Hikmah di Balik Kisah Nabi Yunus a.s. dan Ikan Besar

Jika kamu mendengar seseorang menyebut “kisah Nabi Yunus a.s.”, yang terlintas dalam pikiranmu kemungkinan adalah cerita tentang bagaimana beliau ditelan ikan yang besar.

Hal itu wajar saja karena cerita itulah yang paling fenomenal, serupa dengan salah satu adegan dalam film animasi Pinocchio.

Namun, berbeda dengan cerita dalam film yang hanya merupakan rekaan dari seseorang, kisah Nabi Yunus a.s. ini adalah bagian dari sejarah kenabian yang dimuat dalam Al-Qur’an.

Allah Swt. menjadikan kisah tersebut sebagai pelajaran bagi siapa saja yang membacanya.

Nah, kamu dapat memetik beberapa hikmah dari kisah Nabi Yunus a.s. yang ditakdirkan Allah Swt. untuk tertelan dalam perut ikan besar selama beberapa masa.

Apakah kamu tahu hikmah-hikmah apa saja yang dimaksud? Jika belum, Hasana.id akan menceritakannya untukmu!

Terdapat satu surah dalam Al-Qur’an yang dinamakan dengan nama nabi-Nya yang mulia ini, yaitu Yunus, yang merupakan surah ke-10.

Di dalamnya, Allah Swt. ceritakan kisah Nabi Yunus as. Selain itu, surah Al-Anbiya, Ash-Shaffat, dan Al-Qalam juga mengandung fragmen kehidupan sang nabi.

Hasana.id akan menuliskan kisah Nabi Yunus asli yang berdasar pada keempat surah dalam Al-Qur’an tersebut ditambah dengan riwayat yang disabdakan Rasulullah saw.

Nabi Yunus a.s. Meninggalkan Kaumnya

Kisah Nabi Yunus a.s. ini berawal dari diutusnya beliau oleh Allah Swt. untuk mendakwahi suatu kaum.

Namun, setelah diseru kepada kebaikan untuk waktu yang cukup lama, kaumnya tak kunjung beriman. Mereka justru mengatakan bahwa perkataan sang nabi adalah dusta.

Nabi Yunus a.s. pun naik pitam dan berdoa kepada Allah Swt. agar azab segera ditimpakan ke atas kaum itu.

Sesudah memberikan peringatan akan datangnya azab Allah kepada kaumnya, kisah Nabi Yunus a.s. berlanjut dengan kepergiannya meninggalkan mereka dalam keadaan marah menuju pantai.

Kepergiannya ini dilakukan atas dasar emosi dan tanpa seizin Allah Swt. sehingga Sang Ilahi membahasakannya dengan “melarikan diri” dalam Al-Qur’an surah Ash-Shaffat ayat 140.

وَإِنَّ يُونُسَ لَمِنَ ٱلْمُرْسَلِينَ

إِذْ أَبَقَ إِلَى ٱلْفُلْكِ ٱلْمَشْحُونِ

(139) Wa inna yuunusa laminal-mursaliin, (140) Idz abaqa ilal-fulkil-masy-ḥuun.

Artinya:

(139) “Sesungguhnya, Yunus benar-benar salah seorang rasul,” (140) “(ingatlah) ketika ia lari ke kapal yang penuh muatan.

Pergi Berlayar

Setibanya Nabi Yunus a.s. di pesisir pantai, beliau bertemu dengan sekelompok awak sebuah kapal yang hendak berlayar.

Karena mereka mengenalinya, para kru bahtera pun membawa sang nabi turut serta dalam pelayaran.

Tak lama setelah mengangkat sauh dan memulai perjalanan, kapal yang membawa Nabi Yunus a.s. tersebut tiba-tiba saja berhenti dan tak dapat kembali berlayar tanpa sebab yang jelas.

Hal ini merupakan sebuah keanehan melihat perahu-perahu lain bisa berjalan di atas laut dengan bebasnya.

Kisah Nabi Yunus as. dalam riwayat lain menerangkan bahwa guncangan hebatlah yang menerpa kapal tersebut sehingga mereka tak dapat berlayar karena khawatir akan karam.

Sang nabi pun menyadari fenomena aneh tersebut disebabkan keberadaan dirinya di atas perahu.

Beliau sampaikan kepada awak kapal bahwa kendaraan laut tersebut tak dapat digerakkan karena adanya seorang hamba yang lari dari Rabb-nya di atasnya.

Mereka tak akan bisa berlayar kembali selama sang hamba masih menumpanginya.

Dalam tafsir Jalalain, disebutkan bahwa orang yang mengetahui penyebab kapal itu tak dapat bergerak adalah sang juru mudi atau nakhoda.

Artinya, mereka harus melemparkan Nabi Yunus a.s.–yang dimaksud sebagai hamba tersebut–ke tengah lautan agar dapat melanjutkan perjalanan.

Undian di Atas Kapal

Mengingat kemuliaan diri sang nabi, para awak kapal menolak gagasan tersebut.

Nabi Yunus a.s. pun mengajukan gagasan lain. Beliau menyampaikan agar dibuat undian dengan mengumpulkan nama semua orang yang berada di atas bahtera itu.

Nama siapa pun yang terambil kemudian, dialah yang akan dilemparkan ke lautan sesuai dengan tradisi yang berlaku di kalangan pelaut pada saat itu.

Dalam kitab tafsirnya, Prof. Quraisy Shihab menuliskan bahwa undian tersebut diadakan untuk menghempaskan seseorang ke lautan agar beban muatan kapal berkurang.

Undian dilaksanakan satu kali dan nama Nabi Yunus a.s. yang terambil. Karena tak mau melemparkan sang nabi, para awak kapal mencoba mengundi sekali lagi.

Hasil yang sama terulangi, pun begitu dengan pengundian yang ketiga kalinya.

Mau diambil berapa kali pun, Allah Swt. sudah berkehendak agar nama sang nabi yang diambil dalam undian.

Surah Ash-Shaffat ayat selanjutnya mengabadikan bagian kisah Nabi Yunus a.s. ini.

فَسَاهَمَ فَكَانَ مِنَ ٱلْمُدْحَضِينَ

Fa saahama fa kaana minal-mud-ḥadhiin.

Artinya:

“Kemudian ia ikut berundi lalu dia termasuk orang-orang yang kalah dalam undian.” (Surah Ash-Shaffat: 141)

Ketika mengetahui hasil undian yang sama berkali-kali, Nabi Yunus a.s. melemparkan dirinya sendiri ke laut tanpa ragu.

Ditelan Ikan Besar

Akan tetapi, belum sampai tubuhnya menyentuh permukaan air, ikan besar telah terlebih dahulu menyambar beliau.

Tercengang, para awak kapal yang menjadi saksi atas peristiwa mematikan dari kisah Nabi Yunus a.s. ini berkeyakinan bahwa sang nabi tidak dapat lolos dari maut.

Dalam ayat ke-142 surah yang sama, Allah Swt. menggambarkan bagaimana keadan utusan-Nya itu pada saat ditelan ikan.

فَٱلْتَقَمَهُ ٱلْحُوتُ وَهُوَ مُلِيمٌ

Faltaqamahul-ḥuutu wa huwa muliim.

Artinya:

Maka ia ditelan oleh ikan besar dalam keadaan tercela.” (Surah Ash-Shaffat: 142)

Allah Swt. menggunakan kata “tercela” dalam ayat di atas sebagai deskripsi atas perbuatan keliru Nabi Yunus a.s. yang meninggalkan kaumnya tanpa izin dari-Nya.

Perginya sang nabi dianggap sebagai ketidaksabaran dalam menghadapi para pelanggar serta pelarian diri dari tugas kenabian untuk menyeru kepada yang makruf.

Ditelannya sang nabi oleh ikan besar–Prof. Quraisy Shihab menyebut “ikan hiu” dalam kitab tafsirnya–adalah balasan dari Allah Swt. atas perbuatannya tersebut.

Kisah Nabi Yunus a.s. ini menjadi peringatan bagi para penyeru kebaikan agar tak mudah emosi menghadapi kaum yang diserunya, terlebih mendoakan agar azab disegerakan bagi mereka.

Tugas manusia dalam amar makruf nahi mungkar hanyalah melakukan seruan agar mendekati kebaikan dan menjauhi keburukan, sedangkan hidayah adalah hak mutlak milik Allah Swt.

Oleh karena itu, bersabar atas ketetapan-Nya adalah jalan yang terbaik. Ayat ke-48 surah Al-Qalam berikut mengabadikan firman Allah Swt. mengenai hal ini.

فَٱصْبِرْ لِحُكْمِ رَبِّكَ وَلَا تَكُن كَصَاحِبِ ٱلْحُوتِ إِذْ نَادَىٰ وَهُوَ مَكْظُومٌ

Fashbir liḥukmi rabbika wa laa takung kashaaḥibil-ḥuut, idz naadaa wa huwa makzhuum.

Artinya:

Maka bersabarlah kamu (hai Muhammad) terhadap ketetapan Tuhanmu dan janganlah kamu seperti orang yang berada dalam (perut) ikan ketika ia berdoa, sedang ia dalam keadaan marah (kepada kaumnya).

Kisah Nabi Yunus a.s.: Kegelapan yang Berlapis-Lapis

Ikan besar tersebut hanyalah salah satu dari makhluk Allah Swt. yang hidup dengan menjalankan perintah dari-Nya.

Instruksi-Nya jelas, yaitu menelan seorang hamba yang bernama Nabi Yunus a.s. Namun, batasannya hanya menelan, tanpa melumat sebagaimana biasanya hewan air itu makan.

Karena itu, tak benarlah keyakinan para awak kapal tentang kematian Nabi Yunus as. begitu tertelan ikan besar tersebut.

Hewan air itu hanya membawa sang nabi dalam perutnya ke dasar lautan dan memendam sang pembawa risalah dalam kegelapan yang berlapis-lapis.

Lapis-lapis tersebut adalah kegelapan dalam perut ikan, kegelapan di dasar laut, serta kegelapan malam. Apa kamu dapat membayangkan betapa pekatnya sekeliling Nabi Yunus pada saat itu?

Di dalam situasi yang membuatnya tidak dapat melihat apa pun seperti itu, pendengaran sang nabi meningkat tajam.

Didengar olehnya makhluk-makhluk Allah Swt. di dasar lautan bertasbih memuji-Nya, bahkan kerikil-kerikil yang diam tergeletak tanpa pergerakan juga didengarnya mengucap tasbih.

Nabi Yunus a.s. pun turut menyeru Rabb-nya.

Ia tak merutuki keadaan yang gelap gulita, tetapi justru mengakui segala kekeliruan yang telah dilakukan serta menyesalinya.

Doa Nabi Yunus a.s.

Bagian kisah Nabi Yunus a.s. ini diceritakan Allah Swt. dalam Al-Qur’an surah Al-Anbiya’ ayat 87.

وَذَا ٱلنُّونِ إِذ ذَّهَبَ مُغَٰضِبًا فَظَنَّ أَن لَّن نَّقْدِرَ عَلَيْهِ فَنَادَىٰ فِى ٱلظُّلُمَٰتِ أَن لَّآ إِلَٰهَ إِلَّآ أَنتَ سُبْحَٰنَكَ إِنِّى كُنتُ مِنَ ٱلظَّٰلِمِينَ

Wa dzan-nuuni idz dzahaba mughaadhiban fa zhanna al lan naqdira ‘alaihi fa naadaa fizh-zhulumaati al laa ilaaha illaa anta sub-ḥaanaka innii kuntu minazh-zhaalimiin.

Artinya:

Dan (ingatlah kisah) Dzun Nun (Yunus), ketika ia pergi dalam keadaan marah, lalu ia menyangka bahwa Kami tidak akan mempersempitnya (menyulitkannya), maka ia menyeru dalam keadaan yang sangat gelap, ‘Bahwa tidak ada Ilah selain Engkau. Mahasuci Engkau, sesungguhnya aku adalah termasuk orang-orang yang dzalim’.”

Beruntungnya seorang hamba seperti Nabi Yunus a.s.

Dzat yang beliau seru bersifat Maha Mendengar, Maha Mengabulkan doa, Maha Mengetahui hal yang samar, Maha Pengampun, dan Mahakuasa mengangkat kesulitan hamba-hamba-Nya.

Allah Swt. mendengar dan memperkenankan doa Nabi Yunus a.s.

Diselamatkanlah sang nabi dari kesedihan dan kesendirian karena keimanan beliau, seperti yang difirmankan-Nya dalam ayat selanjutnya.

فَٱسْتَجَبْنَا لَهُۥ وَنَجَّيْنَٰهُ مِنَ ٱلْغَمِّ وَكَذَٰلِكَ نُۨجِى ٱلْمُؤْمِنِينَ

Fastajabnaa lahuu wa najjainaahu minal-gamm, wa kadzaalika nunjil-mu`miniin.

Artinya:

Maka Kami telah memperkenankan doanya dan menyelamatkannya dari pada kedukaan. Dan demikianlah Kami selamatkan orang-orang yang beriman.

(Surah Al-Anbiya’: 88)

Prof. Quraisy Shihab menerangkan dalam kitab tafsirnya bahwa Allah Swt. akan menyelamatkan para mukminin dengan cara yang sama sebagaimana Nabi Yunus a.s. diselamatkan-Nya.

Tentu, dengan syarat sepanjang mereka mengakui kesalahan dan ikhlas berdoa pada Yang Maha Mengabulkan permohonan.

Doa ini kemudian menjadi buah dari kisah Nabi Yunus a.s. yang amat termasyhur, yang hingga kini dibaca oleh kaum muslimin di seluruh dunia ketika menghadapi kesulitan dan kesempitan.

Kamu juga dapat membacanya ketika berada dalam situasi yang seolah tanpa jalan keluar.

Akui kesalahanmu, rendahkan dirimu di hadapan-Nya, kemudian mohonkan ampunan dengan ikhlas.

Percayakan jalan keluar hanya kepada-Nya karena kamu terpuruk dalam keadaan itu tersebab kehendak-Nya.

Keluar dari Perut Ikan dalam Kondisi Sakit

Kisah Nabi Yunus as. berlanjut setelah Allah Swt. mendengar permohonan utusan-Nya tersebut.

Diperintahkan-Nya ikan besar itu agar memuntahkan sang nabi ke suatu tempat di daratan yang telah ditetapkan-Nya.

Kasih sayang dari Yang Maha Penyayang itu didapatkan sebagai balasan dari tasbih dan tobat yang Nabi Yunus a.s. serukan kepada Rabb-nya.

Jika bukan karena itu, Allah Swt. tak hendak mengeluarkan beliau dari sana hingga hari kiamat tiba.

Dengan kata lain, sementara orang lain dikubur dalam tanah setelah meninggal dunia, Nabi Yunus a.s. akan “terkubur” di dalam perut ikan jika saja beliau tak banyak mengingat-Nya.

Begitulah surah Ash-Shaffat ayat 143–144 mengabadikan bagian kisah Nabi Yunus a.s ini.

فَلَوْلَآ أَنَّهُۥ كَانَ مِنَ ٱلْمُسَبِّحِينَ

لَلَبِثَ فِى بَطْنِهِۦٓ إِلَىٰ يَوْمِ يُبْعَثُونَ

(143) Falau laa annahuu kaana minal-musabbiḥiin, (144) lalabitsa fii bathnihii ilaa yaumi yub’atsuun.

Artinya:

(143) “Maka kalau sekiranya dia tidak termasuk orang-orang yang banyak mengingat Allah, (144) niscaya ia akan tetap tinggal di perut ikan itu sampai hari berbangkit.” (Surah Ash-Shaffat: 143–144)

Akan tetapi, kisah Nabi Yunus a.s. yang ditimpa kesulitan ternyata masih belum berakhir, bahkan setelah dimuntahkan si ikan.

Keadaan fisiknya tidaklah baik. Tubuhnya kurus kering dan beliau merasa lemah karena penyakit kulit mengelupas menjangkitinya.

Dalam sebuah hadits, Rasulullah saw. menyabdakan bagaimana rupa tubuh sang nabi pendahulunya itu dengan suatu perumpamaan.

Beliau mengibaratkannya seperti seekor burung yang kulitnya baru saja dicabuti, yaitu hampir tak ada bulu yang melapisi.

Keadaan itu menimpanya sebagai akibat berdiamnya ia selama beberapa masa di dalam pencernaan si ikan besar.

Sakitnya Nabi Yunus a.s. dikisahkan-Nya dalam Ash-Shaffat ayat berikutnya.

فَنَبَذْنَٰهُ بِٱلْعَرَآءِ وَهُوَ سَقِيمٌ

Fa nabadznaahu bil-‘araa-i wa huwa saqiim.

Artinya:

Kemudian, Kami lemparkan dia ke daerah yang tandus, sedang ia dalam keadaan sakit.

(Surah ash-Shaffat: 145)

Seberapa Lama Nabi Yunus a.s. Berdiam dalam Perut Ikan?

Sebenarnya, berapa lama Nabi Yunus as. berada di dalam perut ikan besar itu sehingga kulit tubuhnya seperti yang dideskripsikan Rasulullah saw.?

Terdapat beragam pendapat mengenai hal ini, dan tafsir Jalalain menyebutkan semuanya, yaitu tiga, tujuh, dua puluh, atau empat puluh hari.

Namun, bagaimana sang nabi bisa selamat dengan hanya menderita penyakit kulit setelah berdiam beberapa masa dalam perut ikan itu sendiri adalah sebuah keajaiban.

Jika ada yang bertanya apa mukjizat Nabi Yunus as, inilah jawabannya.

Kitab tafsir Prof. Quraisy Shihab menyoroti minimnya harapan hidup seseorang jika sudah termangsa oleh ikan besar yang secara saintifik dapat dibuktikan keberadaannya.

Kejadian ini merupakan peristiwa yang bisa saja terjadi di Laut Tengah bila spesies ikan besar ini merupakan satu di antara dua kemungkinan, yaitu

1) jenis hiu besar bersirip tanpa gigi yang dapat tumbuh memanjang hingga 20 m; atau

2) jenis hiu besar bergigi yang pertumbuhannya dapat mencapai 20 m dan biasa memakan mangsa-mangsa besar dengan panjang hingga 3 m.

Terdampar di Daerah yang Tandus

Frasa “daerah yang tandus” pada surah Ash-Shaffat ayat 145 dalam tafsir Jalalain dimaknai sebagai area yang luas tanpa bangunan serta tanam-tanaman.

Di situlah Nabi Yunus a.s. ditetapkan-Nya untuk berdiam kemudian dalam keadaan yang sakit.

وَأَنۢبَتْنَا عَلَيْهِ شَجَرَةً مِّن يَقْطِينٍ

Wa ambatnaa ‘alaihi syajaratam miy yaqthiin.

Artinya:

Dan Kami tumbuhkan untuk dia sebatang pohon dari jenis labu.” (Surah Ash-Shaffat: 146)

Lalu, Allah Swt. menumbuhkan sebuah tanaman dengan spesifikasi sejenis pohon labu.

Dari pohon tersebut, Nabi Yunus a.s. kemudian makan serta memanfaatkan daun dan batangnya yang tidak menjalar untuk bernaung.

Dapat dikatakan bahwa mukjizat lain yang diterimanya adalah saat beliau berada di daerah yang tandus ini.

Selain pohon sejenis labu yang dapat menaungi dan menjadi bahan penganan, seekor kambing hutan betina datang kepada Nabi Yunus a.s. dengan rutin pada pagi dan petang hari.

Dari hewan liar inilah, sang nabi meminum air susu hingga beliau mendapatkan kebugarannya kembali.

Yang Terjadi ketika Beliau Pergi

Bisa jadi, Allah Swt. menilai perbuatan Nabi Yunus yang meninggalkan kaumnya dengan kata “tercela” karena sang nabi tak sabar ingin segera melihat hasil perjuangan dakwahnya.

Ketika hasilnya tak kunjung terlihat, beliau mendoakan agar disegerakan datangnya azab.

Dengan kepergiannya itu, Nabi Yunus a.s. kemudian kehilangan momen untuk menyaksikan pertobatan kaum yang telah ia dakwahi dalam kurun waktu yang lama.

Ya, setelah sang nabi pergi dengan marah, mereka bertobat dan menyesali perbuatannya yang mendustakan utusan-Nya.

Begitu besar penyesalan mereka sampai-sampai hal itu memisahkan para ibu dengan anak-anaknya. Anak-anak yang terpisah dari ibunya itu tentu mencari sang ibunda sambil menangis.

Di tengah tangisan yang pecah di sana-sini, kaum Nabi Yunus a.s. ini berdoa dan meminta perlindungan dari Allah Swt.

Mungkin, yang dilakukan oleh kaum Nabi Yunus a.s. ini terdengar aneh karena apa salah para anak-anak itu hingga mereka harus dipisahkan dari ibunya.

Coba kamu bayangkan keadaan sebuah desa yang penduduknya menghukum diri mereka dengan memisahkan anak-anak kecil dari ibunya karena menyesali perbuatan mereka di masa lampau.

Suara tangisan yang pecah kemudian tidak terdengar dari sebuah rumah saja, tetapi dari seluruh tempat tinggal di desa tersebut yang terdapat anak kecil di dalamnya dan ini terjadi tanpa henti.

Apakah dapat terbayang bagaimana bisingnya keadaan di sana?

Menghadapi satu anak kecil yang menangis tak kunjung diam saja terkadang membuat satu orang dewasa nyaris hilang kesabaran, kan?

Nah, inilah yang diperbuat kaum Nabi Nuh as. untuk menghukum diri mereka sendiri. Di tengah bisingnya keadaan, mereka kemudian menyerukan tobat dan permohonan pada Allah Swt.

Allah Swt. Membatalkan Azab

Atas usaha itu, Allah Swt. menerima tobat dan mengurungkan datangnya azab bagi mereka.

Padahal, sungguh, akan datang siksaan untuk kaum yang telah lama mendustakan utusan-Nya itu ketika sang nabi pergi menjauh.

Begitu yang dijelaskan oleh Sa’id bin Jubair, Mujahid, Ibnu Mas’ud, Ibnu Katsir dalam Al-Bidayah wan-Nihayah, serta banyak lagi ulama salaf dan khalaf lainnya.

Namun, sekali lagi, kasih sayang Allah Swt. menghalangi azab tersebut. Diabadikan-Nya peristiwa ini dalam surah Yunus ayat 98.

فَلَوْلَا كَانَتْ قَرْيَةٌ ءَامَنَتْ فَنَفَعَهَآ إِيمَٰنُهَآ إِلَّا قَوْمَ يُونُسَ لَمَّآ ءَامَنُوا۟ كَشَفْنَا عَنْهُمْ عَذَابَ ٱلْخِزْىِ فِى ٱلْحَيَوٰةِ ٱلدُّنْيَا وَمَتَّعْنَٰهُمْ إِلَىٰ حِينٍ

Falau laa kaanat qaryatun aamanat fa nafa’ahaa iimaanuhaa illaa qauma yuunus, lammaa aamanuu kasyafnaa ‘an-hum ‘adzaabal-khizyi fil-ḥayaatid-dun-yaa wa matta’naahum ilaa ḥiin.

Artinya:

Dan mengapa tidak ada (penduduk) suatu kota yang beriman, lalu imannya itu bermanfaat kepadanya selain kaum Yunus? Tatkala mereka (kaum Yunus itu) beriman, Kami hilangkan dari mereka azab yang menghinakan dalam kehidupan dunia, dan Kami beri kesenangan kepada mereka sampai kepada waktu yang tertentu.

Hikmah dari Kisah Singkat Nabi Yunus a.s.

Cerita di atas memang bukanlah kisah Nabi Yunus lengkap dari lahir sampai wafat, tetapi pasti banyak yang dapat dipetik. Lima di antaranya Hasana.id tuliskan seperti berikut.

  1. Seorang muslim adalah dai sebelum ia menjadi apa-apa. Dalam berdakwah, hendaknya ia selalu sabar terhadap ketetapan-Nya dan teguh pada perintah Allah Swt.

Tidak usah memperkarakan hal-hal yang haknya hanya milik Sang Pencipta.

  1. Semua hamba mendapatkan ujiannya masing-masing tanpa melihat kadar kesalehannya. Justru, makin saleh seseorang, makin berat ujian yang ia hadapi.
  2. Mengakui dosa dan memanjatkan doa dapat menyelamatkan seseorang dari beragam kesulitan.

Allah Swt. telah berjanji untuk menyelamatkan siapa saja yang ikhlas memohon kepada-Nya dengan cara yang sama seperti Ia menyelamatkan Nabi Yunus a.s. dari perut ikan.

  1. Perbuatan Nabi Yunus a.s. yang Allah nilai “tercela” tak lantas mencederai kenabian beliau karena bagaimanapun, ia adalah utusan-Nya yang terpilih.

Rasulullah saw. memberi peringatan dalam banyak riwayat untuk tidak merendahkan sang nabi pendahulunya itu.

عَنْ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ لَا يَقُولَنَّ أَحَدُكُمْ إِنِّي خَيْرٌ مِنْ يُونُسَ

‘An-nabiyyi shallallaahu ‘alaihi wa sallama qaala laa yaquulanna ahadukum inni khairun min yuunus.

Artinya:

Dari Nabi saw. bersabda, ‘Jangan sekali-kali seseorang dari kalian berkata bahwa aku (Muhammad saw.) lebih baik dari Yunus’.”

(Hadis Sahih al-Bukhari No. 3160 – Kitab Hadis-Hadis yang Meriwayatkan tentang para Nabi, Hadis Sahih Muslim No. 4382 – Kitab Keutamaan, Hadis Sunan Abu Dawud No. 4050 – Kitab Sunnah)

  1. Doa Nabi Yunus a.s. dalam surah Al-Qalam memiliki keutamaan yang dapat dibaca ketika kesulitan, kesedihan, masalah, dan kebingungan menyelimuti.

Penutup

Begitulah Allah Swt. menetapkan takdir bagi masing-masing hamba.

Kisah keteladanan Nabi Yunus as. yang patut dicontoh adalah segera menyadari kesalahan dan bertobat, tidak mengutuk keadaan, dan banyak mengingat Sang Pencipta saat kesulitan membelit.

Semoga kisah Nabi Yunus a.s. ini mampu membuat kaum muslimin mengerti bahwa kesabaran amat diperlukan dalam berdakwah.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *