Pengertian, Keutamaan, dan Anjuran Beramal pada Malam Nisfu Sya’ban

Islam mengenal beberapa jenis waktu yang dianggap istimewa karena memiliki sejumlah keutamaan. Di antara waktu-waktu spesial itu ada yang namanya malam Nisfu Sya’ban.

Apa itu malam Nisfu Sya’ban? Kapan malam Nisfu Sya’ban itu terjadi? Berikut uraian lengkapnya.

Pengertian Malam Nisfu Sya’ban

Umat Islam memiliki sistem penanggalan berdasar pergerakan rotasi bulan (Qomariyah) yang disebut kalender Hijriyah. Terdiri dari 12 bulan, di dalamnya terdapat empat bulan penuh keutamaan, tanpa mengesampingkan keistimewaan delapan bulan lainnya.

Empat bulan yang dimaksud, antara lain bulan Ramadhan, Muharam, Dzulhijjah, dan Sya’ban.

Nama bulan yang disebut terakhir memiliki sejumlah keistimewaan, di antaranya berkaitan dengan beberapa peristiwa sejarah umat Islam, serta hadirnya malam Nisfu Sya’ban.

Sya’ban diartikan sebagai bulan penuh berkah dan kebaikan. Secara bahasa, huruf pembentuk kata Sya’ban terdiri dari lima, yaitu syin, ‘ain, ba’, alif, dan nun yang masing-masing mengandung arti tersendiri.

Syin berarti kemuliaan. Huruf ‘ain berarti derajat, kedudukan tinggi, dan terhormat. Sementara ba’ dan alif secara berturut-turut artinya adalah kebaikan dan kasih sayang. Sedangkan huruf terakhir, nun diartikan sebagai cahaya.

Lalu apa itu malam Nisfu Sya’ban? Kata nisfu berarti setengah atau separuh, dan sya’ban adalah bulan sya’ban. Jadi, Nisfu Sya’ban adalah malam pada pertengahan bulan Sya’ban yang penuh kebaikan dan kemuliaan.

Tentu saja kesimpulan di atas langsung bisa menjawab pertanyaan tentang kapan tepatnya malam Nisfu Sya’ban. Malam tersebut jatuh pada setiap tanggal 15, tepat pada pertengahan bulan Sya’ban.

Riwayat tentang Nisfu Sya’ban

Kitab suci Alquran tidak secara eksplisit menyebutkan istilah malam pertengahan bulan Sya’ban. Namun Rasulullah dan para ulama mengetahui dengan pasti bahwa waktunya jatuh pada malam ke-15 bulan Sya’ban.

Itulah yang membuat Syekh Abdul Qadir al-Jaelani mengatakan bahwa Allah tidak merahasiakan Nisfu Sya’ban.

Berbeda dengan malam Lailatul Qadar yang jatuh pada bulan Ramadhan, tetapi Allah tidak pernah mengisyaratkan kepastian waktunya.

Ulama besar kelahiran Jailan, Kurdistan, memahami bahwa dua malam tersebut memang memiliki jenis keutamaan berbeda. Lailatul Qadar mengandung rahmat dan ampunan berlimpah, sedang Nisfu Sya’ban lebih besar porsinya dalam hal penentuan takdir.

Hadis tentang Malam Nisfu Sya’ban

Nabi Muhammad saw. sendiri pernah bersabda kepada Siti Aisyah ra. Beliau mengutarakan betapa istimewanya malam 15 Sya’ban itu. Sebagaimana diriwayatkan dalam HR. Al-Baihaqi dan HR. At-Tabarani dan Ahmad.

عن عائشة بنت أبي بكر قالت: قام رسول الله من الليل يصلي، فأطال السجود حتى ظننت أنه قد قبض، فلما رأيت ذلك قمت حتى حركت إبهامه فتحرك فرجعت، فلما رفع إلي رأسه من السجود وفرغ من صلاته، قال: يا عائشة أظننت أن النبي قد خاس بك؟، قلت: لا والله يا رسول الله، ولكنني ظننت أنك قبضت لطول سجودك، فقال: أتدرين أي ليلة هذه؟ قلت: الله ورسوله أعلم، قال: هذه ليلة النصف من شعبان، إن الله عز وجل يطلع على عباده في ليلة النصف من شعبان، فيغفر للمستغفرين، ويرحم المسترحمين، ويؤخر أهل الحقد كما هم

Diceritakan bahwa Siti Aisyah menyaksikan Rasulullah bangun malam hari, lalu menjalankan salat, di mana beliau memperlama durasi sujudnya. Saking lamanya, istri Rasulullah sampai khawatir dan menyangka bahwa suaminya telah dipanggil Allah.

Curiga, Aisyah kemudian menyentuh telunjuk Rasulullah dan menggerakkannya. Ternyata Rasulullah masih bergerak, Aisyah radhiyallahu ‘anha pun lega karena kecemasannya tidak terbukti. Lalu setelah menyelesaikan salatnya, Rasulullah berkata.

