِ. قَالَ: “جَنَاهَا”.[6]

Artinya:

“Sesungguhnya seorang muslim bila menjenguk saudaranya sesama muslim maka ia senantiasa berada di khurfatil jannah hingga ia pulang (kembali).

Di antara sahabat ada yang bertanya: Apa itu khurfahnya surga?, Beliau menjawab: Tamannya.” (HR. Muslim no. 6498).

Ucapan Syafakallah Syafakillah untuk Orang Sakit

Apabila mengunjungi orang sakit, ada 7 macam kalimat yang bisa diucapkan dengan peruntukan yang berbeda-beda, ketujuh kalimat itu adalah:

  1. Syafakallah
  2. Syafakillah
  3. Syafakumullah
  4. Syafahullah
  5. Syafahallah
  6. Syafahumullah
  7. Syafahunnallah

Pengertian:

Ketujuh kalimat tersebut memiliki arti sama. Karena berasal dari sumber kata yang sama yaitu شفاء yang berarti kesembuhan. Kata syifa’ memiliki pola perubahan atau tashrif dari شفى-يشفي-شفاء  (syafa-yasyfi-syifa’).

Dalam bahasa Arab, bentuk kata syafakallah, syafakillah, syafakumullah, dan lain-lain memiliki arti doa.

Kata-kata tersebut bisa diartikan “semoga Allah memberi kesembuhan”. Kata syifa’ juga terdapat dalam Al-Qur’an yaitu firman Allah Qs. Al-Isra’: 82.

وَنُنَزِّلُ مِنَ ٱلْقُرْءَانِ مَا هُوَ شِفَآءٌ وَرَحْمَةٌ لِّلْمُؤْمِنِينَ ۙ وَلَا يَزِيدُ ٱلظَّٰلِمِينَ إِلَّا خَسَارًا (82)

Artinya:

“Dan kami turunkan dari Al-Quran suatu yang menjadi penawar dan rahmat bagi orang-orang yang beriman dan Al-Qur’an itu tidaklah menambah kepada orang-orang yang zalim selain kerugian.”

Meskipun sama pada asal kata, tetapi kalimat tersebut dipakai atau diperuntukkan kepada orang yang berbeda. Artinya kalimat tersebut diucapkan tergantung siapa orang yang kita tuju.

Perbedaan pemakaian tersebut adalah  disebabkan oleh perbedaan dhamir (kata ganti orang) yang terdapat pada tiap-tiap kalimat. Kita bisa lihat variasi dhamirnya:

كَ kamu (laki-laki)

كِ kamu (perempuan)

كُمْ kalian (laki-laki/perempuan)

هُ dia (laki-laki

هَا dia (perempuan)

هُمْ mereka (laki-laki)

هٌنَّ  mereka (perempuan)

Peruntukan:

Perbedaan dhamir itulah yang membedakan peruntukan masing-masing kalimat. Berikut kalimat do’a yang benar yang ditujukan kepada orang sakit:

شَفَاكَ اللهُ (Syafakallah)

Semoga Allah memberikan kesembuhan kepadamu (laki-laki).

شَفَاكِ اللهُ (Syafakillah)

Semoga Allah memberikan kesembuhan kepadamu (perempuan).

شَفَاكُمُ اللُه (Syafakumullah)

Semoga Allah memberikan kesembuhan kepada kalian (laki-laki).

شَفَاهُ اللهُ (Syafahullah)

Semoga Allah memberikan kesembuhan kepadanya (laki-laki).

شَفَاهَا اللهُ (Syafahallah)

Semoga Allah memberikan kesembuhan kepadanya (perempuan).

شَفَاهُمُ اللهُ (Syafahumullah)

Semoga Allah memberikan kesembuhan kepada mereka (laki-laki).

شَفَاهُنَّ اللهُ (Syafahunnallah)

Semoga Allah memberikan kesembuhan kepada mereka (perempuan).

syafakallah syafakillah artinya

Jawaban Syafakallah Syafakillah Tersebut

Misalnya, sekarang kamu sedang sakit. Lalu ada yang mengucapkan Syafakallah, Syafakillah, Syafahullah, dan Syafahallah. Jangan bingung, kamu cukup menjawab آمين (aamiin) yang artinya “ya Allah terimalah”.

Boleh saja apabila ingin menambahkan ucapan seperti جزاك الله خيرا (jazakallahu khairan) (semoga Allah membalas kebaikanmu).

Namun, ucapan ini hanya sebagai tambahan setelah mengucapkan aamiin, bukan jawaban yang terpisah. Karena ucapan ini adalah bentuk terimakasih atas doa yang dibacakan oleh seseorang kepada kita.

Jangan hanya menjawab jazakallahu khairan. Karena kalimat syafakallah, syafakillah, dan seterusnya adalah ucapan doa, jadi yang sesuai dengan do’a adalah menjawab amin.

Hukum mengucapkan Syafakallah Syafakillah kepada Nonmuslim

Hukum berdoa kepada nonmuslim pada dasarnya haram. Ini apabila doa kita untuk diampuni dosanya padahal nyata-nyata dia telah mati dalam keadaan kufur.

Akan tetapi, apabila kita mengunjungi orang sakit yang nonmuslim, Islam menganjurkan untuk mendoakan kesembuhannya.

Bahkan, Islam tidak menyalahkan apabila kita hendak mengunjungi sahabat, tetangga atau bahkan keluarga yang nonmuslim untuk mengucapkan syafakallah atau doa-doa yang lain untuk kesembuhannya.

Namun perlu diingat, kita hanya boleh mendoakan kesembuhan kepada nonmuslim, tetapi tidak boleh mengamini do’a mereka.

Misalnya, ada seorang nonmuslim yang mendoakan kesembuhan kepada kita. Maka, tidak disunahkan mengamini doanya.

Sebenarnya, dalam hal tersebut terjadi perbedaan pendapat. Sebagian ulama membolehkan menjawab amin dan sebagian lagi mengharamkannya.

Di saat ada perbedaan pendapat seperti ini maka disunahkan untuk mengambil yang ihtiyath, yaitu tidak mengamini doa dari nonmuslim.

Keterangan tersebut sebagaimana penulis kutip dalam kitab Hasyiah Syarwani karya Imam Syarwani dan kitab Hasyiah Jamal karya Sulaiman bin Umar, keduanya merupakan ulama dalam mazhab Syafi’i:

وَيَجُوزُ الدُّعَاءُ لِلْكَافِرِ بِنَحْوِ صِحَّةِ الْبَدَنِ وَالْهِدَايَةِ وَاخْتَلَفُوا فِي جَوَازِ التَّأْمِينِ عَلَى دُعَائِهِ [7].

Artinya:

“Diperbolehkan mendoakan kesehatan badan dan hidayah kepada kafir (nonmuslim). Ulama berbeda pendapat tentang diperbolehkannya mengamini doa mereka.”

Adab Menjenguk Orang Sakit

Ada beberapa keutamaan dalam menjenguk orang sakit.

Penulis mengutip beberapa adab yang harus kita perhatikan ketika ingin menjenguk orang yang sedang sakit sebagaimana dalam kitab Ghiza al-Albab Syarh Mandhumah al-Adab karya Muhammad bin Ahmad al-Safariniy: [8]

1. Sebaiknya mengunjungi ketika ia mula-mula sakit sesuai dengan hadis Nabi saw:

إذا مرض فعده

“Apabila ada yang sakit, maka (segeralah) menjenguknya”.

Satu pendapat menyebutkan disunahkan menjenguk setelah berlalu tiga hari. Hal ini sesuai dengan hadis Nabi saw., tetapi sanadnya lemah sekali:

كَانَ النَّبِيُّ لَا يَعُوْدُ مَرِيْضًا اِلَّا بَعْدَ ثَلَاثٍ

“Nabi tidak pernah mengunjungi orang sakit kecuali setelah tiga hari”

2. Memberi jarak waktu berkunjung dan tidak datang terlalu sering. Rasulullah saw bersabda:

لَا تَعُوْدُوْهُ فِى كُلِّ يَوْمٍ لِمَا يَجِدُ مِنْ ثَقَلِ الْعِوَادِ

“Jangan mengunjungi (orang sakit) setiap hari karena akan memberatkannya.”

