Kisah Nabi Ya’kub, Teladan bagi Setiap Muslim dalam Mendidik Anak

Bagi orang tua yang ingin mengasuh dan mendidik anak-anaknya dengan baik, memahami kisah Nabi Ya’kub dan mencontoh kebijaksanannya merupakan suatu hal yang tepat.

Nabi Ya’kub juga dikenal dengan kesabarannya yang luar biasa dalam menghadapi cobaan demi cobaan dari Allah Swt.

Beliau menjadi contoh yang baik bagi seluruh umat Islam seperti halnya nabi dan rasul utusan Allah lainnya.

Lalu, hal seperti apa yang perlu kamu teladani dari kisah Nabi Ya’kub tersebut? Di bawah ini Hasana.id telah merangkumnya sebagai bahan referensi untukmu.

Meneladani Kisah Singkat Nabi Ya’kub sebagai Orang Tua

Sebagai orang tua, Nabi Ya’kub dikenal sangat bijak dan bisa menjadi panutan baik bagi kaumnya maupun umat-umat Islam sesudahnya.

Nabi Ya’kub menikah dengan empat orang istri dan mempunyai 12 orang anak.

Salah satu putra beliau adalah Yusuf ‘alaihissalam yang terlahir dari istrinya yang bernama Rahil.

Selain Yusuf, lahir juga Bunyamin dari hasil pernikahan Nabi Ya’kub dengan Rahil.

Sementara itu, dari istri beliau yang bernama Laya, lahir Laawi, Zabilon, Isaakhar, Ruubil, Syam’un, dan Yahuudza.

Selain menikah dengan Rahil dan Laya, Nabi Ya’kub juga menikah dengan budak-budak dari kedua istrinya tersebut.

Dari budak milik Laya, lahir dua orang anak yang diberi nama Asyir dan Jaad, sedangkan dari budak milik Rahil, lahir Naftaali dan Daan.

Di antara anak-anak beliau, Yusuf merupakan yang paling disayangi oleh Nabi Ya’kub karna dikisahkan mempunyai hati yang paling bersih dan paling bertakwa.

Oleh karena itu, dalam banyak kisah Nabi Ya’kub, diceritakan bahwa beliau memberikan perhatian serta kasih sayang yang lebih kepada Yusuf.

Tampaknya sudah menjadi tabiat seorang ayah, cenderung sangat menyayangi anak yang paling muda sampai ia dewasa dan menjaga yang sakit hingga anak tersebut sembuh.

Teladan dari Kisah Nabi Ya’kub dalam Mendidik Anak-anaknya

Salah satu teladan yang dapat diambil dari Nabi Ya’kub sebagai orang tua adalah cara beliau mendidik anak-anak dengan baik dan memberikan nasihat kepada mereka saat terjadi masalah.

Dalam Al-Qur’an surah Al-Baqarah ayat 133, kamu dapat melihat hasil pendidikan agama yang diberikan oleh Nabi Ya’kub kepada anak-anaknya.

أَمْ كُنتُمْ شُهَدَآءَ إِذْ حَضَرَ يَعْقُوبَ ٱلْمَوْتُ إِذْ قَالَ لِبَنِيهِ مَا تَعْبُدُونَ مِنۢ بَعْدِى قَالُوا۟ نَعْبُدُ إِلَٰهَكَ وَإِلَٰهَ ءَابَآئِكَ إِبْرَٰهِۦمَ وَإِسْمَٰعِيلَ وَإِسْحَٰقَ إِلَٰهًا وَٰحِدًا وَنَحْنُ لَهُۥ مُسْلِمُونَ

Am kuntum syuhadā`a iż ḥaḍara ya’qụbal-mautu iż qāla libanīhi mā ta’budụna mim ba’dī, qālụ na’budu ilāhaka wa ilāha ābā`ika ibrāhīma wa ismā’īla wa is-ḥāqa ilāhaw wāḥidā, wa naḥnu lahụ muslimụn.

Artinya:

“Adakah kamu hadir ketika Ya’qub kedatangan (tanda-tanda) maut, ketika ia berkata kepada anak-anaknya, ‘Apa yang kamu sembah sepeninggalku?’. Mereka menjawab, ‘Kami akan menyembah Tuhanmu dan Tuhan nenek moyangmu, Ibrahim, Ismail, dan Ishaq, (yaitu) Tuhan Yang Maha Esa dan kami hanya tunduk patuh kepada-Nya’.”

Setelah datang tanda-tanda maut baginya yang sedang jauth sakit, Nabi Ya’kub pun mengumpulkan anak-anaknya.

Nabi Ya’kub berpesan agar mereka tetap beribadah kepada Allah Swt. setelah beliau meninggal.

Anak-anak Nabi Ya’kub pun kompak menjawab bahwa mereka akan menyembah Allah Swt. yang disembah oleh ayah dan nenek moyang mereka.

Tanpa pendidikan yang baik, mereka tentu tidak akan mengatakan demikian dan justru mendustakan apa yang ayah mereka sembah semasa hidupnya.

Hasutan Setan kepada Anak-Anak Nabi Ya’kub

Tidak diragukan lagi jika kisah Nabi Ya’kub dalam mendidik anaknya patut dicontoh.

Namun, cobaan tetap tidak bisa dibendung sebagai ujian bagi keimanan seseorang, termasuk Nabi Ya’kub sendiri.

Suatu ketika, setan menghasut anak-anak Nabi Ya’kub agar makin terbakar rasa irinya kepada Yusuf yang merupakan anak kesayangan ayah mereka.

Karena rasa iri, saudara-saudara Nabi Yusuf pun berencana untuk membuang putra kesayangan Nabi Ya’kub tersebut dari kehidupan mereka selama-lamanya.

Mereka pun kemudian mengatur strategi agar Yusuf berhasil disingkirkan.

Awalnya, beberapa dari mereka mengusulkan untuk membunuh Yusuf, tetapi akhirnya mereka pun memilih untuk menjebak Yusuf ke dalam sebuah sumur.

Mereka beharap akan ada seorang kafilah yang lewat dan membawa Yusuf sebagai budak jika ia dilempar ke sumur yang jauh.

Sejak kejadian tersebut, kisah Nabi Ya’kub dipenuhi kesedihan karena ia merasa telah kehilangan seorang putra yang sangat disayanginya tersebut.

Rasa sedih yang begitu mendalam membuat Nabi Ya’kub sepanjang siang dan malam terus menangis tanpa henti.

Doa Nabi Ya’kub ketika Menghadapi Penderitaan

Puncak penderitaan Nabi Ya’kub adalah ketika beliau berpisah lama dengan putranya, yaitu Nabi Yusuf. Mata beliau bahkan sampai tidak bisa melihat atau buta karena sangat bersedih.

Pada waktu yang sama, negerinya juga mengalami masa paceklik dan ada juga permasalahan-permasalahan lain yang menambah beratnya penderitaan.

Seperti difirmankan oleh Allah Swt. dalam Al-Qur’an surah Yusuf ayat 86, Nabi Ya’kub kemudian berdoa kepada-Nya sebagai pelipur lara akan kesedihan yang dialami.

Berikut doa Nabi Ya’kub yang tertulis dalam surah Yusuf tersebut.

قَالَ إِنَّمَآ أَشْكُوا۟ بَثِّى وَحُزْنِىٓ إِلَى ٱللَّهِ وَأَعْلَمُ مِنَ ٱللَّهِ مَا لَا تَعْلَمُونَ

Qāla innamā asykụ baṡṡī wa ḥuznī ilallāhi wa a’lamu minallāhi mā lā ta’lamụn.

Artinya:

“Ya’qub menjawab, ‘Sesungguhnya ,hanyalah kepada Allah aku mengadukan kesusahan dan kesedihanku dan aku mengetahui dari Allah apa yang kamu tiada mengetahuinya.”

Tak lama setelah itu, Allah Swt. pun mengabulkan doa Nabi Ya’kub dan mempertemukannya dengan Nabi Yusuf.

Selain itu, penglihatan Nabi Ya’kub yang sebelumnya bermasalah pun disembuhkan oleh Allah Swt. Beliau pun dapat kembali berkumpul dengan keluarganya.

Kabar bahagia atas kesembuhan Nabi Ya’kub juga tertulis dalam Al-Qur’an surah Yusuf ayat 96 yang berbunyi:

فَلَمَّآ أَن جَآءَ ٱلْبَشِيرُ أَلْقَىٰهُ عَلَىٰ وَجْهِهِۦ فَٱرْتَدَّ بَصِيرًا ۖ قَالَ أَلَمْ أَقُل لَّكُمْ إِنِّىٓ أَعْلَمُ مِنَ ٱللَّهِ مَا لَا تَعْلَمُونَ

Fa lammā an jā`al-basyīru alqāhu ‘alā waj-hihī fartadda baṣīrā, qāla a lam aqul lakum innī a’lamu minallāhi mā lā ta’lamụn.

Artinya:

“Tatkala telah tiba pembawa kabar gembira itu maka diletakkannya baju gamis itu ke wajah Ya’qub, lalu kembalilah dia dapat melihat. Berkata Ya’qub, ‘Tidakkah aku katakan kepadamu bahwa aku mengetahui dari Allah apa yang kamu tidak mengetahuinya’.”

Kisah Nabi Ya’kub Dimusuhi Saudara Kembarnya Sendiri

Nabi Ya’kub adalah putra dari Nabi Ishaq ‘alaihissalam yang masih memiliki hubungan darah dengan Nabi Ibrahim ‘alaihissalam.

Kabar gembira kelahiran Ya’kub bahkan sudah disampaikan oleh tamu-tamu Nabi Ibrahim yang terdiri dari para malaikat.

Disampaikan dalam Al-Qur’an surah Huud ayat 71 bahwa dari istrinya, Sarah, Nabi Ibrahim akan mempunyai anak yaitu Ishak dan selanjutnya akan lahir juga putra Ishak, yaitu Ya’kub.

وَٱمْرَأَتُهُۥ قَآئِمَةٌ فَضَحِكَتْ فَبَشَّرْنَٰهَا بِإِسْحَٰقَ وَمِن وَرَآءِ إِسْحَٰقَ يَعْقُوبَ

Wamra`atuhụ qā`imatun fa ḍaḥikat fa basysyarnāhā bi`is-ḥāqa wa miw warā`i is-ḥāqa ya’qụb.

Artinya:

“Dan istrinya berdiri (dibalik tirai), lalu dia tersenyum maka Kami sampaikan kepadanya berita gembira tentang (kelahiran) Ishak dan dari Ishak (akan lahir puteranya), Ya’qub.”

Sejak kecil, Nabi Ishak lebih menyayangi anak pertamanya, yaitu Aish, sedangkan Nabi Ya’kub yang lahir setelah kakaknya tersebut lebih disayangi oleh ibunya.

Meskipun begitu, kedua saudara tersebut dihidupi dan dididik dengan baik sampai dewasa oleh orang tuanya. Akan tetapi, suatu ketika, terjadi perselisihan di antara dua bersaudara tersebut.

Saudara kembar Nabi Ya’kub dikisahkan gemar berburu dan membawa pulang kijang ke rumah. Sementara itu, Ya’kub lebih suka di rumah untuk mendalami ilmu-ilmu agama.

Pernah suatu ketika, Nabi Ishaq ‘alaihissalam meminta Aish untuk mengambilkan makanan.

Akan tetapi, sang ibu malah menyuruh Ya’kub untuk melakukannya dan Ya’kub langsung memberikan makanan tersebut kepada ayahnya.

Ayahnya pun mendoakan Ya’kub supaya bisa meneruskan menjai nabi Allah Swt. Mengetahui hal tersebut, Aish pun merasa sangat kecewa dan kesal kepada Ya’kub.

Tanpa pikir panjang, Aish kemudian merencanakan sesuatu untuk Ya’kub.

Untungnya, rencana tersebut diketahui oleh sang ibu yang akhirnya meminta agar Ya’kub sementara waktu mengungsi ke Irak, tepatnya di rumah pamannya.

Hijrah ke Irak atas Petunjuk Ayahnya

Sesuai petunjuk ayahnya, Ya’kub pun menghabiskan waktu berhari-hari melewati padang pasir sampai tiba di Irak.

Beliau hijrah ke Kota Fadan A’raam untuk menemui pamannya, yaitu Laban bin Batu’il. Di tempat inilah kisah Nabi Ya’kub berlanjut.

Ketika tiba di kota tersebut, beliau bertanya kepada penduduk setempat untuk menemukan kediaman sang paman.

Pada saat itu, salah satu penduduk menunjuk ke arah seorang gadis cantik bernama Rahil yang tak lain merupakan putri kedua sang paman yang dicarinya.

Setelah memperkenalkan diri kepada gadis tersebut, Ya’kub pun diajak untuk menemui ayah Rahil.

Beliau pun kemudian menyampaikan pesan Nabi Ishaq yang meminta agar Ya’kub dinikahkan dengan salah satu putri Laban.

Laban pun menyetujui pesan dari Nabi Ishaq tersebut, tetapi dengan satu syarat, yaitu Ya’kub harus menggembalakan ternak miliknya terlebih dahulu selama tujuh tahun.

Ya’kub pun mengiyakan syarat tersebut dan menagih janji Laban tujuh tahun kemudian. Sang paman pun menjodohkan Ya’kub dengan anak pertamanya, yaitu Laiya.

Akan tetapi, Ya’kub menyatakan bahwa beliau ingin menikahi Rahil yang sudah pernah dijumpai sebelumnya di Kota Fadan A’raam.

Akhirnya, Laban bin Batu’il merekomendaskan Ya’kub untuk menikahi Laiya terlebih dahulu.

Jika ingin memperistri Rahil, Ya’kub harus bersedia untuk kembali menggembalakan ternak milik Laban selama tujuh tahun lagi.

Pernikahan dengan Dua Putri Laban bin Batu’il

Kisah Nabi Ya’kub yang dipisahkan dengan saudara kembarnya justru berakhir dengan ditemukannya tambatan hati beliau di Kota Fadan A’raam.

Sama seperti sebelumnya, Ya’kub pun menerima syarat yang diberikan oleh Laban bin Batu’il agar dapat menikahi putrinya.

Beliau mengerti bahwa pada saat itu, adat yang berlaku adalah tidak mengizinkan seorang adik untuk mendahului kakaknya menikah.

Selain itu, Ya’kub juga merasa berutang budi dan sangat menghormati Laban yang telah menerimanya sebagai keluarga dan menanggapnya seperti anak sendiri.

Ya’kub pun akhirnya menerima saran Laban untuk menikahi Laiya terlebih dahulu dan melakukan syarat yang diajukan pamannya agar bisa menikah dengan Rahil.

Sebagai informasi, pada saat itu, masih belum ada larangan untuk menikahi kakak beradik sekaligus, seperti tertulis dalam surah An-Nisaa ayat 23 yang berbunyi:

حُرِّمَتْ عَلَيْكُمْ أُمَّهَٰتُكُمْ وَبَنَاتُكُمْ وَأَخَوَٰتُكُمْ وَعَمَّٰتُكُمْ وَخَٰلَٰتُكُمْ وَبَنَاتُ ٱلْأَخِ وَبَنَاتُ ٱلْأُخْتِ وَأُمَّهَٰتُكُمُ ٱلَّٰتِىٓ أَرْضَعْنَكُمْ وَأَخَوَٰتُكُم مِّنَ ٱلرَّضَٰعَةِ وَأُمَّهَٰتُ نِسَآئِكُمْ وَرَبَٰٓئِبُكُمُ ٱلَّٰتِى فِى حُجُورِكُم مِّن نِّسَآئِكُمُ ٱلَّٰتِى دَخَلْتُم بِهِنَّ فَإِن لَّمْ تَكُونُوا۟ دَخَلْتُم بِهِنَّ فَلَا جُنَاحَ عَلَيْكُمْ وَحَلَٰٓئِلُ أَبْنَآئِكُمُ ٱلَّذِينَ مِنْ أَصْلَٰبِكُمْ وَأَن تَجْمَعُوا۟ بَيْنَ ٱلْأُخْتَيْنِ إِلَّا مَا قَدْ سَلَفَ ۗ إِنَّ ٱللَّهَ كَانَ غَفُورًا رَّحِيمًا

Hurrimat ‘alaikum ummahātukum wa banatukum wa akhawātukum wa ‘ammātukum wa khālātukum wa banatul-akhi wa banatul-ukhti wa ummahātukumullātī arḍa’nakum wa akhawātukum minar-raḍā’ati wa ummahātu nisā`ikum wa raba`ibukumullātī fī ḥujụrikum min-nisā`ikumullātī dakhaltum bihinna fa il lam takụnụ dakhaltum bihinna fa lā junāḥa ‘alaikum wa ḥalā`ilu abnā`ikumullażīna min aṣlābikum wa an tajma’ụ bainal-ukhtaini illā mā qad salaf, innallāha kāna gafụrar raḥīmā.

Artinya:

“Diharamkan atas kamu (mengawini) ibu-ibumu; anak-anakmu yang perempuan; saudara-saudaramu yang perempuan; saudara-saudara bapakmu yang perempuan; saudara-saudara ibumu yang perempuan; anak-anak perempuan dari saudara-saudaramu yang laki-laki; anak-anak perempuan dari saudara-saudaramu yang perempuan; ibu-ibumu yang menyusui kamu; saudara perempuan sepersusuan; ibu-ibu isterimu (mertua); anak-anak isterimu yang dalam pemeliharaanmu dari isteri yang telah kamu campuri, tetapi jika kamu belum campur dengan isterimu itu (dan sudah kamu ceraikan), maka tidak berdosa kamu mengawininya; (dan diharamkan bagimu) isteri-isteri anak kandungmu (menantu); dan menghimpunkan (dalam perkawinan) dua perempuan yang bersaudara, kecuali yang telah terjadi pada masa lampau; sesungguhnya Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.”

Setelah syaratnya terpenuhi, Rahil pun sah menjadi istri Nabi Ya’kub yang kedua. Mereka pun hidup bahagia dengan kekayaan yang berlimpah.

Nabi Ya’kub kemudian juga memperistri budak-budak dari kedua istrinya tersebut hingga dikaruniai 12 orang anak.

Kisah Nabi Ya’kub dalam Perjalanannya sebagai Utusan Allah Swt.

Setelah menghabiskan waktu bertahun-tahun di Irak dan membangun keluarga baru di sana, Allah memerintahkan Nabi Ya’kub untuk kembali kepada ayahnya.

Beberapa waktu kemudian, Allah Swt. juga mengutus Nabi Ya’kub ke Palestina. Dalam perjalanan tersebut, beliau beristirahat dan tertidur di atas sebuah batu.

Nabi Ya’kub kemudian bermimpi dan menerima wahyu dari Allah Swt., yang menyatakan bahwa Dia adalah Tuhan yang telah mewariskan bumi untuknya dan keturunannya.

Pada usia lanjut, Nabi Ya’kub mengikuti putranya ke Mesir dan wafat di negeri tersebut pada usia 147 tahun.

Kisah Nabi Ya’kub tersebutlah yang juga diyakini sebagai awal mula munculnya Bani Israil terbesar di Negeri Mesir.

Sebagai utusan Allah Swt., perjalanan dakwah Nabi Ya’kub memang tidak banyak dibahas dalam Al-Qur’an maupun buku-buku sejarah.

Akan tetapi, kisah Nabi Ya’kub bersama sang putra menunjukan keutamaannya dalam mengemban tugasnya sebagai nabi Allah, terutama kepada anak-anak dan keluarganya.

Memahami Tanda-tanda Kematian dari Nabi Ya’kub dan Malaikat Maut

Kisah Nabi Ya’kub juga disinggung oleh Imam al-Ghazali dalam kitabnya, Mukasyafatul Qulub.

Mmengutip Zuhur al-Riyadhah, al-Ghazali mengisahkan pertemanan antara Nabi Ya’kub ‘alaihissalam dengan malaikat maut.

Pada suatu saat, sahabatnya tersebut datang menemui Nabi Ya’kub dan beliau bertanya apakah malaikat maut akan mencabut ruhnya sehingga datang menemuinya.

Malaikat pun menjawab bahwa ia hanya datang untuk bertamu ke rumah Ya’kub. Mendengar itu, Nabi Ya’kub menyatakan sebuah permintaan kepada malaikat maut.

Nabi Ya’kub ingin malaikat maut memberitahunya apabila ajalnya sudah hampir tiba dan ia hendak mencabut ruh beliau.

Kemudian, malaikat maut pun mengiyakan hal tersebut dan berjanji akan mengirimkan satu atau dua tanda untuk itu.

Singkatnya, kisah Nabi Ya’kub dilanjutkan dengan datangnya kembali sang malaikat pencabut nyawa ke hadapannya setelah beberapa waktu.

Beliau pun kembali bertanya kepada malaikat apakah tujuannya datang kepadanya sekadar bertamu atau untuk mencabut ruhnya.

Malaikat kemudian menjawab bahwa kali ini, ia datang untuk mencabut nyawa Nabi Ya’kub. Nabi Ya’kub pun terkejut dengan pernyataan malaikat tersebut.

Beliau terkejut karena tiba-tiba malaikat maut datang tanpa memberitahukan apa pun sebelumnya seperti yang ia janjikan.

Tiga Tanda Kematian yang Dikirimkan Malaikat Maut

Kisah Nabi Ya’kub juga penting diketahui karena memuat pengetahuan tentang tanda-tanda kematian.

Kepada Nabi Ya’kub, malaikat maut menjelaskan bahwa sesuai janji, ia telah mengirim beberapa tanda kepada Nabi Ya’kub ‘alaihissalam.

Pertama, ia mengirimkan tanda berupa rambut yang memutih, padahal sebelumnya, rambut Nabi Ya’kub berwarna hitam.

Kedua, malaikat maut juga mengirimkan tanda berupa lemah badan, padahal sebelumnya, Nabi Ya’kub mempunyai tubuh yang kuat.

Terakhir, ia juga mengirim bungkuk tubuh sebagai tanda yang ketiga, padahal Nabi Ya’kub sebelumnya memiliki tubuh yang tegak.

Dalam kisah Nabi Ya’kub tersebut, malaikat menambahkan bahwa ketiga tanda kematian tersebut juga diberikan kepada anak-anak Adam lainnya menjelang ajal mereka.

Pelajaran yang Dapat Diambil dari Kisah Nabi Ya’kub dan Malaikat Maut

Ada beberapa pelajaran penting yang dapat kamu ambil dari kisah Nabi Ya’kub di atas, salah satunya adalah untuk tidak lalai dalam mengingat kematian.

Lemahnya tubuh, bungkuknya badan, dan munculnya uban cukup menjadi pertanda bahwa kematian telah dekat.

Meskipun demikian, kematian bisa menghampiri kapan saja tanpa kamu ketahui sebelumnya. Tempat, waktu, dan cara sesorang mati menjadi rahasia Allah Swt.

Pelajaran yang bisa diambil dari kisah Nabi Ya’kub di atas sejalan dengan sabda Rasulullah saw. yang diriwayatkan oleh at-Tirmidzi tentang kematian.

Beliau mengingatkan umatnya untuk memperbanyak mengingat perkara (kematian) yang memutus berbagai kenikmatan.

Mengapa Nabi Muhammad saw. berpesan demikian? Salah satu alasannya adalah karena manusia pada hakikatnya mempunyai sifat pelupa dan lalai, bahkan seorang nabi pun demikian.

Contohnya adalah Nabi Ya’kub ‘alaihissalam yang lalai akan tanda-tanda dari malaikat maut.

Menurut para ulama, kelalaian Nabi Ya’kub tersebut bukanlah suatu kekurangan, tetapi semata sebagai pelajaran bagi setiap umat Islam sesudahnya.

Manfaat Mengingat Kematian Menurut para Ulama

Syaikh Ibrahim as-Samarqandi dalam Tanbih al-Ghafilin bahwa mengingat kematian lewat tanda-tandanya seperti terdapat dalam kisah Nabi Ya’kub mempunyai banyak manfaat.

Beberapa di antaranya adalah menyegerakan seseorang bertaubat dan membuat kita merasa cukup atas karunia yang diberikan oleh Allah.

Selain itu, mengingat kematian juga dapat membuat kita makin giat dalam beribadah kepada Allah Swt.

Sebaliknya, melalaikan kenyataan bahwa ajal dapat menjemput kapan saja akan membuat kita memiliki sifat malas dalam beribadah.

Lebih dari itu, kita juga menjadi tidak pernah puas akan pemberian Allah Swt. dan menunda-nunda untuk bertahubat.

Sebagaimana yang diriwayatkan oleh Siti ‘Aisyah r.a., hilangnya sifat hasut juga merupakan manfaat lain dari selalu mengingat kematian.

Perilaku ini juga bisa membantu menghapus dosa-dosa, menjernihkan hati, dan mengendalikan diri dari perbuatan sia-sia, seperti hura-hura dan mencari kebahagian yang hanya sementara.

Bahkan, diriwayatkan juga bahwa mengingat kematian sampai 20 kali sehari juga akan membuat kamu mewarisi kematian husnul khatimah.

Artinya, kamu bisa dibangkitkan bersama dengan para syuhada di hari akhir nanti.

Akhir kata, kisah Nabi Ya’kub di atas tentu bisa menjadi bahan renungan bagi kita agar menjadi seseorang yang lebih baik, terutama dalam beribadah kepada Allah Swt.

Referensi:

https://islam.nu.or.id/post/read/116209/3-utusan-kematian-untuk-nabi-yaqub

https://quran.laduni.id/post/read/63227/ustaz-maruf-khozin-doa-nabi-yaqub-saat-menghadapi-penderitaan.html

https://mizanamanah.or.id/update/kisah-nabi-yaqub-as-yang-sembuh-dari-buta

Nabi Ya’qub Menikahi Laiya dan Rahil dalam Islam

https://www.tagar.id/perjalanan-nabi-yaqub-as-ayah-nabi-yusuf-as

Kisah Nabi Ya’qub ‘Alaihissalam