Mengenang Salahudin al Ayubi sebagai Pahlawan Kaum Muslim dan Pencetus Peringatan Maulid Nabi

Nama Salahudin al Ayubi sangat dikenal baik di dunia Islam maupun di dunia barat berkat kepemimpinannya dalam Perang Salib yang sempat menjadi pertempuran berkepanjangan.

Ia juga dikenal sebagai seseorang yang mencetuskan peringatan Maulid Nabi Muhammad saw. dan seorang sultan yang gagah perkasa.

Ingin tahu lebih banyak mengenai sosok Salahudin? Informasi yang telah dirangkum Hasana.id berikut ini bisa menjadi referensi kamu. Yuk, simak!

Biografi Salahudin al Ayubi sebagai Seorang Jenderal Perang

Juga dikenal dengan nama Saladin atau Salah ad-Din, Salahudin merupakan pejuang Islam Kurdi serta seorang jenderal perang dari Tikrit (saat ini wilayah utara Irak).

Ia merupakan sosok pendiri dinasti Ayyubiyyah di Suriah, Mesir, dan sebagian Irak, Yaman, Diyar Bakr, serta Makkah Hejaz. Dalam sejarahnya, dinasti tersebut dikatakan bertahan selama 80 tahun.

Lahirnya Salahudin Al Ayubi

Salahudin lahir di benteng Tiktrit pada tahun 532 Hijriah atau 1137 Masehi saat ayahnya menjadi seorang penguasa Seljuk di daerah tersebut.

Ayahnya adalah Najmuddin Ayyub dan ia juga mempunyai seorang paman yang bernama Asaduddin Syirkuh.

Belajar Strategi dan Perang

Saat masa mudanya, Salahudin al Ayubi fokus pada ilmu-ilmu mengenai strategi, teknik perang, dan politik. Ia kemudian melanjutkan pendidikannya di Damaskus untuk memperdalam pengetahuannya tentang teologi Sunni selama kurang lebih 10 tahun.

Pada tahun 1169 Masehi, Salahudin muda yang belajar di lingkungan Istana Nuruddin akhirnya diangkat sebagai seorang konselor atau wazir.

Menjadi Perdana Menteri

Asaduddin sempat diangkat menjadi Perdana Menteri Khilafah Fathimiyah pada tahun 1164-1168 Masehi. Jabatan tersebut kemudian diberikan kepada Salahudin Al Ayubi saat pamannya tersebut meninggal dunia.

Setelah berhasil mematahkan serangan Pasukan Salib dan Romawi Bizantium di Mesir, Sultan Nuruddin meminta Salahudin untuk mengambil kekuasaan dari pangkuan Khilafah Fathimiyah dan mengembalikannya pada Khilafah Abbasiyah pada tahun 1171 Masehi.

Menyelesaikan Masalah Besar

Kemudian, pada tahun 1174 Masehi, Sultan Nuruddin meninggal dunia dan kekuasaannya diberikan kepada Sultan Salih Ismail yang saat itu masih kecil.

Hal ini mengundang perdebatan dan wilayah kekuasaan Sultan Nuruddin pun menjadi terpecah belah. Mengetahui hal tersebut, Salahudin datang ke Damaskus untuk membereskan masalah tersebut.

Akhirnya, ia melawan pengikut Nuruddin yang tidak mendambakan persatuan dan menyatakan diri sebagai raja untuk wilayah Syam dan Mesir pada tahun 1176 Masehi. Ia pun berhasil memperluas wilayah kekuasannya hingga Mousul, yaitu Irak bagian utara.

Selain dikenal sebagai seorang raja dan pimpinan bagi kaumnya di masanya, Salahudin al Ayubi juga dikenal sebagai waliullah, yaitu teman Allah bagi kalangan Muslim Sunni.

Sebagai seorang ulama, ia telah memberikan catatan kaki serta penjelasan yang bermanfaat untuk kitab hadis riwayat Abu Dawud.

Beliau juga disebutkan hafal Alquran dan kitab at-Tanbih, yaitu sebuah kitab yang membahas mengenai fikih mazhab Syafi’i. Selain itu, Salahudin juga hafal kitab al-Hamasah, yaitu suatu kitab yang berisi himpunan bait-bait syair.

Cerita Singkat Salahudin al Ayyubi dan Perannya dalam Perang Salib

Sosok Salahudin memang tidak bisa dilepaskan dari Perang Salib, yaitu gerakan yang dilancarkan oleh umat Kristen di Eropa untuk memerangi kaum Muslim yang ada di Palestina.

