Sejarah Berdirinya Ka’bah dan Renovasi pada Masa Nabi Muhammad saw.

Ka’bah merupakan sebuah bangunan yang terdapat di tengah-tengah masjid paling suci dalam agama Islam, yaitu Masjidil Haram.

Tempat yang berada di Kota Makkah ini merupakan “rumah Allah” dan juga merupakan titik pemersatu umat Muslim di seluruh dunia ketika melaksanakan shalat.

Adanya perintah menghadap ke arah Ka’bah ketika shalat membuatnya juga dikenal dengan sebutan kiblat umat Islam.

Selain itu, umat Islam dari seluruh dunia setiap tahunnya juga mengunjungi tempat ini, khususnya mereka yang mampu mengerjakan rukun Islam kelima, yaitu ibadah haji.

Kali ini, Hasana.id akan mengajak kamu untuk mengulik informasi terkait Ka’bah, khususnya mengenai sejarahnya.

Apabila kamu ingin mengetahui kisah lengkapnya, Hasana.id telah merangkum informasi penting terkait hal tersebut dalam artikel kali ini.

Kalau pembahasan ini menarik buatmu, silakan simak artikel ini sampai akhir. Siapa tahu setelah membacanya, kamu semakin termotivasi untuk mengunjunginya suatu saat nanti.

Sejarah Berdirinya Ka’bah

Kisah mengenai sejarah Ka’bah telah banyak dibahas dalam kitab-kitab klasik, salah satunya adalah The Ka’bah yang ditulis oleh Fathi Fawzi Abdul Mu’thi.

Di dalam kitab tersebut dijelaskan mengenai sejarah Ka’bah dan Masjidil Haram, mulai dari zaman Nabi Ibrahim sampai sekarang.

Namun, beberapa kitab lain rupanya memiliki versi yang berbeda mengenai asal-usul berdirinya Ka’bah.

Berikut beberapa versi tentang bagaimana awal mula adanya Ka’bah dan siapa yang pertama kali membangunnya.

Dibangun oleh Malaikat

Ali Husni al-Kharbuthi menuliskan bahwa Ka’bah pertama kali dibangun oleh malaikat dengan merujuk pada Al-Qur’an, tepatnya surah Al-Baqarah.

Kisahnya sendiri berawal ketika Allah hendak menciptakan manusia sebagai khalifah di bumi, tetapi muncul pertanyaan dari malaikat.

Para malaikat khawatir jika nantinya manusia akan berbuat kerusakan di muka bumi dan saling berselisih.

Allah pun berfirman dalam Al-Qur’an surah Al-Baqarah ayat 30.
وَإِذْ قَالَ رَبُّكَ لِلْمَلَائِكَةِ إِنِّي جَاعِلٌ فِي الْأَرْضِ خَلِيفَةً قَالُوا أَتَجْعَلُ فِيهَا مَنْ يُفْسِدُ فِيهَا وَيَسْفِكُ الدِّمَاءَ وَنَحْنُ نُسَبِّحُ بِحَمْدِكَ وَنُقَدِّسُ لَكَ قَالَ إِنِّي أَعْلَمُ مَا لَا تَعْلَمُونَ

Wa idz qāla rabbuka lil malā’ikati ‘Innī jā‘ilun fil ardhi khalīfatan,’ qālū ‘A taj‘alu fīhā man yufsidu fīhā wa yasfikud dimā. Wa nahnu nusabbihu bi hamdika wa nuqaddisu laka?’ Qāla ‘Innī a‘lamu mā lā ta‘lamūna.’

Artinya: “Dan (ingatlah) ketika Tuhanmu berfirman kepada para malaikat, ‘Aku hendak menjadikan khalifah di bumi’. Mereka berkata, ‘Apakah Engkau hendak menjadikan orang yang merusak dan menumpahkan darah di sana, sedangkan kami bertasbih memuji-Mu dan menyucikan nama-Mu?’. Dia berfirman, ‘Sungguh, Aku mengetahui apa yang tidak kamu ketahui.”

Mendengar jawaban demikian, malaikat pun langsung memohon ampun kepada Allah dan mengelilingi Arsy.

Atas kuasa-Nya, diciptakanlah Bait Al-Makmur yang terletak tepat di bawah Arsy.

Selanjutnya, malaikat diperintahkan untuk membangun miniatur dari Bait Al-Makmur tersebut di bumi dan Allah memerintahkan para malaikat untuk melakukan thawaf.