“Wahai Aisyah, (atau Wahai Humaira’), apakah kamu menyangka bahwa Rasulullah tidak memberikan hakmu kepadamu?”

Aisyah menjawab, “Tidak ya Rasulullah, namun aku menyangka bahwa Anda telah dipanggil Allah karena sujud Anda lama sekali.”

Rasulullah saw. bersabda, “Tahukah kamu malam apa ini?”

Aisyah menjawab, “Allah dan rasul-Nya lebih mengetahui.”

Beliau pun kembali bersabda, “Ini adalah malam Nisfu Sya’ban (pertengahan bulan sya’ban). Dan Allah muncul kepada hamba-hamba-Nya di malam Nisfu Sya’ban dan mengampuni orang yang minta ampun, mengasihi orang yang minta dikasihi, namun menunda orang yang hasud sebagaimana perilaku mereka.” (HR Al-Baihaqi)

Hadis Lain yang Mendukung

Selain riwayat di atas, Aisyah ra. juga pernah meriwayatkan hadis senada dalam kesempatan yang berbeda.

عن عائشة بنت أبي بكر قالت: «قال رسول الله : إن الله ينزل ليلة النصف من شعبان إلى السماء الدنيا، فيغفر لأكثر من عدد شعر غنم كلب

Artinya:

“Sesungguhnya Allah ‘Azza Wajalla turun ke langit dunia pada malam nisfu sya’ban dan mengampuni lebih banyak dari jumlah bulu pada kambing Bani Kalb (salah satu kabilah yang punya banyak kambing).” (HR. At-Tabarani dan Ahmad)

Mengingat Rasulullah sendiri pernah bersabda. Ditambah lagi dengan dukungan pendapat banyak ulama. Maka umat Islam semakin yakin bahwa Nisfu Sya’ban merupakan salah satu malam istimewa yang di dalamnya terdapat banyak ampunan bagi siapa pun yang berhak.

Tradisi Malam Nisfu Sya’ban

Sejarah Nisfu Sya’ban menurut Islam tentu saja berawal dari Rasulullah saw. sendiri. Kemudian peringatannya mulai dilakukan oleh generasi Tabi’in di Syam.

Tentu saja mereka merayakannya bukan dengan berpesta pora, melainkan dengan memperbanyak ibadah.

Perayaan itu pun kemudian menjadi tradisi umat muslim di seluruh dunia. Di Turki dan Suriah misalnya, penduduknya memperingati tanggal 15 bulan Sya’ban yang dikenal dengan nama Hari Raya Berat Kandili.

Peringatan Berat Kandili dipenuhi aktivitas peribadatan, seperti salat sunah, membaca Alquran, berdoa, bersedekah, hingga berziarah ke makam orang-orang soleh.

Mereka percaya bahwa malam itu Allah tidak akan menolak doa-doa yang dipanjatkan kepada-Nya. Demikian pula di Indonesia, di mana sebagian besar penduduknya beragama Islam.

Masyarakat juga memperingati malam 15 Sya’ban dengan ibadah, misalnya membaca Alquran sehabis salat magrib, melakukan istigasah, berdoa, dan lain-lain.

Masyarakat Jawa menamakan bulan Sya’ban dengan Ruwah. Pada hari-hari sepanjang bulan ini sebagian masyarakat Islam Jawa kerap melakukan amalan tahlil, serta mendoakan para leluhur dan ahli qoryah.

Selain beribadah dan memanjatkan doa-doa, malam tersebut juga menandakan bahwa bulan Ramadhan akan segera tiba. Seperti diketahui, Ramadhan pun merupakan bulan istimewa yang juga penuh keutamaan.

Keutamaan Malam Nisfu Sya’ban

Terdapat sejumlah riwayat hadis yang menerangkan kedatangan malam istimewa pada tanggal 15 Sya’ban, berikut keutamaan-keutamaan yang ada di dalamnya. Salah satunya hadis sahih dari Mu’az bin Jabal radiallahu ‘anhu.

إِنَّ اللَّهَ لَيَطَّلِعُ فِى لَيْلَةِ النِّصْفِ مِنْ شَعْبَانَ فَيَغْفِرُ لِجَمِيعِ خَلْقِهِ إِلاَّ لِمُشْرِكٍ أَوْ مُشَاحِن

Innallaha layatali’u fii lailatinnisfi min sya’baana fayaghfiru lizamii’i khalqihi illa li musyrikin au musyaahin.

Artinya:

Allah mendatangi semua makhluk-Nya dan memberikan ampunan kepada mereka atas segala dosa, kecuali orang yang menyekutukan Allah dan orang yang saling bermusuhan. (HR. Ibnu Majah, At-Thabrani dan Ibnu Hibban)

Ada pula rumusan mengenai 15 Sya’ban sebagai malam penuh rahmat dan ampunan. Dikutip dari kitab Madza fi Sya’ban yang ditulis oleh Sayid Muhammad bin ‘Alawi al-Maliki dalam kitab karya beliau, Madza-fi Sya’ban.