Perang tersebut berlangsung secara berulang-ulang sejak abad ke-9 sampai abad ke-12 Masehi.

Tujuan dari perang itu sendiri adalah untuk membebaskan Bait al Maqdis yang dikuasai oleh kaum Muslim. Selain itu, gerakan tersebut juga bertujuan untuk menyebarkan agama Kristen dengan cara mendirikan gereja serta kerajaan Latin di Timur.

Perang Salib sendiri dinamakan demikian karena saat itu setiap orang Eropa yang turun dalam perang mengenakan tanda salib di dada kanan mereka.

Tanda tersebut dianggap sebagai simbol persatuan dan untuk menunjukkan bahwa perang yang mereka lakukan memiliki tujuan suci, yaitu membebaskan Baitul Maqdis atau Yerussalem dari kekuasaan kaum Muslim.

Lalu, bagaimana peran Salahudin al Ayyubi dalam perang yang berkepanjangan tersebut? Berikut uraian selengkapnya.

Menaklukkan Yerussalem

Perannya dalam menaklukkan Yerussalem menjadi awal mula gelar Salahuddin al Ayyubi, yaitu Sultan al-Malik al-Nashir atau Raja Sang Penakluk. Peristiwa ini tepatnya terjadi pada tanggal 4 Juli 1187.

Salahudin muncul sebagai salah satu pahlawan yang sangat mengagumkan dalam sejarah Islam, terutama sepanjang abad ke-6 dan ke-7 Hijriah.

Berkat jasanya di medan perang, umat serta peradaban Islam di masa itu bisa terselamatkan dari kehancuran yang diakibatkan oleh serangan kaum Salib.

Memenangkan Pertempuran di Hattin

Saat Pertempuran Hattin, pasukan Muslim yang dipimpin Salahudin berhasil mengalahkan tentara Salib yang melindungi Crusader Kingdom of Jerusalem atau Kerajaan Kristen Yerussalem.

Pertempuran yang berlokasi di Lembah Hattin tersebut membuahkan prestasi yang cukup fenomenal bagi Salahudin al Ayubi.

Bahkan kisahnya dalam pertempuran ini telah diadaptasi menjadi sebuah film yang berjudul “Kingdom of Heaven” pada tahun 2005.

Orlando Bloom, Liam Neeson, dan Evan Green merupakan beberapa aktor yang membintangi film yang disutradarai oleh Ridley Scott tersebut. Sementara tokoh Salahudin dalam film tersebut dibintangi oleh aktor asal Suriah Ghassan Massoud.

Strategi Salahudin dalam pertempuran tersebut diakui sebagai suatu strategi yang jenius sebab ia dapat mengalahkan Pasukan Salib yang lebih kuat saat itu.

Bahkan, hanya beberapa korban saja yang jatuh dari kalangan umat Islam. Sebagai informasi, berikut adalah sejumlah strategi Salahudin al Ayubi dalam mengalahkan Pasukan Salib.

Mengepung Benteng Kota

Gebrakan Salahudin yang pertama adalah dengan mengepung benteng kota Tiberius. Apa yang dilakukannya itu mampu membuat Pasukan Salib keluar dari benteng. Pasukan Salib yang ada di Kota Acre yang bersebelahan dengan laut akhirnya keluar dari bentengnya.

Akan tetapi, jalur yang mereka ambil untuk bebas dari kepungan kaum Muslim ternyata sudah diperkirakan oleh Salahudin sebelumnya.

Ia telah menguras hampir semua mata air yang ada di jalur tersebut sehingga pasukan Salib menderita haus dan dahaga di musim panas yang kering saat itu.

Melakukan ‘Gladi Resik’

Sebelum melakukan serangan, Salahudin telah mengajak pasukannya untuk melakukan ‘gladi resik’ beberapa bulan sebelumnya.

Hal ini membantu meningkatkan kecepatan manuver pasukannya, terutama saat berada di medan bebukitan.

Salahudin al Ayubi juga sudah menyiapkan logistik untuk pasukannya sehingga mereka menjadi lebih siap untuk menghadapi pertempuran.

Mereka juga menggunakan sejumlah kode sandi untuk menjaga kekompakan pasukan. Strategi ini kemudian berhasil mengarahkan Pasukan Salib ke titik kepung, yaitu di bukit Hattin.

