Dahsyatnya Hikmah Silaturahmi dan Larangan untuk Memutusnya bagi Umat Muslim

Silaturahmi berkaitan erat dengan tradisi kaum Muslim di Indonesia terutama saat momen-momen Hari Raya.

Momen Idul Fitri atau Lebaran umumnya dijadikan sebagai waktu yang tepat untuk berkunjung ke keluarga, tetangga, dan sanak saudara.

Bahkan, tak jarang masyarakat berbondong-bondong mudik atau pulang ke kampung halaman masing-masing untuk menyambung tali kasih bersama keluarga.

Selain menjadi sebuah tradisi, silaturahmi secara syariat juga dianggap sebagai amalan utama bagi umat Islam.

Lalu, apa saja keutamaan amalan tersebut bagi kaum Muslim dan apa akibatnya jika kita tidak melakukannya?

Sebagai jawaban atas pertanyaan-pertanyaan tersebut, berikut ulasan Hasana.id yang membahas lebih lanjut mengenai silaturahmi. Yuk, simak!

Makna dan Pengertian Silaturahmi

Dalam buku karyanya yang berjudul Membumikan Al-Qur’an: Peran dan Fungsi Wahyu dalam Kehidupan Masyarakat (Mizan, 1999: 317), Muhammad Quraish Shihab mengutip Sabda Rasulullah saw. sebagai berikut:

Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda: Laysa al-muwashil bil mukafi’ wa lakin al-muwwashil ‘an tashil man qatha’ak.

Artinya: “Bukanlah bersilaturrahim orang membalas kunjungan atau pemberian, tetapi yang bersilaturrahim adalah yang menyambung apa yang putus.” (HR. Bukhari)

Hadis yang diriwayatkan oleh Bukhari tersebut jelas menegaskan bahwa makna silaturahmi adalah untuk menyambung sesuatu yang telah putus dalam hal hablum minannas.

Sedangkan secara bahasa, istilah tersebut dapat diartikan sebagai menyambung kasih sayang. Secara rinci, jenis kata majemuk dalam Bahasa Arab ini terdiri dari dua kata, yaitu “shilat” dan “rahim”.

Kata “shilat” berasal dari kata “washl” yang bermakna menghimpun atau menyambung. Sedangkan kata rahim, bermakna kasih sayang.

Akan tetapi, saat ini kata rahim juga mengalami perluasan makna yang dapat diartikan sebagai kandungan atau peranakan.

Dalam hal ini, kata rahim tersebut dapat berarti bahwa anak yang dikandung selalu memperoleh curahan kasih sayang.

Kemudian, Quiraish Shihab juga menjelaskan bahwa salah satu contoh konkrit dari silaturahmi yang berintikan belas kasih dan sayang adalah memberikan sesuatu dengan tulus. Sebab, kata shilat juga bisa bermakna ‘pemberian’ atau ‘hadiah’.

Manfaat Silaturahmi dan Dalil yang Menganjurkannya

Sebagaimana kita ketahui, manusia tidak pernah lepas dari berbagai kesalahan dan dosa yang dapat mengakibatkan putusnya hubungan.

Pada saat seperti ini lah, bersilaturahmi kepada saudara Muslim menjadi suatu hal yang penting untuk menyambung kembali hubungan yang telah putus tersebut.

Anjuran untuk bersilaturahmi juga tertulis dalam Al-Quran Surah an-Nisaa ayat 1 yang berbunyi:

يَٰٓأَيُّهَا ٱلنَّاسُ ٱتَّقُوا۟ رَبَّكُمُ ٱلَّذِى خَلَقَكُم مِّن نَّفْسٍ وَٰحِدَةٍ وَخَلَقَ مِنْهَا زَوْجَهَا وَبَثَّ مِنْهُمَا رِجَالًا كَثِيرًا وَنِسَآءً ۚ وَٱتَّقُوا۟ ٱللَّهَ ٱلَّذِى تَسَآءَلُونَ بِهِۦ وَٱلْأَرْحَامَ ۚ إِنَّ ٱللَّهَ كَانَ عَلَيْكُمْ رَقِيبًا