Malam Penuh Ampunan

Menurut kitab tersebut, “Allah Swt. akan mengampuni dosa orang yang minta ampunan pada malam itu, mengasihi orang yang minta kasih, menjawab doa orang yang meminta, melapangkan penderitaan orang susah, dan membebaskan sekelompok orang dari neraka.

Malam penuh ampunan, kasih sayang, kelapangan, dan berbagai jenis kebaikan lainnya dari Allah Swt. Imam Ahmad bin Ismail bin Yusuf al-Thaliqani pernah menyebutkan bahwa Nisfu Sya’ban memiliki sedikitnya 22 nama lain. Betapa mulianya.

Beberapa nama yang perlu digarisbawahi, antara lain Lailatul Syafa’ah (malam syafaat), Lailatul Ijabah (malam pengabulan doa), dan malam Lailatul Idil Malaikat yang pertama sebelum Lailatul Qadar.

Disebut Lailatul Syafaat, karena suatu ketika pada malam pertengahan Sya’ban malaikat Jibril menemui Rasulullah selepas beliau salat. Kemudian menyampaikan bahwa Allah Swt. membebaskan separuh umat Rasulullah dari api neraka.

Kedua, Lailatul Ijabah mengandung arti bahwa Allah tidak menolak doa-doa hamba-Nya pada malam itu, sebagaimana riwayat Ibnu Umar. Sedang yang ketiga, malaikat merayakan hari raya bertepatan dengan Nisfu Sya’ban, seperti disebutkan dalam kitab Uyun al-Majalis.

Ada pula nama-nama lain yang menggambarkan keistimewaan malam pertengahan bulan Sya’ban. Lailatul Jaizah (malam ganjaran), di mana Allah memerintahkan surga berhias diri sebagai ganjaran bagi orang-orang yang beriman.

Lalu Lailatul Hayyat atau malam kehidupan, artinya tidak ada orang meninggal pada malam Nisfu Sya’ban selama waktu magrib sampai isyak.

Sebaliknya, Lailatul Nasakh, malam penetapan orang-orang yang akan diambil oleh malaikat maut selama satu tahun ke depan.

Malam Penuh Pertolongan

Imam Ghazali memiliki pandangan sendiri mengenai keutamaan malam 15 Sya’ban. Beliau juga menyebut tersebut sebagai malam yang penuh pertolongan. Pertolongan Allah diberikan berangsur-angsur sejak malam ke-13, hingga ke-14, dan 15.

Sepertiga pertolongan datang pada malam tanggal 13 Sya’ban. Esok malamnya, Allah memberikan seluruh syafaat itu sepenuhnya. Kemudian ditutup pada malam ke-15, ketika semua muslim memperoleh banyak kebaikan yang melengkapi amalnya sepanjang tahun.

Bukan malam biasa, ada banyak pendapat yang mengutarakan bahwa pada waktu tersebut Allah juga menentukan ketetapan takdir bagi manusia. Ketetapan itu bisa meliputi rezeki, usia, prestasi, jodoh, dan sebagainya.

Benarkah Takdir Ditulis ketika Malam Nisfu Sya’ban?

اِنَّآ اَنْزَلْنٰهُ فِيْ لَيْلَةٍ مُّبٰرَكَةٍ اِنَّا كُنَّا مُنْذِرِيْنَ . فِيْهَا يُفْرَقُ كُلُّ اَمْرٍ حَكِيْمٍۙ

Innaa anzalnaahu fii laylatin mubaarakatin innaa kunnaa mundziriina. Fiihaa yufraqu kullu amrin hakiimin.

Artinya:

Sesungguhnya Kami menurunkannya pada suatu malam yang diberkahi dan sesungguhnya Kami-lah yang memberi peringatan. Pada malam itu dijelaskan segala urusan yang penuh hikmah. (Ad-Dukhan: 3 – 4)

Ayat di atas menjadi landasan utama dari gagasan para ulama pendukung teori pencatatan takdir manusia tepat pada pertengahan bulan Sya’ban. Salah satu ulama yang dimaksud adalah Syekh Muhammad Alwi al-Maliki, pengarang Madza fi Sya’ban.

Sejumlah ulama besar lain tidak sependapat dengan Syekh Muhammad. Pasalnya, ada sejumlah penafsiran berbeda mengenai ‘malam yang diberkahi’, seperti tertera dalam surat Ad-Dukhan ayat ke-3.

Tafsir Ikrimah dan mufassir al-Qurthubi memahami maksud dari istilah ‘malam yang diberkahi’ itu sebagai malam Lailatul Qadar. Seperti diketahui, Lailatul Qadar atau dikenal sebagai malam yang lebih baik dari seribu bulan, jatuh pada bulan Ramadan.

Menurut H. Suhardi

Berbeda lagi dengan tafsir yang diambil dari Indeks Alquran – Cara Mudah Mencari Rujukan Ayat-Ayat Alquran (2016) oleh H. Suhardi. Malam tersebut diyakini sebagai malam turunnya Alquran atau sering disebut Nuzulul Quran yang juga jatuh pada bulan Ramadan.

Ditambah lagi, muncul pula kontroversi soal perbedaan dan persamaan antara malam Lailatul Qadar dan Nuzulul Quran. Tentang polemik itu, insyaallah Hasana.id akan menguraikan secara khusus dan lebih lanjut dalam kesempatan yang lain.

Kembali ke soal beda pendapat tentang kebenaran waktu penulisan takdir saat malam pertengahan Sya’ban. Syekh Muhammad tidak sepenuhnya menyalahkan tafsir Ad-Dukhan yang berbeda darinya.

Berdasarkan Hadis Riwayat Abu Dluha

Oleh karena itu, beliau kemudian menyodorkan gagasan penengah. Syekh Muhammad menukil hadis riwayat Abu Dluha dari Ibnu Abbas.

Menerangkan bahwa Sesungguhnya Allah menetapkan putusan dan takdir pada malam 15 Sya’ban, dan menyerahkannya pada para pengampunya pada malam Lailatul Qadar.

Syekh Muhammad merumuskan kesimpulan berdasarkan riwayat itu. Nisfu Sya’ban merupakan saat di mana Allah menetapkan takdir di Lauh Mahfuzh. Ketika Lailatul Qadar sebulan kemudian, Allah mengutus para malaikat guna membagikannya kepada manusia.

Tarikh Khatib al-Baghdadi pun meriwayatkan pernyataan Nabi saw. yang cukup mendukung tafsiran Syekh Muhammad. Dalam suatu kesempatan, Siti Aisyah bertanya alasan Rasulullah memperbanyak puasa pada bulan Sya’ban, Rasul pun menjawab:

نَعَمْ يَا عَائِشَةُ ، إِنَّهُ لَيْسَ مِنْ نَفْسٍ تَمُوتُ فِي سَنَةٍ إِلا كُتِبَ أَجَلُهَا فِي شَعْبَانَ ، فَأُحِبُّ أَنْ يُكْتَبَ أَجَلِي وَأَنَا فِي عِبَادَةِ رَبِّي وَعَمَلٍ صَالِحٍ

Innahu laisa min nafsin tamuutu fii sanatin illaa kutiba ‘ajaluhaa fii Sya’ban, fa’uhibbu an yuktaba ajalii wa anaa fii ‘ibaadati rabbi wa amalin shaalihin.

Artinya:

Sesungguhnya tiada seseorang meninggal pada tahun tersebut kecuali telah ditetapkan umurnya pada bulan Sya’ban. Aku ingin ketika dicatat takdirku, aku berada dalam keadaan beribadah dan beramal saleh.

Pasti ada saja perbedaan pendapat, apalagi di kalangan para pemikir muslim. Terlepas dari benar tidaknya pencatatan takdir berlangsung pada Nisfu Sya’ban, kiranya hampir semua ulama sepakat bahwa malam tersebut akan makin mulia jika diisi dengan amal ibadah.

Lalu apa saja ibadah dan amalan-amalan khusus yang sebaiknya dilakukan pada malam tanggal 15 bulan Sya’ban? Secara khusus, Hasana.id akan membahasnya pada poin tersendiri di bawah ini.

Ibadah dan Amalan yang Dianjurkan

Ali bin Abi Thalib pernah meriwayatkan sebuah hadis, dikutip dari islam.nu.or.id. Hadis Riwayat Ibnu Majah itu mengungkapkan sabda Rasulullah kepada umatnya agar menghidupkan Nisfu Sya’ban dengan salat dan puasa siang harinya.

Sayid Muhammad, masih dalam kitab Madza fi Sya’ban, memiliki pendapat berbeda. Beliau mengusulkan tiga jenis amalan yang sebaiknya ditingkatkan intensitasnya pada malam ke-15 bulan Sya’ban itu, tentunya selain ibadah fardu yang tak boleh ditinggalkan.

Tiga amalan menurut beliau, antara lain memperbanyak doa, kalimat syahadat, serta beristigfar.

Rumusan amalan tersebut didasarkan pada beberapa riwayat tentang keutamaan malam pertengahan Sya’ban, termasuk hadis Rasulullah sendiri.

Disarikan dari Hadis Riwayat Al-Baihaqi, suatu saat Rasulullah saw. bersabda kepada Abu Bakar.

Beliau mengatakan bahwa rahmat Allah turun ke Bumi pada malam Nisfu Sya’ban, sekaligus mengampuni dosa-dosa, kecuali musyrik dan hati yang menyimpan kebencian.

Maka dari itu, Sayid Muhammad menganjurkan muslim agar banyak berdoa, karena malam itu Allah membawa banyak rahmat. Lalu bersyahadat supaya terhindar dari syirik dan musyrik. Kemudian ber-istigfar guna memohon ampunan dari Allah Swt.

Mengutip dari kitab Qalyubi wa Umairah. Di situ dijelaskan soal sunah berdzikir dan salat, khususnya Salat Tasbih pada lima malam istimewa.

Malam istimewa yang dimaksud, yakni malam dua hari raya, malam Nisfu Sya’ban, awal bulan Rajab, dan malam Jumat.

Selain ibadah fardu harian, pada dasarnya tidak ada ketentuan tentang jenis ibadah khusus malam di tengah bulan Sya’ban.

Ulama berpendapat segala jenis ibadah boleh dilakukan, sepanjang hanya bertujuan meraih rida Allah, tidak merugikan, apalagi melanggar syariat.

Doa Nisfu Sya’ban

Pada kenyataannya, tradisi umat Islam mengenal beragam amalan menyambut malam 15 Sya’ban.

Di Indonesia misalnya, masyarakat muslim kerap melakukan amalan usai salat magrib, yakni membaca Surat Yasin sebanyak tiga kali dan memanjatkan doa Nisfu Sya’ban.

Doa-doa yang dipanjatkan kebanyakan berhubungan erat dengan keyakinan masyarakat tentang Nisfu Sya’ban sebagai malam penentuan takdir.

Maka, kerap kali muslim memohonkan atas rezeki halal, umur panjang, hingga doa agar khusnul khatimah.

Seperti halnya kebebasan menentukan jenis amalan sunah, pun tidak ada doa Nisfu Sya’ban khusus dan. Setiap muslim bebas menentukan doanya masing-masing atau mengikuti rumusan dari ulama yang dirasa meyakinkan.

Jadi, silakan jika kamu memiliki doa Nisfu Sya’ban hasil ijtihad-mu sendiri. Jika tidak, kamu bisa memilih satu dari dua doa berikut yang telah banyak digunakan. Keduanya dirumuskan oleh dua orang ulama besar.

Doa dari Syekh Abdul Qadir Jaelani

  • Doa Nisfu Sya’ban dari Syekh Abdul Qadir Jaelani mengutip Ali bin Abi Thalib ra, dituliskan dalam kitab Ghunyah al-Thalibin.

للهم صَلِّ عَلَى مُحَمَّدٍ وَآلِهِ، مَصَابِيْحِ الْحِكْمَةِ وَمَوَالِيْ النِّعْمَةِ، وَمَعَادِنِ الْعِصْمَةِ، وَاعْصِمْنِيْ بِهِمْ مِنْ كُلِّ سُوْءٍ. وَلَا تَأْخُذْنِيْ عَلَى غِرَّةٍ وَلَا عَلَى غَفْلَةٍ، وَلَا تَجْعَلْ عَوَاقِبَ أَمْرِيْ حَسْرَةً وَنَدَامَةً، وَارْضَ عَنِّيْ، فَإِنَّ مَغْفِرَتَكَ لِلظَّالِمِيْنَ، وَأَنَا مِنَ الظَّالِمِيْنَ، اللهم اغْفِرْ لِيْ مَا لَا يَضُرُّكَ، وَأَعْطِنِيْ مَا لَا يَنْفَعُكَ، فَإِنَّكَ الْوَاسِعَةُ رَحْمَتُهُ، اَلْبَدِيْعَةُ حِكْمَتُهُ، فَأَعْطِنِي السَّعَةَ وَالدَّعَةَ، وَالْأَمْنَ وَالصِّحَّةَ وَالشُّكْرَ وَالْمُعَافَاةَ، وَالتَّقْوَى، وَأَفْرِغِ الصَّبْرَ وَالصِّدْقَ عَلَيَّ، وَعَلَى أَوْلِيَائِيْ فِيْكَ، وَأَعْطِنِي الْيُسْرَ، وَلَا تَجْعَلْ مَعَهُ الْعُسْرَ، وَأَعِمَّ بِذَلِكَ أَهْلِيْ وَوَلَدِيْ وَإِخْوَانِيْ فِيْكَ، وَمَنْ وَلَدَنِيْ مِنَ الْمُسْلِمِيْنَ وَالْمُسْلِمَاتِ وَالْمُؤْمِنِيْنَ وَالْمُؤْمِنَاتِ

Allâhumma shalli ‘alâ Muhammadin wa âlihi, Mashâbihil hikmati wa mawâlin ni’mati, wa ma‘âdinil ‘ishmati, wa‘shimni bihim min kulli sû-in, wa lâ ta’khudznî ‘alâ ghirratin wa lâ ‘ala ghaflatin, wa lâ taj‘al ‘awâqiba amri hasratan wa nadâmatan, wardla ‘annî, fainna maghfirataka lidh dhâlimin, wa anâ minadh dhâlimîna, allâhumma ighfir lî mâ lâ yadlurruka, wa a‘thinî mâ lâ yanfa’uka, fainnaka al-wâsi’atu rahmatuhu, al-badî‘atu hikmatuhu, fa a‘thini as-sa‘ata wad da‘ata, wal-amna wash-shihhata wasy-syukra wal-mu‘âfata wattaqwa, wa afrighiash-shabra wash-shidqa ‘alayya, wa ‘alâ auliyâi fîka, wa a‘thinî al-yusra, walâ taj‘al ma‘ahu al-‘usra, wa a‘imma bi dzâlika ahlî wa waladî wa ikhwanî fîka, wa man waladanî minal muslimîna wal muslimâti wal mu’minîna wal mu’minâti.

Artinya:

Ya Allah limpahkan rahmat ta’dhim-Mu kepada Nabi Muhammad dan keluarganya, lampu-lampu hikmah, tuan-tuan nikmat, sumber-sumber penjagaan.

Jagalah aku dari segala keburukan lantaran mereka, janganlah engkau hukum aku atas kelengahan dan kelalaian, janganlah engkau jadikan akhir urusanku suatu kerugian dan penyesalan, ridailah aku.

Sesungguhnya ampunan-Mu untuk orang-orang dzalim dan aku termasuk dari mereka, ya Allah ampunilah bagiku dosa yang tidak merugikan-Mu, berilah aku anugerah yang tidak memberi manfaat kepada-Mu.

Sesungguhnya rahmat-Mu luas, hikmah-Mu indah, berilah aku kelapangan, ketenangan, keamanan, kesehatan, syukur, perlindungan (dari segala penyakit) dan ketakwaan.

Tuangkanlah kesabaran dan kejujuran kepadaku, kepada kekasih-kekasihku karena-Mu, berilah aku kemudahan dan janganlah jadikan bersamanya kesulitan.

Liputilah dengan karunia-karunia tersebut kepada keluargaku, anakku, saudar-saudaraku karena-Mu dan para orang tua yang melahirkanku dari kaum muslimin muslimat, serta kaum mukiminin dan mukminat.

Doa dari Sayyid Usman bin Yahya

  • Doa Nisfu Sya’ban dari Sayyid Usman bin Yahya yang tercantum di Maslakul Akhyar. Di sela-sela antara dua doa ini biasanya diikuti dengan pembacaan Surat Yasin sebanyak tiga kali.

للَهُمَّ يَا ذَا المَنِّ وَلَا يُمَنُّ عَلَيْكَ يَا ذَا الجَلَالِ وَالإِكْرَامِ يَا ذَا الطَوْلِ وَالإِنْعَامِ لَا إِلَهَ إِلَّا أَنْتَ ظَهْرَ اللَّاجِيْنَ وَجَارَ المُسْتَجِيْرِيْنَ وَمَأْمَنَ الخَائِفِيْنَ.

Allâhumma yâ dzal manni wa lâ yumannu ‘alaik, yâ dzal jalâli wal ikrâm, yâ dzat thawli wal in‘âm, lâ ilâha illâ anta zhahral lâjîn wa jâral mustajîrîn wa ma’manal khâ’ifîn.

Artinya:

Wahai Tuhanku yang Maha Pemberi, Engkau tidak diberi. Wahai Tuhan pemilik kebesaran dan kemuliaan. Wahai Tuhan pemberi segala kekayaan dan segala nikmat.

Tiada tuhan selain Engkau, kekuatan orang-orang yang meminta pertolongan, lindungan orang-orang yang mencari perlindungan, dan tempat aman orang-orang yang takut.

اللَهُمَّ إِنْ كُنْتَ كَتَبْتَنِي عِنْدَكَ فِي أُمِّ الكِتَابِ شَقِيًّا أَوْ مَحْرُومًا أَوْ مُقْتَرًّا عَلَيَّ فِي الرِزْقِ، فَامْحُ اللَّهُمَّ فِي أُمِّ الكِتَابِ شَقَاوَتِي وَحِرْمَانِي وَاقْتِتَارَ رِزْقِي، وَاكْتُبْنِي عِنْدَكَ سَعِيْدًا مَرْزُوْقًا مُوَفَّقًا لِلْخَيْرَاتِ فَإِنَّكَ قُلْتَ وَقَوْلُكَ الحَقُّ فِي كِتَابِكَ المُنْزَلِ عَلَى لِسَانِ نَبِيِّكَ المُرْسَلِ “يَمْحُو اللهُ مَا يَشَاءُ وَيُثْبِتُ وَعِنْدَهُ أُمُّ الكِتَابِ” وَصَلَّى اللهُ عَلَى سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ وَعَلَى آلِهِ وَصَحْبِهِ وَسَلَّمَ وَالحَمْدُ لِلهِ رَبِّ العَالَمِيْنَ

Allâhumma in kunta katabtanî ‘indaka fî ummil kitâbi syaqiyyan aw mahrûman aw muqtarran ‘alayya fir rizqi, famhullâhumma fî ummil kitâbi syaqâwatî wa hirmânî waqtitâra rizqî, waktubnî ‘indaka sa‘îdan marzûqan muwaffaqan lil khairât. Fa innaka qulta wa qawlukal haqqu fî kitâbikal munzal ‘alâ lisâni nabiyyikal mursal, “yamhullâhu mâ yasyâ’u wa yutsbitu, wa ‘indahû ummul kitâb” wa shallallâhu ‘alâ sayyidinâ muhammad wa alâ âlihî wa shahbihî wa sallama, walhamdu lillâhi rabbil ‘alamîn.

Artinya:

Tuhanku, jika Kau mencatatku di sisi-Mu pada Lauh Mahfuzh sebagai orang celaka, sial, atau orang yang sempit rezeki, maka hapuskanlah di Lauh Mahfuzh kecelakaan, kesialan, dan kesempitan rezekiku.

Catatlah aku di sisi-Mu sebagai orang yang mujur, murah rezeki, dan taufik untuk berbuat kebaikan karena Engkau telah berkata –sementara perkataan-Mu adalah benar– di kitab-Mu yang diturunkan melalui ucapan Rasul utusan-Mu, ‘Allah menghapus dan menetapkan apa yang Ia kehendaki.

Di sisi-Nya Lauh Mahfuzh.’ Semoga Allah memberikan shalawat kepada Sayyidina Muhammad saw. dan keluarga beserta para sahabatnya. Segala puji bagi Allah Swt.”

Salat Nisfu Sya’ban

Pada poin-poin awal, sempat disebutkan tentang perilaku Rasulullah di malam 15 Sya’ban. Beliau memang gemar melakukan salat malam.

Namun khusus Nisfu Sya’ban, beliau memperlakukan salat malamnya lebih istimewa, dengan memperlama waktu sujudnya.

Selain itu, sebelumnya juga telah dibahas mengenai sunah salat dalam kitab Qalyubi wa Umairah. Menurut kitab tersebut, disunahkan melaksanakan Salat Tasbih pada malam-malam tertentu, salah satunya di pertengahan bulan Sya’ban.

Kitab Ihya Ulumuddin karya Imam Ghazali mencantumkan anjuran tentang ibadah salat sunah pada malam 15 bulan kedelapan Hijriah. Di dalamnya Imam Ghazali menuliskan dua jenis tata cara melaksanakan salat Nifsu Sya’ban.

Pertama bahwa salat sunah itu terdiri dari 100 rakaat, dengan salam di setiap dua rakaat. Setelah Al-Fatihah, dianjurkan untuk membaca surat Al-Ikhlas sebanyak sebelas kali dalam setiap rakaat. Maka secara keseluruhan, berarti harus membaca 1.100 surat Al-Ikhlas.

Metode salat yang kedua memiliki jumlah rakaat lebih sedikit, hanya sebelas rakaat. Namun jumlah bacaan surat pendeknya lebih banyak, yakni Al-Ikhlas seratus kali dalam setiap rakaat untuk mencapai jumlah yang sama 1.100.

Imam Ghazali mendasarkan ketentuan itu berdasarkan hadis yang diriwayatkan Al-Hasan. Sayangnya, tidak sedikit pengkaji kitab Ihya Ulumuddin yang menyatakan bahwa hadis tersebut batil atau mengandung kesalahan.

Apabila disimpulkan, maka bukan berarti kamu tidak diperkenankan melakukan salat sunah pada malam 15 Sya’ban. Amalan itu diperbolehkan, dengan catatan tanpa niat dan metode khusus salat Nisfu Sya’ban yang menyalahi syariat.

Ibadah salat bisa dilakukan dengan niat dan tata cara salat sunah seperti biasa. Mengingat waktunya adalah malam hari, maka kamu dapat meniatkan diri untuk salat tahajud seperti malam-malam yang lainnya.

Puasa Nisfu Sya’ban

Adalah Nabi Muhammad saw. sendiri yang mencontohkan amalan puasa pada bulan kedelapan. Itu seperti diriwayatkan Imam an-Nasa’i dan tertulis dalam Syarah Jalaluddin as Suyuthi wa Hasyiyah Imam as-Sindi.

عن أُسَامَةُ بْنُ زَيْدٍ قَالَ قُلْتُ يَا رَسُولَ اللَّهِ لَمْ أَرَكَ تَصُومُ شَهْرًا مِنْ الشُّهُورِ مَا تَصُومُ مِنْ شَعْبَانَ قَالَ ذَلِكَ شَهْرٌ يَغْفُلُ النَّاسُ عَنْهُ بَيْنَ رَجَبٍ وَرَمَضَانَ وَهُوَ شَهْرٌ تُرْفَعُ فِيهِ الْأَعْمَالُ إِلَى رَبِّ الْعَالَمِينَ فَأُحِبُّ أَنْ يُرْفَعَ عَمَلِي وَأَنَا صَائِمٌ

An Usaamatubnu zaidin qaala qultu yaa Rasulullahi lam uraka tashuumu syahrann min syuhuuri maa tashuumu min sya’baana qaa la dzalika syahrun yaghfulunnasu anhu baina Rajabin wa Ramadhana wahuwa syahrun turfa’u fiihil ila rabbil ‘aalamiin, fa’ahibbuan yurfa’a ‘amalii wa anaa shaaimun.

Artinya:

Usamah bin Zaid ra berkata:

“Ya Rasulallah! Saya tidak pernah melihat engkau berpuasa dalam satu bulan dibanding bulan-bulan lain seperti engkau berpuasa di bulan Sya’ban?”

Rasulullah saw. menjawab:

Itu adalah bulan yang banyak manusia melalaikannya, (bulan yang ada) terletak antara bulan Rajab dan Ramadhan. Dia adalah bulan amalan-amalan di angkat menuju Rabb semesta alam. Dan saya suka jika amalanku diangkat dalam keadaan saya sedang berpuasa.

Sya’ban merupakan bulan ketika Allah memerintahkan malaikat untuk mencatat amal perbuatan manusia selama satu tahun ke belakang. Maka dari itu, Rasulullah lebih manyukai jika amalnya diangkat saat beliau sedang berpuasa.

Umat Islam dianjurkan untuk melaksanakan puasa. Selain puasa wajib pada bulan Ramadan, dianjurkan pula berpuasa sunah kecuali pada hari-hari yang diharamkan. Sementara pada bulan Sya’ban tidak ada satu hari pun yang haram untuk berpuasa.

Waktu Melaksanakan Puasa pada Nisfu Sya’ban

Nisfu Sya’ban berlangsung malam hari, maka kamu dapat melakukan puasa sunah pada siang harinya, baik sebelum maupun sesudahnya. Tata cara puasa pada malam tanggal 15 bulan Sya’ban sama saja seperti puasa sunah lainnya.

Sebaiknya awali puasa Nisfu Sya’ban dengan niat dan makan sahur sebelum adzan subuh berkumandang. Tahan nafsu sejak pagi bergulir hingga matahari terbenam atau ditandai dengan adzan magrib. Selanjutnya silakan berbuka dan salat magrib.

Demikianlah pembahasan mengenai malam Nisfu Sya’ban yang memiliki begitu banyak keutamaan. Saya berharap uraian ini dapat memberikan manfaat, dan semoga kita semua selalu dekat dengan Allah Swt. bagaimana pun keadaannya.

Referensi:
https://islam.nu.or.id/post/read/52633/keutamaan-malam-nisfu-syarsquoban?_ga=2.2094769.1676482515.1612793804-729958960.1612793804
https://www.nu.or.id/post/read/77895/beginilah-peringatan-malam-nisfu-sya’ban-di-turki
https://islam.nu.or.id/post/read/77705/hukum-merayakan-malam-nisfu-sya’ban?_ga=2.32890558.1676482515.1612793804-729958960.1612793804
https://islam.nu.or.id/post/read/52633/keutamaan-malam-nisfu-syarsquoban?_ga=2.2094769.1676482515.1612793804-729958960.1612793804
https://www.laduni.id/post/read/58843/bulan-syakban-4-dahsyatnya-nisfu-syakban-dalam-perspektif-imam-ghazali.html
https://www.laduni.id/post/read/58823/bulan-syakban-2-nama-lain-malam-nisfu-syakban.html
https://islam.nu.or.id/post/read/77886/apakah-takdir-seseorang-dicatat-pada-nisfu-sya’ban?_ga=2.226417946.1676482515.1612793804-729958960.1612793804
https://quran.laduni.id/alquran/tema/Al-Quran-diturunkan-pada-malam-yang-diberkahi.html
https://www.laduni.id/post/read/54722/beginilah-bacaan-doa-malam-nisfu-sya’ban.html
https://www.nu.or.id/post/read/104964/malam-ahad-ini-nisfu-sya’ban-berikut-amalan-yang-dianjurkan
https://islam.nu.or.id/post/read/68372/tiga-amalan-utama-pada-malam-nisfu-sya’ban
https://islam.nu.or.id/post/read/89717/doa-malam-nisfu-sya’ban
https://islam.nu.or.id/post/read/104910/doa-syekh-abdul-qadir-al-jilani-di-malam-nisfu-sya’ban
https://islam.nu.or.id/post/read/118776/kontroversi-seputar-kesunnahan-shalat-malam-nisfu-sya’ban
https://alif.id/read/nur-khalik-ridwan/ada-apa-saja-di-bulan-sya’ban-b217339p/
https://alif.id/read/nur-khalik-ridwan/membaca-pendapat-para-ulama-tentang-bulan-syaaban-b217331p/
http://www.piss-ktb.com/2014/07/3392-penutupan-catatan-amal-di-malam.html

LSI:
Apa itu malam nisfu sya’ban
Kapan malam nisfu sya’ban
Sejarah nisfu sya’ban menurut islam
salat nisfu sya’ban
orang meninggal pada malam Nisfu Sya’ban