Mengubah Kekurangan Menjadi Kekuatan

Memahami kekurangan atau kelemahan yang dimiliki menjadi salah satu strategi penting Salahudin al Ayubi dalam melawan Pasukan Salib.

Ia memahami bahwa kelemahan utama pasukannya adalah pada pertempuran jarak dekat yang disebabkan oleh ringannya peralatan dan baju perang yang digunakan oleh pasukan Muslim.

Selain itu, kuda yang mereka gunakan untuk berperang juga lebih kecil jika dibanding dengan kuda Pasukan Salib.

Menyadari hal tersebut, Salahudin menyusun strategi yang sanggup melemahkan lawannya terlebih dahulu dari jarak jauh sebelum melakukan serangan pamungkas dalam jarak dekat.

Peristiwa ini senada dengan kisah Nabi Daud ‘alahissalam yang diabadikan dalam penggalan Alquran Surah al-Baqarah ayat 249 berikut ini:

قَالَ ٱلَّذِينَ يَظُنُّونَ أَنَّهُم مُّلَٰقُوا۟ ٱللَّهِ كَم مِّن فِئَةٍ قَلِيلَةٍ غَلَبَتْ فِئَةً كَثِيرَةًۢ بِإِذْنِ ٱللَّهِ ۗ وَٱللَّهُ مَعَ ٱلصَّٰبِرِينَ

qālallażīna yaẓunnụna annahum mulāqullāhi kam min fi`ating qalīlatin galabat fi`atang kaṡīratam bi`iżnillāh, wallāhu ma’aṣ-ṣābirīn

Artinya:

Orang-orang yang meyakini bahwa mereka akan menemui Allah, berkata: “Berapa banyak terjadi golongan yang sedikit dapat mengalahkan golongan yang banyak dengan izin Allah. Dan Allah beserta orang-orang yang sabar”.

Meskipun memiliki kekurangan yang di atas kertas mengisyaratkan kemenangan bagi Pasukan Salib, Pasukan Muslim dapat memenangkannya dengan izin Allah Swt.

Mengirimkan Kavaleri Pasukan Khusus

Untuk melancarkan taktiknya, Salahudin al Ayubi mengirimkan kavaleri pasukan khusus yang dipimpin oleh Muzaffaruddin Gokbori. Pasukan tersebut berhasil memancing tentara Templars keluar dari perkemahan mereka.

Sementara itu, kedua skuadron kaveleri Dildirim al-Yaruki dan Qaymaz an-Najmi yang disembunyikan di dekat hutan mampu menjebak 400 infanteri dan 130 pasukan berkuda yang dipimpin oleh Gerard de Ridefort.

Serangan tersebut berhasil mengalahkan pasukan Salib secara telak di Sephorie pada Mei 1187 yang akhirnya juga melemahkan semangat mereka untuk bertempur.

Jilid Baru Perang Salahudin al Ayubi Melawan Pasukan Salib

Salahudi al Ayubi meneruskan perjuangannya melawan Pasukan Salib pada tahun 1180 Masehi. Karena tidak sanggup menghadapi kaum Muslim, Pasukan Salib pun terpaksa mengajukan permohonan damai.

Ia pun mengikuti permintaan tersebut hingga pada tahun 1186 Masehi, Pasukan Salib lah yang mengkhianati perdamaian tersebut dan kembali menyerang umat Islam.

Saat itu, Pasukan Salib menjadikan umat Islam yang hendak menunaikan ibadah haji sebagai sasaran penyerangan.

Pasukan Islam pun berhasil dikalahkan oleh tentara Salib pada pertempuran tersebut. Bahkan, mereka juga berhasil menjadikan banyak kaum Muslim sebagai tawanan.

Akan tetapi, Salahudin al Ayubi pun akhirnya berhasil merebut kembali kemenangan atas Bait al-Maqdis di Yerussalem pada 2 Oktober 1187 Masehi.

Hal ini kembali menggerakkan semangat kaum Kristen Eropa untuk kembali menaklukkan Bait al-Madqis. Sehingga pada tahun 1189 Masehi mereka membangun Perang Salib III.

Pasukan baru tersebut dipimpin oleh Kaisar Frederick Barbarosadari Jerman, Richard the Lionheart dari English, dan Philip Augustus dari Perancis.

Angkatan Perang Salib III tersebut sempat berhasil merebut Accon meskipun akhirnya mereka terpecah belah saat Philip Augustus berselisih dengan Richard. Faktor lain yang mendorong perpecahan tersebut adalah kematian Kaisar Barbarosa di tengah perjalanan.

