Puasa Ramadhan: Niat, Doa Berbuka, DLL [LENGKAP]

Puasa Ramadhan merupakan bagian dari rukun Islam. Ibadah ini telah menjadi ijma’ dan dipraktikkan oleh seluruh umat Islam.

Bahkan semarak bulan Ramadhan juga pasti dirasakan oleh orang-orang yang tidak beragama Islam.

Nah, kali ini hasana.id akan membahas beberapa poin penting yang berkaitan dengan puasa ramadhan dan hal-hal lain seputarnya.

Puasa dalam ilmu fikih disebut dengan istilah الصوم atau الصيام , kedua kata tersebut berakar dari صام-يصوم yang secara bahasa mengandung pengertian الإمساك yaitu menahan dari dari segala sesuatu.

Sebagaimana kata الصوم yang terdapat di dalam surah Maryam ayat 26.

Adapun dalam terminologi fikih, الصوم atau puasa artinya adalah الإمساك عن المفطر على وجه مصوص

Artinya, menahan diri dari sesuatu yang dapat membatalkan puasa dengan ketentuan-ketentuan tertentu [1].

puasa ramadhan hukumnya

Puasa Ramadhan Bulan Mulia dan Terbaik

Penamaan رمضان didasarkan pada akr kata رمض yang bermakna panas. Karena bulan tersebut biasanya terjatuh pada saat suasana dan suhu sedang bertambah panas.

Meskipun demikian, ramadhan merupakan bulan yang terbaik diantara sebelas bulan lainya.

Ramadhan ialah bulan yang identik dengan penambahan amal baik, bertobat, memperbaiki, serta mendekatkan diri kepada Allah Swt.

Keutamaan Bulan Ramadhan

Keutamaan yang paling agung yang dimiliki oleh bulan Ramadhan adalah sebagai bulan diturunkannya Al-Qur’an. Hal ini secara tegas telah dinyatakan dalam surah Al Baqarah.

Keterikatannya sebagai waktu turunnya Al-Qur’an saja sudah cukup untuk mengambarkan keutamaan yang ia miliki dibandingkan bulan-bulan lainnya. Allah Swt berfirman:

شَهۡرُ رَمَضَانَ ٱلَّذِيٓ أُنزِلَ فِيهِ ٱلۡقُرۡءَانُ هُدٗى لِّلنَّاسِ وَبَيِّنَٰتٖ مِّنَ ٱلۡهُدَىٰ وَٱلۡفُرۡقَانِۚ فَمَن شَهِدَ مِنكُمُ ٱلشَّهۡرَ فَلۡيَصُمۡهُۖ وَمَن كَانَ مَرِيضًا أَوۡ عَلَىٰ سَفَرٖ فَعِدَّةٞ مِّنۡ أَيَّامٍ أُخَرَۗ يُرِيدُ ٱللَّهُ بِكُمُ ٱلۡيُسۡرَ وَلَا يُرِيدُ بِكُمُ ٱلۡعُسۡرَ وَلِتُكۡمِلُواْ ٱلۡعِدَّةَ وَلِتُكَبِّرُواْ ٱللَّهَ عَلَىٰ مَا هَدَىٰكُمۡ وَلَعَلَّكُمۡ تَشۡكُرُونَ

Artinya:

“(Beberapa hari yang ditentukan itu ialah) bulan Ramadhan,

bulan yang di dalamnya diturunkan (permulaan) Al-Qur’an sebagai petunjuk bagi manusia dan penjelasan-penjelasan mengenai petunjuk itu dan pembeda (antara yang hak dan yang bathil).

Karena itu, barangsiapa di antara kamu hadir (di negeri tempat tinggalnya) di bulan itu, maka hendaklah ia berpuasa pada bulan itu, dan barangsiapa sakit atau dalam perjalanan (lalu ia berbuka),

maka (wajiblah baginya berpuasa), sebanyak hari yang ditinggalkannya itu, pada hari-hari yang lain. Allah menghendaki kemudahan bagimu, dan tidak menghendaki kesukaran bagimu.

Dan hendaklah kamu mencukupkan bilangannya dan hendaklah kamu mengagungkan Allah atas petunjuk-Nya yang diberikan kepadamu, supaya kamu bersyukur.”

Bulan Ramadhan memiliki banyak sekali keistimewaan lainnya, diantaranya adalah ia merupakan bulan dimana dibukanya pintu-pintu surga dan ditutupnya pintu-pintu neraka. Sebagaimana disebutkan di dalam hadis:

إذَا دَخَلَ شَهْرُ رَمَضَانَ فُتِّحَتْ أَبْوَابُ السَّمَاءِ وَغُلِّقَتْ أَبْوَابُ جَهَنَّمَ وَسُلْسِلَتْ الشَّيَاطِينُ

“Apabila bulan Ramadhan datang, maka pintu-pintu langit dibuka, sedangkan pintu-pintu jahannam ditutup dan syaitan-syaitan dibelenggu.” (Hadits Riwayat Al-Bukhari nomor 1899)

puasa ramadhan dikerjakan selama

5 Keutamaan Bulan Ramadhan

Dalam hadis yang lain disebutkan bahwa ada lima hal di dalam bulan Ramadhan yang menjadi keistimewaan umat Nabi Muhammad shalallahu ‘alaihi wasallam dan tidak dimiliki oleh umat-umat sebelumnya.