Dibangun oleh Nabi Adam

Sejarah lain menyebutkan bahwa untuk pertama kalinya, Ka’bah dibangun oleh Nabi Adam.

Melalui Malaikat Jibril, Nabi Adam diutus untuk mendirikan sebuah bangunan yang kemudian sekarang dikenal dengan nama Ka’bah.

Setelah selesai didirikan, Allah memerintahkan sang nabi juga Hawa untuk melakukan thawaf.

Ketika datang masa kenabian Ibrahim, bangunan ini disempurnakan lagi dengan dibuatkan fondasi yang lebih tinggi.

Dibangun oleh Nabi Ibrahim dan Ismail

Ka’bah yang merupakan pusat ibadah seluruh umat muslim di dunia mulai tercatat dibangun kembali pada zaman Nabi Ibrahim.

Menurut penjelasan dalam The Ka’bah yang ditulis oleh Fathi Fawzi Abdul Mu’thi, bangunan ini runtuh akibat banjir bandang pada era Nabi Nuh.

Banjir besar tersebut hanya menyisakan gundukan tanah yang berada di tengah-tengah lembah Makkah.

Lembah tersebut sangat gersang dan hanya ditumbuhi oleh akasia dan rerumputan berduri.

Atas perintah Allah Swt., Nabi Ibrahim beserta Hajar, istrinya, membawa bayi Ismail untuk hijrah dari Kan’an menuju lembah tersebut.

Melihat kondisi lembah Makkah maka sebenarnya sangat tidak memungkinkan bagi seorang manusia untuk tinggal di sana.

Akan tetapi, atas perintah-Nya, Hajar dan putranya yang masih bayi pun kemudian menetap di lembah gersang yang sunyi.

Istri Ibrahim itu menghabiskan hari-harinya dalam kesunyian dan kegelapan malam yang menimbulkan duka di hatinya.

Meskipun begitu, ia harus tetap bertahan untuk menjaga buah hatinya hingga pada suatu ketika, bayinya menangis dengan lantang karena merasa haus dan lapar.

Hajar pun segera mencari air untuk putranya. Sambil berdoa, Hajar berlari menuju Bukit Shofa ke Bukit Marwah, tetapi tak ada apa pun yang ditemukannya.

Kemudian, sebuah keajaiban datang. Hajar terkejut tatkala melihat Ismail menghentakkan kakinya dan muncullah air dari situ.

Sumber air tersebut kini dikenal dengan air zamzam yang hingga sampai sekarang masih menjadi salah satu daya tarik atau pesona bagi para jamaah haji.

Sumber air tersebut merupakan sebuah berkah yang membuat lembah gersang mulai dipadati oleh manusia, padahal dulunya sangat sunyi.

Setelah keajaiban tersebut terjadi, Nabi Ibrahin datang menemui istri dan anaknya dengan penuh rasa rindu yang membuncah.

Namun, Allah pun kembali menguji Ibrahim dengan memerintahkannya untuk menyembelih putranya. Perintah tersebut datang lewat mimpi.

Berkat kepatuhan dan ketundukan Ibrahim kepada Sang Khaliq, Allah pun menurunkan tebusan berupa satu ekor domba besar yang diturunkan dari puncak bukit.

Perintah Pembangunan Ka’bah kepada Ibrahim dan Ismail

Di tengah lembah tersebut, terdapat sebuah gundukan tanah berwarna kemerahan yang terletak berdekatan dengan sumber mata air zamzam.

Kemudian, datanglah perintah dari Allah Swt. kepada Ibrahim dan Ismail untuk membangun rumah-Nya.

Diceritakan bahwa pada waktu itu, terdapat awan putih berbentuk persegi di atas lokasi tanah yang akan dibangun.

Nabi Ibrahim pun kemudian membuat pola bangunan Ka’bah sesuai dengan bentuk dan bayangan dari awan putih.

Ismail pun membantu sang ayah untuk membangun bangunan yang berbentuk persegi tersebut.

Konon, material pembangunan Ka’bah didatangkan dari lima gunung, yaitu Gunung Nur, Judi, Thurzita, Libnan, dan Thursina (Gunung Sinai).

Rangkaian akhir dari pembangunan Ka’bah ditandai dengan peletakan batu yang dinamakan Hajar Aswad di bagian pojok tenggara bangunan.

Tentang Hajar Aswad

Hajar Aswad diletakkan karena ketika pembangunan Ka’bah hampir selesai, masih terdapat ruang kosong pada bagian tersebut.

Tentang hajar Aswad ini sendiri terdapat dua keterangan.

