Perang Uhud, Mencari Hikmah dari Kekalahan Pertama Umat Islam

Masih ingatkah kamu dengan Perang Uhud? Perang tersebut merupakan salah satu peristiwa bersejarah yang cukup memilukan itu pantas untuk dikenang.

Memang, pasukan umat Islam kalah dalam pertempuran tersebut. Namun, di balik kekalahan itu, tersimpan hikmah yang patut menjadi pelajaran.

Bagaimana sebenarnya kronologi peristiwa Perang Uhud? Apa penyebab pasukan muslim bisa kalah? Apa pula hikmah yang bisa dipetik dari kekalahan dalam Perang Uhud?

Kamu akan segera mengetahuinya dengan membaca ulasan ini sampai habis.

Penyebab Perang Uhud

Peperangan melawan Nabi Muhammad saw. dan para pengikutnya pada dasarnya terjadi bukan karena satu alasan.

Secara umum, Nabi Muhammad memang ingin mengubah kondisi sosial masyarakat Makkah pada saat itu yang menyembah berhala dan bermoral rendah dengan menyerbarkan ajaran Islam.

Sebagian orang-orang berpengaruh di Makkah tidak mampu menerima ajaran Nabi.

Hanya saja, mereka tidak mengakuinya, malah berdalih dengan menuduh Nabi memfitnah Tuhan berhala mereka.

Alasan berikutnya, bisa jadi karena kaum Quraisy yang memusuhi Nabi mencemaskan pengaruh beliau. Sebagai seorang Bani Hasyim, beliau adalah putra dari keluarga terpandang.

Sang kakek, Abdul Muthalib, mewarisi sumur zam-zam. Sang ayah pun menjadi sosok yang dicintai di Makkah.

Kebanyakan anggota keluarga besar Nabi Muhammad saw. menduduki posisi-posisi penting dalam masyarakat Makkah.

Bani Hasyim bukan keluarga kaya raya, tetapi mereka dikenal baik sehingga disenangi banyak orang. Namun, Muhammad kemudian menikahi janda kaya raya, Siti Khadijah.

Dengan kondisi demikian, tentu saja posisi Nabi Muhammad saw. menjadi cukup kuat sehingga banyak orang yang merasa terancam.

Jika Nabi Muhammad memilik banyak pengikut, otomatis pengaruh mereka akan makin menyempit.

Mereka cemas akan kehilangan berbagai kemudahan, apalagi sampai terganggu perekonomiannya.

Itu baru sebagian faktor yang menjadi penyebab Perang Uhud. Semua alasan di atas masih dibumbui aroma dendam akibat kekalahan kafir Quraisy pada Perang Badar.

Setahun sebelumnya, sebanyak 300-an orang laskar muslim berhasil menang melawan sekitar 950 tentara kafir.

Beberapa tokoh kafir Makkah terbunuh dalam Perang Badar, salah satunya Abu Jahal. Nama yang cukup populer, bukan?

Abu Jahal termasuk dalam 70 orang korban tewas dalam perang tersebut, ditambah dengan tawanan sebanyak 70 orang di kubu musuh Nabi.

Selain itu, kemenangan dalam Perang Badar juga secara tak langsung memantapkan posisi umat Islam di jazirah Arab.

Madinah kini tidak lagi dipandang sebagai kota kelas dua. Kota itu telah dipimpin oleh Rasulullah saw. dengan para pengikutnya yang setia.

Tujuan Perang Uhud

Pada tahun 2007, terbit sebuah buku karangan John Adair yang berjudul Kepemimpinan Muhammad.

Buku tersebut memaparkan bahwa pada 10 tahun terakhir kehidupan Nabi Muhammad, tercatat ada 28 kali peristiwa serangan dan 70 pertempuran yang melibatkan umat Islam.

Banyaknya peristiwa yang berbau peperangan pasti akan memicu tanda tanya.

Apa sebenarnya tujuan perang di zaman Rasulullah itu? Bukankah Islam lebih menyukai perdamaian daripada pertumpahan darah?

Bagi umat Islam kala itu, musuh-musuh memang begitu nyata ancamannya. Diketahui pula bahwa orang Arab jahiliyah punya tradisi panjang soal peperangan.

Mereka menyelesaikan perselisihan lewat jalur perang. Hal itu bukan hal aneh mengingat mereka menganut budaya patriarkis yang cenderung merendahkan kaum wanita.

Tujuan Perang Uhud tidak jauh berbeda dengan pertempuran lainnya. Telah jelas bahwa kaum kafir ingin membalas dendam atas kekalahan mereka di Lembah Badar.

Namun, memang semua perang yang mereka lancarkan bertujuan untuk membunuh Nabi Muhammad saw. dan menghancurkan Islam.

Perang Uhud berlangsung karena bala tentara kafir lebih dulu datang ke Madinah.

Bagi Rasulullah dan pengikutnya, perang bukanlah hal yang mereka sukai, tetapi nyawa mereka sendiri sedang terancam.

Umat Islam tak punya pilihan selain bertahan dengan menghalau serangan.

يَٰٓأَيُّهَا ٱلَّذِينَ ءَامَنُوٓا۟ إِذَا لَقِيتُمُ ٱلَّذِينَ كَفَرُوا۟ زَحْفًا فَلَا تُوَلُّوهُمُ ٱلْأَدْبَارَ

Yā ayyuhallażīna āmanū iżā laqītumullażīna kafarụ zaḥfan fa lā tuwallụhumul-adbār

Artinya:

“Hai orang-orang yang beriman, apabila kamu bertemu dengan orang-orang yang kafir yang sedang menyerangmu, maka janganlah kamu membelakangi mereka (mundur).” (QS Al-Anfal: 15)

Meletusnya Perang Uhud

Allah Swt. telah menakdirkannya terjadinya perang besar jilid kedua dalam sejarah umat Islam. Perang Uhud ini berlangsung tak lama setelah Perang Badar.

Perang di Lembah Badar terjadi sekitar tahun kedua hijriah, sedangkan pertempuran di Gunung Uhud berselang setahun kemudian.

Pasukan muslim memiliki keunggulan psikologis setelah menang dalam Perang Badar.

Meski kekuatan pasukan Nabi saw. tak bertambah besar, mereka punya moral yang bagus, serta rasa percaya diri yang cukup untuk menghadapi pertempuran berikutnya.

Sebaliknya, pihak musuh makin bersemangat menaklukkan pasukan muslim. Alasannya tak lain untuk membalas kekalahan.

Namun, laskar kaum kafir Makkah kini telah mengetahui kemampuan lawannya. Mereka memang tidak bisa diremehkan.

Karena itu, para pemimpin kafir Quraisy menyatukan kekuatan di bawah komando Abu Sofyan.

Sang komandan berhasil mengumpulkan bala tentara yang jumlahnya berkali lipat lebih besar daripada pasukan mereka di Perang Badar.

Ringkasan Peristiwa Perang Uhud

Kronologi Perang Uhud bermula ketika Abu Sofyan beserta rombongan pasukannya bergerak dari Makkah ke Madinah. Itu terjadi pada sekitar tahun 625 masehi.

Konvoi pasukan Makkah berhenti di Lembah Sabkhah, di antara dua mata air dengan posisi menghadap Madinah.

Umat Islam di Madinah tidak tahu apa-apa soal kedatangan armada ini. Nabi Muhammad saw. baru mengetahuinya dua hari kemudian.

Beliau menerima sepucuk surat rahasia berisi informasi tentang ancaman itu dari sang paman, Abbas bin Abdul Muthalib, yang masih tinggal di Makkah.

Kemudian, Nabi mengutus pengintai ke lokasi perkemahan pasukan Makkah. Si mata-mata pun menceritakan kekuatan armada musuh yang jauh lebih besar daripada sebelumnya.

Mendengarnya, banyak muslim yang berpendapat bahwa sebaiknya mereka membangun pertahanan di kota, termasuk Nabi sendiri.

Di sisi lain, tak sedikit pengikut Rasulullah saw. yang masih terpengaruh dengan kemenangan Perang Badar.

Mereka merasa cukup percaya diri jika harus menyambut armada Makkah daripada hanya diam di dalam kota sambil menunggu diserang.

Musyawarah yang berlangsung pada tanggal 6 Syawal 3 Hijriah itu akhirnya menyepakati bahwa laskar muslim akan menyambut bala tentara dari Mekkah di Gunung Uhud.

Kemudian, armada yang berkekuatan 1.000 orang itu berangkat.

Namun, di tengah jalan, Abdullah bin Ubay memilih mundur, diikuti oleh 300 orang pasukan lain. Itu berarti mengurangi jumlah laskar muslim menjadi 700 orang saja.

Sementara itu, armada Makkah diperkuat 3.000 unta, 200 penunggang kuda, 700 tentara berbaju besi, dan sejumlah infanteri.

Perihal ini, Allah berfirman dalam surah Ali Imran ayat122 yang berbunyi

إِذْ هَمَّت طَّآئِفَتَانِ مِنكُمْ أَن تَفْشَلَا وَٱللَّهُ وَلِيُّهُمَا ۗ وَعَلَى ٱللَّهِ فَلْيَتَوَكَّلِ ٱلْمُؤْمِنُونَ

Iż hammaṭ ṭā`ifatāni mingkum an tafsyalā wallāhu waliyyuhumā, wa ‘alallāhi falyatawakkalil-mu`minụn.

Artinya:

“Ketika dua golongan dari padamu ingin (mundur) karena takut, padahal Allah adalah penolong bagi kedua golongan itu. Karena itu, hendaklah kepada Allah saja orang-orang mukmin bertawakkal.”

Strategi Perang Uhud

Sedikit gambaran tentang Gunung Uhud, puncaknya berada pada ketinggian 1.050 mdpl dengan diameter 7 km.

Seluruh permukaannya tertutup oleh pasir dan batu-batuan. Jenis bebatuan yang ada pun beraneka ragam, mulai dari granit, marmer, sampai batu-batu mulia.

Gunung yang berada di 4,5 km utara Madinah ini memiliki keunikan tersendiri. Secara bahasa, “Uhud” berarti “penyendiri”.

Seperti itulah struktur Gunung Uhud, berdiri sendiri, tidak seperti umumnya gunung dan bukit di Madinah yang selalu bersambungan.

Lereng Gunung Uhud cukup landai sehingga mudah didaki. Nabi Muhammad saw. menempatkan 50 orang pemanah di lereng gunung untuk berjaga.

Mereka diperintahkan tetap di posisinya, apa pun yang terjadi, untuk melindungi pasukan muslim yang terjun ke pusat medan laga.

Di sisi lain, armada Makkah menerapkan strategi Perang Uhud yang berbeda.

Pusat komando berada di tangan Abu Sofyan. Khalid bin Walid memimpin 200 pasukan berkuda dan beberapa pejalan kaki, sedangkan sisanya di bawah perintah Ikrimah bin Abu Jahal.

Pasukan Khalid bin Walid memiliki mobilitas tinggi karena menunggang kuda dengan posisi bertahan. Namun, mereka siap menyerang kapan saja diperlukan.

Sementara itu, pasukan lain yang tersisa akan menghadapi laskar Rasulullah saw. di medan perang.

وَإِذْ غَدَوْتَ مِنْ أَهْلِكَ تُبَوِّئُ ٱلْمُؤْمِنِينَ مَقَٰعِدَ لِلْقِتَالِ ۗ وَٱللَّهُ سَمِيعٌ عَلِيمٌ

Wa iż gadauta min ahlika tubawwi`ul-mu`minīna maqā’ida lil-qitāl, wallāhu samī’un ‘alīm

Artinya:

“Dan (ingatlah), ketika kamu berangkat pada pagi hari dari (rumah) keluargamu akan menempatkan para mukmin pada beberapa tempat untuk berperang. Dan Allah Maha Mendengar lagi Maha Mengetahui.” (QS Ali Imran: 121)

Kronologi Perang Uhud

Awal mula Perang Uhud menerapkan metode yang sama seperti Perang Badar. Kedua belah pihak bersepakat untuk memulainya dengan duel yang diwakili oleh tiga orang.

Tiga orang dari tiap-tiap kubu maju ke pusat medan laga sambil membawa panji identitas pasukan masing-masing.

Pasukan Makkah diwakili Talhah bin Abu Talhah, Abu Saad bin Abu Talhah, dan seorang lainnya.

Mereka menantang pasukan Rasulullah saw., yang kemudian mengutus tiga orang muhajirin, yakni Ali bin Abi Thalib, Hamzah bin Abdul Muthalib, dan seorang Bani Hasyim lainnya.

Duel pertama antara Ali melawan Talhah dimenangkan Ali. Berikutnya, Abu Saad yang menggantikan posisi saudaranya juga tewas oleh tebasan pedang zulfikar milik Ali.

Beberapa orang pengganti Abu Saad lainnya pun bernasib sama.

Hamzah, paman Nabi yang berjuluk Singa Gurun, dikenal pula dengan kepiawaiannya dalam berperang.

Dikisahkan, beliau juga mengempaskan beberapa tokoh penting dari armada Makkah, salah satunya Usman bin Abu Talhah.

Melihat kemenangan dalam duel tersebut, pasukan muslim merasa di atas angin.

Tanpa menunggu waktu lama, diiringin teriakan “Allahu Akbar!”, mereka pun merangsek ke pusat medan perang.

Pergerakan itu lagi-lagi dipimpin oleh Ali bin Abi Thalib dan Hamzah serta Abu Dujanah.

Dengan semangat yang demikian besar, bala tentara umat Islam terlihat mulai bisa menguasai pertempuran.

Banyak di antara tentara kafir Mekkah yang terbunuh, baik oleh pedang, tombak, maupun anak panah.

Dominasi ini salah satunya disebabkan strategi jitu menempatkan regu pemanah di lereng Gunung Uhud.

Kemenangan yang Berbalik Arah

Ketika pertempuran sedang berlangsung dengan sengit, pasukan muslim terpaksa harus kehilangan salah satu perwira militernya, Hamzah, yang tak lain adalah paman Nabi sendiri.

Seorang tentara sewaan, Wanshi dari Kerajaan Abisinia, membunuh beliau dengan lemparan tombak.

Meski demikian, armada muslim masih tetap mendominasi fase-fase awal Perang Uhud. Banyak tentara Abu Sofyan yang terbunuh hingga terpukul mundur sampai kembali ke perkemahan.

Sementara itu, pasukan muslim terus mendesak mereka dari belakang, mengikuti ke perkemahan.

Sayangnya, konsentrasi tentara Rasulullah mulai terpecah. Ada yang masih berjibaku dengan musuh, tetapi sebagian malah sudah mulai sibuk mencari harta rampasan.

Pada akhirnya, lebih banyak tentara muslim yang lupa bahwa perang belum berakhir sehingga lebih sibuk mencari kekayaan. Inilah saat ketika keadaan mulai berbalik.

Sejumlah sumber menerangkan bahwa mundurnya pasukan Abu Sofyan adalah strategi Perang Uhud yang sebelumnya telah direncanakan.

Rencana itu pun terbukti berhasil merusak keseimbangan armada lawan.

Regu pemanah pimpinan Abdullah bin Zubair melihat gelagat pasukan muslim di perkemahan lawan. Mereka pun ikut tercerai-berai meninggalkan lereng Uhud dan posisinya.

Abdullah bin Zubair mencoba menghalau dengan memerintahkan tetap berjaga, tetapi hanya sedikit yang mematuhinya.

Khalid bin Walid membaca pergerakan regu pemanah itu. Dia pun memimpin kavaleri menuju lereng Uhud dengan maksud merusak pertahanan terakhir pihak muslim.

Setelah berhasil, mereka akan bergerak mengepung pasukan muslim dari belakang.

Rencana itu berjalan mulus. Regu pemanah yang hanya tersisa 10 orang seketika langsung dikalahkan.

Lalu, para penunggang kuda Khalid masuk ke pusat laga, membuat pasukan muslim terkejut sekaligus kelabakan.

Harta rampasan pun ditinggalkan, rombongan pasukan kembali ke tengah medan perang.

Pasukan muslim dilanda kebingungan luar biasa, bahkan ada yang menyebutkan bahwa pasukan muslim saat itu tidak tahu mana kawan, mana lawan.

Kacau balau, mereka beradu senjata dengan membabi buta.

Peringatan dari Allah Swt.

Al-Qur’an merekam momen antiklimaks tersebut dalam surah Ali Imran ayat 152.

وَلَقَدْ صَدَقَكُمُ ٱللَّهُ وَعْدَهُۥٓ إِذْ تَحُسُّونَهُم بِإِذْنِهِۦ ۖ حَتَّىٰٓ إِذَا فَشِلْتُمْ وَتَنَٰزَعْتُمْ فِى ٱلْأَمْرِ وَعَصَيْتُم مِّنۢ بَعْدِ مَآ أَرَىٰكُم مَّا تُحِبُّونَ ۚ مِنكُم مَّن يُرِيدُ ٱلدُّنْيَا وَمِنكُم مَّن يُرِيدُ ٱلْءَاخِرَةَ ۚ ثُمَّ صَرَفَكُمْ عَنْهُمْ لِيَبْتَلِيَكُمْ ۖ وَلَقَدْ عَفَا عَنكُمْ ۗ وَٱللَّهُ ذُو فَضْلٍ عَلَى ٱلْمُؤْمِنِينَ

Wa laqad ṣadaqakumullāhu wa’dahū iż taḥussụnahum bi`iżnih, ḥattā iżā fasyiltum wa tanāza’tum fil-amri wa ‘aṣaitum mim ba’di mā arākum mā tuḥibbụn, mingkum may yurīdud-dun-yā wa mingkum may yurīdul-ākhirah, ṡumma ṣarafakum ‘an-hum liyabtaliyakum, wa laqad ‘afā ‘angkum, wallāhu żụ faḍlin ‘alal-mu`minīn.

Artinya:

“Dan sesungguhnya, Allah telah memenuhi janji-Nya kepada kamu ketika kamu membunuh mereka dengan izin-Nya sampai pada saat kamu lemah dan berselisih dalam urusan itu dan mendurhakai perintah (Rasul) sesudah Allah memperlihatkan kepadamu apa yang kamu sukai. Di antaramu ada orang yang menghendaki dunia dan di antara kamu ada orang yang menghendaki akhirat. Kemudian, Allah memalingkan kamu dari mereka untuk menguji kamu dan sesungguhnya, Allah telah memaafkan kamu. Dan Allah mempunyai karunia (yang dilimpahkan) atas orang orang yang beriman.”

Bagaimana dengan Rasulullah?

Pasukan muslim kacau balau akibat beberapa alasan.

Pertama, berawal dari gugurnya Hamzah. Kedua, kecerobohan sebagian besar tentara yang tergiur harta rampasan.

Ketiga, rusaknya strategi pertahanan regu pemanah oleh Khalid dan kawan-kawan.

Tiga alasan di atas masih ditambah lagi dengan isu terbunuhnya Rasulullah saw. setelah keadaan menjadi berbalik arah.

Tak heran jika makin banyak tentara yang ketakutan dan runtuh moralnya sehingga kabur, melarikan diri untuk mencari keselamatan masing-masing.

Nyatanya, isu itu tidak benar. Setelah mengetahui Rasulullah saw. masih hidup, sebagian kecil pasukan mendekat kepada beliau.

Konon, sejarah mencatat bahwa jumlah mereka hanya 14 orang dan hanya itulah yang tersisa, ditambah satu lagi, yaitu Nabi Muhammad saw. sendiri.

Keempat belas pasukan terakhir itu terdiri dari tujuh orang anshor dan tujuh muhajirin, termasuk Ali bin Abi Thalib dan Abu Bakar as-Shidiq.

Dalam kondisi semacam itu, hanya Allah Swt. yang bisa membuat keajaiban untuk membantu kemenangan Rasulullah dan pengikutnya. Namun, kali ini Allah memberikan pelajaran lain.

Perang Uhud berakhir dengan kekalahan di pihak muslim. Abu Sofyan menghentikan serangan, sekaligus mengumumkan kemenangannya. Armada Makkah pun bersorak.

Satu-satunya keberuntungan bagi pihak muslim adalah Abu Sofyan tidak melanjutkan penyerangan ke Madinah sehingga kota tetap aman.

Nabi Muhammad saw. dilaporkan terluka sobek di bagian lutut dan wajah, sementara satu biji gigi beliau tanggal, pelindung kepalanya pun rusak.

Allah Swt. menyelamatkan kekasih-Nya dari ajal, di antaranya lewat perantara para pasukan yang setia melindungi beliau sampai bertaruh nyawa.

Peperangan pada Masa Nabi Muhammad saw.

Perang dalam Islam bukan semata-mata bertujuan untuk melakukan ekspansi wilayah.

Rasulullah berperang karena terpaksa, sebagai jalan terakhir untuk bertahan. Pasalnya, ancaman kaum kafir pada masa Nabi Muhammad saw. begitu nyata.

Kebolehan untuk berperang karena alasan mempertahankan diri ini difirmankan Allah Swt. dalam surah Al-Hajj ayat 39.

أُذِنَ لِلَّذِينَ يُقَٰتَلُونَ بِأَنَّهُمْ ظُلِمُوا۟ ۚ وَإِنَّ ٱللَّهَ عَلَىٰ نَصْرِهِمْ لَقَدِيرٌ

Użina lillażīna yuqātalụna bi`annahum ẓulimụ, wa innallāha ‘alā naṣrihim laqadīr.

Artinya:

“Telah diizinkan (berperang) bagi orang-orang yang diperangi karena sesungguhnya mereka telah dianiaya. Dan sesungguhnya Allah benar-benar Mahakuasa menolong mereka itu.”

Sejarah mencatat Rasulullah memimpin sendiri pasukannya sedikitnya di 26 medan laga. Sebagian dilakukan tanpa kontak senjata atau berakhir dengan perjanjian damai.

Namun, beberapa perang besar juga mengakibatkan banyaknya korban jiwa, baik di kubu pasukan muslim maupun musuh.

Pastinya kamu pernah mendengar nama-nama peristiwa seperti Perang Badar, Perang Uhud, Perang Khandaq, Perang Penaklukan Mekkah, hingga Perang Tabuk yang berskala lebih besar.

Semuanya terjadi pada zaman Nabi, terutama sejak beliau berhijrah dari Makkah ke Madinah.

Lima peperangan tersebut dinilai paling bersejarah dan paling penting maknanya. Tak cuma bagi umat Islam, tetapi juga untuk kaum yang memusuhinya.

Perang Badar Kedua

Sebagai contoh, pada Perang Badar kedua, kemenangan laskar Islam membuat musuh tak lagi memandang remeh Rasulullah dan pengikutnya.

Nabi Muhammad saw. pada waktu itu dinilai lemah karena dikenal sebagai sosok yang berbudi lembut.

Kaum kafir juga hanya menganggap beliau sebagai seorang pedagang dan pemimpin agama yang tidak tahu-menahu soal militer.

Akan tetapi, kemenangan dalam Perang Badar membuat nama beliau mashyur di jazirah Arab sebagai panglima perang yang andal.

Perang Khandaq

Pada pertempuran yang lain, Perang Khandaq, misalnya, armada muslim kalah dari saegi jumlah, seperti halnya saat Perang Badar.

Namun, lagi-lagi, pasukan yang sedikit ini mampu mengalahkan musuh. Meski di sisi lain, Allah menyuruh angin untuk membantu bala tentara Nabi, sebagaimana tertulis dalam firman-Nya.

يَٰٓأَيُّهَا ٱلَّذِينَ ءَامَنُوا۟ ٱذْكُرُوا۟ نِعْمَةَ ٱللَّهِ عَلَيْكُمْ إِذْ جَآءَتْكُمْ جُنُودٌ فَأَرْسَلْنَا عَلَيْهِمْ رِيحًا وَجُنُودًا لَّمْ تَرَوْهَا ۚ وَكَانَ ٱللَّهُ بِمَا تَعْمَلُونَ بَصِيرًا

Yā ayyuhallażīna āmanużkurụ ni’matallāhi ‘alaikum iż jā`atkum junụdun fa arsalnā ‘alaihim rīḥaw wa junụdal lam tarauhā, wa kānallāhu bimā ta’malụna baṣīrā

Artinya:

“Hai orang-orang yang beriman, ingatlah akan nikmat Allah (yang telah dikurniakan) kepadamu ketika datang kepadamu tentara-tentara, lalu Kami kirimkan kepada mereka angin topan dan tentara yang tidak dapat kamu melihatnya. Dan adalah Allah Maha Melihat akan apa yang kamu kerjakan.” (QS Al-Ahzab: 9)

Jika melihat karunia Allah yang begitu besar kepada Nabi Muhammad saw., rasanya mustahil membayangkan beliau kalah dalam peperangan.

Namun, sekali lagi, Rasulullah juga seorang manusia biasa yang hanya bisa mematuhi takdir Allah Ta’ala.

Reputasi Rasulullah sebagai ahli strategi tak lantas membuat beliau bisa selalu menang perang. Hal itu jelas terbukti pada saat meletusnya Perang Uhud.

Sebaik apa pun strateginya, kalau Allah menentukan kalah, tidak ada yang bisa menolaknya.

Hikmah Perang Uhud

Perang Uhud merupakan peristiwa yang menyakitkan bagi kaum muslimin. Bukan semata-mata karena kalah berperang, tetapi juga akibat jumlah korban yang tak sedikit.

Beberapa sahabat gugur, termasuk Hamzah, paman sang Nabi. Kini, makam para syuhada ini bisa ditemukan di Jabal Uhud, Madinah.

إِن يَمْسَسْكُمْ قَرْحٌ فَقَدْ مَسَّ ٱلْقَوْمَ قَرْحٌ مِّثْلُهُۥ ۚ وَتِلْكَ ٱلْأَيَّامُ نُدَاوِلُهَا بَيْنَ ٱلنَّاسِ وَلِيَعْلَمَ ٱللَّهُ ٱلَّذِينَ ءَامَنُوا۟ وَيَتَّخِذَ مِنكُمْ شُهَدَآءَ ۗ وَٱللَّهُ لَا يُحِبُّ ٱلظَّٰلِمِينَ

Iy yamsaskum qar-ḥun fa qad massal-qauma qar-ḥum miṡluh, wa tilkal-ayyāmu nudāwiluhā bainan-nās, wa liya’lamallāhullażīna āmanụ wa yattakhiża mingkum syuhadā`, wallāhu lā yuḥibbuẓ-ẓālimīn.

Artinya:

“Jika kamu (pada perang Uhud) mendapat luka, maka sesungguhnya kaum (kafir) itu pun (pada Perang Badar) mendapat luka yang serupa. Dan masa (kejayaan dan kehancuran) itu Kami pergilirkan di antara manusia (agar mereka mendapat pelajaran); dan supaya Allah membedakan orang-orang yang beriman (dengan orang-orang kafir) supaya sebagian kamu dijadikan-Nya (gugur sebagai) syuhada’. Dan Allah tidak menyukai orang-orang yang zalim.” (Ali Imran: 140)

Di sisi lain, Perang Uhud juga memberi pelajaran besar bagi umat Islam, terutama soal kedisiplinan, kepatuhan terhadap perintah, hingga peringatan agar tidak mudah tergiur kekayaan.

Wallahu’alam.

Referensi:

https://www.nu.or.id/post/read/67629/merenungkan-kisah-perang-zaman-nabi

https://islam.nu.or.id/post/read/122612/biografi-nabi-muhammad–perang-yang-pernah-diikuti-dan-kewafatan-nabi–bagian-iv-habis-

https://jateng.inews.id/berita/perang-khandaq/3

https://muslimahdaily.com/story/hikmah/item/1429-seratus-unta-tebusan-untuk-kehidupan-ayahanda-rasulullah.html

https://www.al-islam.org/articles/battle-badr

https://mediaindonesia.com/galleries/detail_galleries/11343-berziarah-ke-jabal-uhud

https://islam.nu.or.id/post/read/113608/perang-uhud-dan-komitmen-nabi-atas-hasil-musyawarah

https://tirto.id/arti-penting-kekalahan-dalam-perang-uhud-crV8

https://zaahara.com/blogs/writers-corner/the-battle-of-uhud-the-second-important-war-in-islamic-history

https://www.al-islam.org/articles/battle-uhud-shaykh-muhammad-jawad-chirri