Kelima keistimewaan tersebut dijelaskan dalam hadis berikut ini:

أُعْطِيَتْ أُمَّتِي خمسَ خِصَالٍ في رَمَضَانَ لَمْ تُعْطَهُنَّ أمَّةٌ من الأُمَمِ قَبْلَهاَ خُلُوْفُ فَمِ الصَّائِمِ أَطْيَبُ عِنْدَ اللهِ مِنْ رِيْحِ اْلمِسْكِ وَتَسْتَغْفرُ لَهُمْ اْلمَلاَئِكَةُ حَتىَّ يُفْطِرُوْا وَتُصَفَّدُ فِيْهِ مَرَدَّةُ الشَّياَطِيْنِ ، وَلاَ يُخْلِصُوْنَ فِيْهِ إِلَى مَا كاَنُوْا يُخْلِصُوْنَ فِي غَيْرِه وَيُزَيِّنُ اللهُ لَهُمْ كُلَّ يَوْمٍ جَنَّتَهُ، ثُمَّ يَقُوْلُ : يُوْشِكُ عِبَادِيْ الصَّائِمُوْنَ أَنْ يُلْقُوْا عَنْهُمْ الْمَئُونَةَ وَاْلأَذَى وَيَصِيْرُوْنَ إِلَيْكَ. وَيَغْفِرُ لَهُمْ فِيْ آخِرِ لَيْلَةٍ ، قِيْلَ : يَا رَسُوْلَ اللهِ : اَهِيَ لَيْلَةُ اْلقَدَرِ ؟ ، قَالَ : لاَ ، وَلَكِنَّ  الْعَامِلَ إِنَّمَا يُوَفَّى أَجْرُهُ إِذَا قَضَى عَمَلَهُ

Hadis tentang lima keutamaan yang diperoleh oleh umat Nabi Muhammad saw dalam bulan Ramadhan tersebut diriwayatkan oleh imam Ahmad, al-Bazzar dan al-Baihaqi, semuanya dari jalur Abi Hurairah.

Berdasarkan penjelasan Rasulullah shalallahu’alaihi wasallam dalam hadis tersebut, lima keutamaan yang diperoleh oleh umat Islam selama bulan Ramadhan adalah:

  • Bau mulut mereka yang berpuasa di hadapan Allah kelak akan lebih harum daripada minyak misk,
  • orang-orang yang berpuasa dimintakan ampunan oleh para malaikat sampai mereka berbuka,
  • para setan dibelenggu sehingga mereka tidak bisa berkeliaran seperti pada bulan-bulan yang lain,
  • setiap hari di bulan Ramadhan Allah Swt memperindah surga kepada orang-orang yang berpuasa, dan
  • orang-orang yang berpuasa akan memperoleh ampunan pada setiap akhir malam. Bahkan, ampunan tidak hanya dikhususkan pada malam lailatul qadar saja. [2]

Keutamaan Lainnya dari Puasa Ramadhan

Berbagai keutamaan yang cukup banyak yang dimiliki oleh bulan Ramadhan bahkan dijadikan dalam kitab-kitab khusus yang membahas berbagai riwayat dari Rasulullah dan para sahabat.

Di antaranya adalah kitab Fadhail Ramadhan yang ditulis oleh Ibn Abi al-Dunya seorang ahli hadis yang hidup pada abad ketiga hijriyah.

Beliau di dalamnya memuat lebih dari enam puluh riwayat yang berbicara tentang keutamaan bulan Ramadhan. [3]

Ulama hadis lainnya yang menulis kitab serupa adalah al-Hafizh Ibn Syahin, seorang ahli hadis yang hidup pada abad empat hijriyah. Beliau menulis kitab Fadhail Syahr Ramadhan.

Dalam kitab tersebut beliau menyebutkan lebih dari tiga puluh riwayat yang berkaitan dengan keistimewaan bulan Ramadhan. [4]

Dalil-Dalil tentang Puasa Ramadhan

Kewajiban puasa ramadhan adalah sesuatu yang disepakati oleh seluruh umat Islam, keterangan tentang kewajiban puasa Ramadhan disampaikan secara tegas dalam ayat Al-Qur’an dan hadis. Allah Swt. berfirman:

يَٰٓأَيُّهَا ٱلَّذِينَ ءَامَنُواْ كُتِبَ عَلَيۡكُمُ ٱلصِّيَامُ كَمَا كُتِبَ عَلَى ٱلَّذِينَ مِن قَبۡلِكُمۡ لَعَلَّكُمۡ تَتَّقُونَ

Artinya:

“Hai orang-orang yang beriman, diwajibkan atas kamu berpuasa sebagaimana diwajibkan atas orang-orang sebelum kamu agar kamu bertakwa.”

Perintah berpuasa dalam ayat ini kemudian diperjelas oleh keterangan bulan ramadhan yang disebutkan dalam dua ayat di depannya.

Rasulullah saw. juga secara tegas menyebutkan bahwasanya puasa Ramadhan merupakan salah satu pondasi dasar atau rukun Islam.

Dalam sebuah hadis disebutkan bahwa Rasulullah saw pernah bersabda:

بُنِيَ الْإِسْلَامُ عَلَى خَمْسٍ شَهَادَةِ أَنْ لَا إِلَهَ إِلَّا اللَّهُ وَأَنَّ مُحَمَّدًا رَسُولُ اللَّهِ وَإِقَامِ الصَّلَاةِ وَإِيتَاءِ الزَّكَاةِ وَالْحَجِّ وَصَوْمِ رَمَضَانَ

“Islam dibangun diatas lima (landasan); persaksian tidak ada ilah selain Allah dan sesungguhnya Muhammad utusan Allah, mendirikan shalat, menunaikan zakat, haji dan puasa Ramadhan”. (Hadis Riwayat Imam Bukhari no.7)

Keterangan tentang kewajiban puasa ramadhan yang begitu tegas membuat hukum tersebut termasuk salah satu ijma’ atau kesepakatan seluruh umat Islam.

Dengan kata lain, barangsiapa yang menolak hukum tersebut, ia dihukumi telah kafir.

Kewajiban dan Anjuran untuk Muslimin dalam Bulan Ramadhan

Kewajiban pokok yang harus dilakukan oleh seorang muslim di dalam bulan Ramadhan adalah menjalankan ibadah puasa.

Selain menjalankan puasa ramadhan, seorang muslim juga dianjurkan untuk menjadikan bulan suci sebagai momen untuk memperbanyak ibadah-ibadah sunah.

Karena ibadah-ibadah yang dilakukan pada bulan Ramadhan akan dilipatgandakan balasannya oleh Allah Swt.

Di antara amalan yang dianjurkan untuk diperbanyak dalam bulan Ramadhan adalah bersedekah. Di dalam sebuah hadis disebutkan:

كَانَ النَّبِيُّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ أَجْوَدَ النَّاسِ بِالْخَيْرِ وَكَانَ أَجْوَدُ مَا يَكُونُ فِي رَمَضَانَ حِينَ يَلْقَاهُ جِبْرِيلُ وَكَانَ جِبْرِيلُ عَلَيْهِ السَّلَام يَلْقَاهُ كُلَّ لَيْلَةٍ فِي رَمَضَانَ حَتَّى يَنْسَلِخَ يَعْرِضُ عَلَيْهِ النَّبِيُّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ الْقُرْآنَ فَإِذَا لَقِيَهُ جِبْرِيلُ عَلَيْهِ السَّلَام كَانَ أَجْوَدَ بِالْخَيْرِ مِنْ الرِّيحِ الْمُرْسَلَةِ

Artinya:

“Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam adalah orang yang paling lembut (dermawan) dalam segala kebaikan. Dan kelembutan Beliau yang paling baik adalah saat bulan Ramadhan ketika Jibril alaihissalam datang menemui Beliau.

Dan Jibril Alaihissalam datang menemui Beliau pada setiap malam di bulan Ramadhan (untuk membacakan Al-Qur’an) hingga Al-Qur’an selesai dibacakan untuk Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam.

Apabila Jibril Alaihissalam datang menemui Beliau, maka Beliau adalah orang yang paling lembut dalam segala kebaikan melebihi lembutnya angin yang berhembus”. (Hadis Riwayat Imam Bukhari no.1769/1902)

Keterangan di atas menyebutkan bahwa Rasulullah adalah sosok yang sangat dermawan, lembut dan  baik pada setiap waktu.

Akan tetapi, khusus dalam bulan Ramadhan, maka kebaikan dan kedermawanan beliau bertambah dari waktu-waktu biasanya.

Hal ini sekaligus menunjukkan rasulullah saw memperbanyak sedekah dalam bulan Ramadhan dibandingkan bulan-bulan lainnya.

Ibn Hajar al-‘Asqalany menerjemahkan kata أَجْوَدَ dalam hadis di atas artinya adalah memberikan kebaikan kepada orang lain.

Ramadhan adalah momentum melakukan kebaikan karena pada bulan tersebut Allah menambah nikmatnya kepada manusia, hal ini kemudian diimbangi oleh dengan memperbanyak ibadah dalam bulan tersebut. [5]

Melakukan Amalan Tambahan

Amalan lain yang perlu ditingkatkan di dalam bulan puasa adalah interaksi dengan Al-Qur’an, baik membacanya maupun mempelajari isi kandungannya.

Hal ini didasarkan pada fakta bahwa Ramadhan adalah bulan yang sangat identik dengan Al-Qur’an.

Pada Ramadhan Al-Qur’an pertama kali diturunkan sebagaimana disebutkan dalam ayat di atas.