3. Meletakkan tangan pada badannya (kecuali bukan mahram).

مِنْ تَمَامِ الْعِيَادَةِ أَنْ تَضَعَ يَدَكَ عَلَى الْمَرِيْضِ (رواه البيهقى)

“Kesempurnaan mengunjungi orang sakit diperoleh apabila tanganmu memeganginya”

Imam Suyuthi menambahkan disunahkan ketika memegangi orang sakit untuk membaca:

لَا بَأْسَ طُهُوْرٌ إِنْ شَاءَ اللهُ

“La ba’sa, thuhurun insya Allah”

“Tidak mengapa, insyaallah akan jadi pelebur dosa.”

Dalam kitab shahihain (shahih Bukhari dan Musllim) ditambahkan, Rasulullah saw apabuila mengunjungi orang sakit maka beliau selalu membaca:

اللهم رب الناس أذهب الباس واشف أنت الشافي لا شفاء الاشفاؤك شفاء لا يغادر سقما

Allahumma rabban naas Adzhibil bass Isyfi…!! Antasy syaafi’ Laa syifaa’a illaa syifaa-uk syifaa-an laa yughaadiru saqaman

“Wahai Allah Tuhan manusia, hilangkanlah rasa sakit ini. Sembuhkanlah, engkaulah Yang Maha Penyembuh.

Tidak ada kesembuhan yang sejati kecuali kesembuhan yang datang dari-Mu. Yaitu kesembuhan yang tidak meninggalkan penyakit lain.”

4. Jangan terlalu banyak bertanya hal yang kurang penting.

syafakallah atau syafakillah

Kesimpulan

Syafakallah, syafakillah, syafahallah, dan syafahullah adalah beberapa bentuk kalimat doa yaitu yang disunahkan membacanya ketika mengunjungi saudara sesama muslim yang mengalami musibah berupa penyakit.

Kalimat-kalimat tersebut diperuntukkan kepada orang yang berbeda sesuai dengan dhamir yang terdapat padanya.

Ketika kita sakit lalu ada yang mengucapkan syafakallah maka jawablah aamiin.

Boleh hukumnya mengucapkan syafakallah, syafakillah, syafahullah, dan seterusnya kepada nonmuslim. Namun, terdapat perbedaan pendapat di antara ulama mengenai mengamini doa mereka.

Referensi:

[1] Muhammad al-Fadhali, Kifayah al-Awam fi ‘Ilmi al-Kalam, (Semarang: Al-Haramain, tt), h. 45.

[2] Abdurrahman bin Muhammad, Tafsir al-Qur’an al-‘Adhim, Jld. I, (Mekkah: Maktabah Nizar Mustafa al-Baz, 1417 H/1997 M) h.2460.

[3] Muhammad bin Ismail al-Bukhari, Al-Jami’ al-Shahih, (Kairo: Mathba’ah Salafiyah, 1400 H), h. 383.

[4] Imam Muslim bin Al-Hajjaj al-Naisaburi, Shahih Muslim, Jld. 4, (Kairo: Dar Kitab Ihya al-Arabiah, t.t), h. 1989.

[5] Imam Muslim bin Al-Hajjaj al-Naisaburi, Shahih Muslim, Jld. 4, (Kairo: Dar Kitab Ihya al-Arabiah, t.t), h. 1404.

[6] Muhammad Mahmud al-‘Aini,  ‘Umdah al-Qari Syarh Shahih al-Bukhari, Jld. 8, (Beirut: Dar al-Kutub al-Ilmiah, 2001), h. 13.

[7] Lihat. Imam Syarwani, Hawasyi Syarwani wa Ibn al-Qasim al-‘Abadi ‘ala Tuhfah al-Muhtaj bi Syarh al-Minhaj, Jld. 2, (Beirut: Dar al-Kutub al-Ilmiah: 1971), h. 293. Lihat juga. Sulaiman bin Umar, Hasyiyah al-jamal ‘ala Syarh al-Manhaj, Jld. 2, (Beirut: Dar al-Kutub al-Ilmiah, 1971),  h. 99.

[8] Muhammad bin Ahmad, Ghiza al-Albab Syarh Mandhumah al-Adab, Jld. 2, (Beirut: Dar al-Kutub al-Ilmiah, 2001), h. 7.