Macam-Macam Puasa Muharram dan Keutamaannya

Selain puasa di bulan Ramadhan, ada beberapa puasa sunah yang dianjurkan untuk dikerjakan, salah satunya adalah puasa Muharram. Puasa sunah ini ada beberapa macam.

Apabila kamu ingin mengetahui lebih lanjut mengenai puasa Muharram, Hasana.id menguraikan pembahasan lengkapnya di artikel ini.

Pastikan untuk menyimaknya sampai akhir.

Pengertian Puasa Muharram

Diriwayatkan dari hadits riwayat Muslim yang bersumber dari Abu Hurairah, Rasulullah saw. bersabda:

قَالَ رَسُولُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: «أَفْضَلُ الصِّيَامِ، بَعْدَ رَمَضَانَ، شَهْرُ اللهِ الْمُحَرَّمُ، وَأَفْضَلُ الصَّلَاةِ، بَعْدَ الْفَرِيضَةِ، صَلَاةُ اللَّيْلِ

Qaala Rasuulullahi shallallahu ‘alaihi wasallam: afdhalushiyaam, ba’da ramadhaan, syahrullahil muharram, waafdhalus shalaati, ba’dal fariidhati, shalaatullaili.

Artinya: “Puasa paling utama setelah Ramadhan adalah puasa di bulan Allah, yakni Muharram, sementara sholat paling utama setelah sholat fardhu adalah sholat malam.”

Hadits di atas menerangkan bahwa oleh Rasulullah saw., puasa Muharram sangat dianjurkan dan disunahkan bagi mereka yang mampu.

Perihal waktu puasanya sendiri memang tidak secara spesifik dijelaskan dalam hadits tersebut apakah setiap hari seperti puasa Ramadhan atau khusus pada hari-hari yang ditentukan.

Macam-Macam Puasa Muharram

Al-Mubarakfuri dalam karyanya, Tuhfatul Ahwadzi (syarah sunan Tirmidzi), menjelaskan bahwa puasa Muharram terdiri dari tiga macam.

Pertama, puasa yang paling utama adalah pada hari kesepuluh atau yang dikenal dengan sebutan puasa Asyura dan satu hari sebelum serta sesudahnya.

Puasa pada tanggal 9 Muharram dinamakan puasa Tasu’a.

Selanjutnya, bisa saja kamu berpuasa pada hari Senin–Kamis.

Kamu juga bisa berpuasa pada tanggal 13, 14, dan 15 Muharram (ayyamul bidh) jika memang sudah biasa mengamalkannya pada bulan lain.

Selain tiga macam puasa Muharram yang disebutkan di atas, ada pula yang menyatakan bahwa puasa di bulan ini dapat dikategorikan menjadi lima macam.

Kelimanya adalah puasa awal Muharram, puasa 1 hari Muharram, puasa 3 hari Muharram (Kamis, Jumat, dan Sabtu), puasa 9 Muharram, dan puasa 10 Muharram.

Niat Puasa Muharram

Setelah mengetahui mengenai pengertian dan macam-macam puasa Muharram, ketahui pula bagaimana niatnya.

Keutamaan Puasa Asyura

Puasa Asyura sangat dianjurkan untuk dikerjakan mengingat keutamaannya yang besar.

Rasulullah saw. dalam riwayat Muslim mengungkapkan bahwa beliau akan menunaikan puasa Asyura atau Tasu’a sekiranya masih memiliki umur pada tahun mendatang.

عَنْ عَبْدِ اللَّهِ بْنِ عَبَّاسٍ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُمَا قَالَ قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ لَئِنْ بَقِيتُ إِلَى قَابِلٍ لَأَصُومَنَّ التَّاسِعَ وَفِي رِوَايَةِ أَبِي بَكْرٍ قَالَ يَعْنِي يَوْمَ عَاشُورَاءَ

‘An ‘abdillahi bin ‘abbas radhiyallahu ‘anhumaa qaala Rasuulullahi shallallahu ‘alalihi wasallama lainbaqiitu ilaa qaabil laashuu mannattasi’a wafiir waayati abiibakrin qaala ya’nii yauma ‘aasyuuraa.

Artinya: “Dari Abdullah bin Abbas r.a., ia berkata bahwa Rasulullah saw. bersabda, ‘Kalau sekiranya aku hidup hingga tahun depan, niscaya aku akan berpuasa pada hari sembilan (Muharram)’. Pada riwayat Abu Bakar, beliau berkata, yakni ‘pada hari sepuluh (Muharam)’.” (HR Muslim).