Yang pertama menyebutkan bahwa Nabi Ibrahim a.s. memerintahkan putranya, Nabi Ismail a.s. untuk mencari batu guna menutupi lubang pada bangunan Ka’bah.

Pada saat mencari batu, Nabi Ismail a.s. kemudian bertemu malaikat Jibril yang memberikan batu hitam paling bagus kepada Nabi Ismail.

Riwayat lain mengatakan bahwa Nabi Ibrahim sendiri yang mencari batu tersebut dan mendapatkannya dari Jibril.

Batu itu dibawa oleh Nabi Adam a.s. dari surga dan semula berwarna putih. Akibat dosa-dosa manusia, batu itu kemudian berubah menjadi hitam. Wallahu a’lam.

Setelah pembangunan selesai, Allah memerintahkan seluruh hamba-Nya untuk mengunjungi rumah-Nya itu. Peristiwa tersebut kemudian kita menjadi salah satu rukun Islam, yaitu haji.

Renovasi Bangunan Ka’bah pada Masa Nabi Muhammad Saw.

Beberapa tahun sebelum Muhammad diangkat menjadi nabi, rupanya bangunan Ka’bah sempat diterjang oleh banjir bandang yang menimbulkan beberapa kerusakan.

Dinding dari bangunan ini dikisahkan retak, tetapi ada riwayat lain yang mengatakan bahwa tidak hanya retak, bahkan seluruh bangunannya pun ikut roboh.

Banjir yang terjadi pada saat itu disebabkan oleh air bah yang berasal dari gunung-gunung yang berada di sekitar Ka’bah.

Pada saat itu, tinggi Ka’bah hanya sembilan hasta atau tujuh meter dan tidak beratap, dengan pintu sejajar dengan tanah.

Kondisi yang memprihatinkan tersebut membuat semua harta persembahan yang diletakkan di dasar Ka’bah dengan mudahnya dicuri.

Dari riwayat lainnya, Ibnu Hisyam menyebutkan bahwa terdapat penyebab lain yang akhirnya menyebabkan kaum Quraisy memutuskan untuk memugar Ka’bah.

Dikatakan bahwa semula, terdapat seekor ular yang tinggal di bawahnya bangunan tersebut.

Setiap ada orang mendekat untuk meletakkan persembahan, ular tersebut selalu membuka mulutnya.

Suatu hari, dikisahkan bahwa ular itu telah diterkam oleh seekor burung dan dibawa pergi. Kaum Quraisy pun meyakini bahwa Allah-lah yang mengutus burung tersebut.

Atas dasar itu, mereka berharap Allah akan ridha terhadap apa yang dilakukan oleh kaum Quraisy, yaitu memugar Ka’bah.

Sebelumnya, mereka tak memiliki keberanian karena kesakralan Ka’bah. Akan tetapi, karena kondisinya yang makin memprihatinkan, mereka akhirnya berani merenovasinya.

Kaum Quraisy Mulai Memugar Ka’bah

Makin memantapkan kaum Quraisy untuk merenovasi Ka’bah, mereka pada saat itu menemukan kapal milik saudagar yang berasal dari Romawi.

Kebetulan, kapal yang mengangkut bahan-bahan yang diperlukan untuk membuat bangunan tersebut terdampar di Jeddah.

Selain itu, pada waktu itu juga ada seorang Nasrani yang piawai dalam bidang pertukangan.

Setelah semua persiapan selesai, kaum Quraisy mulai melaksanakan rencananya.

Diketahui bahwa orang pertama yang memugar Ka’bah adalah Aiz bin Marwan bin Makhzum. Ia mengalami kejadian aneh sewaktu mencungkil batu Ka’bah.

Batu-batu yang sudah berada di tangannya selalu berjatuhan dan kembali lagi ke tempat batu-batu tersebut berada sebelumnya.

Setelah peristiwa aneh tersebut terjadi, Aiz mengatakan untuk melanjutkan pemugaran, tetapi jangan menerima apa pun yang tidak baik dalam mengerjakan pemugaran tersebut.

Jangan sampai terdapat sesuatu yang sumbernya berasal dari zina, riba, atau hasil dari menganiaya seseorang.

Ada pula riwayat lain yang mengatakan hal serupa, yaitu Abu Wahab.

Dijelaskan bahwa kaum Quraisy mengikuti apa yang dilakukan Aiz. Mereka mencungkili, kemudian mengambil batu-batu tersebut.

Pengerjaan ini dilakukan oleh empat suku Quraisy. Tiap-tiap suku memikul tanggung jawab penuh atas satu sisi Ka’bah. Mereka harus memugarnya, kemudian membangunnya kembali.

Namun, di tengah-tengah proses renovasi, timbul ketakutan dalam diri mereka bahwa meraka akan ditimpa bencana karena menghancurkan bagian-bagian dari bangunan Ka’bah.

Hal itu menyebabkan proses pemugaran akhirnya berhenti.

Diyakinkan oleh Al-Walid bin Mughirah

Dalam karya yang ditulis oleh Ali Husni al-Kharbuthli, dijelaskan bahwa al-Wahin bin Mughirah berusaha meyakinkan kaum Quraisy untuk kembali merenovasinya.

Ia mengambil kapak dan mulai meruntuhkan Ka’bah. Namun, kaum Quraisy tidak lantas langsung menuruti ajakan al-Walid.

Mereka memilih menunggu keesokan harinya dan memutuskan untuk melanjutkannya apabila ternyaata al-Walid tidak mengalami musibah.

Hingga keesokan harinya tiba, al-Walid rupanya tidak mengalami kejadian buruk. Kaum Quraisy pun mulai mengikutinya dan melanjutkan renovasi.

Nabi Muhammad saw. turut terlibat dalam proses pemugaran Batiullah ini. Beliau ikut memikul batu-batu dan mengangkutnya ke lokasi pemugaran.

Waktu itu, Nabi Muhammad saw. masih berusia 35 tahun (ada juga riwayat lain yang menyebutkan bahwa usia beliau ketika itu masih 25 tahun).

Terjadi Perselisihan

Ketika pembangunan sudah sampai menyentuh Hajar Aswad, tepatnya pada ketinggian 1,1 meter, timbullah perdebatan di antara suku Quraisy.

Mereka berselisih terkait siapa yang seharusnya meletakkan batu hitam tersebut.

Keempat suku Quraisy merasa berhak untuk melakukannya hingga timbullah perselisihan yang bahkan dikisahkan, hampir menyebabkan terjadinya pertumpahan darah.

Kemudian, Abu Umayyah bin al-Mughirah al-Makhzumi, seorang sesepuh Quraisy memberikan saran agar mereka menetapkan seseorang sebagai pemutus perselisihan ini.

Keputusan akan diberikan oleh orang yang pertama kali memasuki masjid melalui salah satu pintu, yaitu pintu Bani Syaiba, pada keesokan paginya. Mereka pun menyepakati usulan itu.

Orang yang pertama kali melewati pintu tersebut, dengan izin Allah Swt, ternyata adalah Nabi Muhammad saw.

Oleh karena sifatnya yang jujur dan bisa dipercaya, beliau diterima sebagai pemutus perselisihan.

Rasulullah saw. lalu meminta selembar kain dan Hajar Aswad pun kemudian beliau letakkan di atasnya.

Empat orang pemuka kabilah yang berselisih diminta oleh Rasulullah untuk memegang ujung kain tersebut. Lalu, secara bersamaan, mereka pun mengangkat Hajar Aswad.

Mengenai siapa yang berhak meletakkan Hajar Aswad ke tempatnya semula, Nabi Muhammad mengatakan bahwa hal itu ditentukan oleh Hajar Aswad.

Kepada siapa batu hitam tersebut akan mendekat maka orang itulah yang mendapatkan kehormatan untuk meletakkannya di tempat asalnya.

Rupanya, batu tersebut justru meluncur ke arah Rasulullah dan beliaulah yang akhirnya meletakkannya ke tempat semula.

Renovasi Tidak Selesai

M. Quraish Shihab menjelaskan dari buku Membaca Sirah Nabi Muhammad saw. bahwa renovasi Ka’bah sebenarnya tidak bisa diselesaikan karena biaya renovasinya tidak cukup.

Terlebih lagi, Aiz pernah berpesan bahwa dana yang dipakai haruslah bersih.

Untuk menyiasati hal tersebut, panjang tembok yang ada di sisi barat serta sisi timur di bagian sebelah utara Ka’bah pun dikurangi.

Panjang yang dikurangi tersebut kurang lebih adalah tiga meter dan diberi tanda pada bagian yang harusnya dituntaskan.

Tanda tersebut yang kemudian dikenal dengan sebutan Hijr Ismail.

Atas dasar itu, disebutkan bahwa thawaf menjadi tidak sah apabila memasuki ruangan tersebut karena Hijr Ismail masih terdapat pada bagian dari arah luar Ka’bah.

Bentuk Ka’bah Sedikit Berbeda Setelah Dipugar

Setelah dipugar oleh kaum Quraisy, bangunan Ka’bah memiliki ukuran dan bentuk yang sedikit tidak sama dari semula.

Hal ini dapat dilihat dari pintu yang ditinggikan sekitar 2 meter dari lantai.

Pintu hanya dibuat sejumlah satu buah dari yang sebelumnya ada dua, yaitu satu di bagian timur, satu lainnya terdapat di sisi barat.

Ketinggiannya juga ditambah, dari yang sebelumnya hanya 9 hasta atau 7 meter, kini menjadi 18 hasta.

Setelah renovasi selesai, seluruh barang berharga, gambar, juga berhala Hubal kembali diletakkan di dalam Ka’bah.

Menurut riwayat dari al-Mas’udi, setidaknya terdapat sekitar 60 gambar yang terdapat di dalamnya.

Gambar tersebut di antaranya adalah gambar Nabi Ibrahim yang sedang memegang azlam (anak panah) untuk mengundi.

Selain itu, ada pula Nabi Ismail yang sedang menunggang kuda dan membagikan hadiah serta gambar anak-anak mereka hingga Qhusay bin Kilab.

Pada masing-masing gambar terdapat Tuhan dari pemilik patung, penjelasan mengenai tata cara penyembahannya, dan perbuatan Tuhan tersebut yang paling dikenal.

Ka’bah Pada Masa Kedatangan Islam

Ketika Rasulullah saw. menaklukkan Kota Makkah (Fathu Makkah), beliau menghapus seluruh gambar dan menghancurkan berhala yang terdapat di dalam dan di luar Ka’bah.

Sesuai dengan yang dijelaskan dalam buku Sejarah Hidup Muhammad (Muhammad Husain Haekal, 2015), Rasulullah saw. mengamati gambar Nabi Ibrahim cukup lama.

Tampaknya, beliau tidak terima kalau Nabi Ibrahim dilukiskan dengan memegang azlam.

Seusai mengamati semua gambar yang ada pada dinding dalam Ka’bah, Rasulullah memerintahkan kepada sahabatnya untuk menghapus semua gambar tersebut.

Ketika Islam datang, Rasulullah saw. berniat hendak melanjutkan pembangunan Ka’bah. Beliau tidak sepakat dengan pembangunan yang dilaksanakan oleh kaum Quraisy.

Alasannya adalah karena hal itu membuat posisi Ka’bah berubah sehingga tidak sama lagi dengan yang dahulu telah dibangun oleh Nabi Ibrahim.

Meski begitu, Rasulullah saw. menahan keinginannya, meskipun hal itu didasarkan pada kebenaran sejarah.

Beliau memilih untuk mendahulukan kepentingan masyarakat luas, bukan keinginan pribadinya hingga akhirnya niat tersebut pun diurungkan.

Berkah Ka’bah

Dengan kehadirannya, Ka’bah menyimpan berkah tersendiri, terutama di wilayah tempat berdirinya.

Dulunya, lembah tersebut sangatlah gersang dan sempit dengan dikelilingi gunung cadas dan tidak ditumbuhi satu pun pepohonan.

Sebelum kedatangan Nabi Ibrahim, Hajar, dan Ismail, tempat ini sangat sunyi, jauh dari hiruk-pikuk manusia. Tak ditemukan satu pun aktivitas manusia di sana.

Bahkan, burung-burung pun konon tidak mau hinggap di lembah tersebut karena begitu sulitnya mendapatkan air di tempat itu.

Namun, tanah tandus tersebut kini berubah 180 derajat, terlebih setelah adanya sumber mata air zam-zam.

Lembah ini menjadi kota yang padat dan setiap harinya dikunjungi oleh jutaan umat Muslim dari berbagai negara di seluruh dunia.

Dari sejarah pembangunan Ka’bah ini, banyak hal yang bisa diambil menjadi pelajartan. Setidaknya, kamu mengetahui bahwa terdapat banyak berkah dari keberadaan bangunan ini.

Bagi yang belum berkesempatan untuk mengunjungi Ka’bah yang berada di Kota Makkah ini, semoga Allah segera menghendakinya.

Begitu pula bagi yang sudah pernah, semoga ada kesempatan untuk mengunjunginya kembali.

Sumber:

https://www.nu.or.id/post/read/64276/karsquobah-dalam-lintasan-sejarah

https://islam.nu.or.id/post/read/117898/renovasi-ka-bah-pada-masa-nabi-muhammad

https://www.nu.or.id/post/read/49728/menyingkap-berkah-ka039bah