Setelah itu, Richard bertemu dengan Salahudin al Ayubi dalam peperangan di Arsuf pada tahun 1191 Masehi. Sayangnya, peperangan tersebut dimenangkan oleh pihak Richard meski Bait al-Maqdis masih belum berhasil dikuasainya.

Saat itu lah dibuat perjanjian damai di antara keduanya pada 2 November 1192 di Ramlah. Salah satu isi perjanjiannya adalah Yerussalem tetap berada di bawah kekuasaan kaum Muslim dan umat Kristen tetap diizinkan untuk beribadah di tanah suci, yaitu Bait al-Maqdis.

Syiar Aswaja di Balik Keberhasilan Sultan Salahudin Al Ayubi

Sebagai seorang pemimpin, Sultan Salahudin bertindak dengan tenang dan penuh kehati-hatian. Seperti saat menginginkan kebebasan untuk Bait al-Maqdis di Palestina. Ketika itu, Salahudin tak terburu-buru mempersenjatai pasukannya dan langsung menyerang.

Ia justru mengawalinya dengan mempersatukan seluruh kaum Muslim dalam satu ikatan yang benar, yaitu akidah Ahlussunan was Jama’ah atau Aswaja.

Meskipun terdapat banyak faktor lain yang memengaruhi, tidak bisa dipungkiri bahwa kesatuan akidah tersebut lah yang menjadi faktor utama keberhasilan Salahudin dalam mengembalikan Bait al-Maqdis ke tangan umat Islam.

Sebab menurutnya, kesatuan akidah akan mendorong kesatuan hati di antara umat Islam. Dengan begitu, kekuatan dahsyat pun dapat tercipta dan membantu kaum Muslim untuk sulit dikalahkan.

Salah satu cara yang dilakukan untuk mewujudkan hal tersebut adalah dengan memerintahkan setiap muazin di wilayah kekuasaannya untuk mengumandangkan akidah Asy’ariyah setiap hari sebelum mengumandangkan azan Subuh.

Pandangan Imam As-Suyuti terhadap Sultan Salahudin

Imam as-Suyuthi menjelaskan dalam al-Wasa’il fi Musamarah al-Awa’il, bahwa Sultan Salahudin al Ayubi merupakan pengikut dua mazhab. Untuk masalah fikih, dia mengikuti mazhab Syafi’I, sedangkan perkara akidah, Sultan Salahudin menganut mazhab Asy’ari.

Bahkan disebutkan bahwa Sultan Salahudin mempunyai perhatian besar terhadap penyebaran akidah Asy’ariyah.

Hadiah Syekh Muhammad kepada Sultan Salahudin

Melihat hal tersebut, Syekh Muhammad bin Hibatillah al-Barmaki kemudian menyusun sebuah kitab yang diberi judul Hada ‘iq al-Fushul wa Jawahir al-Ushul dan berisi bait-bait nadham dalam ilmu akidah Aswaja.

Kitab tersebut lalu dihadiahkan oleh Syekh Muhammad kepada Sultan Salahudin al Ayubi. Tak lama berselang, Salahudin pun memerintahkan semua madrasah untuk menjadikan kitab tersebut sebagai salah satu bahan ajar.

Oleh karena itu, kitab karangan Syekh Muhammad tersebut kemudian dikenal dengan nama al-‘Aqidah ash-Shalahiyyah.

Berikut adalah salah satu contoh bait yang tertulis dalam kitab tersebut:

وصانعُ العالمِ لا يحـــويهِ ۞ قطرٌ تعالى اللهُ عـن تشبيهِ قد كانَ موجودًا ولا مكانَا ۞ وحكمهُ الآن على ماكـانَ سُبحانهُ جلّ عن المــــكانِ ۞ وعـزّ عن تغيُرِ الزمانِ فقد غَلا وزادَ في الغُــــلوِ ۞ مــن خصهُ بجهةِ العـلو

Artinya:

Sang Pencipta Alam tidak diliputi ۞ tempat, Allah Mahasuci dari penyerupaan terhadap makhluk Allah ada sebelum adanya tempat ۞ dan Dia sekarang tetap seperti sedia kala, ada tanpa tempat Mahasuci Allah dari tempat ۞ dan Dia Mahasuci dari peredaran masa Sungguh telah melampaui batas ۞ orang yang mengkhususkan-Nya di arah atas.

Awal Mula Diperingatinya Maulid Nabi Muhammad

Salahudin al Ayubi bukan hanya dikenal sebagai panglima perang yang berhasil merebut kembali Baitul Maqdis dari kaum Kristen, ia juga merupakan seseorang dibalik awal mula diperingatinya Maulid Nabi Muhammad saw.

Hari kelahiran Rasulullah saw. tersebut awal mulanya diperingati untuk membangkitkan semangat kaum Muslim yang saat itu tengah berjuang keras mempertahankan diri dari serangan Pasukan Salib Eropa.

Karena hal tersebut, umat Muslim kala itu kehilangan semangat persaudaraan dan perjuangannya di jalan Allah Swt.

Ide Salahudin untuk Menghidupkan Semangat Umat Islam

Sebagai solusi atas permasalahan tersebut, Salahudin al Ayubi muncul dengan idenya untuk menghidupkan kembali semangat umat Islam dengan cara meningkatkan kecintaan mereka terhadap Rasulullah.

Ia pun kemudian menghimbau agar seluruh umat Islam memperingati hari lahir Nabi Muhammad saw., yaitu12 Rabiul Awal kalender Hijriah, yang sebelumnya berlalu begitu saja setiap tahun.

Salahudin memnta persetujuan dari khalifah di Baghdad mengenai idenya tersebut dan ternyata disetujui.

Akhirnya, pada musim ibadah haji bulan Dzulhijjah tahun 579 Hijriah atau bertepatan dengan tahun 1183 Masehi, Salahudin meminta agar para jamaah saat itu kembali ke wilayah mereka masing-masing dengan membawa berita tersebut.

Berita yang menyatakan bahwa tanggal 12 Rabiul Awal di tahun 580 Hijriah adalah mulainya dirayakan Maulid Nabi Muhammad saw.

Oleh karena itu, umat Islam di mana pun berada dianjurkan untuk memperingatinya dengan melakukan kegiatan-kegiatan yang dapat membangkitkan semangat umat.

Pertentangan dari Sebagian Ulama

Meskipun telah diizinkan oleh an-Nashir selaku khalifah saat itu, Salahudin tetap mendapat tentangan dari sebagian ulama. Sebab, hal yang demikian tidak pernah diperingati sejak zaman Rasulullah.

Namun, Salahudin al Ayubi menegaskan bahwa peringatan Maulid Nabi hanyalah kegiatan untuk menyemarakkan syiar Islam.

Maulid nabi bukan suatu hal yang bersifat ritual. Jadi, perayaan tersebut bukanlah masuk ke dalam bid’ah yang terlarang.

Sayembara yang Dilakukan Salahudin

Salahudin mengadakan sebuah kegiatan untuk memperingati hari lahir Rasulullah. Salah satunya adalah sayembara penulisan riwayat Nabi Muhammad saw. Sayembara itu juga termasuk menulis pujian kepada Baginda Nabi saw. menggunakan bahasa yang indah.

Pada saat itu, Syekh Ja’far al-Barzanji menjadi juara pertama. Karyanya dikenal sampai sekarang dengan nama Kitab Berzanji dan tak jarang dibaca oleh masyarakat Muslim saat peringatan Maulid Nabi.

Peringatan Maulid Nabi tersebut pun akhirnya membuahkan hasil yang positif. Sebab kaum Muslim kembali bersemangat dan Salahudin pun berhasil menghimpun kekuatan untuk merebut kembali Masjidil Aqsa di Yerussalem sampai saat ini.

Kata Penutup

Berkat perannya dalam memperjuangkan Islam dari penjajahan Pasukan Salib, nama Salahudin dikenang oleh seluruh dunia sebagai sosok yang kuat dan perkasa.

Ia bukan hanya menjadi panglima perang yang berhasil mengembalikan Baitul Maqdis ke tangan kaum Muslim, tetapi juga seorang ulama dan pencentus peringatan Maulid Nabi Muhammad saw.

Akhirnya, dengan segala perannya tersebut, sudah sepatutnya kita sebagai umat Islam untuk mengenal dan mengenang sosok Salahudin al Ayubi sampai kapan pun.

Referensi:

https://islam.nu.or.id/post/read/118079/27-rajab-dan-syiar-aswaja-sultan-shalahuddin-al-ayyubi

https://islam.nu.or.id/post/read/8489/memperingati-maulid-nabi

https://www.stiqisykarima.ac.id/2020/08/07/biografi-shalahuddin-al-ayyubi/

Perang Salib, Tapak Tilas Perjuangan Shalahuddin Al-Ayyubi