Perihal Ta’yin dalam Niat Puasa Muharram

Dalam konteks puasa Muharram, terdapat perbedaan pendapat perihal penyebutan nama ibadahnya (ta’yin).

Sebagian ulama mengungkapkan bahwa seseorang wajib menyebutkan nama ibadahnya pada saat berniat di dalam batin, sebagian lainnya menyatakan bahwa menyebut ta’yin tidak wajib.

Berikut penjelasan dari Syaikh Ibnu Hajar al-Haitami.

وْلُهُ نَعَمْ بَحَثَ إلَخْ) عِبَارَةُ الْمُغْنِي وَالنِّهَايَةِ وَالْأَسْنَى فَإِنْ قِيلَ قَالَ فِي الْمَجْمُوعِ هَكَذَا أَطْلَقَهُ الْأَصْحَابُ وَيَنْبَغِي اشْتِرَاطُ التَّعْيِينِ فِي الصَّوْمِ الرَّاتِبِ كَعَرَفَةَ وَعَاشُورَاءَ وَأَيَّامِ الْبِيضِ وَسِتَّةٍ مِنْ شَوَّالٍ كَرَوَاتِبِ الصَّلَاةِ أُجِيبُ بِأَنَّ الصَّوْمَ فِي الْأَيَّامِ الْمَذْكُورَةِ مُنْصَرِفٌ إلَيْهَا بَلْ لَوْ نَوَى بِهِ غَيْرَهَا حَصَلَ أَيْضًا كَتَحِيَّةِ الْمَسْجِدِ ؛ لِأَنَّ الْمَقْصُودَ وُجُودُ صَوْمٍ فِيهَا ا هـ زَادَ شَيْخُنَا وَبِهَذَا فَارَقَتْ رَوَاتِبَ الصَّلَوَاتِ ا ه

Luhu na’am bakhatsa ilakh ‘ibaaratul mughnii wannihaayati walasnaa fain qiila qaala fiil majmuu’ hakadzaa athlaqahul ashkhaabu wayanbaghisy tiraathutta’yiin fiisshaummirraatib ka’arafata wa’aasyuura a waayyaaml biidhi wasattati minsyawwaalii karawaatibisshalaati ujiibu biannasshauma fiil ayyaamil madhkuurati munsharaifun ilaihaa billau nawaa bihi ghairahaa khashola aidhan katakhiyyatil masjidil; liannal maqshuuda wujuudu shaumi fiihaa zazda syaikhuaa wabihadzaa faaraqat rawaatibbasshalawaati

Artinya: “Perkataan ‘Tetapi mencari …’ merupakan ungkapan yang digunakan di Mughni, Nihayah, dan Asna. Bila ditanya, Imam An-Nawawi berkata di al-Majmu‘, ‘Ini yang disebutkan secara mutlak oleh ulama Syafi’iyyah. Semestinya disyaratkan ta’yin (penyebutan nama puasa di niat) dalam puasa rawatib seperti puasa ‘Arafah, puasa Asyura, puasa bidh (13,14, 15 setiap bulan Hijriyah), dan puasa enam hari Syawwal seperti ta’yin dalam shalat rawatib’. Jawabnya, puasa pada hari-hari tersebut sudah diatur berdasarkan waktunya.

“Tetapi kalau seseorang berniat puasa lain di waktu-waktu tersebut, maka ia telah mendapat keutamaan sunah puasa rawatib tersebut. Hal ini serupa dengan sembahyang tahiyyatul masjid. Karena tujuan dari perintah puasa rawatib itu adalah pelaksanaan puasanya itu sendiri terlepas, apa pun niat puasanya. Guru kami menambahkan, di sinilah bedanya puasa rawatib dan sembahyang rawatib.” (Lihat Syaikh Ibnu Hajar Al-Haitami, Tuhfatul Muhtaj fi Syarhil Minhaj)

Niat Puasa Asyura

Untuk memantapkan hati supaya tidak ada keraguan, para ulama kemudian menganjurkan untuk melafalkan niatnya. Berikut adalah niat puasa Muharram Asyura:

نَوَيْتُ صَوْمَ غَدٍ عَنْ أَدَاءِ سُنَّةِ العَا شُورَاء لِلهِ تَعَالَى

Nawaitu shauma ghadin ‘an adâ’i sunnatil âsyûrâ lillâhi ta‘âlâ.

Artinya: “Aku berniat puasa sunah Asyura esok hari karena Allah Swt.”

Apabila baru memiliki keinginan mendadak pada pagi hari untuk melaksanakan puasa Asyura, kamu tetap diperbolehkan berniat sejak dirinya berkehendak melakukan puasa itu.

Menurut mazhab Syafi’i, kewajiban berniat pada malam hari sebelumnya hanya berlaku untuk puasa wajib.

Bahkan, niat puasa sunah boleh dilakukan pada siang hari dengan syarat yang ingin menjalankannya belum melakukan hal-hal lain membatalkan puasa sejak subuh.

Adapun untuk niat puasa Asyura pada siang hari adalah sebagai berikut:

نَوَيْتُ صَوْمَ هَذَا اليَوْمِ عَنْ أَدَاءِ سُنَّةِ العَا شُورَاء لِلهِ تَعَالَى

Nawaitu shauma hâdzal yaumi ‘an adâ’i sunnatil âsyûrâ lillâhi ta‘âlâ.

Artinya: “Aku berniat puasa sunah Asyura hari ini karena Allah Swt.”

Niat Puasa Tasu’a

Sama halnya seperti puasa Asyura, Tasu’a juga dianjurkan oleh agama karena menyimpan keutamaan yang besar.

Untuk memantapkan hati, ulama menganjurkan untuk melafalkan niat yang berbunyi sebagai berikut.

نَوَيْتُ صَوْمَ غَدٍ عَنْ أَدَاءِ سُنَّةِ التَا سُوعَاء لِلهِ تَعَالَى

Nawaitu shauma ghadin ‘an adâ’i sunnatit Tasû‘â lillâhi ta‘âlâ.

Artinya: “Aku berniat puasa sunah Tasu‘a esok hari karena Allah Swt.”

Hukum Puasa Muharram

Beberapa orang mungkin masih meragukan tentang alasan puasa pada tanggal 9 Muharram (Tasu’a) dan 10 Muharram (Asyura) adalah sunah.

Perlu diketahui bahwa terkait hal ini, sebenarnya ada beberapa dalil yang menjelaskan mengenai kesunahannya.

Pada hadits pertama yang diriwayatkan oleh Imam Nasai, dijelaskan perihal Nabi Muhammad saw. mengerjakan puasa pada bulan Muharram setelah bulan Ramadhan.

Lalu, para sahabat pun diperintahkan untuk melaksanakannya.

Rasulullah saw. sendiri pernah bersabda bahwa sesungguhnya, Muharram adalah bulannya Allah. Di dalam bulan ini, terdapat hari yang tepat sebagai hari bertaubat bagi kaum muslim.

Pada hadits kedua, yang diriwayatkan oleh Imam Bukhari dan Imam Muslim yang berasal dari Ibnu Abbas, dikisahkan tentang keberadaan Rasulullah saw. di Madinah.

Penduduk Madinah yang beragama Yahudi rupanya berpuasa pada hari Asyura, mengikuti Nabi Musa yang berpuasa pada hari tersebut.

Nabi Musa berpuasa sebagai bentuk rasa syukur dan terima kasih karena Allah telah menenggelamkan Fir’aun serta memberikan keselamatan kepada diri Musa beserta kaumnya.

Rasulullah saw. kemudian mengatakan bahwa umat muslim lebih berhak dan lebih memuliakan Nabi Musa daripada kaum Yahudi.

Oleh karenanya, Rasulullah melaksanakan puasa Muharram Asyura dan memerintahkan para sahabatnya untuk mengamalkan hal serupa.

Pada hadits ketiga, yang diriwayatkan dari Imam Muslim dari Abi Qatadah, dikisahkan bahwa Nabi Muhammad saw. pernah ditanya oleh sahabat perihal puasa Muharram Asyura.

Beliau kemudian menjawab bahwa puasa Asyura dapat meleburkan dosa yang pernah diperbuat selama satu tahun sebelumnya.

Pada hadits keempat, dijelaskan bahwa Rasulullah memerintahkan pelaksanaan puasa pada tanggal 9 dan 10 Muharram kepada para sahabat.

Namun, puasa tersebut harus diiringi dengan niat tidak menyamakannya dengan ibadah sunah puasa yang dilakukan umat Yahudi. Hadits keempat ini diriwayatkan oleh Imam Baihaqi.