Yā ayyuhan-nāsuttaqụ rabbakumullażī khalaqakum min nafsiw wāḥidatiw wa khalaqa min-hā zaujahā wa baṡṡa min-humā rijālang kaṡīraw wa nisā`ā, wattaqullāhallażī tasā`alụna bihī wal-ar-ḥām, innallāha kāna ‘alaikum raqīb

Artinya:

Hai sekalian manusia, bertakwalah kepada Tuhan-mu yang telah menciptakan kamu dari seorang diri, dan dari padanya Allah menciptakan isterinya; dan dari pada keduanya Allah memperkembang biakkan laki-laki dan perempuan yang banyak. Dan bertakwalah kepada Allah yang dengan (mempergunakan) nama-Nya kamu saling meminta satu sama lain, dan (peliharalah) hubungan silaturrahim. Sesungguhnya Allah selalu menjaga dan mengawasi kamu.

Silaturahmi sendiri mengandung banyak hikmah bagi kaum Muslim yang menegakkannya. Salah satunya adalah dilapangkan rezekinya oleh Allah Swt.

Selain itu, menjaga tali silaturahmi juga disebutkan dapat memperpanjang umur seseorang, seperti diriwayatkan dalam hadis Bukhari Muslim berikut ini:

مَنْ أَحَبَّ أَنْ يُبْسَطَ لَهُ فِي رِزْقِهِ وَيُنْسَأَ لَهُ فِي أَثَرِهِ فَلْيَصِلْ رَحِمَهُ

Man ahabba ayyubsatha lahhu fii rizqihhi wa yunsa alahu fii atsarihi falyashil rahimahhu

Artinya:

“Barang siapa yang ingin dilapangkan rezekinya dan diakhirkan ajalnya (dipanjangkan umurnya) maka bersilaturrahimlah” (HR. Bukhari Muslim).

Silaturahmi dan Keutamaannya Dalam Al-Quran

Keutamaan bersilaturahmi atau menyambung tali persaudaraan terdapat dalam banyak Alquran. Salah satunya adalah dalam Al-Quran Surah ar-Rad ayat 21 yang menjelaskan bahwa orang-orang yang gemar bersilaturahmi termasuk dalam golongan Ulul Albab.

Dalam Al-Quran Surah Muhammad ayat 22-23 juga dijelaskan akibat dari memutus tali persaudaraan bagi umat Islam. Berikut bunyi firman Allah Swt. dalam ayat-ayat tersebut:

(22) فَهَلْ عَسَيْتُمْ إِن تَوَلَّيْتُمْ أَن تُفْسِدُوا۟ فِى ٱلْأَرْضِ وَتُقَطِّعُوٓا۟ أَرْحَامَكُمْ

(23) أُو۟لَٰٓئِكَ ٱلَّذِينَ لَعَنَهُمُ ٱللَّهُ فَأَصَمَّهُمْ وَأَعْمَىٰٓ أَبْصَٰرَهُمْ

Fa hal ‘asaitum in tawallaitum an tufsidụ fil-arḍi wa tuqaṭṭi’ū ar-ḥāmakum

Ulā`ikallażīna la’anahumullāhu fa aṣammahum wa a’mā abṣārahum

Artinya:

Maka apakah kiranya jika kamu berkuasa kamu akan membuat kerusakan di muka bumi dan memutuskan hubungan kekeluargaan?

Mereka itulah orang-orang yang dilaknati Allah dan ditulikan-Nya telinga mereka dan dibutakan-Nya penglihatan mereka.

Hadits tentang Silaturahmi dan Keutamaannya

Selain dalam ayat-ayal Alquran, dalil tentang anjuran dan keutamaan bersilaturahmi juga banyak terekam dalam hadis.

Bahkan dalam salah satu hadis riwayat Baihaqi, dijelaskan dahsyatnya hukuman bagi orang-orang yang memutus tali persaudaraan.

Dalam hadis tersebut disebutkan bahwa dosa pemutus tali persaudaraan akan dipercepat hukumannya baik di dunia maupun di akhirat.

Dalil silaturahmi juga tertulis dalam hadis riwayat Abu Syekh dari Durrah binti Abi Lahab, yang bertanya kepada Rasulullah siapa manusia yang terbaik itu.

Saat ini, Nabi Muhammad saw. pun menjawab bahwa manusia terbaik adalah orang-orang yang bertakwa kepada Allah Swt., terbanyak mengajak pada kebaikan serta mencegah kemungkaran, dan mereka yang paling banyak bersilaturahmi.

Oleh karena itu, meskipun terkadang terjadi perselisihan antar keluarga atau sesama teman, selalu ingatlah bahwa hal tersebut merupakan sesuatu yang wajar.

Mungkin ada saat tali persaudaraan tersebut terasa merenggang dan hal tersebut masih bisa dianggap wajar selama tidak berlarut-larut dan mengakibatkan putusnya hubungan.

Sebab, Rasulullah saw. telah mengingatkan kita semua untuk tidak memelihara kebekuan tali persaudaraan hingga melebihi tiga hari.

Sebaiknya, sebelum kebekuan tersebut menjadi berlarut-larut, hendaknya kita saling memulai salam dan kembali merekatkan tali persaudaraan yang sempat beku tersebut.

Hikmah Silaturahmi Bagi Umat Manusia

Dalam kesempatan mengisi acara Halal Bihalal Keluarga Besar PNS Kabupaten Brebes, K.H. Syekh Sholeh Basamalah juga menekankan pentingnya bersilaturahmi bagi umat manusia.

Menurutnya dosa antara manusia dengan Tuhan-nya jauh lebih ringan jika dibandingkan dengan dosa sesama umat manusia.

Sebab, jalan menuju ampunan Allah Swt. ada banyak, termasuk dengan cara melakukan taubat yang sungguh-sungguh. Namun, dosa dengan sesama manusia cenderung lebih sulit ditebus.

Syekh Sholeh menjelaskan bahwa umumnya perbuatan dosa antar manusia terjadi karena mulut. Menurutnya, mulut seringkali menjadi biang dosa, seperti saat mengumpat, berbohong, membicarakan keburukan orang lain, memfitnah, dan mengadu domba.

Meskipun demikian, lisan juga dapat menjadi pengantar manusia ke jalan kebaikan, yaitu saat lisan tersebut dijaga dan dikendalikan dengan baik.

Terkait hikmah silaturahmi, Syekh Sholeh menjelaskan bahwa setidaknya ada sepuluh langkah terpuji dari perbuatan tersebut. Berikut Hasana.id paparkan selengkapnya:

Mendapatkan Rida Allah Swt.

Karena merupakan salah satu perbuatan terpuji, bersilaturahmi juga akan membuat kamu mendapatkan rida-Nya.

Sebagaimana tertulis dalam Al-Quran, firman Allah Swt. di Surah an-Nahl ayat 90 yang berbunyi:

إِنَّ ٱللَّهَ يَأْمُرُ بِٱلْعَدْلِ وَٱلْإِحْسَٰنِ وَإِيتَآئِ ذِى ٱلْقُرْبَىٰ وَيَنْهَىٰ عَنِ ٱلْفَحْشَآءِ وَٱلْمُنكَرِ وَٱلْبَغْىِ ۚ يَعِظُكُمْ لَعَلَّكُمْ تَذَكَّرُونَ

Innallāha ya`muru bil-‘adli wal-iḥsāni wa ītā`i żil-qurbā wa yan-hā ‘anil-faḥsyā`i wal-mungkari wal-bagyi ya’iẓukum la’allakum tażakkarụn

Artinya:

Sesungguhnya Allah menyuruh (kamu) berlaku adil dan berbuat kebajikan, memberi kepada kaum kerabat, dan Allah melarang dari perbuatan keji, kemungkaran dan permusuhan. Dia memberi pengajaran kepadamu agar kamu dapat mengambil pelajaran.

Ayat tersebut jelas menyatakan bahwa Allah Swt. memberikan perintah untuk hamba-Nya agar selalu berbuat baik.

Salah satunya adalah dengan bersilaturahmi yang dalam hal ini bisa diwujudkan dengan memberi sesuatu kepada orang-orang yang masih mempunyai hubungan kekerabatan.

Menggembirakan malaikat dan sanak saudara

Dengan bersilaturahmi, kamu juga telah menggembirakan para malaikat. Sebab, Syekh Soleh menjelaskan, para malaikat akan senang jika ada umat Islam yang bersilaturahmi.

Sanak saudara juga akan gembira jika kamu bersilaturahmi, dan sebaik-baiknya amalan adalah membuat orang mukmin bergembira.

Hal ini selaras dengan riwayat yang tertulis dalam kitab Al ‘Athiyyatul Haniyyah yang berbunyi:

رُوِيَ، مَنْ اَدْخَلَ عَلَى مُؤْمِنٍ سُرُوْرًا، خَلَقَ اللهُ مِنْ ذَلِكَ السُرُوْرِ سَبْعِيْنَ اَلْفَ مَلَكٍ، يَسْتَغْفِرُوْنَ لَهُ اِلَى يَوْمِ الْقِيَامَةِ

Ruwiya man adkhala ‘ala mu’minin suruuraan khalaqallahu mindzalika sururi sab’iyna alfamalakin yastaghfiruuna lahu ilayaumil qiyamati

Artinya:

“Barang siapa yang membahagiakan orang mukmin lain, Allah Ta’ala menciptakan 70.000 malaikat yang ditugaskan memintakan ampunan baginya sampai hari kiamat sebab ia telah membahagiakan orang lain.

Mendapatkan kebaikan dan hikmah lainnya

Di antara hikmah bersilaturahmi adalah kamu akan mendapatkan pujian baik dari seorang Muslim. Sedangkan iblis akan sulit untuk menggoda jika kamu bersilaturahmi.

Selain itu, ternyata silaturahmi bisa membuat bahagia orang-orang yang telah meninggal. Perbuatan baik ini juga bisa menambah eratnya tali persaudaraan.

Kemudian, bersilaturahmi juga dapat menambah pahala kita setelah meninggal. Sebab, sanak saudara akan senantiasa mendoakan setelah kita tak ada lagi di dunia.

Orang-orang akan mengingat jasa-jasa kita karena telah bersilaturahmi, sehingga mereka akan mengirimkan doa-doa sebagai orang yang mengenal kita.

Yang tak kalah penting, bersilaturahmi juga akan menambah berkah, rezeki, dan umur bagi orang-orang yang menegakkannya.

Waktu Yang Tepat untuk Menyambung Tali Silaturahmi

Lebaran selalu menjadi momen yang paling tepat untuk bersilaturahmi karena di hari-hari lain kita mungkin disibukkan dengan berbagai urusan lainnya.

Selain itu, semangat kembali ke fithri saat lebaran juga mendorong kaum Muslim untuk mengembalikan jiwanya pada kesucian.

Akan tetapi, perlu kita sadari bahwa momen Idul Fitri bukan satu-satunya waktu yang tepat untuk bersilaturahmi.

Karena batas usia manusia hanya Allah Swt. yang tahu, kamu tidak perlu menunggu berbulan-bulan hingga datang hari Idul Fitri untuk bersilaturahmi dengan seseorang.

Tentu kamu akan merugi jika masih menyimpan dosa dan kesalahan kepada orang lain saat nyawa tak lagi dikandung badan.

Tata Cara Menyambung Tali Silaturahmi

Dalam Asna al-Mathalib, Syekh Zakaria al-Anshari menjelaskan tata cara menyambung tali kekerabatan yang ternyata ada berbagai macam.

Silaturahmi dijelaskannya dapat dilakukan dalam berbagai cara, seperti mengunjungi rumah saudara, memberi harta pada saudara, saling berkirim salam, saling berkirim surat, dan menuruti keinginan kerabat.

Syekh Zakaria al-Anshari dalam al-Gharar al-Baniyah juga menambahkan bahwa perbuatan-perbuatan lain yang dapat mendorong keharmonisan suatu hubungan kekerabatan juga termasuk dalam langkah-langkah untuk menjaga tali silaturahmi.

Penjelasan di atas menegaskan bahwa menyambung tali silaturahmi adalah suatu perbuatan yang sangat dianjurkan oleh syara.

Sebaliknya, syara’ melarang kita untuk melakukan perbuatan yang dapat memutus tali silaturahmi terhadap keluarga atau kerabat. Bahkan tindakan tersebut masuk ke dalam kategori dosa besar.

Yang menjadi pertanyaan sekarang adalah kapan seorang Muslim dinilai telah memutus tali silaturahmi dengan kerabatnya?

Kapan Seorang Muslim Dianggap Telah Memutus Tali Silaturahmi?

Para ulama mempunyai pendapat yang berbeda-beda terkait batasan seseorang dianggap telah memutus tali silaturahmi.

Imam Ibnu Hajar al-Haitami mempunyai pandangan menarik mengenai hal ini, yaitu putusnya tali silaturahmi adalah saat kebiasaan baik yang biasa dilakukan dengan kerabat terputus tanpa adanya uzur halangan yang dapat dianggap maklum.

Misalnya, kamu memiliki kebiasaan bersilaturahmi dengan mengunjungi beberapa kerabat di waktu lebaran. Jika suatu ketika kamu menghentikan hal tersebut sampai ke tahun-tahun berikutnya, maka perbuatan ini termasuk memutus tali silaturahmi.

Dalam Is’ad ar-Rafiq, Habib Abdullah bin Husain bin Thahir Ba’lawi mengemukakan pendapatnya mengenai perbedaan pandangan di kalangan para ulama tersebut:

(و) ومنها (قطيعة الرحم) واختلف في المراد بها فقيل ينبغي ان تخص بالإساءة وقيل لا بل ينبغي ان تتعدى الى ترك الإحسان اذ الاحاديث آمرة بالصلة ناهية عن القطيعة. ولا واسطة بينهما والصلة ايصال نوع من انواع الاحسان والقطيعة ضدها فهي ترك الاحسان ، واستوجه في الزواجر ان المراد بها قطع ما ألفه القريب من سابق لغير عذر شرعي لأن قطعه يؤدي الى ايحاش القلوب وتنفيرها – ولا فرق بين كون الاحسان الذي الفه مالا او مراسلة او مكاتبة او زيارة او غير ذلك. فان قطع ذلك كله بعد فعله لغير عذر كبيرة

Artinya:

“Sebagian dari maksiat adalah memutus tali silaturahim. Para ulama berbeda pendapat mengenai makna yang dikehendaki dari ‘memutus tali silaturahim’ ini. Menurut sebagian pendapat, memutus tali silaturahim sebaiknya dikhususkan pada bentuk perbuatan buruk pada kerabat. Pendapat lain menyangkal pandangan tersebut, sebaiknya memutus tali silaturahim bertumpu pada tidak berbuat baik (pada kerabat), sebab dalam beberapa hadits menganjurkan untuk menyambung tali silaturahim dan melarang memutus tali silaturahim, dan tidak ada perantara makna di antara keduanya. Menyambung tali silaturahim berarti menyambungkan suatu kebaikan, sedangkan memutus tali silaturahim adalah kebalikannya, yakni tidak melakukan kebaikan.

Imam Ibnu Hajar al-Haitami dalam kitab az-Zawajir berpandangan bahwa yang dimaksud dengan memutus tali silaturahim adalah memutus kebiasaan kerabat tanpa adanya uzur syar’i, sebab memutus hal tersebut akan mendatangkan pada kegersahan hati dan terasingnya hati. Tidak ada perbedaan apakah kebaikan yang dibiasakan itu berupa (pemberian) harta, saling menitip salam, berkirim surat, berkunjung, atau hal yang lainnya. Sesungguhnya memutus segala hal di atas—tanpa adanya uzur—setelah terbiasa melakukannya tergolong dosa besar” (Habib Abdullah bin Husain bin Thahir Ba’lawi, Is’ad ar-Rafiq, juz 2, hal. 117).

Dari uraian di atas, kita dapat menyimpulkan bahwa memutus tali silaturahmi merupakan suatu hal yang terlarang.

Perbuatan ini dianggap sebagai perbuatan buruk kepada sanak saudara karena dapat menyakiti mereka.

Ulama lain berpendapat bahwa tidak berlaku baik pada kerabat termasuk ke dalam perbuatan yang memutus tali silaturahmi.

Ada juga yang tidak memihak dengan beranggapan bahwa putusnya tali silaturahmi adalah saat tidak lagi melakukan perbuatan baik kepada kerabat seperti biasanya dilakukan.

Meskipun terdapat perbedaan pendapat seperti di atas, sebaiknya kita tetap berusaha sebisa mungkin untuk selalu menjaga hubungan baik dengan para kerabat.

Minimal dengan cara menjunjung tradisi baik yang telah terjalin, seperti saling berkunjung saat Idul Fitri.

Apakah Bersilaturahmi Secara Online Sudah Cukup?

Jika kamu menggunakan penjelasan dari Syekh Zakaria al-Anshari tentang tata cara menyambung tali persaudaraan di atas sebagai dasar, maka dapat disimpulkan bahwa bersilaturahmi secara online pun sudah cukup.

Dengan kata lain, saling berkirim salam melalui pesan singkat atau media sosial juga sudah memenuhi syarat untuk disebut sebagai kegiatan bersilaturahmi.

Pandangan yang sama juga disampaikan oleh Syekh Zainudin al-Malibari dalam I’anat at-Thalibin dan Syekh Muhammad Ramli dalam Syarh al-Minhaj .

Akan tetapi, silaturahmi melalui media sosial tidak lah sesempurna saat kamu berjumpa secara fisik dengan keluarga dan kerabat. Sebab, ada satu hal yang hilang, yaitu berjabat tangan.

Dalam hadis riwayat Abu Dawud, Nabi Muhammad saw. bersabda terkait hal ini:

مَا مِنْ مُسْلِمَيْنِ يَلْتَقِيَانِ، فَيَتَصَافَحَانِ إِلَّا غُفِرَ لَهُمَا قَبْلَ أَنْ يَفْتَرِقَا

Maa min muslimayni yaltaqiyani fayatashafahani illa ghufiral huma qabla ayyaftariq

Artinya:

“Tidaklah dua orang muslim bertemu lalu saling bersalaman, kecuali keduanya diampuni dosanya sebelum keduanya berpisah,”

Apabila kamu bersilaturahmi melalui media sosial, pengampunan besar yang bisa didapat dari saling bersalaman dengan umat Muslim lainnya pun akan tiada.

Meskipun demikian, media online tetap cukup untuk mengikuti anjuran bersilaturahmi bagi sesama Muslim.

Bagaimana Etika Dalam Bersilaturahmi?

Sebagaimana dijelaskan sebelumnya, salah satu contoh silaturahmi adalah dengan berkunjung atau bertamu ke rumah sanak saudara atau teman.

Agar kegiatan bersilaturahmi tersebut mendapatkan hasil yang maksimal, hendaknya kamu menjaga adab atau etika dalam mengunjungi rumah seseorang.

Sebagaimana tertulis dalam Hasyiyah al-Jamal oleh Syekh Sulaiman al-Jamal, di antara adab bertamu adalah tidak beranjak keluar apabila belum diizinkan oleh tuan rumah dan tidak memandangi ruangan tempat makanan keluar.

Selain itu, dianjurkan juga untuk menyantap makanan yang telah dihidangkan dan tidak menolak saat dipersilakan duduk di mana pun.

Jenis-Jenis Silaturahmi Menurut Para Ulama

Menurut KH Taufiqurrahman Muchid, menyambung tali persaudaraan terdiri dari dua macam, yaitu yang bersifat umum dan yang bersifat khusus.

Bersilaturahmi dikatakan bersifat umum jika kedua belah pihak tidak mempunyai hubungan kekerabatan.

Contohnya, saat seorang santri bersilaturahmi kepada gurunya yang tidak punya hubungan darah. Selain itu, silaturahminya seseorang kepada temannya juga termasuk ke dalam yang umum.

Ia menambahkan bahwa silaturahmi umum tidak termasuk ke dalam apa yang ada dalam hadis qothi’urrahimi la yadhulul jannah, yaitu penjelasan bahwa memutus tali silaturahmi dapat menghalangi seseorang masuk surga.

Dalam hal ini, misalkan ada dua orang yang saling mengenal tetapi tidak mempunyai hubungan darah, artinya mereka bukan yang dimaksud oleh hadis ini apabila mereka tak lagi saling bersilaturahmi.

Sedangkan yang bersifat khusus adalah bersilaturahmi kepada orang-orang masih mempunyai hubungan darah atau ikatan saudara. Inilah bentuk menyambung tali persaudaraan yang dimaksud dalam hadis tersebut.

Jenis silaturahmi yang wajib dijaga oleh umat Islam

Dalam kitabnya yang berjudul at-Tibyan fi Nahyi ‘an Muqatha’atil Arham wal Aqarib wal Ikhwan dalam Irsyadus Sari, Hadratussyekh Muhammad Hasyim Asy’ari mengutip hadis berikut ini:

قَالَ اللهُ عَزَّ وَجَلَّ : أَنَا الرَّحْمَنُ ، خَلَقْتُ الرَّحِمَ ، وَشَقَقْتُ لَهَا اسْمًا مِنَ اسْمِي ، فَمَنْ وَصَلَهَا وَصَلْتُهُ ، وَمَنْ قَطَعَهَا قَطَعْتُهُ

Qalallahu ‘azza wa jalla narrahmanu khalaqturrahim wasyaqaqtu lahas mamminasmi faman washalaha wa shaltuhu wamanqathat’aha qatha’tuhu

Artinya:

Allah ‘azza wajalla berfirman, “Akulah Sang Rahman. Aku menciptakan rahim dan Aku pula yang mengambilkannya dari nama-Ku. Barangsiapa menyambung rahim (tali kekeluargaan) maka Aku tersambung dengannya, dan barangsiapa memutusnya Aku pun terputus darinya. (HR. Ahmad, Tirmidzi, Abu Dawud)

Menurut Hadratussyekh, menjaga tali keluarga dengan orang-orang tergolong mahram, seperti saudara kandung, ibu dan ayah, kakek dan nenek, serta mereka yang masih mempunyai hubungan darah termasuk paman dan bibi adalah wajib.

Akan tetapi, jika dilihat dari konteks yang lebih luas, bersilaturahmi bisa diartikan sebagai hubungan kekeluargaan universal antara manusia satu dengan lainnya.

Sebab, manusia yang ada di bumi ini mempunyai leluhur yang sama, dialah Adam ‘alaihissalam. Oleh karena itu, sudah sepantasnya sebagai sesama manusia untuk selalu menjaga hubungan baik dan saling mengasihi satu sama lain.

Meskipun dalam kehidupan terkadang ada hal yang tidak mengenakkan, termasuk kaitannya dengan kekeluargaan sekalipun.

Akan tetapi, jika situasi seperti ini terjadi, kamu sebaiknya berpikir jernih terlebih dahulu dan tidak gegabah dengan memutuskan untuk memotong tali kekeluargaan.

Sehingga, kamu tidak akan berada dalam tahap merusak aturan agama yang menjunjung tinggi kegiatan bersilaturahmi.

Kata Penutup

Besilaturahmi dapat menjadi upaya menjauhkan diri dari berbagai kesalahan yang mungkin secara sadar atau tidak sadar terjadi antara kamu dan orang lain.

Selain itu, kamu juga bisa mendapatkan hikmah lainnya dengan bersilaturahmi ke sanak saudara, teman, dan sesama umat Islam.

Apalagi berkunjung ke rumah kerabat bukan hanya satu-satunya cara mewujudkan perbuatan baik ini. Kamu juga bisa menyambung tali kasih dengan memberi hadiah kepada kaum kerabat, memberi bantuan saat mereka ada hajat, atau bahkan sekadar berkirim salam.

Oleh karena itu, jangan sekali-kali kamu mencoba untuk memutus tali silaturahmi dan selalu upayakan untuk bersilaturahmi dari waktu ke waktu. Wallahu’alam.

Referensi:

https://islam.nu.or.id/post/read/79244/makna-silaturrahim-dalam-sabda-nabi-muhammad

https://islam.nu.or.id/post/read/107322/silaturahim-via-online-cukupkah

https://www.nu.or.id/post/read/53673/inilah-dua-jenis-silaturahim

https://islam.nu.or.id/post/read/58274/fadhilah-membahagiakan-orang-lain

https://www.nu.or.id/post/read/69744/inilah-sepuluh-hikmah-silaturahim

https://islam.nu.or.id/post/read/85857/larangan-memutus-hubungan-kekeluargaan-dalam-islam

https://islam.nu.or.id/post/read/107328/adab-adab-dalam-bertamu

https://www.nu.or.id/post/read/24690/dahsyatnya-silaturahim

https://islam.nu.or.id/post/read/110774/kapan-seseorang-disebut-memutus-tali-silaturahim