Kisah Hidup Nabi Daud yang Bisa Dijadikan sebagai Teladan Umat Muslim

Sebagai utusan Allah Swt., Nabi Daud mempunyai berbagai kisah kehidupan yang patut diteladani oleh kaum muslim.

Bukan hanya sebagai pengingat bagi orang dewasa saja, tetapi kisah-kisah tentang Daud juga bisa dijadikan teladan bagi anak-anak.

Apalagi, Daud juga mempunyai mukjizat yang istimewa, yaitu salah satu kitab yang harus diimani oleh umat Islam.

Oleh karena itu, Hasana.id akan membahas lebih lanjut mengenai utusan Allah tersebut di bawah ini.

Kisah Nabi Daud sebagai Raja dan Utusan Allah Swt.

Daud merupakan keturunan ke-12 dari Nabi Ibrahim ‘alaihissalam dan juga seorang raja yang dikenal sangat bijaksana.

Ia dikenal sebagai sosok yang sangat pemberani karena berhasil mengalahkan Raja Jalut di medan perang saat masih berusia muda.

Berkat keberhasilannya melawan Raja Jalut, Daud pun dinobatkan sebagai seorang raja yang memimpin Bani Israil. Kisah selengkapnya bisa kamu simak di bawah ini.

Pengangkatan Thalut sebagai Raja

Pada saat Nabi Daud masih muda, kaum Bani Israil di Palestina tengah dikuasai oleh seorang raja bernama Jalut yang mempunyai tubuh besar seperti raksasa.

Raja Jalut juga dikenal dengan sifatnya yang buruk dan gemar menindas kaumnya.

Hal ini kemudian membuat kaum Bani Israil mendambakan sosok pemimpin yang berani untuk melawan penjajahan Raja Jalut.

Allah Swt. akhirnya mengabulkan doa kaum Bani Israil dengan menunjuk Thalut sebagai pemimpin mereka.

Mayoritas Bani Israil tidak setuju akan hal tersebut dan menolak Thalut untuk memimpin mereka karena ia merupakan kaum “kelas bawah”.

Thalut merupakan seorang petani dan penggembala miskin sehingga kaum Bani Israil tidak percaya pada kemampuannya.

Akan tetapi, pada saat itu, Daud meyakinkan kaum Bani Israil bahwa dipilihnya Thalut adalah keputusan Allah dan tidak ada yang buruk dari pilihan tersebut.

Kisah penolakan kaum Bani Israil terhadap pengangkatan Thalut sebagai raja juga diabadikan dalam Al-Qur’an surah al-Baqarah ayat 247 berikut ini:

وَقَالَ لَهُمْ نَبِيُّهُمْ إِنَّ ٱللَّهَ قَدْ بَعَثَ لَكُمْ طَالُوتَ مَلِكًا ۚ قَالُوٓا۟ أَنَّىٰ يَكُونُ لَهُ ٱلْمُلْكُ عَلَيْنَا وَنَحْنُ أَحَقُّ بِٱلْمُلْكِ مِنْهُ وَلَمْ يُؤْتَ سَعَةً مِّنَ ٱلْمَالِ ۚ قَالَ إِنَّ ٱللَّهَ ٱصْطَفَىٰهُ عَلَيْكُمْ وَزَادَهُۥ بَسْطَةً فِى ٱلْعِلْمِ وَٱلْجِسْمِ ۖ وَٱللَّهُ يُؤْتِى مُلْكَهُۥ مَن يَشَآءُ ۚ وَٱللَّهُ وَٰسِعٌ عَلِيمٌ

Wa qāla lahum nabiyyuhum innallāha qad ba’aṡa lakum ṭālụta malikā, qālū annā yakụnu lahul-mulku ‘alainā wa naḥnu aḥaqqu bil-mulki min-hu wa lam yu`ta sa’atam minal-māl, qāla innallāhaṣṭafāhu ‘alaikum wa zādahụ basṭatan fil ‘ilmi wal-jism, wallāhu yu`tī mulkahụ may yasyā`, wallāhu wāsi’un ‘alīm

Artinya:

“Nabi mereka mengatakan kepada mereka, ‘Sesungguhnya, Allah telah mengangkat Thalut menjadi rajamu’. Mereka menjawab, ‘Bagaimana Thalut memerintah kami, padahal kami lebih berhak mengendalikan pemerintahan daripadanya, sedang dia pun tidak diberi kekayaan yang cukup banyak?’ Nabi (mereka) berkata, ‘Sesungguhnya, Allah telah memilih rajamu dan menganugerahinya ilmu yang luas dan tubuh yang perkasa’. Allah memberikan pemerintahan kepada siapa yang dikehendaki-Nya. Dan Allah Mahaluas pemberiannya lagi Maha Mengetahui.”

Daud Muda Berhasil Mengalahkan Raja Jalut

Menghadapi pasukan Raja Jalut dengan jumlah tentara yang jauh lebih sedikit tidak membuat Thalut gentar untuk menyudahi penjajahan Jalut.

Tentara Thalut pun pada saat itu memohon pertolongan kepada Allah Swt. agar mereka tetap kokoh pada pendirian untuk mengusir Jalut dari wilayah mereka.

Dengan penuh keyakinan dan doa yang dipanjatkan kepada Allah Swt., pasukan Thalut berhasil memporakporandakan pasukan Raja Jalut.

Ketika pasukannya telah tercerai-berai, tinggal Raja Jalut yang tersisa dalam peperangan tersebut.

Akan tetapi, tentara Thalut masih belum ada yang berani untuk menghadapi Jalut secara langsung.

Dalam keadaan mendesak, Thalut akhirnya menyatakan bahwa siapa saja yang dapat mengalahkan Jalut akan diangkat sebagai menantunya dan akan mewarisi takhtanya sebagai raja.

Daud mudalah yang saat itu mengajukan diri dengan berani dan menghadapi Jalut seorang diri. Melihat hal tersebut, Jalut pun meremehkan Daud.

Apalagi, ketika itu, Daud hanya membawa ketapel dan beberapa kerikil saja pada saat berperang melawan Jalut.

Tak ayal, Jalut pun makin sombong sebab merasa dirinya perkasa dan tak terkalahkan. Namun, tidak disangka-sangka, atas izin Allah Swt., Daud berhasil mengalahkan Jalut hingga roboh.

Sebagaimana dijanjikan oleh Thalut, Daud pun dijadikannya menantu dan takhta kerajaan pun diserahkan kepadanya setelah Thalut meninggal.

Kaum Bani Israil pada Masa Nabi Daud

Di bawah kepimpinan Raja Daud, kaum Bani Israil hidup sejahtera dan bahagia, meski beberapa di antaranya tidak pernah puas atas anugerah yang diberikan oleh Allah Swt. kepada mereka.

Selain tidak pernah merasa puas atas karunia Allah Swt., kaum Bani Israil pada masa itu juga dikenal sangat mudah mengingkari janji.

Apabila hari ini mereka mengatakan rela untuk berjuang di jalan Allah Swt., tidak demikian dengan saat tiba penagihan janji.

Mereka akan berpaling dan berpura-pura seperti tak pernah mengucapkan janji tersebut.

Kaum nabi sekaligus raja Daud bermukim di Kota Ayilah (atau disebut juga Aliah) dan mayoritas penduduknya bekerja sebagai nelayan.

Sebagian dari mereka telah mengingkari ajaran-ajaran Nabi Musa ‘alaihissalam untuk beribadah kepada Allah Swt.

Bahkan, dikisahkan bahwa kaum Bani Israil di Ayilah berkehendak agar ibadah-ibadah yang dilakukan pada hari Jumat dipindahkan saja ke hari Sabtu.

Rencana tersebut pun akhirnya disampaikan oleh penduduk Kota Ayilah kepada Nabi Daud a.s.

Mendengar hal tersebut, sang nabi pun mengingatkan bahwa hal tersebut sama saja dengan berpaling dari perintah Allah Swt.

Dengan kata lain, mereka telah menetapkan hukum sendiri yang tidak sesuai dengan perintah-Nya.

Karena penduduknya bersikeras untuk beribadah pada hari Sabtu saja, Nabi Daud pun mengingatkan mereka akan azab Allah Swt. yang sangat pedih.

Nabi mencoba mengajak kaumnya untuk bersyukur dengan mengingatkan anugerah-anugerah yang telah Allah berikan kepada mereka.

Namun, nasihat tersebut justru memecah kaum Bani Israil menjadi tiga kelompok, yaitu mereka yang menentang hal tersebut, yang menyadari kesalahannya, dan yang kebingungan.

Mereka yang sadar akan kesalahannya langsung menangis dan kembali beriman kepada Allah Swt.

Sementara itu, orang-orang yang menentang berpikir bahwa Nabi Daud a.s. tidak ingin mereka hidup sejahtera dan fokus untuk beribadah saja.

Kekacauan di Kalangan Bani Israil

Peristiwa di atas menjadi cikal bakal munculnya kekacauan yang lebih besar di antara penduduk Ayilah pada masa itu.

Bunyamin, sebagai kepala nelayan pada saat itu, memanfaatkan keadaan tersebut untuk membawa penduduk lainnya ke dalam kekufuran.

Ia mulai membagi-bagikan pakaian, uang, serta kebutuhan sehari-hari lainnya kepada penduduk Ayilah supaya mereka tidak beribadah kepada Allah Swt.

Karena takut tidak mendapatkan jatah dari Bunyamin, penduduk Ayilah pun menurutinya dan mengabaikan peringatan Allah Swt.

Adanya larangan dari Nabi Daud untuk tidak mencari ikan pada hari Sabtu kemudian memunculkan ide di kepala Amdan, putra dari Bunyamin.

Pemuda yang tidak pernah mematuhi perintah Allah Swt. tersebut memilih untuk menggunakan jaring dan menutupi tiga per empat bibir pantai dengan jaring tersebut.

Amdan memasang jaring tersebut pada malam Sabtu dan mengambilnya pada hari Minggu pagi ketika mereka diperbolehkan untuk mencari ikan oleh sang nabi.

Cara tersebut membantu mereka untuk mendapatkan banyak ikan, meski tidak bisa mencarinya pada hari Sabtu.

Akan tetapi, hal ini justru membuat penduduk Ayilah makin terdorong untuk mengikuti hawa nafsu mereka dan bersaing melakukan kecurangan yang sama.

Azab untuk Kaum Nabi Daud

Azab Allah Swt. pun mulai muncul dengan kekacauan yang terjadi di antara orang-orang musyrik tersebut.

Suatu malam, Allah Swt. mendatangkan badai bagi penduduk Ayilah dan membuat setiap orang menutup rapat rumah mereka.

Badai tersebut pun digantikan oleh sinar matahari yang hangat pada saat menjelang pagi.

Ketika orang-orang yang beriman kepada Allah Swt. kembali beribadah dan mencari nafkah, mereka yang ingkar kepada-Nya tidak tampak batang hidungnya.

Ternyata, orang-orang yang mendustakan Allah Swt. tersebut telah berubah wujud menjadi kera dan babi sebagaimana diceritakan dalam Al-Qur’an surah Al-Maidah ayat 60.

قُلْ هَلْ أُنَبِّئُكُم بِشَرٍّ مِّن ذَٰلِكَ مَثُوبَةً عِندَ ٱللَّهِ ۚ مَن لَّعَنَهُ ٱللَّهُ وَغَضِبَ عَلَيْهِ وَجَعَلَ مِنْهُمُ ٱلْقِرَدَةَ وَٱلْخَنَازِيرَ وَعَبَدَ ٱلطَّٰغُوتَ ۚ أُو۟لَٰٓئِكَ شَرٌّ مَّكَانًا وَأَضَلُّ عَن سَوَآءِ ٱلسَّبِيلِ

Qul hal unabbi`ukum bisyarrim min żālika maṡụbatan ‘indallāh, mal la’anahullāhu wa gaḍiba ‘alaihi wa ja’ala min-humul-qiradata wal-khanāzīra wa ‘abadaṭ-ṭāgụt, ulā`ika syarrum makānaw wa aḍallu ‘an sawā`is-sabīl.

Artinya:

“Katakanlah, ‘Apakah akan aku beritakan kepadamu tentang orang-orang yang lebih buruk pembalasannya dari (orang-orang fasik) itu disisi Allah, yaitu orang-orang yang dikutuki dan dimurkai Allah, di antara mereka (ada) yang dijadikan kera dan babi dan (orang yang) menyembah thaghut?’. Mereka itu lebih buruk tempatnya dan lebih tersesat dari jalan yang lurus.”

Mukjizat Nabi Daud a.s. yang Wajib Kamu Imani

Seperti kebanyakan nabi dan rasul lainnya, Nabi Daud pun dianugerahi mukjizat oleh Allah Swt.

Selain kitab Zabur, ada pula beberapa mukjizat dan keistimewaan yang diberikan oleh Allah kepada beliau. Berikut ulasannya.

Kitab Zabur

Allah Swt., menganugerahkan kitab suci Zabur kepada Nabi Daud ‘alahissalam sebagai pedoman baginya untuk berdakwah kepada bangsa Yahudi dan umat Bani Israil.

Kitab Zabur merupakan salah satu dari empat kitab suci yang wajib diimani oleh seluruh umat muslim.

Dalam Al-Qur’an surah Al-Isra ayat 55, Allah Ta’ala berfirman mengenai karunia yang diberikan kepada Nabi Daud tersebut.

وَرَبُّكَ أَعْلَمُ بِمَن فِى ٱلسَّمَٰوَٰتِ وَٱلْأَرْضِ ۗ وَلَقَدْ فَضَّلْنَا بَعْضَ ٱلنَّبِيِّۦنَ عَلَىٰ بَعْضٍ ۖ وَءَاتَيْنَا دَاوُۥدَ زَبُورًا

Wa rabbuka a’lamu biman fis-samāwāti wal-arḍ, wa laqad faḍḍalnā ba’ḍan-nabiyyīna ‘alā ba’ḍiw wa ātainā dāwụda zabụrā.

Artinya:

“Dan Tuhanmu lebih mengetahui siapa yang (ada) di langit dan di bumi. Dan sesungguhnya, telah Kami lebihkan sebagian nabi-nabi itu atas sebagian (yang lain), dan Kami berikan Zabur kepada Daud.”

Dalam kitabnya yang berjudul Jawahirul Kalamiyah fi Idhahil ‘Aqidah al-Islamiyyah, Syaikh Thahir al-Jazairi menjelaskan mengenai isi dari kitab tersebut.

Menurutnya, kitab Zabur berisi ungkapan yang berupa zikir-zikir, hikmah-hikmah, doa-doa, dan nasihat-nasihat yang Allah turunkan kepada hamba-Nya melalui Daud.

Syaikh Thahir menambahkan bahwa dalam kitab tersebut tidak ada pembahasan mengenai hukum-hukum syariat.

Alasannya, Allah Swt. memerintahkan Nabi Daud a.s. untuk mengikuti hukum syariat Nabi Musa a.s.

Mukjizat Lainnya

Selain dikaruniai kitab Zabur, Nabi Daud a.s. juga mendapatkan mukjizat lainnya dari Allah Swt., seperti suaranya yang sangat merdu.

Karunia serta rahmat Allah Swt. tersebut menjadi mukjizat kenabian dan membuat beliau dapat membaca kitab Zabur dengan nyanyian yang merdu.

Dikisahkan bahwa orang-orang yang sakit akan sembuh jika mendengar Nabi Daud membacakan kitab Zabur.

Bahkan, angin dan air pun menjadi tenang serta burung-burung dan bukit-bukit ikut memuji Allah Swt.

Hal ini sebagaimana tertulis dalam Al-Qur’an surah Saba ayat 10 yang berbunyi:

وَلَقَدْ ءَاتَيْنَا دَاوُۥدَ مِنَّا فَضْلًا ۖ يَٰجِبَالُ أَوِّبِى مَعَهُۥ وَٱلطَّيْرَ ۖ وَأَلَنَّا لَهُ ٱلْحَدِيدَ

Wa laqad ātainā dāwụda minnā faḍlā, yā jibālu awwibī ma’ahụ waṭ-ṭaīr, wa alannā lahul-ḥadīd.

Artinya:

“Dan sesungguhnya telah Kami berikan kepada Daud kurnia dari Kami. (Kami berfirman), ‘Hai gunung-gunung dan burung-burung, bertasbihlah berulang-ulang bersama Daud’, dan Kami telah melunakkan besi untuknya,”

Kemudian, Nabi Daud juga mendapatkan mukjizat berupa kemampuan untuk melunakkan besi-besi sehingga ia bisa membuat beraneka ragam benda yang berguna.

Belajar Cara Bersyukur dari Nabi Daud a.s.

Sebagaimana tertulis dalam kitab Al-Zuhd karya Imam Ahmad bin Hanbal, Nabi Daud diriwayatkan melakukan dialog dengan Allah Swt. mengenai cara bersyukur.

Satu dari dua riwayat mengenai hal ini berbunyi seperti berikut.

Dari Abu al-Jald, dari Maslamah, sesungguhnya Nabi Dawud shallallahu ‘alaihi wasallam berkata: “Tuhanku, bagaimana mungkin aku bisa bersyukur kepada-Mu, sementara aku tidak akan sampai bersyukur kepada-Mu kecuali dengan nikmat-Mu juga?” Kemudian Allah memberitahu Dawud: “Wahai Dawud, bukankah kau tahu bahwa yang ada pada dirimu merupakan bagian dari nikmat-nikmat-Ku?” Nabi Dawud menjawab: “Benar, wahai Tuhanku.” Allah berfirman: “Sesungguhnya Aku telah meridhai syukurmu itu.”

(Imam Ahmad bin Hanbal, al-Zuhd, Kairo: Dar al-Rayyan li al-Turats, 1992, h. 91-92)

Selain riwayat di atas, Imam Ahmad juga mengisahkan riwayat yang lain dari al-Mughirah bin ‘Uyainah yang juga memuat pertanyaan Nabi Daud kepada Allah Swt. tentang cara bersyukur.

Pada saat itu, beliau bertanya adakah makhluk yang bersyukur kepada Allah Swt. melebihi dirinya.

Allah Swt. pun kemudian memberi tahu Daud bahwa seekor katak mampu bersyukur melebihi dirinya.

Sang nabi pun menyadari hal tersebut dan mengiyakan apa yang telah Allah Swt. ingatkan.

Dialog Nabi Daud dan Allah Swt. di atas mengingatkan kita bahwa arti bersyukur cukup luas dan cara untuk melakukannya pun tidak rumit.

Lebih lanjut, mari kita baca uraian atas petunjuk-petunjuk hikmah yang ada pada riwayat di atas berikut ini.

Semua yang Ada di Dunia Berasal dari-Nya

Secara sederhana, kita dapat menyimpulkan bahwa sebenarnya mempunyai kesempatan bersyukur merupakan suatu nikmat .

Begitu juga dengan mensyukuri suatu nikmat, perbuatan tersebut juga menjadi bagian dari nikmat itu sendiri.

Tidak satu pun yang ada di muka bumi yang tidak berasal dari Allah Swt. Hanya saja, manusia sering kali lalai akan hal tersebut.

Tak jarang, manusia juga lupa bahwa dirinya pun makhluk yang diadakan oleh Allah Ta’ala, bukan ada di bumi dengan sendirinya.

Ketika manusia mulai melupakan hakikatnya sebagai makhluk-Nya, mereka akan cenderung mudah dilalaikan oleh sesuatu.

Beribadah Harus Diikuti dengan Rasa Syukur

Riwayat di atas juga mengajari kita bahwa beribadah dibarengi dengan syukur merupakan yang terbaik karena dengan begitu, kita akan dijauhkan dari sifat ujub dan takabur.

Dikisahkan bahwa Nabi Daud ‘alahissalam senantiasa terjaga sepanjang malam untuk berdzikir.

Allah Swt. kemudian mengingatkan bahwa ada makhluk lain yang dzikirnya lebih banyak darinya, yaitu katak.

Oleh karena itu, Allah pun memerintahkan Nabi Daud dan keluarganya untuk memperbanyak rasa syukur mereka kepada-Nya.

Artinya, beribadah sebanyak apa pun harus selalu diikuti dengan bersyukur kepada-Nya. Bersyukur juga menjadi tanda bahwa kita masih mengingat sifat kita sebagai makhluk.

Sebagai makhluk, kita harus senantiasa bersyukur atas hal apa pun yang Allah Swt. berikan agar tidak terjebak dalam lingkaran takabur.

Sementara itu, katak juga dijadikan sebagai simbol pengingat bahwa pada dasarnya, kita tidak jauh lebih mulia dari siapa pun, bahkan jika dibandingkan dengan makhluk selain manusia.

Simbol tersebut juga menjadi pengingat bagi kita untuk tidak mudah membandingkan amal perbuatan dengan makhluk lainnya.

Perbuatan seperti itu juga tak jarang berujung pada anggapan bahwa dirinyalah yang paling mulia.

Untuk itu, kita perlu memperbanyak syukur kepada Allah Swt. dalam kondisi dan keadaan apa pun. Bahkan, ketika kita hanya terdiam dan berserah diri kepada-Nya.

Amalan Nabi Daud yang Menjadi Salah Satu Sunah Rasul

Bukan hanya menjadi contoh karena gemar berdzikir kepada Allah Swt., Nabi Daud juga mengajarkan salah satu amalan yang dijadikan sebagai salah satu sunah Rasul hingga sekarang.

Amalan tersebut adalah berpuasa satu hari dan berbuka (tidak berpuasa) satu hari.

Dalam hadits riwayat Bukhari, Rasulullah saw. bersabda bahwa salah satu amalan puasa yang dicintai oleh Allah Swt. adalah puasa Daud.

Puasa ini menjadi salah satu amalan yang paling utama di sisi Allah karena memberatkan jiwa kita dengan apa yang disenangi selama satu hari dan meninggalkannya selama sehari pula.

Salah satu keutamaan dari puasa Daud adalah menjauhkan diri dari maksiat karena seseorang yang menunaikan puasa wajib pasti akan menjaga hawa nafsunya.

Selain itu, menjalankan puasa Daud juga dipercaya dapat menumbuhkan akhlakul karimah.

Hal inilah yang membentuk pribadi sang nabi yang rendah hati, santun dalam bertutur kata, tidak egois, berbudi pekerti luhur, dan senang berteman.

Selanjutnya, puasa sunah tersebut juga menumbuhkan sifat hilm atau kemampuan mengatur emosi dengan baik.

Berpuasa Daud juga mempunyai keutamaan dalam menentramkan jiwa orang yang menunaikannya.

Ia akan selalu merasa dekat dengan Allah Swt. Yang Mahakuasa dan dapat menolong hamba-Nya setiap kali mereka membutuhkan pertolongan.

Hikmah Mempelajari Perjalanan Nabi Daud sebagai Utusan Allah

Dari kisah perjalanan Nabi Daud di atas, kamu bisa mengambil banyak hikmah dan pelajaran, termasuk cara untuk bersyukur setiap saat.

Kisahnya menjadi pengingat bagi kita untuk berjuang di jalan Allah dan tidak menjadi penakut di hadapan makhluk lain karena semestinya, rasa takut hanya ditujukan kepada Allah Ta’ala.

Selanjutnya, seperti kita tahu, Nabi Daud menerima kitab Zabur dan mukjizat lainnya.

Beliau juga merupakan seorang raja bagi kaumnya. Namun, beliau tidak pernah meninggalkan ibadah kepada Allah Swt.

Hal ini bisa menjadi pengingat bahwa beribadah kepada Allah Swt. merupakan suatu kewajiban yang tidak memandang status.

Beliu juga mengajarkan kita salah satu sunah Rasul yang paling utama, yaitu puasa Daud.

Kesimpulannya, tidak ada alasan bagi kita sebagai hamba biasa untuk tidak memperbanyak ibadah dan amal kebaikan.

Nabi Daud yang sudah memastikan satu tempat di surga saja tidak pernah berhenti untuk beribadah kepada-Nya. Wallahu’alam.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *