Sejarah Perang Badar, Meyakini Bantuan Allah

Tahukah kamu, Perang Badar adalah pertempuran yang dilakukan kaum muslimin sebagai bentuk perlawanan terhadap golongan kafir Makkah untuk pertama kalinya?

Ya, dalam tiga belas tahun pertama kenabian, para pemeluk Islam menerima tindak kekerasan tanpa melawan satu kali pun.

Peperangan yang terlihat mustahil dilihat dari jumlah pasukan ini fenomenal karena sejarah mencatatnya sebagai kemenangan pertama kaum muslimin melawan kekafiran.

Seorang muslim tentu saja harus meyakini bahwa ada “campur tangan” Allah Swt. dalam peperangan tersebut.

Karena itu, Perang Badar menjadi simbol bahwa tidak ada yang mustahil terjadi di dunia ini jika Allah Swt. sudah mengizinkan.

Agar kamu makin mantap meyakini hal tersebut, Hasana.id sekarang akan mengajakmu menyelami sejarah luar biasa itu.

Mulai dari asal mula, waktu terjadinya, hingga tokoh-tokoh dari golongan muslimin yang terlibat, semua akan diuraikan dalam artikel ini.

Namun, sebelumnya, mari simak pembahasan tentang benarkah kekerasan dan peperangan dibolehkan dalam Al-Qur’an sehingga menjadi penyebab Perang Badar.

Diizinkannya Kekerasan dan Peperangan dalam Al-Qur’an

Benarkah Allah Swt. mengizinkan kaum muslimin berperang dan mengangkat senjata? Ya, memang benar demikian.

Terdapat beberapa ayat dalam Al-Qur’an yang merekam wahyu Sang Khalik mengenai hal tersebut. Salah satunya adalah seperti yang tertulis dalam surah Al-Hajj ayat 39 dan 40.

Difirmankan bahwa Allah Swt. mengizinkan kaum muslimin untuk berperang sebagai tindakan perlawanan karena mereka telah diperangi dan dianiaya.

Tidak berhenti sampai memberikan izin saja, Allah Swt. bahkan menjanjikan pertolongan bagi mereka yang berperang disebabkan terusir dari tempat tinggalnya.

Alasan semua itu adalah semata karena mereka telah beriman dan memeluk Islam.

Dari sini, kamu pasti sudah bisa mengambil kesimpulan konteks peperangan seperti apa yang diizinkan Allah Swt. bukan? Ya betul, pertahanan diri!

Jika seorang muslim menerima perlakuan aniaya atau ancaman, terutama secara fisik, dibolehkan baginya untuk membalas hanya sebagai upaya bertahan hidup.

Kata “hanya” perlu digarisbawahi karena memang itulah satu-satunya alasan Allah Swt. mengizinkan kekerasan atau bahkan peperangan.

Hal ini ditegaskan dalam penggalan wahyu berikutnya dalam ayat yang sama.

Sudah tentu tempat-tempat peribadatan seluruh kaum beragama akan roboh apabila Allah Swt. menyetujui kekerasan yang dilakukan segolongan tanpa alasan.

Dengan kata lain, dunia pasti sudah hancur jika umat Islam diizinkan untuk berperang melawan kaum kafir begitu saja tanpa dasar.

Melihat bahwa bumi masih kokoh menopang miliaran penduduknya hingga sekarang, kamu akan pahami bahwa Allah Swt. membenci segala tindak kekerasan.

Konsep Jihad

Jika Allah Swt. membenci pertempuran, lantas mengapa dalam beberapa dekade belakangan, Islam sering diidentikkan dengan aksi terorisme dan pertumpahan darah?

Hal itu karena terdapat kekeliruan dalam memaknai konsep jihad.

Jihad, yang sering digaungkan oleh kaum muslimin, saat ini menjadi sebuah kata yang menakutkan.

Istilah jihad juga dianggap sebagai dasar dibolehkannya seorang muslim memerangi siapa pun secara fisik.

Padahal, menurut etimologi, jihad hanya berarti “seluruh usaha yang dikerahkan untuk melawan musuh”.

