Nahdhatul Ulama (NU): Pendiri, Struktur, DLL [TERLENGKAP]

Indonesia sebagai negara demokrasi memberikan kebebasan kepada penduduknya untuk bersuara, menyampaikan pendapat sebagai input bagi pemerintah Indonesia. Dalam hal ini, lahirlah beragam forum untuk menyampaikan suara masyarakat. Salah satunya adalah Nahdhatul Ulama (NU).

Adapun peran ulama telah menjadi bidan sehingga Indonesia lahir merdeka dan diakui statusnya sebagai sebuah negara yang dihormati bangsa lain.

Salah satu organisasi yang terhimpun di dalamnya para ulama, yaitu Nahdhatul Ulama yang ikut berperan sebelum dan sesudah kemerdekaan Indonesia serta merawatnya hingga kini.

Maka mengenal salah satu ormas tertua di Indonesia ini merupakan hal yang wajib rasanya, agar kita tidak buta sejarah siapa yang merawat kemerdekaan sejak dulu dan apa peran oganisasi yang dipimpin oleh para ulama ini.

nahdlatul ulama artinya

Mengenal Lebih Dalam Nahdhatul Ulama (NU)

Sejarah mencatat, 94 tahun silam berdirilah salah satu organisasi tertua dan terbesar di Indonesia yang sampai hari ini masih berdiri tegak dan kokoh serta eksis merawat kemerdekaan indonesia dan mengisinya dengan ilmu pengetahuan agama yang mendalam.

Pada tahun 1926 Masehi, tepatnya pada tanggal 31 Januari 1926 atau bertepatan 16 Rajab 1344 H organisasi yang digagas oleh ulama ternama dari Jawa Barat, Jawa Timur, Jawa Tengah, dan Madura itu diberi nama Nahdhatul Ulama (NU).

Pertemuan para ulama itu dilakukan di kediaman K.H Wahab Chasbullah di Surabaya. Ada satu ulama lain yang memprakasai pertemuan ini yaitu K.H Hasyim Asyari. Agenda yang dibahas pada waktu adalah bagaimana mempertahankan islam tradisioanal ini. Maka dirasa perlu untuk membentuk suatu wadah.

Sebelum mendirikan NU, Kiai Wahab bersama K.H Mas Mansur juga pernah mendirikan Nahdhatul Wathan pada tahun 1914 yang berarti “Kebangkitan Tanah Air” sebagai upaya mempertahankan Islam tradisional.

Sekilas Nahdhatul Wathan

Nahdhatul Wathan yang dirintis oleh kedua tokoh ini menganut corak yang nasionalis moderat sebagai sebuah lembaga pendidikan di Nusantara ini.

Perlu diketahui juga Nahdhatul Wathan yang dirintis oleh ulama Jawa ini berbeda dengan Nahdhatul Wathan (NW) yang ada di Nusa Tenggara Barat (NTB) yang didirikan oleh Tuan Guru Kiai Haji (TGKH) Muhammad Zainudddin Abdul Madjid pada tahun 1953.

Selain Nahdhatul Ulama dan Nahdhatul Wathan, Kiai Wahab juga ikut mendirikan suatu perhimpunan lain yaitu Nahdhatul Tujjar pada tahun 1918 yang berarti “Kebangkitan Para Pedagang”

Masih tentang kiprah Kiai Wahab, tercatat beliau sebelumnya juga mendirikan suatu wadah untuk berdiskusi yang diberi nama Tashwirul Anwar adapula yang menamainya dengan Nahdhatul Fikri/kebangkitan berfikir.

Maka NU yang telah berdiri saat ini bisa dikatakan juga lanjutan dari perjuangan organisasi-organisasi sebelumnya dengan konsep yang lebih matang dan sempurna.

Cikal Bakal Nahdhatul Ulama (NU)

Lahirnya NU juga didasari oleh konflik pemikiran agama dan poilitik islam di tingkat internasional. Raja Hijaz (sekarang Makkah) bernama Syarif Husen yang menganut paham Sunni takluk oleh dominasi paham wahabi oleh Abdul Aziz bin Saud.

Mereka yang berpaham wahabi kala itu ingin membongkar makam Nabi karena menganggap kebiasaan masyarakat Sunni dan para haji dari mancanegara yang sering berziarah. Dalam paham mereka hal tersebut adalah bid’ah.

Selain permasalahan bid’ah, dinasti Saudi juga menolak keras kebijakan bermazhab dalam lingkup kekuasaan mereka, bahkan mereka akan menjadikan kerajaan Arab Saudi berpaham Wahabi.

Akibat dari sentimen anti mazhab yang akan menghabisi islam ini, permasalahan inipun diangkat dalam forum muktamar dunia islam. Bagi ulama pesantren tentunya ini akan berdampak pada praktik ibadah yang selama ini sudah sesuai dengan salah satu mazhab muktabar yang dianut.

Untuk itu para ulama sepakat mengirim KH Raden Asnawi untuk berangkat ke Arab Saudi sebagai salah satu peserta muktamar dunia islam (Muktamar ‘Alam Islami).

Timbul suatu pertanyaan saat itu, dari Institusi mana KH Raden berangkat, maka saat itu tercetuslah Ide mendirikan sebuah Jam’iyah/perkumpulan yang kini bernama Nahdhatul Ulama (NU).

nahdlatul ulama didirikan pada tanggal

Pendiri Nahdhatul Ulama (NU)

Barusan kita telah membaca kisah awal berdirinya NU. Nama salah satu tokoh yang disebut adalah KH Wahab Chasbullah sebagai tokoh berdirnya NU. Sebenarnya banyak nama yang ikut berperan mendirikan Nahdhatul Ulama ini.

Jika ada yang bertanya siapa pendiri NU, maka umumnya ada tiga nama besar yang akan dijawab. Hadhratus syaikh KH Hasyim Asy’ari, KH Wahab Chasbullah dan Kiai Bisri Syansuri adalah tiga tokoh utama tersebut.

Selain itu, masih ada nama besar yang ikut mendirikan NU seperti Kiai Cholil Bangkalan yang juga merupakan guru dari KH Hasyim Asyari. Ada Kiai Faqih Maskumambang Gresik sebagai wakil Rais Akbar.

Untuk lambang NU dibuat oleh Kiai Ridwan Abdullah, sedangkan Kiai Mas Alwi Abdul Aziz sebagai tokoh yang menamani organisasi ini dengan nama Nahdhatul Ulama. Tentunya masih banyak sekali nama-nama yang terlibat dalam berdirinya NU.

Ketiga tokoh pendiri NU ini semunya berasal dari Jombang dan menjabat sebagai pemimpin NU secara beruntun. Kiai Hasyim sebagai pemimpin NU pertama, setelah wafat beliau digantikan oleh Kiai Wahab dan terakhir NU dipimpin oleh Kiai Bisri.

Tokoh-Tokoh Utama Pendiri NU

Tercatat setidaknya ada 13 tokoh utama pendiri NU:

  1. K.H Hasyim Asyari lahir di Tebuireng Jombang (1817-1947) sebagai pendiri NU & Rais akbar (1926-1947)
  2. KH Bisri Syamsuri lahir di Denayar Jombang (1886-1980) sebagai pendiri NU (1926) & Rais ‘am (1971-1980)
  3. K.H Abdullah Wahab Chasbullah lahir di Tambak Beras Jombang (1888-1971) sebagai pendiri NU & Rais ‘am (1947-1971)
  4. K.H Abdul Chamid Faqih lahir di Sedayu Gresik, sebagai pendiri NU & pengusul nama “Nuhudhul Ulama”
  5. KH. Ridwan Abdullah lahir di Surabaya (1884-1962) sebagai pencipta lambang NU
  6. KH Abdul Halim lahir di Leuwimunding Majelengka, Cirebon
  7. K.H Mas Alwi bin Abdul Aziz lahir di Surabaya, sebagai pencipta nama “Nahdhatul Ulama”
  8. KH Ma’shum lahir di Lasem (1870-1972)
  9. K.H A Dachlan Achmad lahir di Malang, sebagai wakil rais pertama (1926)
  10. KH nachrawi Thahir lahir di Malang (1901-1980) sebagai A’wan pertama (1926)
  11. K.H R Asnawi lahir di Kudus (1861-1959) sebagai Mustasyar pertama (1926)
  12. Syekh Ghanaim (berasal dari Mesir dan tinggal di suabaya) sebagai Mustasyar pertama (1926)
  13. K.H Abdullah Ubaid lahir di Surabaya (1899-1938) sebagai pendiri & a’wan pertama

nahdlatul ulama didirikan pada tahun

Biografi Singkat K.H Hasyim Asyari

Pendiri organisasi Nahdhatul Ulama ini bernama K.H Hasyim Asyari, dilahirkan di Demak, Jawa Tengah pada tanggal 24 Dzulqaidah 1287 H bertepatan 10 April 1875 M. Ayahandanya bernama K.H Hasyim dan ibundanya Halimah.

K.H Hasyim memiliki 2 orang istri yaitu Nyai Nafiqoh dan Nyai Masrurah. Beliau dianugerahi putra putri bernama Hannah, Khoriyah, Aisyah, Azzah, Abdul Wahid, Abdul Hakim, Abdul Karim, Ubaidillah, Mashurroh, Muhammad Yusuf, Abdul Qodir, Fathimah, Chotijah dan Muhammad Ya’kub.

Selian pendiri NU, K.H Hasyim juga mendirikan Pondok Pesantren Tebuireng dan juga dikenal sebagai sosok pembaharuan pesantren. Karena tidak hanya pendidikan agama saja, beliau juga mengajarkan para santri membaca buku pengetahuan umum, berpidato dan berorganisasi dalam lingkup pesantren.

Ayahnya dan kakeknya (K.H Ustman) menjadi guru langsung bagi K.H Hasyim sejak kecil hingga beliau berusia 14 tahun. Berkat kegigihan dan rajin belajar, oleh ayahnya beliau diizinkan mengajar kepada santri lain saat itu.

Karakter K.H Hasyim Asyari

K.H Hasyim terkenal sebagai santri yang haus ilmu, beliau belajar dari satu pesantren ke pesantren lainnya. Pertamanya belajar di pesantren Wonokoyo di Probolinggo, kemudian masuk ke pesantren Langitan Tuban, lanjut ke pesantren Trenggilis di Semarang, dan terakhir di pesantren Siwalan Sidoarjo.

Di Siwalan beliau belajar pada Kiai Jakub dan dijadikan sebagai mantu. Tahun 1892 beliau berangkat ke Makkah untuk menunaikan haji dan melanjutkan menuntut ilmu pada ulama asal Padang Syeh Ahmad Khatib Al-Minagkabawi dan Syeh Mahfud at-Termasi yang menjadi guru di bidang hadis.

Sebelum pulang ke Indonesia beliau sempat singga di Johor Malaisia dan mengajar di sana. Sepulang ke Indonesia beliau mendirikan pesantren Tebuireng yang kelak menjadi pesantren terbesar di Jawa pada abad 20.

Mulai dari tahun 1990 K.H Hasyim menjadikan pesantren Tebuireng sebagai pusat pembaruan pendidikan islam tradisional.

Di Tebuireng para santri tidak hanya diajarkan pendidikan agama saja, pendidikan umum juga. Santri-santri dilatih belajar organisasi, berpidato, membaca huruf latin, membaca buku pengetahuan dan menulis.

Metode belajar di Tebuireng saat itu juga mendapat kecaman dari masyarakat karena dinilai berbeda dari kebiasaan. Beliau saat itu tidak mundur dari prinsip ini karena baginya mengajarkan agama adalah memperbaiki manusia.

Salah satu tujuan utama K.H Hasyim adalah mempersiapkan santri yang pandai ilmu agama dan jago bekomunikasi ketika terjun ke tengah-tengah masyarakat. Hal ini bisa dikatakan sukses karena angkatan pertama Tebuireng sukses mendirikan pesantren dan mendidik umat di berbagai daerah.

Berdirinya Nahdhatul Ulama (NU)

Pada tanggal 31 Januari 1926, bersama ulama lainnya K.H Hasyim mendirikan organisasi Nahdhatul Ulama. Pengaruh kuat dari K.H Hasyim telah berhasil membuat organisasi ini maju pesat dan berkembang masuk ke desa-desa.

Ketokohan K.H Hasyim juga sangat dihormati sehingga mendapat banyak dukungan dari ulama Jawa timur dan Jawa Tengah.

Sebagai tokoh penting dalam NU K.H Hasyim tetap bersikap toleran terhadapa ajaran lain , karena hal sangat dibenci beliau adalah perpecahan diantara umat.

Pada saat itu, melihat pengaruh besar dan kewibawaan beliau, pemerintah Belanda ingin mengajak bekerja sama dengan gaji yang besar. Tetapi beliau menolaknya.

Di awal kependudukan Jepang beliau sempat ditangkap dan dimasukkan ke penjara dengan alasan yang tidak diketahui. Berkat bantuan anaknya Kiai Wahid beliau bebas. Setelah ini beliau menjadi kepala Kantor Urusan Agama (KUA) sambil tetap mengurus pesantren Tebuireng.

Menjelang akhir hayatnya pada 25 Juli 1947 yang wafat karena pendarahan otak, beliau telah membakar semangat para pemuda untuk berjuang terhadapap negara, berkorban dan mempertahankan kemerdekan melalui pidato-pidatonya.

nahdlatul ulama yang artinya

Lambang/Logo Nahdhatul Ulama (NU)

Bendera hijau besar dengan gambar bola dunia yang berkibar di setiap pelosok para Nahdliyin itu tidak lepas dari gagasan K.H Ridwan Abdullah. Sebab yang merancangnya dalah seorang alim kelahiran Surabaya, Jawa Timur.

Untuk pertama kalinya pada 9 oktober 1927 warga nahdliyin dapat melihat bendera yang yang dikreasikan oleh K.H Ridwan pada Muktamar NU yang kedua yang digelar di Surabaya. Lambang itupun dipasanga pada pintu gerbang tempat muktamar di hotel Peneleh.

Akan tetapi logo bola dunia yang dikelilingi sembilan bintang tersebut masih menjadi asing bagi sebagian Nahdliyin khusuunya warga Surabaya. Sehingga dibentuklah suatu majelis yang selanjutnya untuk membahas arti/ makna logo tersebut dan mensosialisasikannya.

Kiai Raden Adnan, ulama asal Solo yang didapuk sebagai ketua majelis kala itu meminta kepada Kiai Ridwan untuk menjelaskan setiap makna yang ada dalam lambang organisai NU tersebut.

Makna Lambang Nahdhatul Ulama (NU)

Kiai Ridwan menjelaskan bahwa:

  1. Bola dunia yang ada pada lambang NU merupakat tempat manusia tinggal dan menetap sebagaimana yang dijelaskan pada surat Thaha ayat 55.
  2. Tali yang melingkari bola dunia merupakan lambang ukhuwah atau persaudaraan sebagaimana yang ada dalam surat Al Imran ayat 103.
  3. Meskipun menggunakan bola dunia, tetapi yang dimunculkan pada permukaanya adalah peta Indonesia tempat organisasi itu berdiri dan berjuang di Indonesia.
  4. Dua simpul ikatan di bawah bola dunia menggambarkan dua hubungan vertikan dan horizontal. Hubungan manusia dengan Allah dan hubungan manusia sesama manusia.
  5. Untaian tali tambang yang 99 itu melambangkan nama-nama Allah yang Mahaagung dalam Asmaul Husna yang jumlahnya 99.
  6. Ada lima bintang di atas bola dunia, satu yang ditengah beurukuran besar itu melambangkan Rasulullah, sedangkan yang empat lainnya merupakan para sahabat nabi yang menjadi khulafaur rasyidin, yaitu Saidini Abu Bakar, Saidina Umar, Saidina Ustman dan Saidina Ali.
  7. Empat bintang yanga ada di bawah bola dunia merupakan empat mazhab muktabar yang dianut yaitu mazhab Hanafi, mazhab Maliki, mazhab Syafii dan mazhab Hambali.
  8. Jumlah keseluruhan bintang yang berjumlah sembilan merupakan perwujudan walisongo (sembilan wali) yang merupakan ulama penyebar agama islam di pelosok wilayah Indonesia.
  9. Di tengah-tengah bola dunia melintang tulisan besar Nahdhatul Ulama dalam bahasa Arab yang merupakan nama organisasi itu sendiri. K.H Miftahul Akhyar(Rais Am PBNU) mengatakan huruf Dhal yang melintang panjang di tengan bola dunia itu bahwa NU akan mendhalkan dunia. Dhal ini bisa dimaknakan sebagaimana yang ada dalam hadis bahwa Nabi Muhammad adalah orang yang paling fasih mengucapkan huruf Dhal.
  10. Warna dasar hijau yang dipilih melambangkan kesuburan.
  11. Tulisan yang menggunakan warna putih sebagai kesucian.

Penyusun Lambang NU

Lambang NU yang tercipta ini bukanlah sekedar lukisan semata, akan tetapi juga hasil dari istikharah K.H Ridwan dalam waktu setengah bulan untuk menyelesaikan tugasnya itu. Akan tetapi waktu yang singkat itu tidak cukup untuk menyelesaikannya.

K.H Ridwan juga merupakan santri Syaikhona Kholil Bangkalan. Rata-ratanya para pendiri NU adalah santrinya Syaikhona Kholil Bangkalan. Selain pandai melukis Kiai Ridwan juga mahir dalam berorganisasi.

Di hadapan K.H Hasyim dalam muktamar NU, Kiai Ridwan menjelaskan bahwa ia bermimpi setelah sholat Istikharah, melihat sebuah gambar yang terpampang di langit biru jernih. Yang kemudian dijadikannya sebagai lambang NU.

Mendengar penjelasan tersebut beliau puas, dan mengangkatkan kedua tangan seraya berdoa semoga organisasi ini seperti yang ada pada setiap lambangnya.

Struktur Organisasi Nahdhatul Ulama (NU)

Sebagai organisasi yang besar dan memiliki banyak pengurus, NU haruslah bergerak dan bekerja dalam sebuah bingkai yang kuat. Untuk itu dibentuklah badan kepengurusan pusat hingga ke anak cabang. Karena pergerakan NU sudah masuk ke kota dan pelosok desa di Indonesia.

Di dalam kepengurusan NU ada 7 tingkat kepengurusan, yaitu:

  1. PBNU (Pengurus Besar Nahdhatul Ulama) yang bertempat di ibukota, Jakarta.
  2. PWNU (Pengurus Wilayah Nahdhatul Ulama) yang betempat di provinsi seperti PWNU Aceh, PWNU Jatim, PBWU Jateng dan lainnya.
  3. PCNU (Pengurus Cabang Nahdhatul Ulama) yang bertempat di kabupaten/kota seperti Banda Aceh, Semarang, dan lainnya.
  4. PCINU (Pengurus Cabang Istimewa Nahdhatul Ulama) merupakan pengurus cabang yang ada di luar negeri. Saat sudah tercatat ada 134 PCINU di seluruh dunia.
  5. MWCNU (Majelis Wakil Cabang Nahdhatul Ulama) merupakan pengurus yang bertempat di kecamatan.
  6. Pengurus ranting NU merupakan kepengurusan yang ada di tingkat desa atau dusun atau pada suatu komunitas.

Dalam kepengurusannya NU memiliki tiga klasifikasi, yaitu:

  1. Mustasyar. Yaitu penasehat yang memberikan nasehat kepada pengurus sesuai tingkatannya.
  2. Syuriah. Adalah pimpinan tertinggi yang membina, mengawasi, mengendalikan setiap kebijakan pengurus disetiap tingkatan.
  3. Tanfidziyah merupakan pelaksana.yang mempimpin organisasi dan melaksanakan program kerja serta melaporkan perkembangan kepada Syuriah.

Selain itu, NU juga memiliki organisasi lajnah, badan otonom dan lembaga yang terdiri dari:

  1. PP yaitu pimpinan pusat yang ada di ibukota
  2. PW yaitu pimpinan wilayah yang ada di provinsi
  3. PC yaitu pimpinan cabang di kabupaten
  4. PAC yaitu pimpinan anak cabang di tingkat kecamatan
  5. PR yaitu pimpinan ranting yang berada di tingkat kelurahan/desa

nahdlatul ulama adalah organisasi

Paham Keagamaan Nahdhatul Ulama (NU)

Indonesia adalah bangsa yang majemuk, di dalamnya ada berbagai agama, suku dan bangsa. Dalam hal ini, perbedaan-perbedaan yang timbul haruslah tetap mengedepankan persatuan dan kesatuan. Untuk mewujudkannya adalah dengan pemahaman agama yang benar dan stabil.

Maka, di dalam beragama tidak boleh terlalu ekstrem dan santai sehingga di dalam islam ada istilah Islam Washatiyah atau Islam Moderat. Inilah sebuah pola pikir yang mengambil jalan tengah.

Nahdhatul Ulama (NU) yang Menganut Islam Moderat

NU dalam hal ini sebagai organisasi yang berpaham Ahlus Sunnah wal Jama’ah sudah pasti merujuk kepada Imam Abu Hasan Asy’ari dan Imam Abu Mansur Al Maturidi dalam bidang Teologi.

Dalam praktik ibadah fikih mengikut salah satu dari imam mazhab yaitu mazhab Hanafi, Maliki, Syafi’I dan Hambali. Kemudian, dalam praktik Tasawuf mengikuti Imam Abu Hamid Al Ghazali dan Imam Junaid Al Baghdady.

Selain itu, NU juga mengambil rujukan hukum yang tidak hanya bersumber dari Al-Qur’an dan sunah saja, tetapi juga menjadikan Ijma’ dan qiyas sebagai dalil dalam praktik ibadah.

NU juga memiliki pendirian bahwa Islam adalah agama yang fitri, yakni menyempurnakan kebaikan yang sudah ada.

Karena setiap kelompok yang ada di Indonesia baik suku dan bangsa memiliki nilai-nilai kebaikan dalam adatnya, maka NU hadir dengan membawa pemahaman mengembangkan kebaikan yang sudah ada dalam bingkai syariat Islam tanpa menghilangkan adat yang berlaku.

Dalam urusan bermazhab, NU sendiri memiliki dua pemahaman, yaitu pendekatan Istinbath (metode menggali hukum imam mazhab), dan menerapkan hasil metode istinbath. Maka, lahirlah istilah mazhab qauli dan mazhab manhaji dalam memecahkan hukum.

Mazhab qauli ini banyak mengutip qaul atau pendapat yang ada dalam kitab imam mazhab seperti kitab Al Umm Imam Syafi’I atau kitab Al I’tiqad karangan Imam Ghazali. Tujuan dari mazhab qauli ini untuk menjaga kemurnian dari pada selain mazhab muktabarah.

Kemudian, mazhab manhaji adalah merespon permasalahan dengan mengutip dalil dalam Alquran dengan rasan quran usmani serta kitab tafsir yang muktabar. Begitu pula mengutip hadis-hadis sahih yang ada dalam kitab standar seperti hadis Bukhari dan Muslim.

Dalam hal mengambil ijma’ yanga ada dalam kitab muktabar seperti karya mujtahid muharrir mazhab semisal Imam Nawawi.

Penutup

Setelah melihat proses lahirnya NU, siapa yang meprakarsainya, bagaimana kiprah dan konsep pengamalan di dalamnya, telah menjadikan NU sebagai salah satu organisasi yang besar dan diterima luas di kalangan masyarakat.

Praktik ibadah di dalamnya juga tidaklah begitu rumit. Tidak menggeser norma yang telah ada. Justru menjadikan amalan-amalan yang sebelumnya belum memiliki dasar atau masih samar-samar, kini telah menjadikannya jelas dan sahih.

Di dalam lingkungan masyarakat, bersosial, NU hadir sebagai penyeimbang dan pemersatu bangsa dengan Islam moderat. Maka dalam hal ini sudah sepatutnya bagi kita untuk masuk dan bergabung dengan organisasi ini. Karena satupun tidak ada ajaran di dalamnya yang melenceng dari ajaran islam yang dibawa oleh Nabi Muhammad saw.