Keutamaan Puasa Syawal, dari Pahala Berlimpah sampai Kesehatan

Bagi umat Islam, puasa Syawal tentunya bukan suatu hal yang asing, apalagi setelah waktu pelaksanannya berakhir, kemudian berlanjut dengan Hari Raya Idulfitri.

Anjuran untuk menjalankan puasa di bulan Syawal juga mengacu pada hadits sahih yang diriwayatkan oleh Imam Muslim.

Lalu, bagaimana hukum puasa sunah ini, cara melakukannya dengan benar, dan kapan waktu yang paling utama untuk menjalankannya?

Kali ini, Hasana.id akan menyajikan sejumlah informasi mengenai puasa Syawal untuk kamu yang masih bingung tentang hukum dan cara mengamalkannya.

Apa Pengertian Puasa Syawal dan Hukumnya bagi Umat Islam?

Sama seperti namanya, puasa ini merupakan amalan yang dijalankan oleh umat Islam di bulan Syawal atau tepatnya, setelah Hari Raya Idulfitri.

Hukum puasa ini sendiri adalah sunah bagi umat Islam yang tidak ada halangan dalam menunaikan puasa wajib.

Status puasa Syawal menjadi makruh apabila seseorang mempunyai kewajiban meng-qadha puasa Ramadhan karena meninggalkan puasa dengan alasan yang dibenarkan syariat.

Akan tetapi, untuk orang-orang yang tidak menunaikan puasa wajib karena kesengajaan maka hukum puasanya menjadi haram.

Oleh karena itu, kamu wajib mengganti puasa Ramadhan terlebih dahulu sebelum menunaikan puasa sunah Syawal.

Apa Keutamaan Puasa Syawal bagi Kaum Muslim?

Keutamaan puasa ini mengacu pada hadits riwayat Imam Muslim yang berbunyi sebagai berikut:

الدَّهْرِ كَصِيَامِ كَانَ شَوَّالٍ مِنْ بِسِتٍّ أَتْبَعُهُ ثُمَّ رَمَضَانَ صَامَ مَنْ

Artinya: “Barang siapa berpuasa Ramadhan, kemudian dilanjutkan dengan berpuasa enam hari pada bulan Syawal maka ia akan mendapat pahala seperti pahala berpuasa setahun penuh.”

Hadits tersebut menunjukkan bahwa berpuasa 6 hari pada bulan Syawal memiliki keutamaan yang besar. Puasa ini akan dibalas dengan pahala setara pahala berpuasa selama setahun.

Kamu bisa memahami hadis sahih tersebut dengan lebih baik dengan cara membacanya bersama riwayat lain.

Dalam hadits riwayat an-Nasa’I, dijelaskan bahwa pahala puasa Ramadhan sama dengan berpuasa 10 bulan.

Penjelasan tersebut senada dengan rumus populer dalam hadits Nabi yang menyebutkan bahwa pahala satu kebaikan akan dilipatgandakan 10 kali lipat.

Dengan pemahaman yang sama, maka pahala berpuasa enam hari di bulan Syawal dihitung sama dengan puasa 60 hari (dua bulan).

Dengan begitu, gabungan pahala puasa Ramadhan selama satu bulan dan enam hari pada bulan Syawal genap menjadi satu tahun.

Penjelasan Hadits Nabi tentang Pahala Puasa Syawal

Berikut pemahaman hadits riwayat Imam al-Nasa’i yang dijelaskan oleh Syekh Khatib al-Syarbini dalam Mughni al-Muhtaj:

Imam an-Nasa’i meriwayatkan hadits; pahala puasa bulan Ramadhan sebanding dengan berpuasa sepuluh bulan, pahala berpuasa enam hari Syawal sebanding dengan berpuasa dua bulan, maka yang demikian itu adalah puasa satu tahun. Maksudnya adalah seperti berpuasa wajib selama setahun sebab jika tidak demikian maka tidak terkhusus dengan Ramadhan dan enam hari Syawal sebab satu kebaikan dilipatgandakan pahalanya menjadi sepuluh kali lipat.”

Penjelasan mengenai keutamaan puasa Syawal juga disebutkan di banyak referensi lain, seperti dalam Tuhfah al-Muhtaj oleh Syaikh Ibnu Hajar al-Haitami.

“Yang dikehendaki adalah pahala puasa fardhlu, jika tidak demikian maka tidak ada makna pengkhususan bulan Syawal dalam hadits Nabi karena orang yang berpuasa beserta Ramadhan selama enam hari maka mendapat pahala puasa setahun seperti keterangan yang sudah ditetapkan, maka pahala puasa enam hari Syawal tidak dapat dianggap spesial, kecuali dengan penafsiran tersebut (sebanding dengan pahala puasa fardhu dua bulan).” (Syaikh Ibu Hajar al-Haitami, Tufhah al-Muhtaj Juz 3, halaman 456)

Bisa kamu lihat bahwa keistimewaan puasa sunah Syawal ada karena umat Islam menjalankan puasa wajib pada bulan Ramadhan.

Jika tidak dipahami dengan cara demikian, puasa sunah Syawal bukanlah amalan yang dianggap spesial.

Dalam Al-Bayan fi Madzhab al-Imam al-Syafi’i oleh Syekh al-‘Umrani, diungkapkan juga perhitungan matematika terkait keutamaan puasa wajib yang diikuti dengan puasa Syawal.

“Para pengikut kami berkata: yang demikian ini benar dalam hitungan matematika sebab satu kebaikan dilipatgandakan menjadi sepuluh kali. Puasa Ramadhan sebanding dengan puasa selama 300 hari (sepuluh bulan). Maka bila seseorang berpuasa enam hari setelahnya, sebanding dengan berpuasa 60 hari (dua bulan). Demikian ini adalah hitungan hari selama setahun.” (Syaikh al-Umrani, Al-Bayan fi Madzhab al-Imam al-Syafi’i Juz 3, halaman 548)

Konteks keutamaan puasa sunah Syawal inilah yang wajib dipahami agar umat Islam mengerti perbedaan amalan ini dengan puasa lainnya. Wallahu a’lam.

Kapan Waktu yang Tepat untuk Menjalankan Puasa Syawal?

Setelah bulan Ramadhan usai, datanglah Hari Raya Idulfitri yang disambut dengan penuh kegembiraan oleh umat Islam.

Tak cukup sampai di situ, bulan Syawal pun memberi kesempatan sekali lagi kepada umat Islam untuk mengumpulkan pahala sebanyak mungkin.

Kamu tentu menyadari bahwa ibadah yang dilakukan selama bulan Ramadhan dapat membuat umat Islam terbiasa melakukan kebajikan.

Momentum ini diharapkan untuk bisa dipertahankan pada bulan-bulan berikutnya.

Sebagai motivasi, seseorang yang merasa setiap hari seperti bulan Ramadhan bahkan dianggap sangat beruntung.

Salah satu cara untuk mempertahankan momentum Lebaran adalah dengan menjalankan puasa Syawal.

Agama menganjurkan puasa sunah ini dimulai setelah jeda satu hari dari tanggal 1 Syawal. Jadi, kamu tidak boleh langsung memulai puasa tersebut tepat di Hari Raya Idulfitri.

Idealnya, waktu puasa Syawal adalah enam hari persis setelah Lebaran, yakni sejak tanggal 2 sampai tanggal 7 Syawal.

Akan tetapi, jika kamu mengamalkan puasa sunah ini di luar tanggal tersebut atau secara tidak berurutan, hal itu juga diperbolehkan.

Dengan kata lain, kamu tetap mendapat keutaman dari puasa tersebut, yaitu seperti menjalankan puasa wajib selama setahun penuh.

Puasa Syawal dan Puasa Rawatib

Puasa sunah Syawal berbeda dengan puasa rawatib yang sudah diatur berdasarkan waktunya. Misalnya adalah puasa Tarwiyah dan Arafah yang ditunaikan dua hari sebelum Iduladha.

Kamu bisa mengamalkan puasa sunah Syawal setiap hari Senin dan Kamis pada bulan tersebut atau pada tanggal 13, 14, dan 15 Syawal.

Kalaupun kamu berniat untuk menjalankan puasa Senin-Kamis, keutamaan yang didapatkan sama dengan puasa sunah Syawal, selama masih berada di bulan Syawal.

Hal yang sama juga berlaku jika kamu ingin melaksanakan puasa sunah ini seperti puasa bidh pada setiap bulan Hijriah.

Dasar dari urain tersebut dapat kamu temukan dalam Qutul Habibil Gharib, Tausyih alâ Ibni Qasim oleh Syekh Muhammad Nawawi al-Bantani. Berikut kutipannya.

“Salah satu puasa tahunan adalah (puasa enam hari pada bulan Syawal), sekalipun orang itu tidak mengetahuinya, menapikannya, atau melakukan puasa nazar, puasa sunah lainnya, puasa qadha Ramadhan, atau lainnya (pada bulan Syawal). Namun, kalau ia melakukan puasa Ramadhan pada bulan Syawal dan ia sengaja menunda enam hari puasa hingga Syawal berlalu, maka ia tidak mendapat keutamaan sunah Syawal sehingga ia berpuasa sunah Syawalpada Dzulqa’dah.” (Syaikh Muhammad Nawawi al-Bantani, Qutul Habibil Gharib Tausyih alâ Ibni Qasim, Darul Fikr, Beirut, 1996 M/1417 H, halaman 117)

Keterangan-keterangan ini makin memperjelas keutamaan puasa sunah Syawal dan betapa mudahnya menjalankan amalan tersebut agar mendapat pahala berlimpah.

Bagaimana Niat Puasa Syawal yang Benar?

Meskipun hampir setiap tahun datang kesempatan untuk menjalankan sunah ini seusai puasa Ramadhan, tak jarang orang lupa bagaimana melafalkan niatnya.

Padahal, setelah mengetahui keutamaan ibadah puasa sunah ini, kamu tentu tidak ingin melewatkannya.

Di sini, Hasana.id akan membantumu mengingat lafal niat puasa Syawal agar kamu bisa segera memulainya seusai Lebaran.

Nawaitu shauma ghadin ‘an adâ’i sunnatis Syawwâli lillâhi ta’âlâ.

Artinya: Aku berniat puasa sunah Syawal esok hari karena Allah Ta’ala.

Memang, masih terdapat pro dan kontra terkait bagaimana sebaiknya niat puasa sunah tersebut dilakukan.

Meski demikian, kamu bisa tetap melafalkan niat di atas untuk memantapkan hati dalam menjalankan amalan ini.

Berbeda dengan niat untuk menjalankan puasa wajib, kamu diperbolehkan untuk berniat puasa sunah sejak berkehendak.

Jadi, jika kamu mendadak ingin berpuasa Syawal pada pagi hari, kamu diperbolehkan melafalkan niat, kemudian menjalankan puasanya saat itu juga.

Bahkan, kamu juga bisa berniat pada siang hari selama belum melakukan hal-hal yang dapat membatalkan puasa sejak Subuh, misalnya minum, makan, dan lainnya.

Akan tetapi, untukmengamalkan puasa sunah Syawal yang mendadak pada siang atau pagi hari, terdapat sedikit perbedaan pada niatnya.

Kamu bisa melafalkan niat berikut ini.

Nawaitu shauma hâdzal yaumi ‘an adâ’i sunnatis Syawwâli lillâhi ta’âlâ.

Artinya: Aku berniat puasa sunah Syawal hari ini karena Allah Ta’ala.

Ya, niat memang menjadi bagian penting dalam menjalankan puasa atau pun ibadah lainnya.

Hal ini tidak terlepas dari hadis sahih yang menyebutkan bahwa segala sesuatu sangat bergantung pada niatnya.

Begitu pula dengan berpuasa, kamu juga harus mengucapkan niat dan menyatakan maksudnya di dalam hati.

Ta’yin pada Puasa Sunah Syawal

Dalam hal puasa Syawal, para ulama mempunyai dua pandangan berbeda terkait ta’yin.

Sebagian dari mereka menganggap bahwa seseorang wajib mengingat “puasa sunah Syawal” ketika berniat di dalam hati.

Sementara itu, sebagian ulama lainnya percaya bahwa ta’yin tidaklah wajib. Berikut penjelasan Syekh Ibnu Hajar Al-Haitami terkait hal ini.

“Perkataan ‘Tetapi mencari …’ merupakan ungkapan yang digunakan di Mughni, Nihaya, dan Ana. Apabila ditanya, Imam an-Nawawi berkata di Al-Majmu’, ‘Ini yang disebutkan secara mutlak oleh ulama Syafi’iyyah. Semestinya diisyaratkan ta’yin (penyebutan nama puasa di dalam niat) dalam puasa rawatib seperti puasa ‘Arafah, puasa Asyura, puasa bidh (13, 14, 15 setiap bulan Hijriah), dan puasa enam hari Syawalseperti ta’yin dalam shalat rawatib.’. Jawabnya, puasa pada hari-hari tersebut sudah diatur berdasarkan waktunya. Namun, kalau seseorang berniat puasa lain di waktu-waktu tersebut, maka ia telah mendapat keutamaan sunah puasa rawatib tersebut. Hal ini serupa dengan shalat Tahiyyatul Masjid karena tujuan karena tujuan dari perintah puasa rawatib itu adalah pelaksanaan puasanya itu sendiri, terlepas apa pun niat puasanya. Guru kami menambahkan, di sinilah bedanya puasa rawatib dan sembahyang rawatib.” (Syaikh Ibnu Hajar al-Haitami, Tuhfatul Muhtaj fi Syarhil Minhaj)

Apakah Boleh Meng-qadha Puasa Bersama dengan Puasa Syawal?

Sebagian orang, terutama kaum wanita, tak jarang harus meng-qadha puasa di lain waktu karena ada halangan selama menjalani puasa wajib Ramadhan.

Lalu, bagaimana hukumnya bagi orang-orang yang ingin menunaikan qadha puasa sekaligus berniat puasa sunah Syawal? Singkatnya, hal tersebut diperbolehkan.

Mereka yang meng-qadha atau menjalankan nadzar puasanya di bulan Syawal juga akan menerima keutamaan yang sama dengan orang yang hanya mengamalkan puasa Syawal.

Bahkan, terdapat keterangan lain mengenai hal ini yang didapatkan dari kitab-kitab turats, seperti Nihayatuz Zain yang ditulis oleh Syekh Nawawi al-Bantani.

Dalam kitab tersebut, disebutkan bahwa seseorang yang tidak dapat mengamalkan puasa ini di bulan Syawal dianjurkan menggantinya di bulan berikutnya.

Ada pula penjelasan lain yang diriwayatkan oleh Al-Khatib As-Syarbini.

Dikatakan bahwa orang yang menjalankan puasa wajib pada bulan Syawal karena berhalangan pada bulan Ramadhan akan memperoleh keutamaan puasa Syawal.

Hanya saja, untuk yang seperti itu, pahalanya mungkin tidak sebesar yang disebutkan dalam hadits.

Dalam Tuhfatul Muhtaj fi Syarhil Minhaj, Syekh Ibu Hajar al-Haitami juga menjelaskan mengenai hal ini.

Beliau menyatakan bahwa keutamaan puasa sunah Syawal tetap akan diperoleh oleh siapa pun yang berpuasa pada bulan tersebut, terlepas dari niat puasanya.

Apakah Boleh Mendadak Berbuka saat Puasa Syawal?

Mengingat keutamaan puasa Syawal seperti sudah saya sebutkan di atas, tentu rasanya sangat sayang untuk mendadak berbuka secara sengaja sebelum Maghrib.

Namun, dalam beberapa keadaan, membatalkan puasa dengan berbuka sebelum Maghrib malah lebih dianjurkan, seperti ketika bertamu atau untuk menghormati tamu.

Bahkan, Nabi Muhammad saw. sendiri pernah menegur sahabatnya ketika ia disuguhi makanan, tetapi menolaknya dengan alasan sedang berpuasa.

Pada saat itu, Rasulullah saw. pun meminta sabahat tersebut untuk membatalkan puasanya dan menggantinya pada lain hari. Hadits ini diriwayatkan oleh ad-Daruquthni dan al-Baihaqi.

Terkait hal ini, para ulama pun akhirnya membuat rumusan mengenai hukum membatalkan puasa ketika mengunjungi rumah orang lain.

Apabila tuan rumah merasa keberatan dengan puasa sunah yang ditunaikan tamunya, sunah hukumnya untuk membatalkan puasa demi menyenangkan hati sang tuan rumah tersebut.

Seperti dalam I’anatut Thalibin karya Abu Bakar bin Syatha ad-Dimyathi, pada kondisi demikian, pahala membatalkan puasa akan lebih utama daripada melanjutkan berpuasa.

Dengan kata lain, jika tidak ada indikasi kuat puasa tersebut mengganggu perasaan orang lain atau mengakibatkan masalah, kamu bisa menuntaskannya sampai Maghrib.

Namun, apabila keadannya adalah sebaliknya, kamu diperbolehkan membatalkan puasa Syawal karena amalan tersebut masih bisa dijalankan pada hari lain.

Benarkah Puasa Syawal Menandakan Makbulnya Puasa Ramadhan?

Bagaimana hubungan puasa sunah Syawal dengan penanda diterimanya puasa wajib selama Ramadhan?

Menurut Ibnu Rajab, ada beberapa faedah menunaikan puasa sunah Syawal dan salah satunya adalah indikasi diterimanya puasa selama Ramadhan.

Beliau menggunakan logika sederhana untuk meneguhkan pendapatnya tersebut.

Jika Allah Swt. menerima amal kebjikan dari umat-Nya, Allah Swt. akan memberikan taufik serta hidayah bagi hamba-Nya tersebut untuk melakukan kebajikan lain.

Dalam hal ini, menunaikan ibadah puasa wajib selama Ramadhan merupakan suatu kebajikan, sedangkan mengamalkan puasa setelahnya bisa disebut sebagai kebajikan lain.

“Salah satu faedah puasa enam hari di bulan Syawal adalah bahwa kembali menjalankan puasa (puasa enam hari di bulan Syawal, pent.) setelah puasa Ramadahan adalah menjadi salah satu penanda diterimanya ibadah puasa Ramadhan karena sesungguhnya apabila Allah menerima amal kebajikan seorang hamba, maka ia akan memberikan taufik kepadanya untuk menjalankan amal kebajikan setelahnya.”(Ibnu Rajab al-Hanbali, Lathaiful Ma’arif fi Ma li Mawasimil ‘Am wal Wazha‘if, Darul Hadits, Kairo, 1426 H/2005 M, halaman 301)

Dari penjelasan tersebut, dapat disimpulkan bahwa menjalankan puasa enam hari selama bulan Syawal bisa disebut sebagai penanda puasa Ramadhan kamu diterima oleh Allah Swt.

Pandangan ini senada dengan pendapat para ulama lainnya bahwa ganjaran kebaikan adalah kebaikan lain yang terjadi setelahnya.

Sebaliknya, jika kamu baru saja melakukan amal kebajikan, tetapi lalu melakukan keburukan, bisa jadi itu merupakan tanda bahwa hal baik yang dilakukan tidak diterima di sisi-Nya.

“Hal ini sebagaimana dikemukakan oleh sebagian ulama, ‘Ganjaran kebajikan adalah kebajikan setelahnya’ sehingga barangsiapa yang menjalankan kebajikan kemudian mengiringinya dengan kebajikan yang lain, maka hal itu menjadi salah satu penanda penerimaan kebajikan sebelumnya. Demikian pula orang yang melakukan kebajikan kemudian mengiringinya dengan kejelekan, maka hal itu menjadi salah satu penanda penolakan kebajikan yang ia lakukan dan tidak diterimnya (di sisi Allah, pent),” (Lihat Ibnu Rajab Al-Hanbali, Lathaiful Ma’arif fi Ma li Mawasimil ‘Am wal Wazha`if, halaman 301).

Apakah Menunaikan Puasa Syawal Langsung Setelah Lebaran Berbahaya untuk Kesehatan?

Jawaban untuk pertanyaan di atas adalah tentu tidak.

Justru, menjalankan puasa sunah ini setelah merayakan Idulfitri dapat membantu memperbaiki kondisi badan yang rentan terhadap penyakit.

Seperti diketahui, tak jarang, meja makan di setiap rumah umat muslim di Indonesia dipenuhi oleh makanan sarat lemak dan glukosa pada hari Lebaran.

Untuk mengatasi hal ini, dokter ahli penyakit dalam dari FKUI-RSCM, dr. H. Ari Fahrial Syam, justru menganjurkan untuk mengamalkan puasa Syawal.

Dengan menjalankan puasa sunah ini, kamu bisa memperbaiki keadaan tubuh yang kelelahan setelah bersilaturahmi dan memperbaiki pola makan yang tidak baik selama lebaran.

Ketika menunaikan puasa sunah Syawal, sistem tubuh akan kembali diistirahatkan sehingga metabolisme akan diperbaiki dan kondisi tubuh pun dapat kembali stabil.

Dokter H. Ari Fahrial uga menjelaskan bahwa masyarakat pada umumnya mengalami berbagai masalah kesehatan setelah lebaran akibat pola makan yang tidak baik.

Gangguan kesehatan tersebut di antaranya asam urat, diabetes, hipertensi, stroke, dan kolesterol.

Agar lebih menyehatkan, kamu tidak boleh lupa untuk memperbanyak konsumsi buah, sayuran, dan air putih pada saat mengamalkan puasa sunah Syawal.

Jadi, selain mendapatkan pahala yang berlimpah, menunaikan puasa sunah Syawal juga dapat membantu kamu memperbaiki kondisi tubuh agar tetap sehat setelah Lebaran.

Tradisi Masyarakat Indonesia Merayakan Bulan Syawal

Selain dengan menunaikan ibadah wajib dan sunah seputar perayaan Idulfitri, masyarakat di Indonesia juga mempunyai tradisi-tradisi unik pada bulan Syawal.

Sebagai contoh, di Jawa, kamu bisa menemukan tradisi yang disebut “Lebaran Ketuupat”. Tahukah kamu bahwa tradisi ini berkaitan dengan puasa sunah Syawal?

“Lebaran Ketupat” yang dikenal masyarakat Jawa jatuh pada tanggal 8 Syawal (satu pekan setelah Lebaran) dan merupakan “hari raya” bagi orang yang menjalankan puasa Syawal.

Bukan hanya tradisi yang berkaitan dengan ketupat saja, beberapa daerah juga menggelar festival perahu dan rekreasi pantai untuk merayakan Lebaran.

Banyak juga umat Islam yang merayakan Idulfitri dengan berziarah ke makam para wali yang menyebarkan ajaran Islam.

Contohnya, di Kabupaten Kendal, diadakan agenda wisata untuk mengunjungi makam Kiai Guru, Kiai Mustofa, Wali Sya’fak, dan Sunan Katong.

Kegiatan-kegiatan ini menjadi bukti bagaimana kreatifnya para wali zaman dahulu dalam menyebarkan Islam di Indonesia.

Mereka menggunakan pendekatan budaya ketika membawa syariat Islam yang rumit kepada masyarakat Indonesia ketika itu agar lebih mudah dipahami dan diterima.

Tradisi halal bi halal juga sangat khas Indonesia karena tidak ada negara Islam lain di luar sana yang memiliki tradisi di bulan Syawal yang seperti ini.

Namun, yang tak boleh kamu lupakan adalah untuk tetap mengamalkan puasa Syawal jika tidak berhalangan.

Penutup

Ulasan Hasana.id di atas semoga membuat kamu makin bersemangat untuk mengamalkan puasa sunah ini setelah bulan Ramadhan usai.

Semoga kita semua dapat menikmati keutamaan puasa Syawal setelah menjalankan puasa wajib pada bulan Ramadhan yang akan datang dan termasuk orang-orang yang beruntung.

Referensi:

https://islam.nu.or.id/