Hukum Puasa 11 Muharram

Di atas tadi dijelaskan mengenai hukum puasa Muharram pada tanggal 9 dan 10. Lantas, bagaimana dengan hukum puasa pada tanggal 11 Muharram?

Sebagai umat Islam, kita dianjurkan untuk melaksanakan puasa Muharram pada tanggal 9 dan 10 dalam bulan tersebut.

Sementara itu, Sayyid Bakri bin Sayyid Muhammad Syatha Ad-Dimyathi menerangkan lebih lanjut perihal puasa pada 11 Muharram.

Puasa pada waktu ini tetap dianjutkan, meskipun orang yang menjalani telah mengiringi puasa Asyura dengan puasa Tasu’a.

Keutamaan Bulan dan Puasa Muharram

Selanjutnya, informasi mengenai puasa Muharram yang akan dibahas berikut ini adalah keutamaannya.

Pada bagian ini, kamu tidak hanya akan mengetahui keutamaan ibadah puasanya, tetapi juga keutamaan dari bulan Muharram itu sendiri.

Keutamaan Bulan Muharram

Muharram adalah bagian dari empat bulan yang terhormat menurut Islam. Tiga lainnya adalah Dzulqadah, Dzulhijjah, dan Rajab.

Dikisahkan bahwa pada zaman dahulu, masyarakat Arab dilarang melakukan perbuatan zalim dan menumpahkan darah pada bulan terhormat ini.

Terkait hal ini, Allah berfirman dalam Al-Qur’an surah At-Taubah ayat 36 sebagai berikut.

إِنَّ عِدَّةَ الشُّهُورِ عِنْدَ اللَّهِ اثْنَا عَشَرَ شَهْرًا فِي كِتَابِ اللَّهِ يَوْمَ خَلَقَ السَّمَاوَاتِ وَالْأَرْضَ مِنْهَا أَرْبَعَةٌ حُرُمٌ ۚ ذَٰلِكَ الدِّينُ الْقَيِّمُ ۚ فَلَا تَظْلِمُوا فِيهِنَّ أَنْفُسَكُمْ ۚ وَقَاتِلُوا الْمُشْرِكِينَ كَافَّةً كَمَا يُقَاتِلُونَكُمْ كَافَّةً ۚ وَاعْلَمُوا أَنَّ اللَّهَ مَعَ الْمُتَّقِينَ

Inna ‘iddatasy-syuhụri ‘indallāhiṡnā ‘asyara syahran fī kitābillāhi yauma khalaqas-samāwāti wal-arḍa min-hā arba’atun ḥurum, żālikad-dīnul-qayyimu fa lā taẓlimụ fīhinna anfusakum wa qātilul-musyrikīna kāffatang kamā yuqātilụnakum kāffah, wa’lamū annallāha ma’al-muttaqīn

Artinya: “Sungguh, bilangan bulan pada sisi Allah terdiri atas dua belas bulan, dalam ketentuan Allah pada waktu Dia menciptakan langit dan bumi, di antaranya empat bulan haram. Itulah (ketentuan) agama yang lurus. Janganlah kamu menganiaya diri kamu pada bulan yang empat itu. Perangilah kaum musyrikin itu semuanya sebagaimana mereka memerangi kamu semuanya. Ketahuilah bahwa Allah beserta orang-orang yang bertakwa.”

Menurut Syaikh Jalalauddin as-Suyuthi, kelebihan dari bulan Muharram terletak pada namanya yang cukup islami jika dibandingkan dengan bulan dalam hijriah lainnya.

Adapun nama bulan hijriah lainnya merupakan nama bulan yang digunakan pada masa jahiliah.

Sementara itu, pada masa jahiliah, nama Muharram dikenal dengan sebutan bulan Shafar Awwal dan setelah Muharram disebut dengan bulan Shafar Tsani.

Pada saat Islam datang, Allah menyebut bulan Shafar Awwal dengan bulan Muharram sebagaimana yang dinisbahkan dengan asma Allah.

Keutamaan Puasa Muharram

Syaikh Jalaluddin as-Suyuti menerangkan bahwa keutamaan puasa Muharram pada syarah hadits atas sahih Muslim, Ad-Dibaj fi Syarhi Shahihi Muslim ibnil Hajjaj.

Ia mengungkapkan bahwa ketutamaan puasa Muharram disebut secara khusus pada hadits riwayat Imam Muslim sebagai puasa paling utama setelah puasa Ramadhan.

Bulan Muharram sendiri juga dikenal sebagai bulan Allah.

