Mengintip Sejarah Masjidil Haram dan Keadaannya Saat Ini

Berada di urutan pertama masjid paling diutamakan oleh umat Islam, Masjidil Haram menyimpan sejarah, keistimewaan, dan banyak hal lain yang menarik untuk dibahas.

Masjidil Haram terletak di Kota Makkah dan menjadi dambaan bagi setiap umat Islam untuk menginjakkan kaki di masjid tersebut.

Bahkan, Nabi Muhammad saw. juga menganjurkan kaum muslim untuk mengunjungi masjid tersebut demi meraih berkah dari Allah Swt.

Lalu, apa yang menjadikan Masjidil Haram atau Masjid al-Haram ini istimewa?

Pada kesempatan ini, Hasana.id akan membahas lebih jauh seputar masjid suci tersebut dan keadaannya sekarang.

Sekilas tentang Masjidil Haram dan Keutamaannya

Mengunjungi masjid suci di Makkah ini tentu menjadi dambaan setiap umat Islam di seluruh dunia.

Banyak dalil, termasuk hadits shahih, yang menjelaskan keutamaan mengunjungi tiga masjid paling disucikan oleh umat Islam, termasuk Masjidil Haram.

Pusat Peribadahan Umat Islam di Dunia

Salah satu keistimewaan Masjidil Haram adalah fungsinya sebagai pusat peribadahan umat Islam di seluruh dunia.

Di dalam masjid agung ini, terdapat Ka’bah yang menjadi kiblat shalat bagi pemeluk agama Islam di mana pun mereka berada.

Hal ini sesuai dengan firman Allah Swt. dalam surah Al-Maidah ayat 97 yang artinya sebagai berikut.

جَعَلَ ٱللَّهُ ٱلْكَعْبَةَ ٱلْبَيْتَ ٱلْحَرَامَ قِيَٰمًا لِّلنَّاسِ

Ja’alallāhul-ka’batal-baital-ḥarāma qiyāmal lin-nāsi.

Artinya:

“Allah telah menjadikan Ka’bah, rumah suci itu, sebagai pusat (peribadatan dan urusan dunia) bagi manusia ….”

Kemudian, keutamaan lain dari masjid ini adalah dijauhkannya tempat suci tersebut dari orang-orang musyrik.

Dalam Al-Qur’an surah At-Taubah ayat 28 disebutkan mengenai larangan orang-orang musyrik untuk mendatangi masjid suci ini.

يَٰٓأَيُّهَا ٱلَّذِينَ ءَامَنُوٓا۟ إِنَّمَا ٱلْمُشْرِكُونَ نَجَسٌ فَلَا يَقْرَبُوا۟ ٱلْمَسْجِدَ ٱلْحَرَامَ بَعْدَ عَامِهِمْ هَٰذَا ۚ

Yā ayyuhallażīna āmanū innamal-musyrikụna najasun fa lā yaqrabul-masjidal-ḥarāma ba’da ‘āmihim hāżā.

“Sesungguhnya, orang-orang yang musyrik itu najis, maka janganlah mereka mendekati Masjidilharam sesudah tahun ini..” 

Dalam surah Al-Hajj ayat 25 juga dijelaskan sebagai berikut.

اِنَّ الَّذِيۡنَ كَفَرُوۡا وَيَصُدُّوۡنَ عَنۡ سَبِيۡلِ اللّٰهِ وَالۡمَسۡجِدِ الۡحَـرَامِ الَّذِىۡ جَعَلۡنٰهُ لِلنَّاسِ سَوَآءَ اۨلۡعَاكِفُ فِيۡهِ وَالۡبَادِ‌ ؕ وَمَنۡ يُّرِدۡ فِيۡهِ بِاِلۡحَـادٍۢ بِظُلۡمٍ نُّذِقۡهُ مِنۡ عَذَابٍ اَ لِيۡمٍ

Innallażīna kafarụ wa yaṣuddụna ‘an sabīlillāhi wal-masjidil-ḥarāmillażī ja’alnāhu lin-nāsi sawā`anil-‘ākifu fīhi wal-bād, wa may yurid fīhi bi`il-ḥādim biẓulmin nużiq-hu min ‘ażābin alīm.

Artinya:

“Sesungguhnya, orang-orang yang kafir dan menghalangi manusia dari jalan Allah dan Masjidil Haram yang telah Kami jadikan untuk semua manusia, baik yang bermukim di situ maupun di padang pasir dan siapa yang bermaksud di dalamnya melakukan kejahatan secara zalim, niscaya akan Kami rasakan kepadanya sebahagian siksa yang pedih.” 

Dilipatgandakannya Pahala Shalat Di Masjidil Haram

Masjid Al-Haram juga mempunyai keutamaan dalam hal dilipatgandakannya pahala yang bisa didapatkan oleh kaum muslim pada saat menunaikan shalat di sini.

Dijelaskan bahwa pahala shalat di Masjidil Haram adalah 100 kali lipat lebih banyak dibandingkan dengan di tempat lain.

Hal inilah yang menjadi salah satu alasan umat Islam berbondong-bondong datang ke Masjidil Haram sepanjang tahun untuk meraih pahala berlimpah.

Bukan hanya saat musim haji saja, para hamba Allah Swt. juga datang untuk melaksanakan umrah di Tanah Haram tersebut.

Hadits riwayat Ibnu Majah berikut ini menjadi dasar keutamaan masjid paling suci tersebut.

صَلاَةٌ فِى مَسْجِدِى أَفْضَلُ مِنْ أَلْفِ صَلاَةٍ فِيمَا سِوَاهُ إِلاَّ الْمَسْجِدَ الْحَرَامَ وَصَلاَةٌ فِى الْمَسْجِدِ الْحَرَامِ أَفْضَلُ مِنْ مِائَةِ أَلْفِ صَلاَةٍ فِيمَا سِوَاهُ

Sholatun fii masjidii afdhalu min alfi sholatin fiimaa siwaahu illal masjidal haraami wa shalaatun fil masjidal haraami afdhalu min miati alfi shalaatin fiima siwaahu.

Artinya:

“Shalat di masjidku (Masjid Nabawi) lebih utama daripada 1000 shalat di masjid lainnya selain Masjidil Haram. Shalat di Masjidil Haram lebih utama daripada 100.000 shalat di masjid lainnya.” (HR Ahmad dan Ibnu Majah no. 1406)

Apakah Keutamaan shalat di Masjidil Haram Bisa Didapatkan di Tempat Lain?

Namun, pemahaman terkait shalat di masjid suci yang ada dalam hadits tersebut ternyata membuahkan pandangan yang berbeda.-beda.

Menurut pandangan Imam Jalaluddin as-Suyuti, yang dimaksud dengan Masjidil Haram meliputi keseluruhan Tanah Haram.

Oleh karena itu, ketentuan pahala yang akan dilipatgandakan tersebut bukan hanya berlaku secara khusus pada Masjid al-Haram saja, melainkan semua tempat di Tanah Haram.

Pendapat as-Suyuti tersebut sama dengan pandangan kebanyakan ulama lainnya, seperti dijelaskan dalam kutipan dari kitab Al-Mausu’ah al-Fiqhiyyah al-Kuwaitiyyah berikut ini.

“Madzhab Hanafi dalam pendapat yang masyhur, Madzhab Maliki dan Syafi’i berpendapat bahwa pelipatgandaan (pahala di Tanah Haram Makkah) itu meliputi seluruh Tanah Haram Makkah.”

Jadi, apakah menjalankan shalat di masjid lain di sekitar Masjid al-Haram memiliki keutamaan yang sama dengan shalat berjamaah di dalam Masjidil Haram?

Jawabannya adalah ya, sama. Kamu bisa mendapatkan pahala shalat berjamaah yang sama dengan jika kamu shalat di masjid paling diutamakan tersebut.

Dari uraian di atas bisa disimpulkan, kamu bisa shalat di masjid dekat hotel atau yang sudah disediakan jika tidak memungkinkan untuk datang ke Masjid al-Haram karena suatu sebab.

Kamu bisa shalat berjamaah dengan rombongan lainnya untuk mendapatkan keutamaan shalat dengan pahala dilipatgandakan, meski tidak dapat pergi ke Masjid al-Haram.

Uraian di atas hanya sebagian dari keistimewaan Masjid al-Haram saja dibandingkan dengan masjid-masjid lain.

Selain itu, masih ada banyak lagi keutamaan yang umat Islam bisa dapatkan dengan berkunjung ke masjid tersebut.

Imam Besar Masjidil Haram dengan Bacaan Surah yang Dirindukan

Bukan hanya karena keutamaan yang telah dibahas di atas saja, beberapa orang mungkin ingin kembali ke Tanah Suci karena merindukan kekhusyuan pada saat beribadah di sana.

Hal ini tentu tak lepas dari peran imam-imam besar di Masjid al-Haram.

Sudah bukan rahasia lagi jika imam-imam besar di masjid suci ini terkenal dengan suara-suara mereka yang merdu dan menyentuh hati ketika melafalkan bacaan shalat.

Lalu, siapa sajakah imam besar Masjid al-Haram ini? Berikut ini beberapa di antaranya yang sangat dikenal karena memiliki lantunan suara menenangkan dan sangat merdu.

Syaikh Saud bin Ibrahim bin Muhammad al-Shuraim

Syaikh Saud merupakan salah satu imam besar yang dikenal mempunyai pelafalan ayat yang fasih dan suara yang merdu.

Ia ditunjuk sebagai Imam Besar Masjid al-Haram pada tahun 1991 oleh Raja Fahd. Sejak tahun itu, Syaikh Saud memimpin shalat tarawih pada bulan Ramadhan di Makkah.

Lahir pada tanggal 19 Januari 1966, Syaikh Saud mengenyam pendidikan dasar di Kota Aren dan melanjutkannya di sekolah modern ketika menempuh pendidikan menengah.

Setelah itu, beliau belajar di SMA Al-Yarmouk Utara dan sudah menjadi seorang hafidz sebelum menyelesaikan masa pendidikannya di sekolah tersebut.

Beliau kemudian melanjutkan pendidikannya di Universitas Islam Imam Muhammad bin Saudi yang berada di Riyadh dan berhasil menyandang gelar sarjana pada tahun 1988.

Syaikh Saud mendapatkan gelar masternya pada tahun 1992 setelah melanjutkan pendidikan di Institut Ma’had al-‘Aali Lilqadhah setelah lulus sarjana.

Tak lama berselang, beliau meneruskan pendidikannya untuk mendapat gelar Ph.D pada tahun 1995 di Universitas Umm al-Qura’ Makkah.

Perjalanannya dalam menimba ilmu ternyata tidak sampai di situ saja.

Syaikh Saud juga berhasil meraih gelar profesor di bidang studi Islam dan syariat melalui Universitas Umm al-Qura’ di Makkah.

Orang-orang juga mengenal beliau sebagai seorang hakim, peneliti di bidang ilmu fiqih, dan seorang penulis.

Kamu bisa menemukan nama Syaikh Saud sebagai pengarang berbagai buku yang membahas tentang puisi Arab, fiqih, dan akidah.

Beliau dikenal memiliki suara yang merdu dan menenangkan ketika melantunkan ayat-ayat suci Al-Qur’an.

Suara Syaikh Saud telah direkam dan didistribusikan oleh banyak media, baik secara nasional maupun internasional.

Karena suaranya yang begitu indah itulah, banyak umat Islam yang berkeinginan untuk kembali ke Tanah Suci setelah menjadi makmum di masjid istimewa ini.

Syaikh DR. Abdurrahman bin ‘Abdil ‘Aziz as-Sudais

Imam Masjidil Haram yang juga terkenal dengan suara merdunya adalah Asy-Syaikh Abdurrahman bin Abdul Aziz bin Muhammad as-Sudais.

Imam besar ini lahir pada 10 Februari 1960 di Riyadh, Arab Saudi.

Beliau menghabiskan masa kecilnya di Kota Riyadh dan sudah berhasil menjadi seorang hafidz sejak berusia 12 tahun.

Syaikh as-Sudais menjadi imam di Masjid Al-Haram pada tahun 1984 dan memimpin jamaah untuk pertama kalinya pada saat pelaksanaan shalat Asar tanggal 22 Sya’ban 1404 Hijriyah.

Adapun khutbah pertama Syaikh as-Sudais di masjid suci ini adalah pada hari ke-15 bulan Ramadhan pada tahun yang sama atau 15 September 1984.

Sama halnya dengan Syaikh Saud, suara merdu Syaikh as-Sudais juga sangat dirindukan oleh mereka yang telah berkesempatan menginjakkan kaki di Makkah, terutama ketika Ramadhan.

Seperti banyak dikisahkan, malam-malam selama berada di Tanah Suci terasa lebih khusyu’ dan syahdu karena diiringi lantunan ayat suci yang dibacakan oleh Syaikh as-Sudais.

Dalam riwayat pendidikannya, Syaikh as-Sudais diketahui menamatkan pendidikan di sebuah akademi ilmu pengetahuan bernama Mathna bin Hartha.

Pada tahun 1979, beliau menyelesaikan pendidikannya di akademi tersebut dengan predikat sangat baik. Kemudian, beliau melanjutkan pendidikan pada jurusan ushul fiqih setelahnya.

Selepas pendidikannya, as-Sudais mulai menjadi seorang imam dan khotib di Masjid Syaikh al-Allam Abdul Razzaq Afifi.

Beliau juga mulai menjadi salah satu pengajar di Akademi Imam al-Dawa Al-Almy pada saat yang sama.

As-Sudais meraih gelar master di Universitas Syari’ah Imam Muhammad bin Saud dengan predikat cum laude.

Gelar doktornya diraih di Universitas Umm al-Qura’ Makkah pada tahun 1984. Beliau juga sempat menjadi asisten pengajar di universitas tersebut.

Selanjutnya, Syaikh as-Sudais selanjutnya meraih gelar profesor di bidang ushul fiqih pada tahun 1984.

Beliau berhasil mempertahankan disertasinya yang mengambil topik penelitian terhadap dalil-dalil syar’i yang dipertentangkan oleh Ibnu Qudamah al-‘Azali.

Pada tahun yang sama, Syaikh as-Sudais ditunjuk menjadi imam dan khotib di Masjidil Haram, ketika beliau berumur 22 tahun.

Syaikh Usamah bin ‘Abdillah Khayyath

Biasa dipanggil dengan nama Syaikh Usamah, Imam Besar Masjid al-Haram ini dikenal dengan dengan gaya penyampaian khutbahnya yang kuat dan dapat menggetarkan hati.

Beliau ditetapkan menjadi Imam Besar Masjid al-Haram pada tahun 1997. Syaikh Usamah menggantikan ayahnya, yaitu Abdullah bin Abdul Ghani Khayyath.

Syaikh Usamah merupakan satu-satunya imam Masjid al-Haram yang mengikuti jejak ayahnya yang juga seorang imam serta khatib di masjid suci ini.

Lahir di Makkah al-Mukarramah pada tahun 1954, Syaikh Usamah telah berhasil menghafal Al-Qur’an ketika masih berusia muda di bawah bimbingan ayahnya.

Ijazah sanad didapatkannya berkat meriwayatkan kutubus sunnah dan semua kitab dasar hadits lainnya.

Beliau mengenyam pendidikan di Makkah dan meraih sarjana dengan predikat cum laude di fakultas kitab dan sunah pada tahun 1996.

Selepas pendidikan tersebut, Syaikh Usamah mulai menjadi pengajar di Masjidil Haram dan juga masuk ke dalam Anggota Majelis Surya.

Syaikh Usamah juga pernah menjadi dosen di Fakultas Syari’ah Jami’ah Umm al-Qura’.

Sejarah Praktik Shalat Berjamaah di Masjidil Haram

Sejak awal, shalat berjamaah di Masjid al-Haram ditunaikan dengan satu imam.

Hal inilah yang disepakati oleh para ulama besar dari empat mazhab, yaitu Syafi’i, Hanbali, Maliki, dan Hanafi.

Akan tetapi, pada abad ke-5 Hijriah, ada suatu kerancuan karena mulai muncul shalat berjamaah sesuai dengan kepercayaan mazhab masing-masing.

Karena kejadian ini, muncullah fatwa-fatwa bahwa perjanjian empat mazhab sebelumnya telah diingkari.

Hal ini ditengarai terjadi akibat sebagian ulama ada yang terlalu gila pangkat dan dikuasai oleh hawa nafsu.

Dalam sejarahnya, peristiwa tersebut berlangsung sampai abad ke-13 atau tepatnya pada tahun 1345 Hijriah.

Setelah itu, barulah ada shalat berjamaah dengan satu imam lagi seperti sebelumnya. Namun, dalam hal ini, semua mazhab menjadi perhatian.

Ada imam dari mazhab Syafi’i, ada juga dari mazhab Maliki, Hanafi, dan Hanbali.

Pada saat itu, as-Sayyid Abbas bin Abdul Aziz Al-Hasani al-Maliky, yaitu kakek dari Abuya as-Sayyid Muhammad bin Alawy al-Maliky, menjadi salah satu imamnya.

Masalah ini terus berlanjut sejak Syaikh Muhammad bin Abdul Wahab lahir pada tahun 1115 Hijriah sampai 200 tahun kemudian.

Selama masalah ini berlangsung, tak jarang ada bahasa fitnah yang menyebutkan bahwa para penganut mazhab-mazhab tersebutlah menjadi akar masalahnya.

Meskipun ulama dari keempat mazhab tersebut mengingkari, sebenarnya tiap-tiap mazhab itu sendiri pun tidak ada yang menginginkan shalat berkelompok-kelompok.

Yang diinginkan oleh tiap-tiap mazhab adalah untuk saling memahami dan mengerti perbedaan di antara mereka dalam urusan furu.

Museum Sejarah Masjidil Haram di Pinggiran Kota Makkah

Saat berkunjung ke Makkah, datanglah ke Gedung Two Holy Mosques Architecture, sekitar 10 kilometer dari Masjidil Haram.

Museum yang menyimpan dokumentasi dan sejarah Masjidil Haram tersebut diresmikan 20 tahun yang lalu.

Selain Masjidil Haram di Makkah, museum tersebut juga menyimpan dokumentasi Masjid Nabawi di Madinah.

Saat pertama kali masuk ke area museum, kamu akan disambut sebuah miniatur replika dari masjid suci di Makkah tersebut.

Di sini, kamu dapat melihat kondisi masjid tersebut baik sesudah maupun sebelum dilakukan perluasan.

Setelah menikmati pemandangan replika tersebut, kamu dapat melihat benda-benda yang sebelumnya pernah dipasang di masjid tersebut di ruangan setelahnya.

Tangga kayu yang dipakai pada tahun 1240 Hijriah di pintu Kabah adalah salah satu benda yang disimpan dalam ruangan tersebut.

Kamu juga bisa menemukan potongan besar marmer dengan ukiran yang menyerupai mimbar Masjidil Haram pada masa lampu dalam ruangan ini.

Beberapa mushaf Al-Qur’an juga disimpan di museum tersebut, khususnya yang berasal dari abad ke-13 Hijriah.

Menariknya lagi, dipamerkan juga mushaf asli Al-Qur’an dari masa Usman bin Affan di ruangan Inscription and Manuscript pada museum tersebut.

Pengunjung juga dapat menyaksikan gambaran perubahan dari waktu ke waktu yang terjadi pada masjid suci ini.

Gedung Two Holy Mosques Architecture juga menyimpan ruang sumur zam-zam dengan beberapa peralatan yang pernah digunakan untuk menimba air suci tersebut pada masa lalu.

Di lokasi yang sama, kamu juga bisa menemukan jam matahari yang dimanfaatkan umat Islam untuk menentukan kapan waktu shalat pada zaman dahulu kala.

Untuk bisa masuk dan melihat-lihat koleksi museum ini, kamu tidak perlu mengeluarkan biaya apa pun.

Namun, jika kamu datang secara berkelompok, diwajibkan untuk meminta izin terlebih dahulu sebelum datang ke lokasi museum.

Yang tak kalah menarik adalah diperbolehkannya pengunjung untuk mengambil foto di area museum.

Akan tetapi, tidak ada buku petunjuk, brosur, atau pemandu yang bisa menjelaskan lebih lanjut mengenai museum tersebut dan juga koleksinya.

Kondisi Masjidil Haram Pada Saat Ini

Masjidil Haram sekarang tentu berbeda dari sebelumnya atau bahkan dari saat pertama kali dibangun.

Masjid al-Haram yang bisa kamu lihat saat ini telah mengalami beberapa kali perluasan hingga menjadi makin besar dan megah.

Diharapkan, hal ini tidak mengurangi esensi utama masjid tersebut sebagai tempat suci untuk beribadah kepada Allah Swt.

Sayangnya, untuk mencegah penyebaran Covid-19, masjid suci ini harus ditutup untuk shalat berjamaah selama beberapa kali.

Bahkan, musim haji tahun 2020 dibatasi hanya untuk 1.000 jamaah dan hanya umat Islam yang bermukim di Kerajaan Saudi saja yang diizinkan untuk melaksanakan haji.

Untuk mengunjungi Masjidil Haram pun menjadi suatu hal yang sulit bagi para jamaah haji/umrah, tidak seperti waktu-waktu biasanya di mana jamaah bebas untuk shalat di sana.

Akan tetapi, bukan berarti hal ini menghentikan kita untuk terus berbuat kebajikan dan beribadah kepada Allah Swt. dan berdoa agar bisa mengunjungi masjid suci itu, tentunya.

Penutup

Meskipun dunia tengah dilanda pandemi, seperti saat tulisan ini dibuat, Masjid al-Haram tetap menjadi lentera yang menyinari Tanah Haram.

Tentunya, kita berharap kiranya Allah Swt. ridha untuk segera mengangkat wabah ini agar umat Islam dari seluruh penjuru dunia bisa kembali bebas menikmati ibadah di masjid ini.

Sekian ulasan Hasana.id mengenai Masjidil Haram. Semoga bermanfaat dan kita semua diberi kesempatan untuk datang ke masjid tersebut suatu hari nanti.

Referensi:

https://islam.nu.or.id/post/read/54505/shalat-di-masjidil-haram-apakah-bisa-digantikan-di-tempat-lain

Trio Imam Besar Masjidil Haram yang Bersuara Syahdu

https://ihram.asia/wawasan/keutamaan-masjid-al-haram-dan-kabah-pahala-shalat-senilai-dengan-seratus-ribu-shalat-di-masjid-lain