Selain itu Ramadhan juga merupakan momentum di mana jibril selalu mendatangi Nabi Muhammad saw untuk memeriksa bacaan Al-Qur’an Rasulullah saw, sebagaimana disebutkan di dalam hadis berikut ini:

عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ قَالَ كَانَ يَعْرِضُ عَلَى النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ الْقُرْآنَ كُلَّ عَامٍ مَرَّةً فَعَرَضَ عَلَيْهِ مَرَّتَيْنِ فِي الْعَامِ الَّذِي قُبِضَ فِيهِ وَكَانَ يَعْتَكِفُ كُلَّ عَامٍ عَشْرًا فَاعْتَكَفَ عِشْرِينَ فِي الْعَام الَّذِي قُبِضَ فِيهِ

Dari Abu Hurairah ia berkata; “Biasa Jibril mengecek bacaan Al Qur`an Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam sekali pada setiap tahunnya.

Namun pada tahun wafatnya Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam, Jibril melakukannya dua kali.

Dan beliau Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam beri’tikaf sepuluh hari pada setiap tahunnya, sedangkan pada tahun wafatnya, beliau beri’tikaf selama dua puluh hari.”

Oleh sebab itu para ulama berpendapat bahwa membaca Alquran adalah sesuatu yang sangat dianjurkan pada setiap waktu, tetapi dalam bulan Ramadhan anjurannya lebih kuat dibandingkan bulan-bulan lainnya. [6]

puasa ramadhan bagi umat islam hukumnya

Banyak Memperbaiki Diri

Bulan Ramadhan selayaknya juga menjadi momentum untuk memperbaiki diri, memperbanyak istigfar dan taubat, memperbanyak dzikir juga shalawat.

Kita juga selayaknya menghidupkan mesjid, mengisi malam-malam dengan beribadah khususnya dengan shalat tarawih.

Adapun di dalam sebuah hadis disebutkan tentang keutamaan melakukan shalat tarawih dan menghidupkan malam-malam bulan Ramadhan dengan ibadah yang berbunyi:

مَنْ قَامَ رَمَضَانَ إِيمَانًا وَاحْتِسَابًا غُفِرَ لَهُ مَا تَقَدَّمَ مِنْ ذَنْبِهِ قَالَ ابْنُ شِهَابٍ فَتُوُفِّيَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ وَالْأَمْرُ عَلَى ذَلِكَ ثُمَّ كَانَ الْأَمْرُ عَلَى ذَلِكَ فِي خِلَافَةِ أَبِي بَكْرٍ وَصَدْرًا مِنْ خِلَافَةِ عُمَرَ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُمَا

Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda:

“Barangsiapa yang menegakkan Ramadhan karena iman kepada Allah dan mengharapkan pahala (hanya dariNya) maka akan diampuni dosa-dosa yang telah dikerjakannya.”

Ibnu Syihab berkata; Kemudian Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam wafat, namun orang-orang terus melestarikan tradisi menegakkan malam Ramadhan (secara bersama, jamaah),

keadaan tersebut terus berlanjut hingga zaman kekhalifahan Abu Bakar dan awal-awal kekhilafahan ‘Umar bin Al Khaththob radhiyallahu ‘anhu. (Hadis Riwayat Bukhari no. 1870/2009)

puasa ramadhan artinya

Menghidupkan Masjid Selama Ramadhan

Rasulullah saw juga menjadikan bulan Ramadhan sebagai momentum untuk menghidupkan dan meramaikan masjid dengan melakukan iktikaf.

Terutama pada sepuluh hari terakhir di bulan Ramadhan. Bahkan, amalan ini juga dilakukan oleh para istri beliau dan sahabat-sahabat beliau. Sebagaimana hadis berikut ini.

عَنْ عَائِشَةَ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهَا زَوْجِ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ أَنَّ النَّبِيَّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ كَانَ يَعْتَكِفُ الْعَشْرَ الْأَوَاخِرَ مِنْ رَمَضَانَ حَتَّى تَوَفَّاهُ اللَّهُ ثُمَّ اعْتَكَفَ أَزْوَاجُهُ مِنْ بَعْدِهِ

Dari ‘Aisyah radhiyallahu ‘anha, isteri Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam bahwa

Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam beri’tikaf pada sepuluh hari yang akhir dari Ramadhan hingga wafatnya kemudian isteri-isteri Beliau beri’tikaf setelah kepergian Beliau. (Hadis riwayat imam Bukhari, no. 1886/2026).

Menyediakan Makanan untuk Berbuka Puasa

Kebaikan lain yang bisa kamu lakukan di bulan Ramadhan adalah menyediakan kebutuhan berbuka puasa kepada orang-orang yang berpuasa.

Anjuran ini bahkan ditegaskan oleh Rasulullah saw, bahwa menyediakan kebutuhan berbuka bagi orang yang berpuasa menjadikan orang tersebut ikut memperoleh pahala puasa. Rasulullah saw bersabda:

مَنْ فَطَّرَ صَائِمًا كَانَ لَهُ مِثْلُ أَجْرِهِ غَيْرَ أَنَّهُ لَا يَنْقُصُ مِنْ أَجْرِ الصَّائِمِ شَيْئًا ,قَالَ أَبُو عِيسَى هَذَا حَدِيثٌ حَسَنٌ صَحِيحٌ

“Barangsiapa yang memberi makan orang yang berbuka, dia mendapatkan seperti pahala orang yang berpuasa tanpa mengurangi pahala orang yang berpuasa sedikitpun” Abu ‘Isa berkata; “Ini merupakan hadits hasan shahih.”

Berdasarkan penjelasan dan dalil-dalil di atas, ada banyak sekali anjuran yang mesti dilakukan oleh seorang muslim di dalam bulan Ramadhan, mulai dari amalan yang bersifat wajib yaitu berpuasa, dan memperbanyak amalan sunah.

Beberapa amalan sunah yang bisa kamu perbanyak antara lain bersedekah, membaca Al-Qur’an, menghidupkan malam dengan beribadah, beriktikaf, menyediakan buka puasa bagi orang lain, dan kebaikan lainnya.

Makna “Marhaban Ya Ramadhan”

Kata مَرْحَبًا terdiri dari dua kata yang digabungkan menjadi satu yaitu kata مار dan حبا . dahulu kata مار digunakan untuk menunjukkan panggilan penghormatan.

Ada yang mengatakan bahwa penggunaan kata tersebut berasal dari bahasa Suryany.

Kemudian, kata حبا memiliki beberapa pemaknaan yang berbeda menurut para ahli bahasa Arab. Namun, semuanya mengarah pada makna ‘’hadiah atau pemberian’’.

Dalam perkembangannya, kedua kata tersebut digabungkan menjadi satu kata yaitu مَرْحَبًا.

Menukil kitab al-Awai’l, Ibn ‘Asakir menyebutkan bahwa yang pertama kali menggunakan kata مَرْحَبًا adalah seorang raja Yaman kuno bernama Saif Ibn Yazn.

Kata tersebut digunakan saat menyambut Abdul Muthalib Ibn Hasyim, kakek Rasulullah saw.

Berdasarkan penjelasan tersebut, dapat dipahami bahwasanya kata مَرْحَبًا merupakan ungkapan yang digunakan untuk menyambut sesuatu atau orang yang dianggap mulia dan berharga bagi seseorang.

Jika kata tersebut kemudian disandingkan dengan bulan Ramadhan, maksudnya menjadi ungkapan sambutan terhadap datangnya Ramadhan, bulan yang dianggap mulia oleh umat Islam dibandingkan bulan-bulan lainnya.

Persiapan Menyambut Bulan Ramadhan

Seorang muslim sudah selayaknya membuat persiapan dan perencanaan untuk memaksimalkan ibadah dan kebaikannya dalam bulan Ramadhan.

Salah satu contoh nyata adalah muslimin yang smenyiapkan dana atau uang yang kelak akan digunakan untuk bersedekah dalam bulan Ramadhan atau menyiapkan buka puasa kepada orang-orang yang berpuasa.

Para pendahulu kita yaitu para sahabat, tabi’in dan para ulama ada yang bersedekah dalam bulan Ramadhan sebanyak tiga kali besaran diyat.

Hal tersebut merekam lakukan sebagai bentuk penebusan terhadap kesalahan-kesalahan mereka dahulu. Kebiasaan sedekah semacam ini tentu saja membutuhkan persiapan sejak dini sebelum bulan Ramadhan tiba. [7]

Para Ulama salaf juga mencontohkan bahwasanya mereka pada bulan Ramadhan menghidupkan masjid, membaca Alquran, berzikir dan amal-amal lainnya.

Semua kegiatan tersebut tentu saja memerlukan persiapan dan perencanaan waktu yang matang.

Selayaknya setiap Muslim menyediakan dan menambah porsi waktu-waktu terkhusus untuk memperbanyak ibadah serta menyesuaikan aktivitas kesehariannya agar tersedia waktu khusus untuk memperbanyak ibadah di dalamnya.

Tanpa perencanaan yang matang, akan sulit menemukan kesempatan dan waktu di tengah kesibukan sehari-hari yang lain.

Tambahan pula, setiap muslim juga harus membuat target-target dan capaian ibadah tertentu selama Ramadhan.

Misalnya target bacaan dan hafalan Al-Qur’an harian, target materi-materi ilmu agama yang akan dipelajari, besaran sedekah yang harus tercapai, dan bentuk-bentuk target ibadah lainnya.

do a puasa ramadhan

Tata Cara Puasa Ramadhan

Niat Puasa Ramadhan

Sebagaimana ketentuan yang berlaku dalam setiap ibadah, Niat juga termasuk salah satu poin yang wajib terpenuhi untuk keshahihan ibadah puasa.

Niat maksudnya yang ditetapkan dalam hati untuk melaksanakan puasa, jadi tidak diharuskan untuk mengucapkannya dengan lisan.

Akan tetapi hal tersebut disunahkan untuk makin menguatkan dan membantu maksud yang ditetapkan dalam hati.

Kegiatan makan sahur semata-mata tanpa disertai oleh ketetapan maksud dalam hati belum dapat dikategorikan sebagai niat. [8]

Keharusan berniat berlaku untuk setiap hari selama bulan Ramadhan dengan demikian niat melakukan puasa tetap harus diulangi dan diperbaharui kembali.

Akan tetapi niat sekaligus berpuasa sepenuhnya setiap hari dibulan Ramadhan tetap sebaiknya dilakukan, jadi ia dapat menambal hari-hari tertentu kedepannya dimana kita lupa berniat.

Hal ini dengan mengikuti pendapat Imam Malik tentang memadanya niat sepenu bulan pada malam pertama. [9]

Kesimpulannya adalah kita berniat puasa setiap hari sepanjang bulan Ramadhan pada malam pertama, kemudian pada malam-malam berikutnya kita tetap menetapkan niat-niat baru untuk berpuasa keesokan harinya.

Adapun niat sepenuh bulan tadi difungsikan untuk menutupi jika ada satu dua hari kita lupa berniat. Namun, hal ini berlaku jika kita telah memutuskan untuk mengikuti pendapat Imam Malik.

Aspek Penting Dalam Niat Puasa Ramadhan

Aspek-aspek yang mesti terpenuhi dalam niat adalah menetapkan keinginan berpuasa dan pernyataan hati bahwa puasa yang akan ia lakukan adalah puasa wajib, agar terbedakan dengan puasa sunah.

Niat juga harus menyertakan perincian puasa yang ia lakukan, misalnya puasa fardhu ramadhan untuk membedakan dengan puasa fardhu lainnya seperti puasa fardhu Nazar atau puasa kafarah.

Aspek lainnya yang harus dipenuhi adalah niat harus ditetapkan dalam hati dalam rentang watu terbenamnya matahari hingga terbitnya fajar.

Artinya dalam rentang waktu antara selesainya puasa hari sebelumnya dan sebelum dimulainya waktu berpuasa hari tersebut yaitu pada saat terbitnya fajar. [10]

Penetapan niat dalam waktu antara terbenamnya matahari hingga terbitnya fajar disebut dengan istilah tabyit niat, kewajiban ini didasarkan pada hadis berikut ini:

عَنْ حَفْصَةَ زَوْجِ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ مَنْ لَمْ يُجْمِعْ الصِّيَامَ قَبْلَ الْفَجْرِ فَلَا صِيَامَ لَهُ

Dari Hafshah isteri Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam berkata: “Barangsiapa yang belum berniat untuk berpuasa sebelum fajar, maka tidak ada (tidak sah) puasa baginya.”

(Hadis Riwayat Abu Dawud no. 2098/2454)

Berdasarkan penjelasan di atas, batas minimal yang harus terpenuhi dalam niat puasa Ramadhan dalam mazhab Syafi’iy adalah pernyataan ‘’saya berniat puasa Ramadhan’’ meski tanpa pernyataan fardhu.

Adapun batasan niat yang lebih sempurna adalah dengan menambahkan keterangan waktu puasa dan menambah keterangan bahwa itu merupakan kewajiban Ramadhan tahun ini, agar terbedakan dengan puasa qadha.

Selain itu, tambahkan pula keterangan bahwa ia semata-mata karena Allah agar makin menambah rasa ikhlas. Akan tetapi semua aspek tambahan tersebut adalah sunah dan bukan suatu kewajiban dalam niat. [11]

Hal yang Boleh dan Tidak Boleh Dilakukan Saat berpuasa

Puasa adalah ibadah yang luwes, artinya ibadah ini tidak terlihat dan bahkan dapat dilakukan dengan tetap menjalankan aktivitas sebagaimana biasanya, selama tidak diisi dengan aktivitas yang dapat membatalkan puasa.

Aktivitas yang terlarang dalam puasa terbagi pada sesuatu yang membatalkan puasa maupun yang dapat mengurangi kualitas puasa.

Sesuatu yang membatalkan puasa adalah melakukan hubungan suami istri meskipun tidak mencapai orgasme dan melakukan masturbasi yang sampai mengeluarkan mani.

Puasa juga batal jika mengeluarkan muntah dengan sengaja. Selain itu, masuknya sesuatu benda kedalam rongga terbuka pada tubuh manusia, juga membatalkan puasa.

Rongga terbuka yang dimaksud seperti lubang telinga maupun lubang kemaluan, batasannya adalah melebihi ukuran masuknya sepanjang ujung jari tangan.

Begitu juga dengan lubang kerongkongan, artinya tidak hanya makan, segala macam bentuk memasukkan suatu benda ke dalam tubuh melalui rongga tubuh, maka ia akan membatalkan puasa.

Namun semua itu baru membatalkan puasa jika terjadi karena sengaja. Misalnya sengaja makan dan minum atau sengaja membuka mulut dibawah turunnya hujan.

Adapun perbuatan yang tidak disengaja seperti tertelan sesuatu tanpa sengaja, makan atau minum karena lupa, dan keluar mani karena mimipi, maka dalam kasus tersebut tidak membatalkan puasa. [12]

Hal-Hal yang Mengurangi Kualitas Puasa

Perlu diketahui bahwa ada pula kegiatan yang dapat mengurangi kualitas puasa.

Beberapa di antaranya adalah melakukan maksiat seperti ghibah, berbohong atau melihat sesuatu yang tidak baik dan berbagai perbuatan dosa lainnya.

Artinya, kegiatan maksiat semacam itu tidak lantas membatalkan puasa, tetapi ia dapat merusak kualitas dan pahala puasa seseorang.

Seorang yang berpuasa dituntut untuk memperhatikan kualitas puasanya, yaitu dengan menghindari perbuatan maksiat, mengurangi aktivitas yang tidak bermanfaat dan memperbanyak melakukan amal ibadah.

Rasulullah saw bersabda:

مَنْ لَمْ يَدَعْ قَوْلَ الزُّورِ وَالْجَهْلَ وَالْعَمَلَ بِهِ فَلَا حَاجَةَ لِلَّهِ فِي أَنْ يَدَعَ طَعَامَهُ وَشَرَابَهُ

“Barangsiapa tidak meninggalkan perkataan kotor, bodoh dan melakukannya, maka Allah tidak butuh meskipun dia meninggalkan makanan dan minumannya.”

Dalam hadis lainnya Rasulullah saw bersabda:

رُبَّ صَائِمٍ لَيْسَ لَهُ مِنْ صِيَامِهِ إِلَّا الْجُوعُ وَرُبَّ قَائِمٍ لَيْسَ لَهُ مِنْ قِيَامِهِ إِلَّا السَّهَرُ

“Berapa banyak orang yang berpuasa tidak mendapatkan pahalanya selain lapar, dan berapa banyak orang yang shalat malam tidak mendapatkan selain begadang.” (dua hadis ini diriwayatkan oleh Ibn Majah no. 1680 dan 1681)

Kedua hadis tersebut sudah menunjukkan betapa pentingnya memelihara kualitas puasa, yaitu tidak sekadar menjaga dari pembatal puasa, tetapi juga menghindari sesuatu yang dapat merusak kualitas puasa.

Doa Berbuka Puasa

Ada beberapa riwayat yang dapat kita telusuri tentang bacaan doa Rasulullah ketika beliau berbuka puasa. Sebagian riwayat tersebut mungki telah terbiasa kita praktikkan.

Tidak ada salahnya jika mengamalkan beberapa bacaan yang berbeda sekaligus atau membacanya secara bergantian

Demikian pula, tidak masalah jika seseorang mungkin konsisten hanya membaca doa buka puasa tertentu dan tidak mengamalkan yang lainnya.

Dalam sebagian riwayat disebutkan bahwa Rasulullah membaca doa berikut ini:

ذَهَبَ الظَّمَأُ وَابْتَلَّتْ الْعُرُوقُ وَثَبَتَ الْأَجْرُ إِنْ شَاءَ اللَّهُ

Telah hilang dahaga, dan telah basah tenggorokan, dan telah tetap pahala insya Allah. Doa ini diriwayatkan oleh Abi Dawud dari Ibn Umar, no. hadis 2010/2357.

Dalam riwayat yang lain Rasulullah membaca:

اللَّهُمَّ لَكَ صُمْتُ وَعَلَى رِزْقِكَ أَفْطَرْتُ

Ya Allah, untukMu aku berpuasa, dan dengan rizqiMu aku berbuka.

Riwayat ini juga disebutkan oleh Abu Dawud, no.2011/2358.

Pada dasarnya tidak masalah jika menambahkan redaksi bacaan doa lainnya disamping doa yang diriwayatkan dalam hadis-hadis.

Bahkan saat berbuka puasa seorang muslim dianjurkan untuk memperbanyak doa, karena saat itu merupakan waktu mustajabah doa. Hal ini salah satunya disebutkan dalam hadis:

ثَلَاثَةٌ لَا تُرَدُّ دَعْوَتُهُمْ الصَّائِمُ حَتَّى يُفْطِرَ وَالْإِمَامُ الْعَادِلُ وَدَعْوَةُ الْمَظْلُومِ يَرْفَعُهَا اللَّهُ فَوْقَ الْغَمَامِ وَيَفْتَحُ لَهَا أَبْوَابَ السَّمَاءِ وَيَقُولُ الرَّبُّ وَعِزَّتِي لَأَنْصُرَنَّكِ وَلَوْ بَعْدَ حِينٍ

“Tiga orang yang do’a mereka tidak tertolak, yaitu; seorang yang berpuasa hingga berbuka, seorang imam (penguasa) yang adil dan do’anya orang yang di dzalimi.

Allah akan mengangkat do’anya ke atas awan, dan membukakan baginya pintu-pintu langit, seraya berfirman: “Demi kemuliaan-Ku, sungguh Aku akan menolongmu meski beberapa saat lamanya.”

Hadis riwayat Tirmidzi, no.3522/3589.

Malam Lailatul Qadar

Keutamaan Malam Lailatul Qadar

Diantara keistimewaan di dalam Bulan Ramadhan adalah adanya malam Lailatul Qadar di dalam nya. Malam tersebut adalah malam yang secara tegas disebutkan keistimewaannya di dalam Alquran.

إِنَّآ أَنزَلۡنَٰهُ فِي لَيۡلَةِ ٱلۡقَدۡرِ وَمَآ أَدۡرَىٰكَ مَا لَيۡلَةُ ٱلۡقَدۡرِ لَيۡلَةُ ٱلۡقَدۡرِ لَيۡلَةُ ٱلۡقَدۡرِ خَيۡرٞ مِّنۡ أَلۡفِ شَهۡرٖ تَنَزَّلُ ٱلۡمَلَٰٓئِكَةُ بِإِذۡنِ رَبِّهِم مِّن كُلِّ أَمۡرٖ سَلَٰمٌ هِيَ حَتَّىٰ مَطۡلَعِ ٱلۡفَجۡرِ

Sesungguhnya Kami telah menurunkannya (Al Quran) pada malam kemuliaan.

Dan tahukah kamu apakah malam kemuliaan itu?

Malam kemuliaan itu lebih baik dari seribu bulan.

Pada malam itu turun malaikat-malaikat dan malaikat Jibril dengan izin Tuhannya untuk mengatur segala urusan.

Malam itu (penuh) kesejahteraan sampai terbit fajar

Malam tersebut dinamakan dengan al-Qadr atau ukuran karena amalan shalih yang bertepatan dengan malam tersebut akan memperoleh balasan dengan kadar yang sangat besar. Bahkan lebih besar dari seribu bulan.

Maka wajar bila disebutkan bahwa malam tersebut memiliki keutamaan yang sangat luar biasa.

Di antaranya adalah ia merupakan malam diturunkannya Al-Qur’an ke langit dunia secara sekaligus, sebelum kemudian diturunkan secara berangsur-angsur kepada Nabi Muhammad saw.

Selain itu, malam tersebut merupakan saat dilipatgandakannya pahala amalan baik dengan kelebihan yang luar biasa besarnya. Itulah malam turunnya ribuan malaikat ke dunia. [13]

Cara Mendapatkan Malam Lailatul Qadr

Pendapat yang paling masyhur tentang malam lailatul qadar adalah jatuhnya bertepatan dengan malam-malam ganjil pada sepuluh hari terakhir bulan Ramadhan.

Ada juga sebagian ulama yang mempersempit lagi bahwa ia terjadi pada malam ke 27.

Beberapa tanda berkaitan dengan malam lailatul qadar adalah pada pagi hari setelah malam lailatul qadar terjadi, sinar matahari saat ia terbit berwarna putih dan tidak terlalu terang.

Selain itu para ulama menjelaskan bahwa pada malam lailatul qadr suasananya tenang, tidak terlalu panas dan tidak terlalu dingin. [14]

Cara yang paling efektif memperoleh lailatul qadr adalah menghidupkan seluruh sepuluh malam terakhir dengan ibadah dan iktikaf sebagaimana dipraktikkan oleh Rasulullah.

Imam syafi’iy dalam al-Majmu’ juga menjelaskan, seandainya pada pagi hari kita merasakan tanda malam lailatul qadar telah terjadi, maka disunahkan memperbanyak amalan di hari tersebut.

do a berbuka puasa ramadhan

Penutup

Semoga pembahasan puasa Ramadhan dalam artikel ini dapat bermanfaat untuk kamu. Namun, kita tetap wajib menghadiri majelis ilmu agar terus menambah wawasan dan pengetahuan mengenai puasa Ramadhan, ya.

Referensi

[1] Al-Mausu’ah al-Fiqihiyah al-Kuwaitiyah, Vol. XXVIII, hal. 7.

[2] Sirajuddin al-Husainy, al-Shiyam, (Maktabah Darul Falah, 2004) hal.41.

[3] Muhammad Ibn Abi al-Dunya, Fadhail Ramadhan, (Riyadh, Dar al-Salaf,1995).

[4] Umar Ibn Ahmad Ibn Abi Syahin,  Fadhail Syahr Ramadhan, (Maktabah al-Manar, 1990).

[5] Al-Mausu’ah al-Fiqhiyah al-Kuwaitiyah, Vol. XXIII, hal.144.

[6] Mausu’ah al-Fiqhiyah al-Kuwaitiyah, Vol. XXIII, hal.146.

[7] ‘Aidhul Qarni, dkk, Ramadhan Baina Yadaik, 2006, hal. 10.

[8] Zainuddin al-Malibary, Fath al-Mu’in Syarh Qurrat al-‘Ain, Vol.II, hal. 221.

[9] Zainuddin al-Malibary, Fath al-Mu’in Syarh Qurrat al-‘Ain, Vol.II, hal. 221.

[10] Zainuddin al-Malibary, Fath al-Mu’in Syarh Qurrat al-‘Ain, Vol.II, hal. 223.

[11] Zainuddin al-Malibary, Fath al-Mu’in Syarh Qurrat al-‘Ain, Vol.II, hal. 225.

[12] Zainuddin al-Malibary, Fath al-Mu’in Syarh Qurrat al-‘Ain, Vol.II, hal. 230.

[13] Sirajuddin al-Husainy, al-Shiyam, (Maktabah Darul Falah, 2004) hal.50.

[14] Sirajuddin al-Husainy, al-Shiyam, (Maktabah Darul Falah, 2004) hal.54.