Kira-kira, apa yang melandasi anggapan tersebut, sementara bulan Muharram memiliki keutamaan yang sama atau lebih sedikit dari bulan lain jika dibandingkan dengan Ramadhan?

Simak dengan perlahan penjelasan di bawah ini.

Muharram adalah Bulan Pembuka Tahun Hijriah

Mengutip pendapat dari Imam al-Qurthubi, Syaikh Jalalauddin as-Suyuthi mengungkapkan kelebihan puasa Muharram.

Dibandingkan dengan puasa pada bulan lainnya, puasa Muharram lebih utama karena posisi Muharram sebagai bulan pertama dalam kalender Hijiriah.

Oleh karena itu, mengawali tahun dengan amalan sunah ini merupakan amalan yang utama.

Terdapat hadits riwayat Imam Muslim dari Sayyidina Abu Hurairah yang disyarahkan oleh Syaikh Jalalauddin as-Suyuthi yang berbunyi sebagai berikut.

عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ قَالَ قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ أَفْضَلُ الصِّيَامِ بَعْدَ رَمَضَانَ شَهْرُ اللَّهِ الْمُحَرَّمُ

‘An abii hurairata radhiyallahu ‘anhu qaala rasuulullahi shallallahu ‘alaihi wasallam afdhalushiyaam ba’da ramadhaana syahrullahil mukharramu

Artinya: “Dari Abu Hurairah r.a., Rasulullah saw. bersabda, ‘Puasa paling utama setelah puasa Ramadhan adalah puasa pada bulan Allah, bulan Muharram’.” (HR Muslim)

Pahala Puasa Muharram Berlipat Ganda

Sementara itu, keutamaan lain dari hari Asyura juga dijelaskan oleh Syaikh Muhammad Sholih bin as-Samarani dalam karyanya, kitab Fadlilati Muharram wa Rajab wa Sya’ban.

Syaikh Muhammad Sholih mengambil penjelasan dari Kitab Tarikhul Khamis yang ditulis oleh Syaikh Husain bin Muhammad bin Hasan Addayyari Bakri.

Kitab tersebut mengungkapkan perintah Rasulullah saw. kepada para sahabat untuk melaksanakan puasa Asyura.

Rasulullah saw. mengatakan, siapa yang berpuasa 10 Muharram akan mendapatkan pahala 10.000 malaikat, 10.000 orang yang haji dan umroh, dan 10.000 orang yang mati syahid.

Sudah seharusnya puasa Muharram dilaksanakan tidak semata-mata hanya ada pada tanggal 9 dan 10 Muharram saja.

Dalam hadits yang diriwayatkan oleh Hafsah, Imam Ibnu Hajar menyebutkan bahwa Rasulullah saw. pernah bersabda tentang puasa di akhir Dzulhijjah dan awal Muharram.

Bagi siapa saja yang melakukannya, puasa tersebut akan menjadi penebus dosa orang tersebut selama 50 tahun.

Selain itu, Rasulullah saw. juga bersabda bahwa puasa satu hari pada bulan Muharram sama dengan puasa tiga puluh hari.

Sementara itu, Imam Ghazali dalam Ihya’ Ulumuddin menjelaskan tentang keistimewaan puasa tiga hari (Kamis, Jumat, dan Sabtu) pada bulan mulia.

Bagi siapa pun yang melakukannya, Allah akan mencatat baginya pahala yang setara dengan pahala ibadah selama 700 tahun.

Perlu kamu ketahui, yang termasuk bulan-bulan mulia adalah Muharam, Dzulqadah, Dzulhijjah, dan Rajab.

Oleh karena kemuliaan dari bulan Muharram inilah, semestinya umat Islam dapat melaksanakan segala amalan baik seperti yang telah diajarkan oleh Rasulullah saw.

Nabi Muhammad saw. dan Puasa Asyura

Puasa Asyura merupakan salah satu amalan sunah yang dianjurkan untuk dikerjakan pada bulan Muharram, seperti sabda Nabi dalam sebuah hadits riwayat Ahmad.

Dalam hadits tersebut, Rasulullah saw. menyerukan kepada umatnya untuk berpuasa pada hari Asyura dengan cara yang berbeda dengan orang Yahudi.

Untuk membedakannya, umat muslim disunahkan untuk berpuasa juga pada satu hari sebelumnya sampai satu hari sesudahnya.

