Keistimewaan Masjid Nabawi sebagai Pusat Peradaban Islam

Masjid Nabawi merupakan satu di antara tiga masjid yang memiliki keutamaan bagi umat Islam di seluruh dunia.

Hal ini tentu tidak terlepas dari hadits Nabi Muhammad saw. yang menyatakan larangan untuk melakukan kunjungan, kecuali ke tiga masjid.

Tiga masjid tersebut adalah Masjid al-Haram di Makkah, Masjid Nabawi di Madinah, dan Masjid al-Aqsha di Palestina.

Bahkan, Rasulullah saw. juga menegaskan bahwa barang siapa yang beribadah di masjid-masjid tersebut akan mendapatkan pahala berkali-kali lipat.

Tak ayal, jutaan umat Islam dari berbagai penjuru dunia mengunjungi masjid tersebut agar bisa mendapatkan berkah serta pahala yang dilipatgandakan.

Mengingat betapa dimuliakannya masjid tersebut, Hasana.id tertarik untuk membahas berbagai hal terkait Masjid Nabawi pada kesempatan kali ini.

Keutamaan Masjid Nabawi bagi Umat Islam

Keutamaan masjid kedua setelah Masjidil Haram ini tertuang pada hadits riwayat Bukhari yang berbunyi:

عَنْ أبِيْ هُرَيْرَةَ رَضِيَ اللهُ عَنْهُ عَنِ النَّبِيِّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ لَاتَشُدُّ الرِّحَالَ إلاَّ فِيْ ثَلَاثٍ: الْمَسْجِدِ الْحَرَامِ وَمَسْجِدِيْ هَذَا وَاْلمَسْجِدِ الْأقْصَى –صحيح البخاري

Dari Abu Hurairah r.a., dari Nabi Muhammad saw., beliau bersabda, “Janganlah kamu bersikeras untuk berkunjung, kecuali pada tiga tempat, yaitu Masjidil Haram, masjidku ini (Masjid Nabawi), serta Masjidil Aqsa.”

Dalam hadits tersebut, dijelaskan keistimewaan ketiga masjid besar itu sehingga Rasulullah sangat menganjurkan umatnya untuk berziarah dan mendatanginya untuk beribadah.

Dari Jabir r.a., bahwa Rasulullah saw. bersabda, “Melakukan shalat satu kali di masjidku ini lebih utama dari shalat seribu kali di tempat lain, kecuali Masjidil Haram. Dan melakukan shalat satu kali di Masjidil Haram lebih utama daripada melakukan shalat seratus ribu kali di tempat lainnya.” (Musnad Ahmad bin Hanbal)

Karena keistimewaannya, para ulama sangat menganjurkan umat muslim yang sedang beribadah haji untuk memperbanyak shalat dan ibadah di masjid tersebut.

Dalam kitab Al-Idhah fi Manasik al-Hajj halaman 456, al-Imam ar-Rabbani Yahya bin Syarf an-Nawawi, dijelaskan keutamaan beribadah di Masjid Nabawi sebagai berikut.

“Orang yang melakukan ibadah haji, selama ia di Madinah, selayaknya untuk selalu melaksanakan shalat di masjid Rasulullah saw. Dan sudah seharusnya dia juga berniat ‘i’tikaf sebagaimana yang telah kami jelaskan tentang ibadah di Masjidil Haram.”

Rasulullah juga menganjurkan umat Islam untuk melakukan shalat secara berturut-turut selama 40 kali di masjid ini.

Ada pahala yang sangat besar menanti jika kamu melaksanakan hal tersebut dengan penuh kesungguhan.

Hadits-hadits tersebut menegaskan bahwa shalat Arba’in yang dikerjakan oleh jemaah haji atau umat Islam yang mengunjungi Madinah dianjurkan dalam syariat Islam.

Sejarah Dibangunnya Masjid Nabawi di Madinah

Kisah hijrah Nabi Muhammad saw. dari Makkah ke Madinah didorong oleh beberapa faktor, termasuk perintah pembangunan masjid yang nantinya dikenal sebagai Masjid Nabawi.

Jadi, ketika itu, motivasinya bukan hanya menyelamatkan umat Islam dari ancaman dan agar dapat beribadah sesuai dengan perintah Allah swt.

Masjid sebagai tempat bersujud dan merupakan bagian penting dalam ibadah umat Islam merupakan simbol tunduk dan patuhnya manusia kepada penciptanya.

Pembangunan masjid tersebut dilakukan di atas lahan yang dimiliki oleh milik dua anak yatim dari Bani Najjar. Lahan tersebut dibeli oleh Nabi Muhammad saw. seharga 10 dinar.

Karena terdapat kuburan orang-orang musyrik dan reruntuhan bangunan di lahan tersebut, Rasulullah pun memerintahkan agar kuburan tersebut digali.

Kemudian, puing-puing bekas bangunan diratakan sebelum kemudian di atasnya dibangun masjid.

Salah satu yang menarik dari pembangunan masjid ini adalah kiblatnya yang tidak mengarah ke tanah Haram, yaitu arah letak Ka’bah.

Kiblat masjid tersebut mengarah ke Masjidil Aqsha yang berada di Syam.

Dari kajian teologis, pilihan ini mungkin didasarkan pada trauma yang dialami kaum Muslim karena memilih taat kepada Allah, bukan berhala.

Dengan memindahkan arah kiblat, diharapkan trauma atas kekerasan di Makkah dapat sedikit berkurang.

Hal tersebut disebabkan untuk sementara waktu, umat Islam tidak menghadap ke arah tempat tersebut.

Secara sosiologis, pemilihan Madinah sebagai tempat pembangunan masjid juga tidak lepas dari masyarakat yang sudah menetap di kota tersebut.

Masyarakat Madinah cukup banyak yang menganut agama Ibrani dan sangat plural sehingga mereka sedikit lebih toleran dibanding orang-orang di Makkah.

Adapun secara antropologis, mengarahkan kiblat Masjid Nabawi ke tanah Syam juga memiliki makna penting lain.

Arah kiblat tersebut mengingatkan kembali bahwa Rasulullah mempunyai garis keturunan dari Bangsa Syam, yaitu Nabi Ibrahim.

Akan tetapi, penetapan arah kiblat ke negari Syam hanya berlangsung sampai Islam cukup kuat. Setelahnya, kiblat kembali diarahkan ke Ka’bah di Makkah.

Perkembangan Masjid Nabawi sebagai Pusat Peradaban Islam

Seperti diketahui, fungsi Masjid Nabawi sebagai pusat peradaban Islam mempunyai arti yang cukup luas.

Dalam perkembangannya, masjid ini menjadi pusat berbagai aktivitas, mulai dari ritual spiritual, politik, sosial, budaya, hingga ekonomi.

Bukan hanya menjadi pusat aktivitas bagi umat Islam, perkembangan fungsi masjid ini juga memengaruhi seluruh masyarakat Madinah pada masa itu.

Tidak sampai sepuluh tahun, umat Islam dapat membangun peradabannya di Kota Madinah,

Pada akhirnya, kaum muslim pun mempunyai kekuatan politik dan sosial ekonomi yang tidak perlu diragukan lagi.

Bahkan, saat itu terlahir Piagam Madinah yang mewajibkan seluruh masyarakat di kota tersebut untuk menghargai kemanusiaan.

Kesuksesan ini tentu tidak lepas dari keberadaan Masjid Nabawi yang bukan hanya digunakan untuk tempat beribadah.

Masjid ini juga menjelma menjadi sebuah “pesantren” yang dimanfaatkan oleh para sahabat untuk “mondok” dan menimba ilmu pada Rasulullah saw.

Dari masjid ini jugalah, Nabi Muhammad saw. mengirimkan para sahabat dan utusannya untuk menyebarkan agama Islam ke luar Kota Madinah.

Fungsi Masjid Nabawi Selain sebagai Tempat Ibadah

Selain dijadikan sebagai tempat menimba ilmu dan menyembah Allah Swt., Masjid Nabawi juga memiliki fungsi lain.

Masjid ini dimanfaatkan oleh Nabi Muhammad saw. sebagai “kantor” untuk mengatur serta mengelola dana umat.

Baitul mal yang mengelola dana umat tersebut dibentuk demi kesejahteraan dan kemakmuran masyarakat serta untuk kepentingan dakwah.

Dalam hal ini, Nabi Muhammad tidak pernah mementingkan salah satu aspek saja dalam melakukan pengembangan umat.

Rasulullah saw. sangat memperhatikan berbagai sektor, termasuk sosial ekonomi. Salah satunya adalah dengan memberikan bantuan kepada orang miskin, mualaf, dan anak yatim.

Selain itu, dana umat tersebut juga digunakan untuk membiayai operasional masjid, dakwah, hingga biaya peperangan.

Dibanding fokus pada kemewahan bangunan masjid, Rasulullah lebih mementingkan penguatan keimanan umat terhadap Islam dan perbaikan aspek sosial serta ekonomi.

Dengan begitu, peradaban Islam yang beliau bangun memiliki fondasi ketauhidan berlandaskan akhlak yang baik dan dinikmati oleh seluruh lapisan masyarakat.

Perkembangan Masjid Nabawi Saat Ini

Berbanding terbalik dengan perkembangannya pada masa Rasulullah saw., Masjid Nabawi sekarang jauh berbeda dengan apa yang telah beliau diajarkan.

Saat ini, masjid tersebut memiliki kesan yang lebih eksklusif dan lebih fokus pada tampilan fisik supaya tampak lebih mewah.

Masjid Rasulullah ini juga mulai meninggalkan tujuan utamanya sebagai baitul mal dan madrasah.

Keberadaannya tak lagi menjadi tempat yang bisa menjaga kemakmuran serta kesejahteraan masyarakat dalam bidang ekonomi, budaya, dan sosial.

Bangunan masjid pun sudah berkali-kali diperbaiki sejak awal dibangun.

Bahkan, pada masa Usman bin Affan, disebutkan bahwa kayu jati juga sempat dimanfaatkan untuk proses perbaikan masjid.

Hadits shahih Bukhari nomor 437 dan Sunan Abu Dawud nomor 451 menceritakan perkembangan Masjid Nabawi.

Dalam hadis tersebut, disebutkan bahwa pada masa Abu Bakar, perbaikan masjid dilakukan tanpa tambahan bahan lain.

Bata, pelepah kurma, dan batang pohon kurma tetap digunakan seperti pada awal pembangunannya.

Sama halnya dengan Abu Bakar, Umar juga membangun kembali masjid Rasulullah tersebut dengan material yang sama.

Barulah pada periode Usman, perbaikan masjid ini mendapat banyak unsur tambahan, seperti digunakannya kapur dan batu ukir pada tembok bangunan.

Adapun bagian atapnya dibuat dari kayu jati, sedangkan bagian tiangnya memanfaatkan batu ukir.

Kayu jati yang digunakan untuk membangun Masjid Nabawi di masa Usman menjadi topik yang cukup menarik untuk dibahas. Pasalnya, material ini kabarnya tidak berasal dari Arab.

Dalam kitab syarahnya Irsyadus Sari ila Shohihi al-Bukhori, Imam al-Qasthallany berpendapat bahwa kayu jati tersebut didapatkan dari Hindi.

Senada dengan al-Qasthallany, Syeikh Badruddin Al-Aini juga mengemukakan bahwa kayu tersebut berasal dari Hindi.

Akan tetapi, masih menjadi pertanyaan di mana tepatnya “Hindi” yang disebutkan dalam riwayat-riwayat tersebut.

Hal ini memunculkan “teori” baru, yaitu bahwa salah satu kemungkinan tempat asal kayu jati tersebut adalah Nusantara.

Mengenang Desain Awal Masjid Nabawi

Menjadi salah satu masjid yang paling dimuliakan umat Islam. Masjid Nabawi ternyata memiliki desain awal yang sangat berbeda dengan yang kamu lihat saat ini.

Pada saat pertama kali dibangun, masjid ini mempunyai bentuk yang sangat sederhana dan tidak seluas atau semegah sekarang.

Bentuk dan Luas Masjid

Seperti yang tertulis dalam buku Arsitektur Masjid, masjid ini memiliki luas kurang lebih 805 meter persegi ketika dibangun oleh Rasulullah saw.

Dengan bentuk denah bujur sangkar, kiblat masjid ini mengarah ke Yerusalem. Oleh karena itu, dinding kiblatnya terdapat di batas halaman bagian utara.

Di sekitar masjid tersebut, dibangun juga suffah atau semacam ruangan serbaguna. Suffah tersebut didirikan di sepanjang dinding sebelah selatan masjid.

Pada umumnya, suffah digunakan sebagai tempat singgah para sahabat Nabi yang tidak mempunyai tempat tinggal.

Sementara itu, di bagian barat dinding bangunan utama juga dibuat bilik-bilik untuk tempat tinggal istri Nabi Muhammad saw.

Karena desain awal yang seperti itu, dalam sejarah perkembangannya, masjid tersebut kemudian diperluas ke arah timur.

Sementara itu, dalam Fiqhus Shirah, al-Ghazali mengatakan bahwa masjid yang dibangun Rasulullah tersebut memiliki panjang 100 dzira’ atau hasta.

Bentuknya bujur sangkar dan mempunyai dinding-dinding kiblat yang terbuat dari kayu kurma. Adapun dinding-dinding bagian lainnya berasal dari tanah liat yang dikeringkan.

Sebagai akses keluar-masuk para jamaah, masing-masing dinding masjid, kecuali kiblat, dilengkapi dengan gerbang sederhana yang tidak memiliki daun pintu.

Tanpa Mimbar dan Penerangan

Dalam Sejarah Hidup Muhammad, Muhammad Husain Haekal juga menyebutkan bahwa Masjid Nabawi pada awal pembuatannya merupakan suatu ruang terbuka yang luas.

Sebagai atapnya, digunakan pelepah kurma dan daun, sedangkan tembok masjid dibuat dari kayu batang kurma sehingga masjid ini terlihat sederhana.

Uniknya, selama masa Rasulullah saw. dan empat khalifah Islam, masjid yang dimuliakan tersebut tidak mempunyai mihrab di dinding kiblatnya.

Fanani, dalam bukunya Arsitektur Masjid, juga mengemukakan bahwa masjid tersebut juga tidak memiliki penerangan di dalamnya.

Kaum muslimin biasanya akan membakar jerami ketika melaksanakan shalat jamaah Isya di masjid tersebut.

Setelah keadaan tersebut berlangsung kurang lebih sembilan tahun, akhirnya dipasanglah lampu-lampu yang diletakkan di batang kurma penopang atap masjid.

Di balik kesederhanannya, Masjid Nabawi telah menjadi pusat berbagai aktivitas umat Islam pada masa itu.

Bukan hanya sebagai tempat untuk memperdalam ilmu Islam, masjid ini juga menjadi bagian penting dalam menyusun strategi perang melawan musuh.

Bahkan, menurut buku Tempat-Tempat Bersejarah di Madinah (Historical Site of Madinah), Rasulullah juga menggunakan masjid ini untuk menerima dan menemui para utusan.

Sosok di Balik Pelita Pertama untuk Masjid Nabawi

Dalam sejarahnya, Nabi Muhammad tidak hanya memberikan komando saat pendirian Masjid Nabawi.

Beliau juga turut serta dalam proses pembangunannya bersama para sahabat.

Bahkan, diriwayatkan, Rasulullah ikut mengangkat batu hingga dadanya melepuh saat ikut turun langsung mendirikan masjid besar kaum Islam ini.

Seperti saya sebutkan sebelumnya, masjid ini tidak memiliki penerangan selama beberapa tahun.

Suatu saat, seorang sahabat bernama Tamim al-Dari berkunjung ke Madinah dari Syria.

Saat itu, Tamim membawa pelita minyak zaitun dari Syria dan meminta budaknya untuk membuatkan pelita yang sama untuk masjid Rasulullah.

Setelah selesai, Tamim datang ke Masjid Nabawi dan mulai menggantungkan pelita-pelita minyak tersebut.

Ia menggunakan tali yang direntangkan dari satu tiang masjid ke tiang lainnya.

Rasulullah saw. pun terkejut pada saat memasuki masjid dan melihat pelita-pelita tersebut meneranginya.

Beliau kemudian bertanya kepada para sahabat yang ada di dalam mengenai siapa yang telah menggantungkan pelita-pelita tersebut di masjid.

Mereka menyebutkan nama Tamim al-Dari secara serentak. Akhirnya, Nabi Muhammad saw. pun mendoakan agar Allah Swt. menyinari Tamim, baik di dunia maupun di akhirat.

Riwayat lain menjelaskan bahwa saat Rasulullah mengatakan hal tersebut, Tamim menjawab bahwa budaknyalah yang telah membuat penerangan untuk masjid.

Oleh karena itu, Nabi pun mengganti nama budak Tamim tersebut, yaitu Fath, menjadi Siraj, yang berarti pelita.

Pembuatan Mimbar Pertama untuk Masjid Nabawi

Dalam sejarah Masjid Nabawi, sahabat Tamim pulalah yang mengusulkan supaya dibuat mimbar karena pada awalnya, masjid tersebut dibangun tanpa mimbar.

Dalam perkembangannya, jamaah masjid Rasulullah makin membludak dan umat Islam di shaf belakang tidak lagi dapat melihat Nabi Muhammad.

Melihat kondisi tersebut, usulan dibuatnya mimbar pun muncul dari Tamim.

Namun, ada riwayat lain menyatakan pendapat berbeda mengenai alasan Tamim mengusulkan penambahan mimbar.

Dikisahkan, Tamin pernah melihat Nabi Muhammad menyampaikan khutbah Jumat sambil bersandar di pangkal pohon kurma dan merasa kelelahan karenanya.

Akhirnya, dibuatlah mimbar untuk memudahkan Rasulullah dalam menyampaikan khutbah ketika salat Jumat.

Tamim sendiri yang menjadi sosok pencetus pelita pertama di Masjid Nabawi ini awalnya merupakan seorang mantan pendeta Kristen.

Dia telah banyak membaca kitab-kitab Yahudi dan Injil. Ia kemudian memutuskan untuk masuk Islam pada masa Perang Tabuk, sekitar tahun 9 H.

Semenjak itu, Tamim menetap di Madinah sampai Khalifah Ustman bin Affan dibunuh. Tamim selanjutnya kembali ke Syiria dan berpindah ke Palestina hingga wafat di sana.

Penutup

Membaca ulasan di atas tentu membuatmu tak sabar untuk mengunjungi Masjid Nabawi dan merasakan betapa istimewanya masjid tersebut.

Jika saat ini kamu masih belum diberi kesempatan untuk datang ke masjid tersebut, beribadah di masjid dan menyelenggarakan kegiatan yang bermanfaat di sana juga sangat terpuji.

Tidak bisa dimungkiri bahwa pada masa sekarang ini, tak jarang masjid yang sudah beralih fungsi menjadi panggung politik.

Sangat menyedihkan tentunya ketika menyaksikan masjid-masjid digunakan sebagai tempat partai politik mengampanyekan agendanya sendiri dan menyebarkan fitnah.

Padahal, masjid pada awalnya dibangun untuk berbagai tujuan mulia, seperti:

  • tempat berkumpulnya umat Islam di jalan-Nya;
  • mengusir aroma permusuhan;
  • menumbuhkan ruh persaudaraan; dan
  • menjadi rumah bagi kaum muhajirin yang fakir.

Dengan membaca dan merenungi ulasan di atas, kamu tentu dapat memetik makna sejarah dari fungsi awal masjid Rasulullah tersebut.

Alih-alih ikut mengeksploitasi masjid demi kepentingan kelompok saja, kamu bisa memaksimalkan masjid-masjid di sekitarmu.

Jadikan masjid sebagai tempat suci yang sesungguhnya dengan memperbanyak bersujud di sana.

Terakhir, semoga ulasan Hasana.id di atas bermanfaat dan kamu bisa segera berkunjung serta beribadah di Masjid Nabawi.

Referensi:

https://alif.id/read/mohammad-fathi-royyani/kayu-jati-masjid-nabawi-zaman-khalifah-ustman-dari-nusantara-b213492p/

https://islam.nu.or.id/post/read/115974/tamim-al-dari–sahabat-yang-memperkenalkan-pelita-untuk-penerangan-masjid-nabawi?_ga=2.230581084.1548651026.1612185832-1818284592.1612185832

https://islam.nu.or.id/post/read/14751/shalat-arba039in-di-masjid-nabawi