Mengenal Apa Itu Masa Iddah

Secara umum, masa iddah adalah waktu menunggu bagi seorang perempuan yang telah diceraikan oleh suaminya, baik karena suaminya telah meninggal atau dicerai ketika suami masih hidup untuk menahan diri dari menikahi pria lain.

Jika dilihat dari segi bahasa, kata iddah artinya adalah menghitung sesuatu. Ada pun menurut pendapat ulama yang bermadzhab Hanafi, iddah merupakan satu kata.

Maknanya adalah batasan waktu dan sebuah ungkapan. Tentu saja ungkapan yang terkait dengan nikah. Iddah itu menunjukkan sesuatu yang masih ada dari sebuah pernikahan.

Sementara itu menurut madzhab Maliki, iddah adalah waktu yang menjadi bukti dari bersihnya rahim ketika terjadi perpisahan dalam pernikahan. Baik itu karena meninggalnya suami atau karena talak suami.

Para ulama bersepakat bahwa masa iddah adalah hal yang wajib diikuti oleh setiap Muslimah yang ditinggal suami meninggal atau ditalak. Terkait hal ini, Allah Swt. berfirman dalam Al-Qur’an Surat al-Baqarah ayat 228, di mana berbunyi:

وَٱلْمُطَلَّقَٰتُ يَتَرَبَّصْنَ بِأَنفُسِهِنَّ ثَلَٰثَةَ قُرُوٓءٍ ۚ وَلَا يَحِلُّ لَهُنَّ أَن يَكْتُمْنَ مَا خَلَقَ ٱللَّهُ فِىٓ أَرْحَامِهِنَّ إِن كُنَّ يُؤْمِنَّ بِٱللَّهِ وَٱلْيَوْمِ ٱلْءَاخِرِ ۚ وَبُعُولَتُهُنَّ أَحَقُّ بِرَدِّهِنَّ فِى ذَٰلِكَ إِنْ أَرَادُوٓا۟ إِصْلَٰحًا ۚ وَلَهُنَّ مِثْلُ ٱلَّذِى عَلَيْهِنَّ بِٱلْمَعْرُوفِ ۚ وَلِلرِّجَالِ عَلَيْهِنَّ دَرَجَةٌ ۗ وَٱللَّهُ عَزِيزٌ حَكِيمٌ

Wal-muṭallaqātu yatarabbaṣna bi`anfusihinna ṡalāṡata qurū`, wa lā yaḥillu lahunna ay yaktumna mā khalaqallāhu fī ar-ḥāmihinna ing kunna yu`minna billāhi wal-yaumil-ākhir, wa bu’ụlatuhunna aḥaqqu biraddihinna fī żālika in arādū iṣlāḥā, wa lahunna miṡlullażī ‘alaihinna bil-ma’rụfi wa lir-rijāli ‘alaihinna darajah, wallāhu ‘azīzun ḥakīm

Artinya:

“Wanita-wanita yang ditalak handaklah menahan diri (menunggu) tiga kali quru’. Tidak boleh mereka menyembunyikan apa yang diciptakan Allah dalam rahimnya, jika mereka beriman kepada Allah dan hari akhirat. Dan suami-suaminya berhak merujukinya dalam masa menanti itu, jika mereka (para suami) menghendaki ishlah. Dan para wanita mempunyai hak yang seimbang dengan kewajibannya menurut cara yang ma’ruf. Akan tetapi para suami, mempunyai satu tingkatan kelebihan daripada isterinya. Dan Allah Maha Perkasa lagi Maha Bijaksana.”

Selebihnya mengenai masa iddah ditinggal mati ataupun masa iddah cerai gugat akan Hasana.id bahas secara lebih lengkap di bawah ini. Simak baik-baik sampai akhir, ya!

Ketentuan Masa Iddah Perempuan

Hal pertama yang akan saya bahas di sini adalah mengenai ketentuan waktu tunggu seorang istri yang berpisah dari suaminya. Berikut penjelasannya.

Macam-Macam Masa Iddah

Pada masa iddah, seorang suami yang menceraikan istrinya bisa kembali rujuk tanpa memerlukan akad baru. Namun, hal tersebut bisa dilakukan selama talak yang dijatuhkan pada istri berupa talak raj’i atau bisa dirujuk.

Secara umum, macam-macam masa iddah terbagi menjadi dua. Pertama, seorang perempuan yang dalam massa iddah karena suaminya meninggal.

Kedua, seorang wanita yang sedang dalam masa iddah karena ditalak. Baik itu yang sudah berhubungan suami istri maupun yang belum.

Masing-masing dari kedua macam tersebut masih terbagi lagi menjadi dua keadaan, yaitu dalam keadaan hamil dan tidak dalam keadaan hamil.

Apabila sedang tidak dalam keadaan hamil, masih dibagi lagi menjadi dua, yaitu sedang haid atau tidak haid.

Dengan memerhatikan kondisi dan sebabnya, seorang perempuan yang sedang dalam masa iddah secara umum ada 6 kondisi, berikut pembagiannya:

  1. Wanita yang suaminya meninggal dan sedang dalam keadaan hamil.
  2. Seorang istri yang suaminya meninggal dan tidak sedang dalam keadaan hamil.
  3. Perempuan yang ditalak oleh suami dan sedang hamil.
  4. Seorang perempuan yang ditalak suaminya dan tidak sedang hamil, sudah pernah berhubungan intim, dan sudah atau masih haid.
  5. Wanita yang ditalak tetapi tidak sedang hamil, sudah pernah berhubungan intim, dan belum menstruasi atau sudah berhenti haid (menopause).
  6. Wanita yang dicerai tetapi belum pernah berhubungan intim.

Perhitungan Masa Iddah

Wanita yang Suaminya Meninggal dan Sedang Dalam Keadaan Hamil

Seorang wanita yang suaminya sudah meninggal dan dalam keadaan hamil, maka iddah-nya adalah sampai dirinya melahirkan. Baik itu dia melahirkan kurang atau lebih dari masa iddah pada umumnya, keduanya tidak memiliki perbedaan.

Katakanlah apabila wanita tersebut melahirkan selang satu minggu setelah suaminya meninggal, maka masa iddah-nya telah usai. Hal ini berdasarkan firman Allah dalam Al-Qur’an Surat al-Thalaq ayat 4 yang berbunyi:

وَأُولاتُ الْأَحْمَالِ أَجَلُهُنَّ أَنْ يَضَعْنَ حَمْلَهُنَّ

wa ulātul-aḥmāli ajaluhunna ay yaḍa’na ḥamlahunn

Artinya:

“Dan perempuan-perempuan yang hamil, waktu iddah mereka ialah sampai mereka melahirkan kandungannya,” (Q.S. al-Thalaq [65]: 4).

Seorang Istri yang Ditinggal Meninggal oleh Suami dan Tidak Sedang Dalam Keadaan Hamil

Selanjutnya adalah seorang wanita yang ditinggal meninggal suaminya dan tidak dalam keadaan hamil atau sedang hamil tetapi dari lelaki lain yang bukan merupakan suaminya yang meninggal, maka masa iddah yang harus dijalani adalah selama 4 bulan 10 hari.

Hal ini tidak berbeda dengan wanita yang masih mengalami haid, belum haid, atau sudah menopause, dan juga apakah sudah pernah berhubungan intim atau belum.

Perihal ini sebagaimana firman Allah dalam Al-Qur’an Surat al-Baqarah ayat 234, yaitu:

وَالَّذِينَ يُتَوَفَّوْنَ مِنْكُمْ وَيَذَرُونَ أَزْوَاجاً يَتَرَبَّصْنَ بِأَنْفُسِهِنَّ أَرْبَعَةَ أَشْهُرٍ وَعَشْراً

Wallażīna yutawaffauna mingkum wa yażarụna azwājay yatarabbaṣna bi`anfusihinna arba’ata asy-huriw wa ‘asyrā

Artinya:

“Orang-orang yang meninggal dunia di antaramu dengan meninggalkan istri-istri (hendaklah para istri itu) menangguhkan dirinya (ber’iddah) empat bulan sepuluh hari,” (Q.S. al-Baqarah [2]: 234).

Wanita yang Diceraikan oleh Suaminya Sedangkan Dirinya Hamil

Seorang istri yang dicerai suami saat sedang hamil, masa iddah-nya adalah sampai anaknya lahir. Sama seperti wanita yang hamil dan tinggal meninggal suaminya.

Wanita yang Dicerai Suami dan Tidak Sedang Dalam Keadaan Hamil, Sudah Pernah Berhubungan Intim, dan Sudah atau Masih Haid

Dalam kondisi ini, masa iddah wanita tersebut adalah tiga kali quru’. Namun, para ulama memiliki perbedaan pendapat tentang makna quru’.

Ulama as-Syafi’i mengartikan istilah quru’ dengan masa suci. Dan, masa iddah dihitung dari masa suci ketika seorang wanita ditalak. Ada pun jika diceraikan ketika sedang haid, iddah-nya dihitung sejak masa suci setelah haid.

Seorang Wanita yang Dicerai Tetapi Tidak Sedang Hamil, Sudah Pernah Berhubungan Intim, dan Belum Haid atau Sudah Berhenti Haid (Menopause)

Wanita yang berpisah dari suaminya dengan kondisi ini, masa iddah-nya adalah tiga bulan sebagaimana telah dijelaskan dalam Al-Qur’an Surat at-Thalaq ayat 4 sebagai berikut:

وَاللَّائِي يَئِسْنَ مِنَ الْمَحِيضِ مِنْ نِسَائِكُمْ إِنِ ارْتَبْتُمْ فَعِدَّتُهُنَّ ثَلاثَةُ أَشْهُرٍ وَاللَّائِي لَمْ يَحِضْنَ

Wal-lā`i ya`isna minal-maḥīḍi min nisā`ikum inirtabtum fa ‘iddatuhunna ṡalāṡatu asy-huriw wal-lā`i lam yahiḍn

Artinya:

“Dan perempuan-perempuan yang tidak haid lagi (menopause) di antara perempuan-perempuanmu jika kamu ragu-ragu (tentang masa iddahnya), maka masa iddah mereka adalah tiga bulan; dan begitu (pula) perempuan-perempuan yang tidak haid,” (Q.S. al-Thalaq [65]: 4).

Ada pun, bulan yang menjadi patokan bukanlah bulan pada kalender masehi, melainkan penghitungan bulan Hijriah.

Wanita yang dicerai tetapi belum pernah berhubungan intim

Wanita yang dicerai tetapi belum pernah berhubungan intim dengan suaminya tidak ada masa iddah-nya, sebagaimana firman Allah sebagai berikut:

يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا إِذَا نَكَحْتُمُ الْمُؤْمِنَاتِ ثُمَّ طَلَّقْتُمُوهُنَّ مِنْ قَبْلِ أَنْ تَمَسُّوهُنَّ فَمَا لَكُمْ عَلَيْهِنَّ مِنْ عِدَّةٍ تَعْتَدُّونَهَا فَمَتِّعُوهُنَّ وَسَرِّحُوهُنَّ سَرَاحًا جَمِيلًا

Yā ayyuhallażīna āmanū iżā nakaḥtumul-mu`mināti ṡumma ṭallaqtumụhunna ming qabli an tamassụhunna fa mā lakum ‘alaihinna min ‘iddatin ta’taddụnahā, fa matti’ụhunna wa sarriḥụhunna sarāḥan jamīlā

Artinya:

“Hai orang-orang yang beriman, apabila kamu menikahi perempuan- perempuan yang beriman, kemudian kamu ceraikan mereka sebelum kamu mencampurinya maka sekali-sekali tidak wajib atas mereka ‘iddah bagimu yang kamu minta menyempurnakannya. Maka berilah mereka mut‘ah (pemberian) dan lepaskanlah mereka itu dengan cara yang sebaik- baiknya,” (Q.S. al-Ahzab [33]: 49).

Hak dan Kewajiban Perempuan Selama Masa Iddah

Talak sejatinya bukanlah pemutus sekaligus dari ikatan pernikahan. Terhitung sejak talak dijatuhkan hingga tali pernikahan benar-benar terputus.

Di situ ada yang namanya masa iddah, yaitu masa tunggu bagi istri untuk mengetahui kekosongan rahimnya.

Kesempatan ini juga bisa digunakan oleh pasangan suami istri untuk berpikir ulang dan rujuk kembali. Pada masa ini, masih ada kewajiban dan juga hak yang harus ditunaikan oleh keduanya.

Terkait hak dan kewajiban tersebut, Syekh Abu Syuja dalam karyanya, al-Ghâyah wa al-Taqrîb menjelaskan sebagai berikut:

ويجب للمعتدة الرجعية السكني والنفقة ويجب للبائن السكني دون النفقة إلا أن تكون حاملا ويجب على المتوفى عنها زوجها الإحداد وهو الامتناع من الزينة والطيب وعلى المتوفى عنها زوجها والمبتوتة ملازمة البيت إلا لحاجة

Artinya:

“Perempuan yang beriddah dari talak raj‘i (bisa dirujuk) wajib diberi tempat tinggal dan nafkah. Sedangkan perempuan yang ditalak ba’in wajib diberi tempat tinggal tanpa nafkah kecuali ia sedang hamil. Kemudian perempuan yang ditinggal wafat suaminya wajib ber-ihdad, dalam arti tidak berdandan dan tidak menggunakan wewangian. Selain itu, perempuan yang ditinggal wafat suaminya dan putus dari pernikahan wajib menetap di rumah kecuali karena kebutuhan,” (Syekh Abu Syuja, al-Ghâyah wa al-Taqrîb, terbitan Alam al-Kutub, hal. 35).

Hak Perempuan Selama Masa Iddah

Dari penjelasan di atas, dapat disimpulkan bahwa hak-hak perempuan selama masa iddah adalah sebagai berikut.

Berhak Dinafkahi dan Diberi Tempat Tinggal

Wanita yang sedang dalam masa iddah karena talak raj’i punya hak mendapatkan tempa yang layak untuk tinggal. Selain itu, biaya hidup, nafkah, dan dari mantan suaminya.

Kecuali apabila wanita tersebut nusyuz atau durhaka kepada suami sebelum diceraikan atau di tengah masa iddah-nya.

Hal ini sebagaimana sabda dari Rasulullah saw, yaitu “Perempuan beriddah yang bisa dirujuk oleh (mantan) suaminya berhak mendapat kediaman dan nafkah darinya.”

Mendapat Tempat Tinggal Tanpa Dinikahi

Wanita yang dalam masa iddah dari talak ba’in, baik karena talak tiga, atau disebabkan oleh fasakh, sedang dia tidak sedang hamil, maka memiliki hak berupa tempat tinggal tapi tidak mendapatkan nafkah.

Kecuali wanita tersebut durhaka sebelum dijatuhi talak oleh suaminya atau di tengah masa iddah-nya.

Tidak Mendapat Biaya Lainnya

Seorang wanita yang sedang dalam masa iddah dari talak ba’in dan sedang hamil mempunyai hak memperoleh tempat tinggal dan nafkah. Namun, ia tidak berhak atas biaya lainnya.

Terkait masalah ini, sebenarnya ada perbedaan pendapat, yaitu apakah nafkah tersebut gugur karena nusyuz atau tidak.

Tidak Mendapat Nafkah

Seorang istri yang sedang ber-iddah karena ditinggal meninggal oleh suaminya tidak berhak mendapat nafkah meski sedang dalam keadaan hamil sekalipun.

Kewajiban Perempuan Selama Masa Iddah

Ada pun untuk kewajiban bagi perempuan yang sedang dalam masa iddah adalah sebagai berikut:

Wajib untuk Ihdad

Perempuan yang suaminya meninggal, memiliki kewajiban untuk ihdad. Ihdad adalah tidak berdandan dan tidak bersolek. Contohnya mengenakan pakaian berwarna mencolok, seperti merah atau kuning yang bertujuan untuk memamerkan sesuatu.

Ia juga tidak diperkenankan untuk memakai wewangian. Baik itu digunakan pada tubuhnya atau di bajunya.

Harus Berada di Rumah

Wanita yang ditinggal suaminya karena wafat dan yang telah berpisah dari pernikahan, baik karena talak ba’in kubra, ba’in sughra, atau karena fasakh, wajib hukumnya untuk selalu ada di rumah.

Tak ada seorang pun yang punya hal untuk mengeluarkannya. Selain itu, wanita tersebut juga tidak diperkenankan meninggalkan rumah, meskipun mantan suami mengizinkan. Kecuali, jika dia butuh sesuatu yang memaksanya keluar rumah.

Kebutuhan tersebut misalnya adalah untuk bekerja atau pergi berbelanja kebutuhan. Khusus untuk kebutuhan mendesak, bahkan pada malam hari sekalipun, ia diperbolehkan untuk keluar.

Tapi ada catatannya, dia harus pulang ke rumahnya lagi dan bermalam di rumah tersebut. Kecuali jika ada ketakutan yang dapat terjadi pada dirinya, anak-anaknya, dan hartanya.

Tidak boleh Menikah atau Menerima Lamaran Baru dari Laki-Laki Lain

Ketika sedang dalam masa iddah dari talak raj’i, seorang wanita tidak diperbolehkan menikah atau menerima lamaran baru dari laki-laki lain. Meskipun lamaran tersebut hanya berupa sindiran sekalipun.

Tidak Boleh Menerima Lamaran Terang-terangan

Perempuan yang sedang dalam masa iddah karena suaminya meninggal atau ditalak ba’in, dia tidak diperkenankan menerima lamaran terang-terangan. Namun, ia boleh menerima lamaran yang berupa sindiran atau penawaran.

Hal ini sebagaimana firman Allah dalam Al-Qur’an Surat al-Baqarah ayat 235, yaitu:

وَلَا جُنَاحَ عَلَيْكُمْ فِيمَا عَرَّضْتُم بِهِۦ مِنْ خِطْبَةِ ٱلنِّسَآءِ أَوْ أَكْنَنتُمْ فِىٓ أَنفُسِكُمْ ۚ عَلِمَ ٱللَّهُ أَنَّكُمْ سَتَذْكُرُونَهُنَّ وَلَٰكِن لَّا تُوَاعِدُوهُنَّ سِرًّا إِلَّآ أَن تَقُولُوا۟ قَوْلًا مَّعْرُوفًا ۚ وَلَا تَعْزِمُوا۟ عُقْدَةَ ٱلنِّكَاحِ حَتَّىٰ يَبْلُغَ ٱلْكِتَٰبُ أَجَلَهُۥ ۚ وَٱعْلَمُوٓا۟ أَنَّ ٱللَّهَ يَعْلَمُ مَا فِىٓ أَنفُسِكُمْ فَٱحْذَرُوهُ ۚ وَٱعْلَمُوٓا۟ أَنَّ ٱللَّهَ غَفُورٌ حَلِيمٌ

Wa lā junāḥa ‘alaikum fīmā ‘arraḍtum bihī min khiṭbatin-nisā`i au aknantum fī anfusikum, ‘alimallāhu annakum satażkurụnahunna wa lākil lā tuwā’idụhunna sirran illā an taqụlụ qaulam ma’rụfā, wa lā ta’zimụ ‘uqdatan-nikāḥi ḥattā yablugal-kitābu ajalah, wa’lamū annallāha ya’lamu mā fī anfusikum faḥżarụh, wa’lamū annallāha gafụrun ḥalīm

Artinya:

“Dan tidak ada dosa bagi kamu meminang wanita-wanita itu dengan sindiran atau kamu menyembunyikan (keinginan mengawini mereka) dalam hatimu. Allah mengetahui bahwa kamu akan menyebut-nyebut mereka, dalam pada itu janganlah kamu mengadakan janji kawin dengan mereka secara rahasia, kecuali sekedar mengucapkan (kepada mereka) perkataan yang ma’ruf. Dan janganlah kamu berazam (bertetap hati) untuk beraqad nikah, sebelum habis ‘iddahnya. Dan ketahuilah bahwasanya Allah mengetahui apa yang ada dalam hatimu; maka takutlah kepada-Nya, dan ketahuilah bahwa Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyantun,” (Q.S. al-Baqarah [2]: 235)

Hukum Melamar Janda yang Masih dalam Masa Iddah

Seorang perempuan yang hubungan pernikahannya telah usai karena suami menceraikannya, tidak bisa langsung menikah lagi dengan laki-laki lain. Selama masa iddah-nya belum selesai, ia tidak diperkenankan menikah, berbeda dengan laki-laki.

Begitu pula seorang laki-laki yang hendak melamar seorang janda, ia tidak dibenarkan untuk mengutarakan keinginannya untuk menikah dengan wanita yang masih dalam masa iddah.

Meminang seorang wanita untuk dinikahi, baik secara jelas ataupun sindiran sesungguhnya tidaklah masalah selama ditujukan kepada wanita yang masih lajang dan tidak memiliki halangan menikah.

Akan tetapi jika ditujukan kepada seorang wanita yang sedang memiliki halangan menikah, seperti seorang janda yang sedang menjalani masa iddah, maka ada hukumnya tersendiri di mana telah dirinci oleh para ulama.

Syekh Abu Syuja’ al-Ishfahani dalam kitab hâyatut Taqrîb menjelaskan sebagai berikut:

ولا يجوز أن يصرح بخطبة معتدة ويجوز أن يعرض لها وينكحها بعد انقضاء عدتها

Artinya:

“Dan tidak boleh meminang secara jelas perempuan yang sedang dalam masa iddah, namun boleh meminangnya dengan cara sindiran dan menikahinya setelah selesainya masa iddah.”

Seorang wanita yang tengah menjalani masa iddah, baik karena ditinggal meninggal atau ditalak suaminya, maka haram bagi seorang laki-laki untuk mengutarakan keinginan menikahinya secara jelas atau tashrih.

Hal tersebut tidak diperbolehkan lantaran dengan menampakkan rasa senangnya kepada si wanita, bisa menjadikan wanita tersebut berbohong akan masa iddah-nya.

Misalnya ketika seorang wanita yang masa iddah-nya akan selesai dua bulan mendatang, tetapi ada laki-laki yang mau menikahinya.

Dia kemudian berdusta dengan mempercepat waktu iddah yang tengah dijalani. Dengan tujuan, agar dapat secepatnya menikah dengan pria tersebut. Dan, statusnya tidak lagi seorang janda.

Ketika Menyampaikan Lamaran secara Sindiran (Ta’ridl)

Ada pun jika seorang laki-laki ingin mengutarakan keinginan menikahi seorang janda secara sindiran, ia harus melihat pada status si perempuan.

Apabila wanita tersebut masih dalam masa iddah karena ditalak raj’i, maka tidak diperbolehkan (haram) untuk menyampaikan lamaran walaupun secara sindiran.

Sebab, pada hakikatnya, seorang wanita yang sedang dalam masa iddah karena talak tersebut masih menyendang status sebagai seorang istri dari suami yang menalaknya sampai waktu tunggunya selesai.

Namun, apabila seorang laki-laki mengutarakan lamaran secara taridl kepada perempuan yang ditinggal meninggal suaminya dan masih dalam masa iddah atau ditalak ba’in dan fasakh, ia diperkenankan meminang dengan sindiran.

Kalimat lamaran sindiran tersebut misalnya seperti ini, “besok kalau masa iddah-mu selesai, kasih tahu aku, ya.” Hal ini boleh dilakukan karena pinangan tersebut ada kemungkinan si pria akan menikahinya atau tidak.

Apakah Masa Iddah Hanya Bertujuan untuk Mengetahui Isi Rahim?

Salah satu manfaat masa iddah adalah agar kita tahu apakah rahim bersih dari janin atau tidak.

Namun, seiring dengan perkembangan zaman, manusia semakin dimudahkan untuk mengetahui sesuatu. Misalnya saja dengan teknologi USG di mana bisa memperlihatkan kondisi rahim seseorang.

Apabila wanita yang berpisah dengan suaminya dan ia memeriksakan diri ke dokter untuk melakukan USG dan hasilnya dia tidak hamil, apakah ia tetap harus menjalani masa iddah? Mungkin pertanyaan ini terlintas di pikiranmu, bukan?

Memang betul bahwa tujuan masa iddah adalah untuk mengetahui bersihnya rahim. Akan tetapi bukan hanya itu saja, masih ada tujuan lain mengapa wanita yang berpisah dengan suaminya harus menjalani masa iddah.

Dalam iddah terkandung unsur ta’abbudi dan ta’aqulli. Yang dimaksud dengan istilah Ta’aqquli adalah hal-hal yang bersifat rasional atau sesuatu yang bisa dinalar.

Khusus dalam konteks iddah, unsur ta’aqqulli yang terkandung di antaranya adalah untuk mengetahui bersihnya rahim, di mana hal seperti ini sudah jelas bisa dinalar. Adapun maksud dari ta’abbudi adalah sesuatu yang tak dapat dinalar.

Pada pembahasan masa iddah, perempuan harus menjalani waktu tunggu sampai selesai. Sama seperti ketentuan yang sudah ditetapkan. Walaupun sudah diketahui kalau rahim wanita tersebut bersih.

Maka dari itu, para ulama mendefinisikan bahwa iddah merupakan masa tunggu bagi seorang wanita yang berpisah dari suaminya untuk mengetahui bahwa rahimnya bersih dari kehamilan atau untuk tujuan ta’abbudi.

Oleh karenanya, perempuan yang cerai sudah seharusnya menjalani masa iddah meskipun keadaan rahimnya dapa diketahui sebelum selesai masa iddah.

Perlu diketahui bahwa iddah juga bersifat ta’abbudi atau nilainya adalah ibadah. Jadi, tahapan ini harus dilalui sampai waktunya habis. Seperti yang sudah ada dalam ketentuan.

Segala hal yang termasuk ta’abuddi tidaklah bisa diubah. Sebab, dalam soal ibadah, pada dasarnya kita harusnya ikut pentunjuk yang ada. Petunjuk yang sudah ditetapkan tanpa perlu bertanya-tanya.

Masa Iddah Sebaiknya Tidak Dilanggar

Dari penjelasan di atas, bisa ditarik kesimpulan bahwa ada banyak sekali aturan dari masa iddah untuk seorang perempuan. Alangkah lebih baik aturan tersebut tidak dilanggar.

Terlebih ada tujuan dari masa iddah yang bersifat ta’abbudi atau yang bernilai ibadah.

Bukankah dalam ibadah, kita harus mengamalkannya seperti ketentuan yang sudah ada? Kita tidak dianjurkan untuk mengubahnya apabila tidak ingin terkena dosa.

Demikianlah informasi mengenai masa iddah yang bisa Hasana.id rangkum. Semoga pembahasan dalam artikel ini bisa menambah wawasanmu terkait waktu tunggu.

Walaupun masa iddah harus dijalani oleh perempuan ketika dirinya ditinggal meninggal atau ditalak oleh suaminya, tapi laki-laki juga harus tahu ilmunya.

Apabila kamu merasa informasi tentang masa iddah ini bermanfaat, tak ada salahnya untuk membagikannya ke orang-orang terdekat, terutama bagi para wanita.

Supaya mereka juga mengetahui bahwa banyaknya aturan yang harus ditaati sejatinya adalah untuk melindungi diri mereka sendiri.

Sumber:

https://islam.nu.or.id/post/read/108744/ketentuan-masa-iddah-perempuan-dalam-islam

https://islam.nu.or.id/post/read/108819/hak-dan-kewajiban-perempuan-selama-masa-iddah

https://islam.nu.or.id/post/read/86077/hukum-melamar-janda-yang-masih-dalam-masa-iddah?_ga=2.224510106.1287824773.1612697921-2098972206.1612150764

 

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *