Nabi Ismail dan Sejarah Dimulainya Ibadah Haji serta Berkurban Bagi yang Mampu

Salah satu kisah yang penuh haru di antara kisah-kisah para nabi dan rasul adalah kisah Nabi Ismail ‘alaihissalam.

Putra dari Nabi Ibrahim dan Siti Hajar tersebut merupakan anak yang telah dinantikan oleh sang nabi sejak lama.

Akan tetapi, kasih sayang dan kebahagiaan yang dicurahkan oleh Nabi Ibrahim atas lahirnya Ismail ternyata berujung pada ujian-ujian untuk menguji keimanannya kepada Allah Swt.

Ingin tahu kisah lengkap putra Nabi Ibrahim tersebut? Di bawah ini Hasana.id telah merangkumnya untuk kamu. Yuk, simak!

Kisah Kelahiran Nabi Ismail yang Sangat Dinantikan Nabi Ibrahim

Setelah menunggu bertahun-tahun lamanya untuk mendapatkan seorang anak, Nabi Ibrahim pun akhirnya dikaruniai seorang putra yang diberi nama Ismail.

Ismail sendiri merupakan putra Nabi Ibrahim dari istri keduanya. Ibu Nabi Ismail adalah Siti Hajar, seorang budak Raja Mesir yang diberikan kepada Sarah dan dinikahi oleh Ibrahim setelah ia dewasa.

Karena telah lama mendambakan momongan, Nabi Ibrahim pun sampai meneteskan air mata seraya bersujud syukur atas anugerah yang telah Allah Swt. berikan.

Akan tetapi, kebahagiannya merawat Ismail kecil ternyata harus berakhir sementara waktu karena ketidakharmonisan keluarga Ibrahim saat itu.

Dikisahkan bahwa kehidupan rumah tangga Nabi Ibrahim saat itu kurang harmonis karena Sarah tidak senang jika berdekatan dengan madunya dan ia juga cemburu dengan perilaku Nabi Ibrahim kepada Ismail kecil kala itu.

Untuk mengurangi ketidaknyamanan tersebut, Nabi Ibrahim pun memutuskan untuk memindahkan Ismail jauh ke sebuah lembah gersang di antara dua bukit yang saat ini dikenal sebagai Kota Makkah.

Hijrahnya Ismail Kecil ke Kota Makkah yang Tandus

Keputusan Nabi Ibrahim untuk mengirim Ismail kecil ke Makkah mungkin awalnya terdengar pilih kasih. Bagaimana tidak?

Saudara laki-lakinya, yaitu Ishaq yang merupakan anak Nabi Ibrahim dari istri pertamanya Sarah, dibiarkan tetap tinggal di Syam bersama ibunya.

Seperti diketahui Syam merupakan negeri yang subur dan penuh berkah dari Allah Swt. Sedangkan, Kota Makkah saat itu sangat tandus dan bahkan tidak mempunyai tanda-tanda kehidupan sama sekali.

Meskipun masih terdengar kurang adil, keputusan yang diambil seorang nabi tersebut tentu sudah berdasarkan pertimbangan yang baik dan ada rahasia ilahi dibalik kejadian tersebut.

Munculnya Air Zam-Zam Sebagai Mukjizat Nabi Ismail

Salah satu peristiwa penting yang terjadi setelah Nabi Ismail datang ke Makkah bersama ibunya adalah keluarnya air zam-zam.

Peristiwa tersebut sangat luar biasa karena tanpa dugaan ada sumber air yang deras keluar dari celah-celah bawah tanah kota Makkah yang tandus tersebut.

Setelah mengantar istri dan anaknya ke Makkah yang tanpa penghuni tersebut, Nabi Ibrahim kembali ke negeri Syam untuk tinggal bersama istri pertamanya.

Mengingat Makkah merupakan padang yang tandus, udaranya pun sangat panas dan mengundang dahaga. Saat itu, Siti Hajar pun akhirnya kehabisan air dan produksi air susunya pun ikut berkurang.

Ismail yang saat itu masih bayi pun menjadi menderita dan menangis terus menerus karena kekurangan air susu.

Karena bingung dan panik melihat bayinya kelaparan, Siti Hajar pun berusaha mencari air ke segala arah.

Ia kemudian melihat seperti tempat yang ada airnya di kejauhan. Namun setelah ia berjalan dari Bukti Shafa ke Marwa hingga berkali-kali, air yang dicarinya pun tetap tidak ketemu.

Peristiwa tersebut lah yang kemudian menjadi salah satu dari rukun ibadah haji yang disebut Sa’I, yaitu pulang pergi dari Bukti Shafa ke Marwa sebanyak tujuh kali.

Setelah beberapa waktu lamanya Siti Hajar mondar-mandir mencari air, ia kemudian mendengar suara Malaikat Jibril yang menunjukkan suatu tempat dan memintanya untuk menghentakkan kakinya ke bumi di tempat tersebut.

Tak disangka dari tanah tersebut terpancar mata air yang begitu jernih. Siti Hajar pun kemudian mengambil air tersebut untuk Nabi Ismail yang waktu itu masih bayi.

Riwayat lain menyebutkan bahwa garukan telapak kaki Ismail yang sedang kehausan lah yang membuat air tersebut muncul dari tanah.

Dikisahkan bahwa air tersebut awalnya meluap kemana-mana, sehingga malaikat pun berkata “Zam-zam” yang berarti berkumpul.

Setelah itu, mata air tersebut pun berkumpul dan disebut sebagai air zam-zam sampai sekarang.

Sampai sekarang, mata air tersebut juga tidak pernah kering meskipun setiap hari orang-orang mengambil dan menggunakannya untuk berbagai kebutuhan.

Itulah bentuk rahmat Allah Swt. kepada Siti Hajar dan Ismail melalui keagungan dan kekuasaan-Nya.

Kedatangan Nabi Ibrahim ke Makkah

Beberapa tahun setelah peristiwa di atas, Nabi Ibrahim pun memutuskan untuk kembali ke Makkah dan menemui istri serta anaknya di sana.

Ia pun sangat terkejut saat melihat gurun Arab tersebut telah berubah menjadi sebuah desa yang sangat subur dan makmur.

Siti Hajar pun kemudian menceritakan peristiwa-peristiwa yang terjadi di Makkah selama Nabi Ibrahim meninggalkannya.

Mendengar cerita tersebut, Ibrahim pun sangat bersyukur atas kebesaran Allah Ta’ala yang sudah mengabulkan doanya saat meninggalkan Siti Hajar dan bayinya kala itu.

Doa Nabi Muhammad tersebut dikisahkan dalam Al-Quran Surah Ibrahim ayat 37 yang berbunyi:

رَّبَّنَآ إِنِّىٓ أَسْكَنتُ مِن ذُرِّيَّتِى بِوَادٍ غَيْرِ ذِى زَرْعٍ عِندَ بَيْتِكَ ٱلْمُحَرَّمِ رَبَّنَا لِيُقِيمُوا۟ ٱلصَّلَوٰةَ فَٱجْعَلْ أَفْـِٔدَةً مِّنَ ٱلنَّاسِ تَهْوِىٓ إِلَيْهِمْ وَٱرْزُقْهُم مِّنَ ٱلثَّمَرَٰتِ لَعَلَّهُمْ يَشْكُرُونَ

Rabbanā innī askantu min żurriyyatī biwādin gairi żī zar’in ‘inda baitikal-muḥarrami rabbanā liyuqīmuṣ-ṣalāta faj’al af`idatam minan-nāsi tahwī ilaihim warzuq-hum minaṡ-ṡamarāti la’allahum yasykurụn

Artinya:

Ya Tuhan kami, sesungguhnya aku telah menempatkan sebahagian keturunanku di lembah yang tidak mempunyai tanam-tanaman di dekat rumah Engkau (Baitullah) yang dihormati, ya Tuhan kami (yang demikian itu) agar mereka mendirikan shalat, maka jadikanlah hati sebagian manusia cenderung kepada mereka dan beri rezekilah mereka dari buah-buahan, mudah-mudahan mereka bersyukur.

Peristiwa munculnya air zam-zam bukan satu-satunya yang terjadi setelah Nabi Ibrahim memindahkan Siti Hajar dan Ismail kecil di Makkah.

Setelah itu, ada juga peristiwa lain seperti dibangunnya Ka’bah dan kejadian yang mendasari munculnya ibadah kurban bagi kaum Islam. Hasana.id juga akan membahas mengenai hal tersebut di bawah ini.

Kisah Nabi Ismail serta Awal Mula Ibadah Kurban

Bukan rahasia jika ibadah kurban berawal dari perjalanan hidup Ismail sebagai anak Nabi Ibrahim ‘alaihissalam.

Kisah penuh haru tersebut berawal dari mimpi yang didapatkan oleh Nabi Ibrahim saat tidur. Dalam mimpinya, ia menyembelih anak kesayangannya, yaitu Ismail.

Sebagai seorang nabi dan juga rasul, Nabi Ibrahim pun kemudian menyadari bahwa mimpi tersebut datang dari Allah dan itu adalah perintah dari-Nya.

Tak bisa dibayangkan bagaimana perasaan Nabi Ibrahim saat putra yang sudah ia nantikan sejak lama ternyata harus dikorbankan atas perintah Allah Swt. dengan cara menyembelihnya.

Lalu, bagaimana sikap Nabi Ibrahim menghadapi ujian yang Allah Swt. Berikan padanya tersebut? Sebagai hamba-Nya yang taat, Ibrahim pun tanpa ragu menerima perintah tersebut.

Keputusan Nabi Ibrahim untuk Menyembelih Ismail

Perintah tersebut diterima oleh Nabi Ibrahim ‘alaihissalam secara total. Artinya, tidak ada protes atau pertanyaan-pertanyaan lebih lanjut saat perintah itu datang padanya.

Nabi Ibrahim telah menerima perintah tersebut dengan kedamaian dan keridaan yang mendalam. Begitu juga dengan Ismail yang tidak menolak saat ayahnya menceritakan kondisi yang sebenarnya.

Dalam Al-Quran Surah Ash-Shaffat ayat 102 tertulis pernyataan Ibrahim pada Ismail terkait hal ini:

فَلَمَّا بَلَغَ مَعَهُ ٱلسَّعْىَ قَالَ يَٰبُنَىَّ إِنِّىٓ أَرَىٰ فِى ٱلْمَنَامِ أَنِّىٓ أَذْبَحُكَ فَٱنظُرْ مَاذَا تَرَىٰ ۚ قَالَ يَٰٓأَبَتِ ٱفْعَلْ مَا تُؤْمَرُ ۖ سَتَجِدُنِىٓ إِن شَآءَ ٱللَّهُ مِنَ ٱلصَّٰبِرِينَ

Fa lammā balaga ma’ahus-sa’ya qāla yā bunayya innī arā fil-manāmi annī ażbaḥuka fanẓur māżā tarā, qāla yā abatif’al mā tu`maru satajidunī in syā`allāhu minaṣ-ṣābirīn

Artinya:

Maka tatkala anak itu sampai (pada umur sanggup) berusaha bersama-sama Ibrahim, Ibrahim berkata: “Hai anakku sesungguhnya aku melihat dalam mimpi bahwa aku menyembelihmu. Maka fikirkanlah apa pendapatmu!” Ia menjawab: “Hai bapakku, kerjakanlah apa yang diperintahkan kepadamu; insya Allah kamu akan mendapatiku termasuk orang-orang yang sabar”.

Saat itu, Ismail yang masih belum dewasa dan baru berusia kurang lebih 14 tahun pun dengan ikhlas mempersilakan ayahnya untuk melakukan perintah Allah Swt. tanpa ragu-ragu.

Disinilah ketaatan Nabi Ibrahim dan Ismail kepada Allah terbukti sangat luar biasa. Melihat hal tersebut, Allah berfirman bahwa yang Ia kehendaki adalah penyerahan diri dari Ibrahim sehingga dalam dirinya hanya tersisa ketaatan kepada-Nya.

Dalam Al-Quran Surah Ash Shaffat ayat 104-105, Allah Ta’ala berfirman:

وَنَٰدَيْنَٰهُ أَن يَٰٓإِبْرَٰهِيمُ

قَدْ صَدَّقْتَ ٱلرُّءْيَآ ۚ إِنَّا كَذَٰلِكَ نَجْزِى ٱلْمُحْسِنِينَ

Wa nādaināhu ay yā ibrāhīm

Qad ṣaddaqtar-ru`yā, innā każālika najzil-muḥsinīn

Artinya:

Dan Kami panggillah dia: “Hai Ibrahim, Sesungguhnya kamu telah membenarkan mimpi itu sesungguhnya demikianlah Kami memberi balasan kepada orang-orang yang berbuat baik.

Di sisi lain, Nabi Ibrahim dan Ismail juga meyakini bahwa perintah Allah lah yang paling berharga dan tak ada yang lebih tinggi dari itu.

Pesan-pesan Nabi Ismail Saat Akan Dikurbankan

Sebagai ayah Nabi Ismail, Nabi Ibrahim sangat mempertimbangkan pendapat putranya dalam mengambil keputusan yang penuh pengorbanan tersebut.

Saat akan dikurbankan sesuai perintah Allah Swt., Ismail sempat memberikan pesan-pesan kepada ayahnya agar dapat menjalankan perintah-Nya tanpa berat hati.

Salah satu pesan Ismail adalah untuk mengikat tangannya kuat-kuat sehingga ia tidak bisa bergerak dan menyusahkan ayahnya saat menjalankan perintah-Nya.

Selain itu, Ismail juga berpesan agar Nabi Ibrahim menghadapkan wajahnya ke tanah saat akan menyembelihnya.

Nabi Ismail ‘alaihissalam juga mengingatkan ayahnya untuk menajamkan parang dalam salah satu pesannya. Dengan begitu, proses penyembelihan dirinya pun bisa lebih cepat dan penderitaan yang ia alami pun menjadi lebih ringan.

Kemudian, Ismail juga berpesan kepada ayahnya untuk tidak menatap dalam-dalam wajah anak-anak sebayanya agar ia tidak bersedih hati dan merasa gelisah.

Selanjutnya, tak lupa ia juga menyampaikan salamnya kepada ibunya melalui pesan-pesan tersebut. Ismail berpesan agar ayahnya dapat memberikan pakaian yang ia kenakan sebagai kenangan untuk ibunya.

Ia juga mengingatkan Nabi Ibrahim untuk menyingsingkan pakaian supaya darahnya tidak mengenai pakaian Ibrahim dan membuat ibunya terharu karena hal tersebut.

Digantinya Nabi Ismail dengan Seekor Hewan Sembelihan

Allah Swt. kemudian menebus Ismail dan menggantinya dengan hewan sembelihan, berupa domba yang besar. Inilah awal dimulainya ibadah kurban bagi yang mampu pada saat Hari Raya Idul Adha.

Disembelihnya hewan-hewan kurban hingga saat ini dijadikan pengingat bagi kaum Muslim atas peristiwa yang terjadi pada Nabi Ibrahim dan Ismail tersebut.

Kejadian tersebut menjadi tolak ukur keimanan kita kepada Allah Swt. dan membantu kita memahami bagaimana seharusnya cara untuk berserah diri kepada-Nya secara utuh.

Sebagaimana Allah Swt. mengingatkan kita dalam Al-Quran Surah Al Hajj ayat 37 berikut ini:

Awal Mula Ibadah Kurban Dalam Kajian Tasawuf

Dalam kajian tasawuf, perintah kurban bagi umat Islam memiliki hubungan dengan kewajiban untuk berjaga agar tidak tertidur.

Abu Ali Ad-Daqaq dalam hal ini menceritakan ulang perintah kurban yang melibatkan Nabi Ibrahim ‘alaihissalam dan Nabi Ismail ‘alaihissalam.

Dikisahkan bahwa bagi orang salih, tidur merupakan sebuah kesalahan karena mereka yang tertidur sama dengan orang yang lalai kepada Allah Swt.

Nabi Ibrahim yang saat itu tertidur dan bermimpi pun dengan sedih menceritakan mimpinya kepada Ismail.

Dalam Ar-Risalah Al-Qusyairiyyah, Ismail dikisahkan menjawab ayahnya yang dalam Bahasa Indonesia berbunyi:

“Bapakku, inilah balasan orang yang tidur melalaikan Kekasihnya (Allah). Seandainya bapak tidak tidur, niscaya bapak tidak diperintahkan untuk menyembelih anak sendiri,” jawab Ismail. (Abul Qasim Al-Qusyairi, Ar-Risalah Al-Qusyairiyyah, [Kairo, Darus Salam: 2010 M/1431 H], halaman 210).

Menurut kajian tasawuf, tidur semalam suntuk pada tingkat tertentu adalah suatu kesalahan. Hal tersebut sesuai dengan kaidah “Hasanatul abrar sayyiatul muqarrabin”.

Sementara itu, Ibnu Abbas r.a., meriwayatkan bahwa mimpi bagi para nabi adalah seperti wahyu ilahi.

Terkait hal ini, Muhammad bin Ka’ab menambahkan bahwa wahyu ilahi dapat datang kepada para nabi baik saat mereka terjaga maupun tertidur. Wallahu’alam.

Diangkatnya Ismail Menjadi Nabi Allah Swt.

Mewarisi sifat ayahnya yang sangat baik dan aktif mendampingi ayahnya berdakwah, Nabi Ismail pun kemudian diangkat sebagai nabi oleh Allah Swt.

Dalam Al-Quran Surah Maryam ayat 54, Allah berfirman:

وَٱذْكُرْ فِى ٱلْكِتَٰبِ إِسْمَٰعِيلَ ۚ إِنَّهُۥ كَانَ صَادِقَ ٱلْوَعْدِ وَكَانَ رَسُولًا نَّبِيًّا

Ważkur fil-kitābi ismā’īla innahụ kāna ṣādiqal-wa’di wa kāna rasụlan nabiyyā

Artinya:

Dan ceritakanlah (hai Muhammad kepada mereka) kisah Ismail (yang tersebut) di dalam Al Quran. Sesungguhnya ia adalah seorang yang benar janjinya, dan dia adalah seorang rasul dan nabi.

Ismail diutus oleh Allah Swt. untuk berdakwah di Makkah dan mengajarkan umatnya supaya bertakwa kepada Allah Ta’ala dan tidak menyekutukan-Nya.

Ia juga dikisahkan turut serta dalam pembangunan Kabah pertama bersama dengan Nabi Ibrahim ‘alaihissalam.

Bersama ayahnya, Ismail diutus oleh Allah untuk membangun Kabah sebagai lambang tauhid. Mereka pun kemudian bekerjasama dalam mengumpulkan batu-batu serta material lain untuk pembangunan Kabah tersebut.

Setelah setiap hari bekerja keras membangun Kabah, akhirnya bangunan tersebut mampu menjadi tempat untuk berkumpul penduduk.

Berbagai sumber menyatakan bahwa Ismail merupakan salah satu nabi yang sangat fasih dalam berbahasa Arab. Awalnya ia belajar Bahasa Arab dari suku Jurhum yang sudah menggunakan bahasa tersebut sebelumnya.

Anak Nabi Ismail dikisahkan ada 13 orang yang terdiri dari 12 putra dan seorang putri. Ia menghembuskan napas terakhirnya di Makkah dan tempat ia wafat dikenal dengan nama Hijr Ismail.

Pelajaran yang Dapat Diambil dari Perjalanan Hidup Nabi Ismail

Pelajaran yang paling utama dari kisah putra Ibrahim ini adalah ketaatannya kepada Allah Swt. Sama halnya dengan ayahnya, ia percaya bahwa perintah-Nya adalah yang paling tinggi di antara lainnya.

Selain itu, dikisahkan di atas saat Nabi Ibrahim bertanya pendapat Ismail terkait mimpinya. Pertanyaan tersebut mengandung pesan moral bahwa orang tua sudah seharusnya memberikan hak kepada anak-anaknya untuk mengeluarkan pendapat.

Apalagi jika pendapat tersebut berkaitan dengan masa depan mereka dan menyangkut masalah hidup serta mati.

Percakapan tersebut juga menekankan nilai musyawarah atau demokrasi dalam berdialog untuk mencapai satu persepesi yang sama.

Adanya dialog yang terbuka akan membuat tujuan lebih mudah untuk dicapai bersama. Untuk meraihnya, keikhlasan agar dapat menerima suatu keputusan juga menjadi poin penting.

Oleh karena itu, jawaban Nabi Ismail terhadap ayahnya yang penuh keikhlasan dan kesabaran menghasilkan keputusan yang bulat di antara mereka.

Lalu, apa pelajaran dan hikmah lainnya yang dapat diambil dari kisah Ismail di atas?

Memahami Cara Berbakti pada Orang Tua

Pertama, kamu dapat meneladani sikap berbakti pada orang tua yang dimiliki oleh Nabi Ismail ‘alaihissalam.

Ismail diketahui sering membantu ibunya menggembalakan ternak-ternak mereka yang jumlahnya lumayan banyak. Ia juga dikisahkan membantu Nabi Ibrahim dalam pembangunan Kabah di masa itu.

Selain itu, dia juga dikenal sangat taat terhadap perintah dan nasihat yang diberikan oleh orang tuanya.

Dari kisah di atas yang menunjukkan kesabaran, ketaatan, dan ketabahan Ismail, kita dapat meneladani salah satu cara untuk berbakti kepada orang tua.

Menunaikan Ibadah Kurban jika Mampu

Kisah Nabi Ismail di atas juga mengajarkan kaum Muslim untuk melaksanakan ibadah sunah berkurban bagi yang mampu.

Berkurban sendiri mempunyai banyak hikmah, salah satunya adalah sebagai bentuk keikhlasan kita dalam menjalankan semua perintah Allah Swt.

Selain itu, semangat berkurban juga diharapkan dapat membantu umat Islam untuk menjauh dari sifat-sifatnya yang tercela untuk mencapai kehidupan yang lebih baik.

Kemudian, penyembelihan hewan kurban juga menjadi bentuk kepedulian kita kepada orang-orang yang lebih membutuhkan makanan.

Namun, pengorbanan yang dilakukan tersebut seharusnya bukan dalam bentuk harta semata. Seperti halnya Nabi Ismail, hal-hal dalam jiwa manusia, seperti rasa ego, kedengkian, dan suka marah juga harus dibersihkan dengan cara berkurban.

Itulah ulasan singkat mengenai kisah-kisah Nabi Ismail ‘alaihissalam yang dapat kamu teladani sebagai umat Islam. Semoga kisah tersebut dapat membantu kita untuk selalu ingat atas kuasa-kuasa Allah Swt. dan alasan untuk taat kepada-Nya.

Referensi:

https://islam.nu.or.id/post/read/121631/dialog-kurban-nabi-ibrahim-dan-nabi-ismail-dalam-kajian-tasawuf

https://islam.nu.or.id/post/read/80766/khutbah-idul-adha-belajar-dari-nabi-ibrahim-dan-nabi-ismail

https://www.nu.or.id/post/read/122041/keteguhan-iman-nabi-ibrahim-dan-ismail-bisa-kita-jadikan-teladan

http://www.piss-ktb.com/2012/04/f0129-pesan-singkat-nabi-ismail-as-pada.html

https://www.nu.or.id/post/read/109735/hikmah-di-balik-ibadah-kurban-bagi-umat-islam

https://baznas.go.id/artikel/baca/Teladan_Nabi_Ismail_AS,_Berbakti_Kepada_Orang_Tua/68

Kisah Nabi Ismail ‘Alaihissalam (Bagian 1)