Tak boleh ada tambahan kata-kata sadistis, semacam “menumpahkan darah”, “membunuh”, “memenggal”, dan “mengebom”.

Nah, musuh dalam konsep jihad ini mengacu pada segala keburukan yang ada. Keburukan itu bisa datang dari luar diri, yaitu setan dan manusia lain, maupun dari dalam diri, yaitu hawa nafsu.

Jihad melawan yang terakhir inilah yang disabdakan oleh Rasulullah saw. sebagai jihad yang paling besar.

Dalam sabda tersebut, yang diutarakan beliau sekembalinya dari sebuah peperangan, jihad tidak bertautan dengan kekerasan sama sekali.

Dengan demikian, mengerdilkan makna jihad sebagai pertempuran fisik semata merupakan sebuah kesalahan.

Kisah Perang Badar dalam Al-Qur’an

Jika membaca tafsir Al-Qur’an surah Ali ‘Imran ayat 123–127, kamu akan mengetahui keadaan kaum muslimin pada saat Perang Badar.

Dijelaskan juga dalam ayat tersebut cara Allah Swt. menguatkan pasukan kecil kaum muslimin hingga dapat memenangkan pertempuran tersebut.

Jumlah pasukan yang hanya sepertiga kekuatan musuh dan perlengkapan perang yang tidak memadai telah Allah Swt. bantu dengan cara-Nya.

Allah mengirimkan ribuan malaikat dari langit untuk turut serta berperang. Bala bantuan tersebut merupakan kabar gembira yang menenteramkan hati siapa pun yang mendengarnya.

Tertawannya 70 pimpinan kaum kafir dan terbunuhnya 70 orang lainnya menjadi ukuran kemenangan kaum muslimin yang ketika itu dipandang lemah.

Allah Swt. pun menyatakan bahwa kemenangan kaum muslimin pada saat itu datang dari Zat Yang Mahaperkasa, Mahabijaksana.

Perang Badar dan Puasa Ramadhan

Jika dihitung berdasarkan kalender Hijriah, Perang Badar terjadi pada bulan Ramadhan.

Fakta ini menimbulkan banyak pertanyaan penting yang mengarah pada persoalan-persoalan fikih lainnya. Tiga di antaranya adalah sebagai berikut.

Telah Disyariatkan-Nya Puasa Ramadhan ketika Perang Badar Berlangsung

Allah Swt. mulai mensyariatkan puasa Ramadhan di bulan Syakban pada tahun kedua hijriah. Pada tahun itu juga, diberlakukan pemindahan arah kiblat dari Baitul Maqdis ke Ka’bah.

Sementara itu, Perang Badar terjadi pada Ramadhan pertama setelah berlakunya syariat puasa wajib tersebut.

Jadi, kamu muslimin pada saat itu melakukan perang pertama dalam sejarah di bulan terberat dalam setahun. Namun, terdapat perbedaan pendapat mengenai tanggal dan hari pastinya.

Dalam Tarikh al-Thabari: Tarikh al-Umam wa al-Muluk, Imam Abu Ja’far bin Jarir al-Thabari merekam pendapat sebagian ulama yang menyatakan bahwa Perang Badar terjadi pada tanggal 19 Ramadhan.

Namun, pendapat lain menyatakan peristiwa luar biasa ini terjadi pada Jumat pagi tanggal 17 Ramadhan. Hal itu tertulis dalam kitab Al-Isti’ab fi Ma’rifah al Ashhab oleh Imam Abu ‘Umar Yusuf al Qurthubi

Tidak Berpuasanya Rasulullah ketika Perang Badar

Dalam sebuah hadits yang diriwayatkan Imam al-Tirmidzi, Sa’id bin Musayyab r.a. ditanya mengenai kewajiban berpuasa bagi musafir.

Beliau kemudian menceritakan riwayat yang dituturkan oleh Umar bin Khattab r.a.

Umar bin Khattab r.a. mengisahkan, para sahabat melakukan dua peperangan pada bulan Ramadhan bersama Rasulullah saw. Peperangan tersebut adalah Pembebasan Makkah dan Perang Badar.

Pada kedua peristiwa tersebut, kaum muslimin tidak berpuasa. Sabda Rasulullah saw. mengenai hal ini dapat ditemukan dalam kitab Zad al-Ma’ad karya Imam Ibnu Qayyim al-Jauziyah.

Para Sahabat Tetap Mencari Malam Lailatul Qadar, Meski Sibuk Berperang

Generasi pertama Islam diisi oleh kaum muslimin yang pernah hidup dalam satu masa dengan Rasulullah. Kamu mengenal mereka dengan sebutan “para sahabat rasul”.

Karena menimba pendidikan Islam langsung dari tangan pertama itulah, golongan ini menjadi generasi terbaik sepanjang sejarah dalam segala hal. Merekalah contoh terbaik dalam keimanan dan amal ibadah.

Tak pernah ada lomba seindah mengalahkan orang lain dalam berbuat baik seperti yang dilakukan oleh para sahabat. Begitu pula dalam penegakkan ibadah, mereka melakukan yang terbaik.

Salah satu yang terekam dalam berbagai riwayat adalah ketika mereka masih tetap menghidupkan malam-malam Ramadhan untuk mencari lailatul qadar.

Padahal, mereka ketika itu tengah waspada di medan perang. Demikianlah yang ditulis oleh Imam Abu Ja’far bin Jarir al-Thabari dalam kitab Tarikh-nya.

Kharijah bin Zaid bin Tsabit r.a. pernah bercerita tentang ayahnya, Zaid bin Tsabit r.a., yang menghidupkan malam Ramadhan ke-19 dan ke-23 dengan khusus, tak seperti malam-malam lainnya.

Wajah beliau bahkan terlihat pucat karena tidak tidur. Zaid bin Tsabit r.a. mengatakan, pada hari ke-19 dan ke-23 pagi harinya, Allah telah memisahkan yang benar dari yang salah.

Perkataan ini merujuk pada Perang Badar yang terjadi pada pagi hari setelah malam-malam ganjil tersebut.

Artinya, Zaid bin Tsabit r,a. menganggap bahwa kemenangan yang didapatkan oleh kaum muslimin pada Perang Badar pada pagi harinya adalah salah satu indikator datangnya lailatur qadar.

Oleh karena itu, pada bulan puasa berikut dan seterusnya, beliau selalu menghidupkan malam Ramadhan ke-19 dan ke-23 melebihi malam-malam lainnya.

Awal Mula Terjadinya Perang Badar

Dalam kitab Tarikh al-Islam wa Wafayat Masyahir al-Ahlam, Syamsuddin al Dzhabi menuangkan kisah Perang Badar singkat sebagai berikut.

Pada pagi hari menjelang peristiwa bersejarah itu terjadi, pasukan kaum muslimin bersiap untuk berangkat ke medan jihad.

Mereka bertekad memerangi golongan kafir Qurays yang selama itu telah bertindak aniaya. Para prajurit Perang Badar dipimpin oleh Rasulullah saw. langsung.

Masuk dalam barisan mujahid kala itu adalah sepuluh orang yang sudah dijamin menjadi ahli surga.

Pada mulanya, pasukan yang berjumlah 313 orang itu diarahkan untuk menghentikan Abu Sufyan yang memimpin kafilah dagang dari Makkah.

Hal tersebut merupakan bagian dari tindakan perlawanan. Jika kafilah dagang tersebut dihentikan, perekonomian kaum kafir Qurays di Makkah yang tergantung pada perdagangan tentu akan terganggu.

Jadi, rencana awal kaum muslimin bukanlah untuk berperang, melainkan hanya menghentikan rombongan Abu Sufyan.

Namun, kafilah tersebut justru mengambil rute memutar yang lebih jauh agar pasukan kaum muslimin tidak dapat menghentikan perjalanan dagang mereka.

Mngetahui trik Abu Sufyan tersebut, Rasulullah saw. mengarahkan pasukan Islam ke Bukit Badar yang terletak tak jauh dari Yatsrib (Madinah).

Di tempat itulah nantinya mereka akan bertemu dengan angkatan bersenjata kaum kafir.

Agar terhindar dari peperangan, beberapa orang dari pasukan kaum muslimin menyarankan agar Rasulullah saw. tetap menunggu rombongan Abu Sufyan saja.

Hal ini menyebabkan Allah Swt. menegur mereka, sebagaimana tertuang dalam Al-Qur’an surah Al-Anfal ayat 7.

Teguran. tersebut membuat pasukan kaum muslimin sepakat untuk tetap bergerak menuju Bukit Badar dan membiarkan rombongan Abu Sufyan melintas.

Penggagas Siasat Cemerlang

Dikisahkan, salah satu faktor kemenangan kaum muslimin pada Perang Badar adalah karena Rasulullah saw. mengikuti gagasan cemerlang dari seorang sahabat. Dialah al-Khubab bin al-Mundzir r.a.

Sesampainya di mata air Bukit Badar, Rasulullah saw. menginstruksikan para sahabat untuk mencari tempat strategis dan menjadikannya pos pertahanan perang.

Pilihan beliau jatuh pada lembah Badar, tempat terdapatnya sumur pertama yang telah mereka lalui sebelumnya.

Namun, al-Khubab bin al-Mundzir r.a. kemudian maju menghadap Rasulullah saw, hendak menyarankan rencana lainnya.

Dengan hati-hati, beliau menyampaikan pendapatnya kepada Sang Nabi karena tak ingin menyelisihi instruksi yang sudah diberikan.

Menurut pendapatnya, sumur pertama tersebut bukanlah tempat pertahanan yang baik.

Khubab bin Mundzir r.a. menyarankan sebuah area yang dekat dengan sumber air untuk menjadi zona defensif mereka.

Memilih tempat yang dekat dengan sumber air akan menghilangkan satu kecemasan pasukan Islam atas kurangnya pasokan kebutuhan.

Langkah selanjutnya adalah menutup sumber air tersebut setelah menguasainya. Dengan begitu, pihak musuh tidak dapat mengisi persediaan minum mereka dan kehausan selama perang berlangsung.

Rasulullah saw. mengagumi usulan brilian tersebut. Beliau lalu memberikan instruksi baru kepada pasukan muslimin sesuai dengan saran Khubab bin Mundzir r.a. tanpa berpikir dua kali.

Hasilnya, siasat itu berhasil menjadi salah satu faktor penentu kemenangan Islam dalam Perang Badar.

Beberapa Nama Pejuang Badar

Telah disebutkan secara singkat sebelumnya bahwa sepuluh sahabat Nabi yang dijamin masuk surga turut berperang di Bukit Badar kala itu.

Bersama dengan Rasulullah saw. dan sang penggagas siasat brilian, Khubab bin Mundzir, jumlah mereka menjadi dua belas orang.

Dalam riwayat, dikisahkan bahwa pasukan muslimin membawa 313 orang. Apakah kamu tahu siapa saja mujahid lain yang menorehkan nama mereka dalam sejarah mulia itu?

Hasana.id akan menguraikan sebagiannya untukmu! Berikut deretan nama para pejuang yang mengagumkan tersebut.

  1. Nabi Muhammad saw.
  2. Abu Bakar as-Shiddiq r.a.
  3. Umar bin Khattab r.a.
  4. Utsman bin Affan r.a.
  5. Ali bin Abi Thalib r.a.
  6. Thalhah bin ‘Ubaidillah r.a.
  7. Zubair bin Awwam r.a.
  8. Abdurrahman bin ‘Auf r.a.
  9. Sa’ad bin Abi Waqqas r.a.
  10. Said bin Zaid r.a.
  11. Abu Ubaidah bin Jarrah r.a.
  12. Khubab bin Mundzir r.a.
  13. Bilal bin Rabbah r.a.
  14. Hamzah bin Abdul Muttholib r.a.
  15. Abdullah bin Jahsyi r.a.
  16. Mush’ab bin Umair r.a.
  17. Abdullah bin Mas’ud r.a.
  18. Abu Kabsyah al-Faris r.a.
  19. Anasah al Habsyi r.a.
  20. Zaid bin Haritsah r.a.
  21. Marthad bin Abi Marthad r.a.
  22. Husain bin Harits r.a.
  23. ‘Ubaidah bin Harits r.a.
  24. Tufail bin Harits r.a.
  25. Abu Huzaifah bin ‘Utbah r.a.
  26. Salim (maula Abu Huzaifah) r.a.
  27. ‘Ukasyah bin Muhsin r.a.
  28. Umair bin Abi Waqqash r.a.
  29. Arqam bin Abi Arqam r.a.
  30. Ammar bin Yasir r.a.

Rasulullah dan Tawanan Perang Badar

Firman Allah dalam Surah Al-Maidah ayat 8 menjadi dasar bagi Rasulullah saw. untuk berlaku adil, bahkan terhadap kaum yang dibenci.

Keadilan lebih dekat dengan ketakwaan. Oleh karena itu, Nabi Muhammad saw. tidak pernah bersikap berat sebelah.

Satu peristiwa yang terjadi setelah Perang Badar berikut akan menjadi contoh yang istimewa.

Diceritakan, beberapa saat setelah peperangan berakhir, kaum muslimin membawa tawanan sebanyak tujuh puluh orang dan mengikat mereka kuat-kuat.

Salah seorang di antara tawanan tersebut adalah paman Rasulullah saw. yang beliau sayangi, yakni Abbas bin Abdul Muthalib.

Sang paman yang berjarak tiga tahun lebih tua dari keponakannya itu pun demikian. Ia tak pernah terlihat melancarkan aksi permusuhan terhadap Nabi saw. dan aktivitas dakwahnya.

Kehadirannya dalam Perang Badar melawan kaum muslimin semata untuk menawarkan perlindungan bagi Bani Hasyim.

Keberadaan Abbas bin Abdul Muthalib di tengah tawanan Badar merisaukan Rasulullah saw. hingga beliau tak bisa tidur.

Ketika ditanya, Nabi Muhammad saw. berkata bahwa rintihan kesakitan yang dikeluarkan sang paman akibat ikatan yang kuat membuat beliau gelisah.

Kemudian, sahabat yang bertanya tersebut pun segera melonggarkan ikatan tangan Abbas bin Abdul Muthalib dan melaporkannya kepada Rasulullah saw. Beliau pun merasa lega.

Nabi Muhammad saw. segera memberikan instruksi kepada sahabat tersebut agar memperlakukan semua tawanan sebagaimana Abbas bin Abdul Muthalib diperlakukan.

Hikmah Perang Badar

Dari kisah Perang Badar, kamu pasti bisa mengambil banyak hikmah. Rasulullah saw. telah mencontohkan bahwa sebuah perjuangan wajib diiringi dengan doa.

Tak perlu berkecil hati jika kamu merasa tak punya daya yang besar ketika memperjuangkan sesuatu. Dengan izin Allah, disiplin, dan semangat juang, kesuksesan hanya soal waktu.

Hikmah Perang Badar banyak bertebaran di sepanjang kisahnya. Namun, yang paling utama adalah meyakini bahwa bantuan Allah Swt. pasti datang bagi hamba-Nya yang teguh berada di jalan Islam.

Jadi, jangan pernah memasukkan keputusasaan dalam daftar pilihan hidup kamu, ya!

Sumber:

https://alif.id/read/rohmatul-izad/mengapa-alquran-mengijinkan-perang-dan-kekerasan-b209241p/

https://quran.laduni.id/alquran/tema/Kisah-perang-Badar-dan-Uhud.html

https://islam.nu.or.id/post/read/105871/ramadhan-di-saat-perang-badar-dan-fathu-makkah?_ga=2.212881620.1717310616.1612144276-583326084.1612144276

https://islam.nu.or.id/post/read/102004/al-khubab-bin-al-mundzir-pemilik-taktik-brilian-di-perang-badar?_ga=2.217282646.1717310616.1612144276-583326084.1612144276

http://www.piss-ktb.com/2014/12/3679-tarikh-nama-pejuang-perang-badar.html

https://islam.nu.or.id/post/read/105075/sikap-adil-rasulullah-kepada-tawanan-perang-badar?_ga=2.212881620.1717310616.1612144276-583326084.1612144276