Sejarah Puasa Asyura

Puasa Asyura sendiri rupanya menyimpan sejarah panjang. Amalan ini telah dipraktikkan oleh umat Yahudi jauh sebelum Islam ada.

Umat Yahudi memiliki Hari Raya Yom Kippur setiap tanggal 10 bulan Tishri atau jika dalam bulan Hijriah adalah pada 10 Muharam.

Mereka merayakannya dengan berpuasa, mengenakan pakaian terbaik, dan berbelanja makanan serta minuman.

Melihat orang-orang Yahudi di Madinah melakukan hal tersebut, lantas Rasulullah bertanya kepada salah seorang dari mereka mengenai alasan berpuasa pada hari itu.

Orang Yahudi yang ditanyai menjawab bahwa tanggal 10 Tishri merupakan hari yang baik bagi mereka.

Pada hari tersebut, Allah telah menyelamatkan Bani Israil dari para musuhnya dan menyelamatkan Nabi Musa a.s. beserta kaumnya.

Rasa syukur Nabi Musa kepada Allah Swt. diwujudkan dalam bentuk ibadah puasa pada hari tersebut dan sejak itu, umat Yahudi menjadikan puasa tersebut sebagai syariat.

Seiring dengan perkembangan zaman, puasa Asyura tampaknya tidak hanya diamalkan oleh umat Yahudi, melainkan juga kaum Qurisy pada zaman jahiliah.

Bahkan, amalan ini berlanjut sampai setelah masa-masa awal kedatangan Islam. Rasulullah dan umat Islam juga menjalankannya.

Buku Puasa pada Umat-Umat Dulu dan Sekarang (Sismono, 2010) juga menyinggung mengenai hal ini.

Rasulullah saw. dan umat Islam melaksanakan puasa Asyura dan puasa pada setiap tanggal 13, 14, dan 15 pada bulan-bulan Qamariyah sebelum perintah puasa Ramadhan diturunkan.

Sebagaimana diriwayatkan oleh Ahmad, Rasulullah saw. berpuasa Asyura mungkin guna menyertai kaum Quraisy yang juga berpuasa pada hari tersebut mengikuti pendahulunya.

Namun, mungkin juga Rasulullah melakukan puasa Asyura lantaran atas izin dari Allah Swt.

Perbedaan Puasa Asyura Umat Islam dengan Yahudi

Menanggapi jawaban tersebut, Rasulullah saw. lantas bependapat bahwa umat Islam sangat patut untuk mengikuti jejak Nabi Musa.

Beliau kemudian memerintahkan umat Islam untuk berpuasa pada 10 Muharram. Orang yang telah makan tetap diperbolehkan berpuasa pada sisa hari.

Adapun untuk yang belum makan dan minum pada hari tersebut, dianjurkan untuk jangan makan dan melanjutkan berpuasa.

Demi membedakannya dengan umat Yahudi, Rasulullah saw. memerintahkan umatnya untuk berpuasa satu hari sebelum dan sesudahnya, yaitu tanggal 9 (Tasu’a) dan tanggal 11.

Perintah ini disampaikan Rasulullah pada awal tahun ke-2 beliau bermukim di Madinah.

Beberapa bulan setelahnya, tepatnya 10 bulan setelah tinggal di Madinah, Rasulullah saw. menerima wahyu mengenai perintah puasa di bulan Ramadhan.

Dengan demikian, hanya satu kali puasa Asyura diwajibkan. Setelahnya, Nabi tidak lagi mewajibkan puasa Asyura untuk dijalankan umat Islam.

Meski demikian, puasa ini tetap dianjurkan oleh Rasulullah saw. untuk tetap diamalkan oleh umat Islam.

Semoga pembahasan ini dapat menjawab hal-hal yang masih kamu belum pahami terkait puasa Muharram.

Sumber:

https://islam.nu.or.id/post/read/63156/tiga-macam-puasa-muharram

https://islam.nu.or.id/post/read/95914/ini-lafal-niat-puasa-asyura

https://islam.nu.or.id/post/read/95893/ini-lafal-niat-puasa-tasua

https://islam.nu.or.id/post/read/95888/dalil-puasa-tasua-dan-asyura

https://islam.nu.or.id/post/read/81664/hukum-puasa-11-muharram-dalam-syariat-islam

https://islam.nu.or.id/post/read/122662/sisi-keutamaan-bulan-dan-puasa-muharram

https://islam.nu.or.id/post/read/110684/rasulullah-dan-puasa-asyura-