Kisah Nabi Hud dan Kaumnya yang Dibinasakan Melalui Angin Kencang

Jika Nabi Nuh adalah nabi untuk orang-orang di kawasan Sungai Eufrat dan Tigris, Nabi Hud merupakan utusan Allah Swt. untuk kaum A’ad.

Hud sendiri merupakan cucu Nabi Nuh yang berasal dari suku A’ad di Jazirah Arab dan hidup setelah banjir bandang yang dialami kaum kakeknya tersebut.

Sama halnya dengan kakeknya, perjalanan Hud dalam mengajak kaumnya menuju kebenaran juga tidak lah mulus.

Kamu bisa membaca kisah Nabi Hud ‘alaihissalam yang sudah Hasana.id rangkum di bawah ini untuk menengok perjuangannya dalam menyiarkan kebenaran.

Kisah Singkat Nabi Hud a.s. Bersama Kaum A’ad

Kisah nabi keempat yang harus umat Islam imani ini berkaitan erat dengan kaum A’ad. Ia adalah nabi yang diutus untuk meluruskan perbuatan tercela yang dilakukan kaum tersebut.

Dalam Al-Quran Surah Huud ayat 50, Allah berfirman:

وَإِلَىٰ عَادٍ أَخَاهُمْ هُودًا ۚ قَالَ يَٰقَوْمِ ٱعْبُدُوا۟ ٱللَّهَ مَا لَكُم مِّنْ إِلَٰهٍ غَيْرُهُۥٓ ۖ إِنْ أَنتُمْ إِلَّا مُفْتَرُونَ

Wa ilā ‘ādin akhāhum hụdā, qāla yā qaumi’budullāha mā lakum min ilāhin gairuh, in antum illā muftarụn

Artinya:

Dan kepada kaum ‘Ad (Kami utus) saudara mereka, Huud. Ia berkata: “Hai kaumku, sembahlah Allah, sekali-kali tidak ada bagimu Tuhan selain Dia. Kamu hanyalah mengada-adakan saja.

Nama Hud termasuk cukup sering disebutkan dalam Al-Quran, yaitu sebanyak tujuh kali, termasuk lima kali dalam Surah Huud.

Selain dalam Al-Quran Surah Huud ayat 50, 53, 58, 69, dan 89, nama Hud juga disebutkan di Surah Asy Syu’ara ayat 124 dan Surah Al A’raft ayat 65.

Sementara itu, kisah kaum A’ad diulang sebanyak 17 kali dalam Al-Quran dengan tingkat nilai serta substansi yang setara pada setiap pengulangannya.

Beberapa surah Al-Quran yang mengandung kisah kaum A’ad adalah At Taubah, Al A’raf, Al Mu’minun, Shaad, Al Ankabut, Al Furqan, Qaaf, Az Zariyat, Al Fajr, An Najm, Al Haqqah, Ibrahim, Hud, dan lainnya.

Kaum A’ad memang cukup berpengaruh dalam perjalanan dakwah utusan Allah Swt. Mereka dikenal sangat piawai dalam membuat strategi perang dan suka menyiksa musuh-musuhnya yang tak berdaya.

Hal ini lah yang disinyalir sebagai penyebab berkurangnya akhlak mereka dan terjadi siklus pengutusan nabi serta rasul kepada mereka.

Kemerosotan akhlak yang dimaksud pun bermacam-macam, mulai dari perbuatan zalim kepada sesama manusia hingga penyembahan berhala.

Peradaban Kaum Nabi Hud ‘Alaihissalam

Kaum A’ad masih keturunan Nabi Nuh ‘alaihissalam dan saat itu bermukim di suatu wilayah perbukitan berpasir di Jazirah Arab, yaitu Al-Ahqaf.

Mereka termasuk suku tertua yang ada di muka bumi dan memiliki peradaban maju. Hal ini dibuktikan dengan adanya bangunan-bangunan tinggi di wilayah mereka.

Sebagaimana difirmankan Allah Swt. dalam Al-Quran Surah Al Fajr ayat 7-8, kaum A’ad tinggal di rumah-rumah dengan tiang-tiang besar.

إِرَمَ ذَاتِ ٱلْعِمَادِ(٧)

ٱلَّتِى لَمْ يُخْلَقْ مِثْلُهَا فِى ٱلْبِلَٰدِ (٨)

Irama żātil-‘imād

Allatī lam yukhlaq miṡluhā fil-bilād

Artinya:

Yang belum pernah dibangun (suatu kota) seperti itu, di negeri-negeri lain, (yaitu) penduduk Iram yang mempunyai bangunan-bangunan yang tinggi,

Kaum A’ad juga dikisahkan membangun benteng-benteng serta istana-istana yang tinggi. Dalam Al-Quran Surah Asy Syu’ara ayat 128-129, Allah Swt. berfirman:

(128) أَتَبْنُونَ بِكُلِّ رِيعٍ ءَايَةً تَعْبَثُونَ

(129) وَتَتَّخِذُونَ مَصَانِعَ لَعَلَّكُمْ تَخْلُدُونَ

A tabnụna bikulli rī’in āyatan ta’baṡụn

Wa tattakhiżụna maṣāni’a la’allakum takhludụn

Artinya:

Apakah kamu mendirikan pada tiap-tiap tanah tinggi bangunan untuk bermain-main, Dan kamu membuat benteng-benteng dengan maksud supaya kamu kekal (di dunia)?

Bangunan dan benteng yang dibangun kaum A’ad tersebut sangat mereka banggakan, sebagai bukti tingginya peradaban mereka.

Bukan hanya itu, kaum A’ad juga unggul dalam bidang pertanian sebab wilayah tempat mereka bermukim memiliki air yang segar dan berlimpah.

Di samping itu, mereka juga mempunyai binatang ternak serta harta yang banyak. Wilayah kaum A’ad juga dikenal dengan ladang yang hijau dan subur. Kebun-kebun indah dan mata air yang berlimpah membuat tempat mereka semakin sempurna.

Selain memiliki peradaban yang tinggi, kaum Nabi Hud tersebut juga dikaruniai bentuk fisik yang berbeda dengan kaum lain.

Kaum A’ad mempunyai perawakan yang tinggi dan kuat. Oleh karena itu, jika mereka menyerang atau berperang dengan kaum lain, mereka memiliki kesempatan lebih besar untuk memenangkannya.

Serangan kaum A’ad juga dikisahkan sangat mengerikan. Sebagaimana firman Allah Swt. dalam Al-Quran Surah Asy Syu’ara ayat 130 yang menyebutkan pernyataan Hud kepada kaumnya berikut ini:

وَإِذَا بَطَشْتُم بَطَشْتُمْ جَبَّارِينَ

Wa iżā baṭasytum baṭasytum jabbārīn

Artinya:

Dan apabila kamu menyiksa, maka kamu menyiksa sebagai orang-orang kejam dan bengis.

Akan tetapi, nikmat-nikmat yang telah Allah Ta’ala berikan kepada kaum A’ad tersebut tidak dibarengi dengan rasa syukur mereka terhadap Sang Pencipta.

Perbuatan-Perbuatan Tercela Kaum Nabi Hud ‘Alaihissalam

Kaum A’ad dikisahkan tidak bersyukur kepada Allah Swt. meskipun mereka dikaruniai banyak hal oleh-Nya.

Justru mereka memilih menyekutukan Allah Swt. dengan menyembah patung-patung. Dalam sejarahnya, kaum A’ad adalah orang-orang pertama yang menyembah patung setelah peristiwa banjir bandang yang terjadi di masa Nabi Nuh ‘alahissalam.

Dalam Al-Quran Surah Al A’raaf ayat 69, Allah Swt. berfirman:

أَوَعَجِبْتُمْ أَن جَآءَكُمْ ذِكْرٌ مِّن رَّبِّكُمْ عَلَىٰ رَجُلٍ مِّنكُمْ لِيُنذِرَكُمْ ۚ وَٱذْكُرُوٓا۟ إِذْ جَعَلَكُمْ خُلَفَآءَ مِنۢ بَعْدِ قَوْمِ نُوحٍ وَزَادَكُمْ فِى ٱلْخَلْقِ بَصْۜطَةً ۖ فَٱذْكُرُوٓا۟ ءَالَآءَ ٱللَّهِ لَعَلَّكُمْ تُفْلِحُونَ

A wa ‘ajibtum an jā`akum żikrum mir rabbikum ‘alā rajulim mingkum liyunżirakum, ważkurū iż ja’alakum khulafā`a mim ba’di qaumi nụḥiw wa zādakum fil-khalqi baṣṭah, fażkurū ālā`allāhi la’allakum tufliḥụn

Artinya:

Apakah kamu (tidak percaya) dan heran bahwa datang kepadamu peringatan dari Tuhanmu yang dibawa oleh seorang laki-laki di antaramu untuk memberi peringatan kepadamu? Dan ingatlah oleh kamu sekalian di waktu Allah menjadikan kamu sebagai pengganti-pengganti (yang berkuasa) sesudah lenyapnya kaum Nuh, dan Tuhan telah melebihkan kekuatan tubuh dan perawakanmu (daripada kaum Nuh itu). Maka ingatlah nikmat-nikmat Allah supaya kamu mendapat keberuntungan.

Sebagai pengganti kaum Nabi Nuh ‘alaihissalam yang lenyap, Allah telah mengaruniai kaum A’ad dengan banyak nikmat supaya mereka dapat membangun peradaban baru yang baik.

Akan tetapi, yang kaum A’ad lakukan adalah berbagai maksiat dan perbuatan dosa yang membuat kerusakan di muka bumi.

Oleh karena itu, diutuslah Nabi Hud kepada kaum A’ad untuk menunjukkan jalan kebenaran kepada Allah Swt.

Diutusnya Nabi Hud kepada Kaum A’ad

Hud datang kepada kaum A’ad sebagai utusan-Nya dan mengajak orang-orang tersebut menyembah Allah Swt. bukan yang lain.

Ia juga mengingatkan mereka untuk tidak melakukan perbuatan maksiat serta syirik. Hud juga mengajak kaum A’ad untuk bersyukur kepada Allah Ta’ala karena telah menurunkan nikmat yang luar biasa kepada mereka.

Dalam Al-Quran Surah Al A’raaf ayat 65 diabadikan peringatan Hud terhadap kaumnya tersebut, seperti berikut:

وَإِلَىٰ عَادٍ أَخَاهُمْ هُودًا ۗ قَالَ يَٰقَوْمِ ٱعْبُدُوا۟ ٱللَّهَ مَا لَكُم مِّنْ إِلَٰهٍ غَيْرُهُۥٓ ۚ أَفَلَا تَتَّقُونَ

Wa ilā ‘ādin akhāhum hụdā, qāla yā qaumi’budullāha mā lakum min ilāhin gairuh, a fa lā tattaqụn

Artinya:

Dan (Kami telah mengutus) kepada kaum ‘Aad saudara mereka, Hud. Ia berkata: “Hai kaumku, sembahlah Allah, sekali-kali tidak ada Tuhan bagimu selain dari-Nya. Maka mengapa kamu tidak bertakwa kepada-Nya?”

Kaum A’ad pun bertanya-tanya mengapa Hud berani mengatakan hal tersebut kepada mereka dan ia pun menjelaskan status kenabiannya kepada mereka agar mereka taat kepada apa yang ia ajarkan.

Mendengar penjelasan tersebut, kaum A’ad pun langsung membantahnya dan menyatakan bahwa Hud hanyalah mengada-ada dan berdusta.

Nabi Hud pun kemudian menjelaskan kembali bahwa ia adalah utusan Allah Swt., Tuhan Semesta Alam. Ia datang kepada kaumnya untuk menyampaikan amanat-Nya sebagai pemberi nasihat yang patut dipercaya.

Mereka pun menjadi semakin sombong setelah mendengar penjelasan selanjutnya dari Hud tersebut. Kaum A’ad juga bersikeras menolak untuk beribadah kepada Allah Swt. Penolakan mereka diabadikan dalam Al-Quran Surah Huud ayat 53-54 berikut ini:

{قَالُوا يَا هُودُ مَا جِئْتَنَا بِبَيِّنَةٍ وَمَا نَحْنُ بِتَارِكِي آلِهَتِنَا عَنْ قَوْلِكَ وَمَا نَحْنُ لَكَ بِمُؤْمِنِينَ (53) إِنْ نَقُولُ إِلا اعْتَرَاكَ بَعْضُ آلِهَتِنَا بِسُوءٍ قَالَ إِنِّي أُشْهِدُ اللَّهَ وَاشْهَدُوا أَنِّي بَرِيءٌ مِمَّا تُشْرِكُونَ (54)

Qālụ yā hụdu mā ji`tanā bibayyinatiw wa mā naḥnu bitārikī ālihatinā ‘ang qaulika wa mā naḥnu laka bimu`minīn

In naqụlu illa’tarāka ba’ḍu ālihatinā bisū`, qāla innī usy-hidullāha wasy-hadū annī barī`um mimmā tusyrikụn

Artinya:

Kaum ‘Ad berkata: “Hai Huud, kamu tidak mendatangkan kepada kami suatu bukti yang nyata, dan kami sekali-kali tidak akan meninggalkan sembahan-sembahan kami karena perkataanmu, dan kami sekali-kali tidak akan mempercayai kamu. Kami tidak mengatakan melainkan bahwa sebagian sembahan kami telah menimpakan penyakit gila atas dirimu”. Huud menjawab: “Sesungguhnya aku bersaksi kepada Allah dan saksikanlah olehmu sekalian bahwa sesungguhnya aku berlepas diri dari apa yang kamu persekutukan,

Usaha Nabi Hud Mengajak Kaum A’ad untuk Bertakwa

Meskipun demikian, Hud ‘alahissalam tetap sabar dan berusaha mengajak kaum A’ad untuk mengikuti jalannya kepada Allah Swt.

Hud mengingatkan mereka atas nikmat dan karunia yang telah Allah turunkan kepada mereka dengan harapan kaum A’ad mau bertaubat kepada Allah Swt. serta meminta ampunan atas perbuatannya.

Ia tak lelah untuk mengajak kaum A’ad bertakwa kepada Allah Swt. dan mengingatkan mereka untuk besyukur atas binatang-binatang ternak, kebun-kebun, dan mata air yang telah dianugerahkan kepada mereka.

Dalam Al-Quran Surah Huud ayat 52, Nabi Hud berkata:

وَيَٰقَوْمِ ٱسْتَغْفِرُوا۟ رَبَّكُمْ ثُمَّ تُوبُوٓا۟ إِلَيْهِ يُرْسِلِ ٱلسَّمَآءَ عَلَيْكُم مِّدْرَارًا وَيَزِدْكُمْ قُوَّةً إِلَىٰ قُوَّتِكُمْ وَلَا تَتَوَلَّوْا۟ مُجْرِمِينَ

Wa yā qaumistagfirụ rabbakum ṡumma tụbū ilaihi yursilis-samā`a ‘alaikum midrāraw wa yazidkum quwwatan ilā quwwatikum wa lā tatawallau mujrimīn

Artinya:

Dan (dia berkata): “Hai kaumku, mohonlah ampun kepada Tuhanmu lalu bertobatlah kepada-Nya, niscaya Dia menurunkan hujan yang sangat deras atasmu, dan Dia akan menambahkan kekuatan kepada kekuatanmu, dan janganlah kamu berpaling dengan berbuat dosa”.

Namun, kaum A’ad tidak bergeming sedikit pun. Mereka seperti orang-orang yang telah mati hatinya dan tetap memegang teguh penyimpangan yang dilakukan.

Kaum A’ad bersikeras untuk tetap berada di jalan kesesatan dan tetap menyembah patung-patung mereka.

Mereka malah membalas nasihat kebenaran yang disampaikan oleh Nabi Hud dengan olok-olok dan tindakan zalim.

Akhirnya, Hud pun berkata pada kaum Hud sebagaimana diabadikan dalam Al-Quran Surah Huud ayat 55-56 berikut ini:

مِنْ دُونِهِ فَكِيدُونِي جَمِيعًا ثُمَّ لَا تُنْظِرُونِ (55) إِنِّي تَوَكَّلْتُ عَلَى اللَّهِ رَبِّي وَرَبِّكُمْ مَا مِنْ دَابَّةٍ إِلا هُوَ آخِذٌ بِنَاصِيَتِهَا إِنَّ رَبِّي عَلَى صِرَاطٍ مُسْتَقِيمٍ (56)

Min dụnihī fa kīdụnī jamī’an ṡumma lā tunẓirụn

Fa in tawallau fa qad ablagtukum mā ursiltu bihī ilaikum, wa yastakhlifu rabbī qauman gairakum, wa lā taḍurrụnahụ syai`ā, inna rabbī ‘alā kulli syai`in ḥafīẓ

Artinya:

Dari selain-Nya, sebab itu jalankanlah tipu dayamu semuanya terhadapku dan janganlah kamu memberi tangguh kepadaku. Jika kamu berpaling, maka sesungguhnya aku telah menyampaikan kepadamu apa (amanat) yang aku diutus (untuk menyampaikan)nya kepadamu. Dan Tuhanku akan mengganti (kamu) dengan kaum yang lain (dari) kamu; dan kamu tidak dapat membuat mudharat kepada-Nya sedikitpun. Sesungguhnya Tuhanku adalah Maha Pemelihara segala sesuatu.

Peringatan Allah Swt. kepada Kaum Nab Hud a.s.

Meskipun telah mendengar berbagai peringatan dan nasihat kebenaran dari Hud, kaum A’ad tetap menyombongkan diri dan kekuatannya. Seakan-akan apa yang mereka miliki bukanlah anugerah dari Yang Maha Kuasa.

Kaum A’ad juga tak ada hentinya mengolok-olok Hud dan dengan sombongnya meminta agar disegarakan azab untuk merek seperti yang selalu Hud katakana.

Menjawab pernyataan kaumnya tersebut, Hud pun menegaskan bahwa azab sudah pasti menimpa kaum yang menyekutukan Allah Swt.

Dalam Al-Quran Surah Al A’raf ayat 71, Hud berkata:

قَالَ قَدْ وَقَعَ عَلَيْكُم مِّن رَّبِّكُمْ رِجْسٌ وَغَضَبٌ ۖ أَتُجَٰدِلُونَنِى فِىٓ أَسْمَآءٍ سَمَّيْتُمُوهَآ أَنتُمْ وَءَابَآؤُكُم مَّا نَزَّلَ ٱللَّهُ بِهَا مِن سُلْطَٰنٍ ۚ فَٱنتَظِرُوٓا۟ إِنِّى مَعَكُم مِّنَ ٱلْمُنتَظِرِينَ

Qāla qad waqa’a ‘alaikum mir rabbikum rijsuw wa gaḍab, a tujādilụnanī fī asmā`in sammaitumụhā antum wa ābā`ukum mā nazzalallāhu bihā min sulṭān, fantaẓirū innī ma’akum minal-muntaẓirīn

Artinya:

Ia berkata: “Sungguh sudah pasti kamu akan ditimpa azab dan kemarahan dari Tuhanmu”. Apakah kamu sekalian hendak berbantah dengan aku tentang nama-nama (berhala) yang kamu beserta nenek moyangmu menamakannya, padahal Allah sekali-kali tidak menurunkan hujjah untuk itu? Maka tunggulah (azab itu), sesungguhnya aku juga termasuk orang yang menunggu bersama kamu”.

Azab yang dinantikan pun mulai datang kepada kaum Nabi Hud. Allah Swt. menurunkan bencana berupa hawa panas yang menyebabkan sungai-sungai serta sumur-sumur menjadi kering.

Hujan pun berhenti turun di wilayah kaum A’ad dalam waktu yang lama. Tanaman dan buah-buah pun ikut mati bersama dengan hilangnya sumber mata air yang selalu dibanggakan kaum tersebut.

Di situasi tersebut, Hud pun memperingatkan kaumnya bahwa kejadian tersebut merupakan bentuk peringatan Allah Swt. sebelum datangnya keputusan-Nya yang lebih berat.

Ia berusaha membujuk kaumnya untuk bertaubat dan meninggalkan kemungkaran karena bahwasanya Allah Swt. masih memberikan kesempatan kepada mereka sebelum datang keputusan terakhirnya.

Akan tetapi, yang diterima oleh Hud sekali lagi adalah olok-olok dari kaumnya. Mereka menganggap Hud sebagai seseorang yang membawa janji-janji palsu.

Mereka pun tetap pada pendirian mereka untuk menyembah berhala dan memohon perlindungan kepada mereka atas musibah kekeringan yang tengah terjadi.

Azab Besar yang Diturunkan untuk Kaum Nabi Hud a.s.

Hingga suatu ketika datang awan yang besar di atas kota mereka. Kaum A’ad pun bergembira karena mengira awan tersebut akan mendatangkan hujan yang sudah dinantikan cukup lama.

Mereka pun mengira bahwa awan itu datang sebagai pertanda baik yang dapat memberi minum hewan-hewan mereka, menghilangkan haus serta dahaga, dan menyirami tanaman serta kebun-kebun mereka.

Namun, siksa Allah Swt. memang tidak main-main kepada kaum yang telah menyekutukan-Nya dan menyombongkan diri tersebut.

Awan besar tersebut datang membawa azab bagi kaum A’ad, yakni berupa angin kencang yang menimpa mereka terus menerus selama delapan hari tujuh malam.

Azab tersebut pun akhirnya membinasakan apa pun yang ada di wilayah kaum A’ad sehingga penduduknya pun binasa.

Dalam Al-Quran Surah Al Ahqaaf ayat 24, Allah Ta’ala berfirman:

فَلَمَّا رَأَوْهُ عَارِضًا مُّسْتَقْبِلَ أَوْدِيَتِهِمْ قَالُوا۟ هَٰذَا عَارِضٌ مُّمْطِرُنَا ۚ بَلْ هُوَ مَا ٱسْتَعْجَلْتُم بِهِۦ ۖ رِيحٌ فِيهَا عَذَابٌ أَلِيمٌ

Fa lammā ra`auhu ‘āriḍam mustaqbila audiyatihim qālụ hāżā ‘āriḍum mumṭirunā, bal huwa masta’jaltum bih, rīḥun fīhā ‘ażābun alīm

Artinya:

Maka tatkala mereka melihat azab itu berupa awan yang menuju ke lembah-lembah mereka, berkatalah mereka: “Inilah awan yang akan menurunkan hujan kepada kami”. (Bukan!) bahkan itulah azab yang kamu minta supaya datang dengan segera (yaitu) angin yang mengandung azab yang pedih,

Nasib Kaum Nabi Hud yang Beriman kepada Allah Swt.

Sementara kaum A’ad yang menyekutukan Allah Swt. menerima azab, Nabi Hud dan orang-orang yang beriman kepada-Nya terselamatkan dari kepedihan tersebut.

Atas kehendak Allah Ta’ala, mereka tetap tinggal di kediaman mereka masing-masing tanpa merasakan bahaya sedikit pun dari angin ribut yang datang begitu dahsyat tersebut.

Seperti tertulis dalam Al-Quran Surah Al A’raf ayat 72 berikut ini:

فَأَنجَيْنَٰهُ وَٱلَّذِينَ مَعَهُۥ بِرَحْمَةٍ مِّنَّا وَقَطَعْنَا دَابِرَ ٱلَّذِينَ كَذَّبُوا۟ بِـَٔايَٰتِنَا ۖ وَمَا كَانُوا۟ مُؤْمِنِينَ

Fa anjaināhu wallażīna ma’ahụ biraḥmatim minnā wa qaṭa’nā dābirallażīna każżabụ bi`āyātinā wa mā kānụ mu`minīn

Artinya:

Maka kami selamatkan Hud beserta orang-orang yang bersamanya dengan rahmat yang besar dari Kami, dan Kami tumpas orang-orang yang mendustakan ayat-ayat Kami, dan tiadalah mereka orang-orang yang beriman.

Setelah azab besar yang menimpa kaum A’ad tersebut, Nabi Hud dan kaumnya hijrah ke daerah Hadramaut sebagai orang-orang yang selamat karena bertakwa kepada-Nya.

Akhirnya, mereka melanjutkan ibadahnya kepada Allah Swt. di wilayah tersebut sampai wafat.

Keluarga dan Nazab Nabi Hud ‘Alaihissalam

Berdasarkan salah satu riwayat Ibnu Jarir yang dikutip oleh Imam Ibnu Katsir, nama lengkap Nabi Hud adalah Hud bin Shalih bin Asfakhsyadz bin Sam bin Nuh.

Namun, ada juga yang mengatakan bahwa nama lengkapnya adalah Hud bin Abdullah bin Rabah bin al Jarud bin A’ad bin ‘Aush bin Iram bin Sam bin Nuh.

Jika dirunut lebih jauh sampai garis keturunan Nabi Adam, namanya dapat dilanjutkan menjadi Sam bin Nuh bin Lamak bin Matusyalih bin Idris bin Yarid bin Mihlai bin Qinan bin Anusy bin Syits bin Adam.

Hud merupakan keturunan Nabi Nuh dari putranya, yaitu Sam. Ia menjadi salah satu dari empat nabi Allah Swt. yang berasal dari bangsa Arab.

Seperti tertulis dalam kitab Shahih Ibnu Hibban yang dinarasikan oleh Abu Dzar, nabi-nabi yang berasal dari bangsa Arab ada empat, yaitu Nabi Muhammad saw., Shalih, Hud, dan Syu’aib.

Dalam sejarahnya, masyarakat Arab yang hidup sebelum Nabi Ismail bin Ibrahim disebut sebagai masyarakat Arab Aribah.

Mereka terdiri dari banyak kabilah dan beberapa di antaranya adalah Tasm, Madyan, Amim, Judais, Tsamud, A ‘ad, dan Jurhum.

Sedangkan bangsa Arab setelah masa Nabi Ismail bin Ibrahim dikenal dengan sebutan Arab Musta’rab.

Misi dan Materi Dakwah Nabi Hud ‘Alaihissalam

Mengajarkan akhlak yang benar kepada kaum A’ad menjadi misi utama bagi Hud saat diutus Allah Swt. kepada kaumnya tersebut.

Secara garis besar, materi dakwah Hud adalah mengajarkan pentingnya menyembah Allah Swt dan mengingatkan untuk menghindari perilaku zalim.

Meskipun tidak diuraikan secara detail, esensi dan substansi materi dakwah ajaran Islam sudah mulai dipraktikan sejak masa Nabi Hud tersebut.

Dalam Dasar-dasar Ilmu Dakwah, Abdul Karim Zaidan menjelaskan bahwa ada empat poin penting dalam mengajarkan agama Islam, yaitu tauhid atau akidah, akhlak atau etika, ibadah, dan muamalah.

Di bidang tauhid, Hud berdakwah mengenai keesaan Allah Swt. dan kepercayaan akan utusan-utusan-Nya yang termasuk dalam rukun iman.

Sedangkan dalam hal etika atau akhlak, Hud mengingatkan mengenai aturan perbuatan manusia yang sudah sepantasnya tidak berlaku zalim kepada sesamanya.

Oleh sebab itu, ia meminta agar kaum A’ad meninggalkan perbuatan tercela mereka kepada kaum yang lemah sebagaimana diajarkan oleh Agama Islam.

Kemudian terkait ibadah, Nabi Hud ‘alaihissalam juga mengajak kaumnya untuk beribadah sebagai bentuk hubungan yang baik antara Allah dengan hamba-Nya.

Selain itu, diajarkan juga mengenai muamalah, yaitu bagaimana cara yang baik menurut Islam dalam hal berhubungan dengan sesamanya.

Hikmah yang Dapat Diambil dari Kisah Keteladanan Nabi Hud

Ada beberapa pelajaran yang dapat kamu ambil dari kisah di atas, salah satunya adalah untuk mengingat bahwa segala sesuatu yang kita miliki hanya lah bagian dari titipan Allah Swt. saja.

Harta benda yang berlimpah, tubuh yang kuat dan sehat, serta hal-hal yang kita miliki bukan lain merupakan titipan Allah Ta’ala.

Oleh karena itu, tidak sepantasnya kita menjadi sombong dengan apa yang kita miliki tersebut.

Pelajaran lain yang dapat diambil dari kisah Nabi Hud dan kaum A’ad adalah untuk tidak berlaku sewenang-wenang pada kaum yang lebih lemah.

Kaum A’ad yang dianugerahi dengan tubuh yang kuat dan peradaban tinggi cenderung berlaku sewenang-wenang terhadap orang-orang yang lebih lemah.

Hal ini justru membuat mereka menjadi sombong dan gemar membanggakan diri tanpa bersyukur pada Allah Swt.

Jadi, sudah sepantasnya kita untuk berlaku sama pada setiap kaum dan tidak menggunakan kekuatan kita untuk menyerang mereka.

Selanjutnya, kisah di atas juga bisa dijadikan pengingat bagi kita bahwa janji Allah Swt. sudah pasti terjadi.

Entah itu azab bagi kaum yang menyekutukan-Nya atau kebaikan bagi mereka yang taat dan bertakwa kepada-Nya, semua janji Allah Swt. tersebut tidak ada yang tidak terjadi.

Selain itu, kegigihan, pengorbanan, serta kesabaran Nabi Nuh dalam berdakwah dan mengajak kaum A’ad ke jalan Allah juga patut untuk dicontoh.

Demikianlah ulasan singkat mengenai perjalanan Nabi Hud sebagai utusan Allah Swt. Semoga kamu bisa menemukan hikmah dari kisah tersebut. Aamiin.

Referensi:

https://www.laduni.id/alquran/tema/Kisah-Nabi-Hud-dan-Kaum-Ad.html

https://mizanamanah.or.id/update/kisah-nabi-hud-as-dan-kaum-aad

Kisah Nabi Hud ‘alaihis salam

Mengenal Dakwa Nabi Hud AS

Kisah Nabi Hud : Biografi, Silsilah, Kaum ‘Aad dan Hikmah

http://almishbahjurnal.com/index.php/al-mishbah/article/download/82/77