Makna Mendalam dari Lailahailallah dan Keistimewaannya Bagi Umat Muslim

Lafal Lailahailallah tentu sangat familiar di kehidupan kita sehari-hari, mengingat bacaan zikir ini sering menjadi amalan selepas salat fardhu.

Mungkin kamu sudah terbiasa juga dengan amalan salah satu zikir yang paling utama ini. Namun, tahukah kamu apa makna dari lafal tersebut dan seperti apa keutamaannya?

Di bawah ini, Hasana.id telah merangkum ulasan lengkap mengenai lafal zikir tersebut dan keutamaannya bagi umat Islam. Langsung saja, yuk, simak!

Makna dan Arti Laillahailallah

Secara umum, arti lafal tersebut adalah pernyataan keesaan Allah Swt. sebagai Tuhan bagi alam semesta. Akan tetapi, ada makna mendalam yang bahkan sering menjadi bahan diskusi para ulama mengenai penafsiran dari kalimat tauhid tersebut.

Dalam Al-Quran sendiri, kamu bisa menemukan penjelasan mengenai makna keesaan Allah Swt. dalam Surah al-Hajj ayat 62 yang berbunyi:

ذَٰلِكَ بِأَنَّ ٱللَّهَ هُوَ ٱلْحَقُّ وَأَنَّ مَا يَدْعُونَ مِن دُونِهِۦ هُوَ ٱلْبَٰطِلُ وَأَنَّ ٱللَّهَ هُوَ ٱلْعَلِىُّ ٱلْكَبِيرُ

żaalika bi`annallaaha huwal-ḥaqqu wa anna maa yad’ụna min dụnihii huwal-baaṭilu wa annallaaha huwal-‘aliyyul-kabiir

Artinya:

Kuasa Allah) yang demikian itu, adalah karena sesungguhnya Allah, Dialah (Tuhan) Yang Haq dan sesungguhnya apa saja yang mereka seru selain dari Allah, itulah yang batil, dan sesungguhnya Allah, Dialah Yang Maha Tinggi lagi Maha Besar.

Meskipun demikian, tak jarang kalimat tauhid tersebut dimaknai oleh masyarakat seperti “tidak ada wujud yang haqiqi selain Allah” dan “tidak ada penguasa abadi selain Allah”.

Sebagian yang lain juga memaknai kalimat tauhid tersebut seperti ini “tidak ada pengatur alam semesta selain Allah” dan “tidak ada yang berkuasa selain Allah.

Lalu yang menjadi pertanyaan adalah mana dari makna-makan tersebut yang benar dan sesuai?

Tentu kita semua tidak ada yang salah dari kalimat-kalimat tersebut. Akan tetapi, jika hal tersebut diyakini sebagai makna Lailahailallah, tentu merupakan suatu kesalahan.

Untuk memaknainya dengan benar, kamu bisa menyimak penjelasan para ulama yang akan Hasana.id bahas di bawah ini.

Lâ ma‘bûda bihaqqin illallâh

Sebagaimana dijelaskan oleh Syekh Muhammad ‘Abdul Qadir Khalil dalam ‘Aqidah al-Tauhid fi Al-Qur’an al-Karim, para ulama tauhid telah sepakat bahwa makna kalimat tauhid tersebut bukan lah “Lâ ma‘bûda illallâh” yang artinya tiada Tuhan yang disembah selain Allah Swt.

Melainkan, “Lâ ma‘bûda bihaqqin illallâh”, yaitu tiada Tuhan yang disembah dengan hak kecuali Allah Swt.

Syekh Muhammad ‘Abdul menambahkan apabila makna yang digunakan adalah yang pertama maka kenyataannya tidak lah demikian.

Sebab, makna Lailahailallah yang pertama seakan mengasumsikan bahwa ada tuhan-tuhan lain di luar sana selain Allah Swt. yang disembah. Padahal satu-satunya Tuhan yang berhak disembah dengan sungguh-sungguh hanya lah Allah semasa.

Oleh karena itu, perlu dipastikan bahwa makna kalimat tauhid tersebut adalah tiada Tuhan yang hak kecuali Allah Ta’ala.

Di sisi lain, Syekh Muhammad ‘Abdul juga menjelaskan bahwa kalimat tersebut secara retorika memiliki gaya bahasa baik itsbat dan qashr nafyi.

Artinya, kalimat Lailahailallah menggunakan gaya bahasa yang membatasi makna dengan penerapan negasi pada salah satu dan menetapkan lainnya.

Dalam hal ini, yang dinegasikan adalah kalimat La ilaha dan yang ditetapkan adalah kalimat illallah. Dengan begitu kalimat tersebut menegaskan keesaan Allah Ta’ala.

Jika yang diterapkan hanya gaya bahasa itsbat atau penetapan, maka pengertiannya tidak akan membatasi keterlibatan tuhan lain.

Sedangkan jika nafyi saya yang dipakai, kalimat tersebut maknanya akan ternafsikan semuanya.

Misalnya, jika kalimat tauhid hanya allahu ilahun yang artinya adalah Allah itu Tuhan, maka kita belum bertauhid saat mengucapkannya.

Alasannya adalah karena kelemahan kalimat tersebut dan tidak adanya yang menegasikan kemungkinan tuhan-tuhan lainnya.

Padahal, sebagaimana firman Allah Swt. dalam Al-Quran Surah al-Baqarah ayat 163, Dia adalah Tuhan Yang Maha Esa:

وَإِلَٰهُكُمْ إِلَٰهٌ وَٰحِدٌ ۖ لَّآ إِلَٰهَ إِلَّا هُوَ ٱلرَّحْمَٰنُ ٱلرَّحِيمُ

Wa ilaahukum ilāhuw waaḥid, laa ilaaha illaa huwar-raḥmaanur-raḥiim

Artinya:

Dan Tuhanmu adalah Tuhan Yang Maha Esa; tidak ada Tuhan melainkan Dia Yang Maha Pemurah lagi Maha Penyayang.

Lâ masyhûda bihaqqin illallâh

Selain memiliki makna Lâ ma‘bûda bihaqqin illallâh, Lailahailallah juga mempunyai makna lain, yaitu Lâ masyhûda bihaqqin illallâh yang dalam Bahasa Indonesia berarti tiada Tuhan yang berhak disembah selain Allah.

Makna yang satu ini juga ditegaskan dalam kutipan Al-Quran Surah al-Fatihah, yaitu Iyyaka na’budu yang artinya Hanya kepada Engkau kami menyembah.

Sama dengan sebelumnya, gaya bahasa yang dipakai di sini juga qashr. Yang membedakan hanya kalimat tersebut tidak secara khusus sama-sama menggunakan itsbat dan qashr nafyi, melainkan qashr taqdim ma haqquhu al-ta’khir.

Gaya bahasa tersebut mendahulukan bagian kalimat yang umumnya digunakan di akhir. Jika tidak menggunakan gaya bahasa qashr, kalimat Iyyaka na’budu akan berbunyi Na’buduka saja, yaitu ‘Kamu menyembah Engkau’.

Jadi, dalam hal ini, laihailallah dapat dimaknai bahwa tidak ada yang terpikir oleh kita saat beribadah kecuali Allah Ta’ala dan tidak ada pula yang bisa menghalangi kita untuk beribadah kepada-Nya.

Lâ maujûda bihaqqin illallâh

Selain dua makna di atas, kalimat tauhid yang sedang kita bahas juga dapat dimaknai Lâ maujûda bihaqqin illallâh, yaitu tiada yang disaksikan dengan hak selain Allah.

Artinya, semua hal yang dilihat dan disaksikan adalah semata-mata karena wujud dan kebesaran Allah Swt.

Tidak ada yang disaksikan kecuali kehendak, rencana, hikmah, dan kekuasaan-Nya semata. Tidak ada pula hal buruk yang ada di sisi Allah Swt.

Disebutkan oleh Syekh Abu Al-Hasan Nuruddin dalam al-Radd ‘ala al-Qa’ilin bin Wahdatil Wujud bahwa seseorang yang sudah memaknai kalimat tersebut sampai ke batas ini hanya akan melihat Allah sebagai Zat yang ada di depannya, tak ada lainnya.

Itu lah yang juga terjadi pada al-Hallaj saat menyatakan “Ana al-haqq.”

Lebih lanjut Syekh Abu Al-Hasan menyimpulkan makna kalimat Lailahailallah, yaitu bahwa La ma’buda merupakan makna syariat, La masyhuda merupakan makna hakikat, sedangkan La maujuda merupakan makna terdekat.

Makna-makna turunannya

Ketiga makna utama yang sudah disebutkan di atas juga memiliki beberapa turunan, seperti La mahbûba bihaqqin illallâh yang artinya tiada yang dicintai dengan hak selain Allah dan Lâ maqdûra bihaqqin illallâh, yaitu tiada yang dikuasakan dengan hak selain Allah.

Lailahailallah artinya juga bisa dimaknai sebagai Lâ maqshûda bihaqqin illallâh, yaitu tiada yang dituju dengan hak selain Allah, Lâ mas’ûla bihaqqin illallâh yang berarti tiada yang diminta dengan hak selain Allah, dan seterusnya.

Bahkan, untuk mendukung pengertian-pengertian di atas, Syekh Abdurrahman ibn Muhammad menjelaskan bahwa para ulama juga mempersyaratkan setidaknya delapan hal, salah satunya adalah mempunyai pengetahuan untuk menafikan kebodohan.

Syarat lainnya adalah mempunyai kepatuhan untuk menafikan ketidaktaatan, mempunyai keyakinan untuk menafikan keraguan, mempunyai kekufuran pada hal-hal lain selain Allah Swt., dan mempunyai keikhlasan untuk menafikan kesyirikan.

Selain itu, dipersyaratkan juga untuk mempunyai penerimaan untuk menafikan penolakan, mempunyai kecintaan untuk menafikan kebencian, dan yang terakhir mempunyai kejujuran untuk menafikan kemunafikan.

Keutamaan Membaca Lailahailallah

Dalam sebuah riwayat, Nabi Muhammad saw. pernah berpesan kepada Sayyidina Ali Karramallahu Wajahah mengenai zikir khusus yang dapat mendekatkan umat Muslim kepada Allah Swt. dan yang lebih berat dari dunia seisinya.

Saat itu, Rasulullah menjelaskan bahwa bacaan yang paling utama adalah “laillahailallah”. Lafal tersebut lah yang selalu beliau ucapkan dan begitu juga dengan nabi serta rasul sebelumnya.

Penjelasan tersebut kemudian diturunkan oleh Sayyidina Ali kepada para sahabat-sahabat, tabi’in dan tabi’ut tabi’in sampai sekarang diketahui oleh seluruh umat Islam.

Hal ini juga lah yang mempertegas keutamaan membaca lafal tersebut dan mengamalkannya sebagai bagian dari zikir sehari-hari.

Dihapusnya 4000 Macam Dosa Besar

Bacaan zikir ini dianjurkan bagi Nabi Muhammad saw. bukan tanpa alasan. Dalam salah satu hadis yang diriwayatkan oleh sahabat Anas disebutkan bahwa membaca kalimat tauhid dapat menghapus berbagai macam dosa besar. Berikut bunyi potongan hadis tersebut:

مَنْ قَالَ لا إِلَهَ إِلا اللَّهُ وَمَدَّهَا هُدِمَتْ لَهُ أَرْبَعَةُ آلافِ ذَنْبٍ مِنَ الْكَبَائِرِ

Manqala ilahailallahu wamadda hha hhudimat lamu arba’atu aafidzanbin minalkaba iru

Artinya:

Sesungguhnya barang siapa membaca kalimat Tauhid لآ إِلَهَ إِلاَّ اللهُ dan memanjangkannya, maka baginya akan dihapus empat ribu macam dosa besar

Saat mendengar mengenai hal tersebut, para sahabat pun bertanya kepada Nabi Muhammad saw. bagaimana jika seseorang yang mengamalkan hal tersebut tidak mempunyai satu pun dosa besar.

Menanggapi hal tersebut, Rasulullah menjelaskan bahwa dosa keluarga dan orang-orang terdekatnya lah yang akan dihapus jika kasusnya demikian.

Kunci Kebahagiaan di Akhirat

Membaca zikir Lailahailallah ternyata bukan hanya dianjurkan oleh Nabi Muhammad saw. saja. Nabi-nabi sebelum Rasulullah juga menganjurkan hal yang sama, seperti diriwayatkan dari Wahab bin Manbah, berikut ini:

عن وهب بن منبه رضي الله عنه قال قرأت في آخر زبور داود عليه الصلاة والسلام ثلاثين سطرا يا داود هل تدرى أي المؤمنين أحب إلى أن أطيل حياته الذي إذا قال لا إله إلا الله اقشعر جلده وإني أكره لذلك الموت كما تكره الوالدة لولدها ولابد له منه انى أريد ان أسره في دار سوى هذه الدار فان نعيمها بلاء ورخاءها شدة فيها عدولا يألوهم خبالا يجرى منهم مجرى الدم من أجل ذلك عجلت أوليائي إلى الجنة لولا ذلك لما مات أدم عليه السلام وولده حتى ينفخ

Artinya:

Diriwayatkan dari Wahab bin Manbah bahwa dia pernah berkata “aku telah membaca tiga puluh baris terakhir dari kitab zaburnya Nabi Daud as. (di dalamnya diterangkan) Allah berfirman kepada Nabi Daud “apakah kau tahu orang mukmin yang paling aku inginkan untuk ku panjangkan umurnya?” Nabi Dawud menjawab “tidak tahu”. Kemudian Allah menjelaskan “yaitu orang mu’min yang jika membaca kalimat tauhid akan merinding bulu-bulanya. Dan aku sangat membenci (tidak ingnkan) orang mu’min seperti itu lekas mati, seperti orang tua yang tidak rela anaknya mati. Sesungguhnya aku ingin sekali menyenangkannya di rumah yang bukan rumah ini (fana = dunia). Karena kenikmatan di dunia ini merupakan cobaan, dan kemewahan-kemewahan itu hanyalah kesengsaraan. Di samping itu di dunia banyak musuh yang mondar-mandir terus mengalir menyelebunginya seperti aliran darah yang mengajak pada kerusakan. Oleh karena itu aku segerakan mereka para kekasihku (mati lalu) masuk ke surgaku. Andaikata tidak demikian, niscaya tidak akan mati Nabi adam dan anak cucunya hingga ditiupnya sangka kala. Demikianlah posisi pentingnya kalimat tauhid لآ إِلَهَ إِلاَّ اللهُ bagi seorang mu’min, ia tidak sekedar sebagai kalimat pengakuan keesaan Allah swt, akan tetapi juga sebagai kunci menuju kesuksesan hidup di akhirat nanti. Sebagaimana janji Allah yang dijelaskan kepada Nabi Dawud as. Karena itulah dikatakan مفتاح الجنة لآ إِلَهَ إِلاَّ اللهُ bahwa pintu surga adalah la ilaha illallah.

Kutipan hadis di atas menjelaskan bahwa bacaan tauhid tersebut juga mempunyai keutamaan sebagai kunci kebahagiaan dan kesuksesan di akhirat.

Bagi orang-orang yang membaca kalimat tauhid dengan khusyuk, Allah Swt. akan menyelamatkannya dari kefanaan dunia yang penuh dengan musuh dan kerusakan.

Allah Swt. juga menjanjikan surga-Nya bagi orang-orang yang senantiasa mengucapkan kalimat tauhid tersebut dengan hatinya yang paling dalam.

Hal-hal di atas menegaskan betapa pentingnya kalimat tauhid Lailahailallah bagi umat Islam. Kalimat tersebut bukan hanya sebagai bentuk pengakuan kita sebagai manusia atas keesaan Allah Swt.

Akan tetapi, dengan membaca dan mengamalkan kalimat tersebut dalam zikir serta doa, kita juga telah membuka salah satu pintu menuju kesuksesan hidup di akhirat kelak.

Kesalahan dalam Memaknai Lailahailallah

Tak jarang kesalahan memahami kalimat tauhid tersebut menimbulkan konsekuensi yang serius. Jika kesalahan hanya ada di tataran wacana, masalahnya tentu tidak begitu berat.

Akan tetapi, yang sering terjadi adalah orang-orang menggunakan kesalahpahaman atas kalimat tauhid tersebut sebagai pembenar untuk melakukan perbuatan-perbuatan tercela.

Kasus-kasus semacam ini bahkan bukan hanya sering terjadi di masa Muslim modern seperti saat ini, tetapi juga di zaman para ulama-ulama besar terdahulu.

Mengucapkan Lailahailallah tapi Percaya Kemusyrikan

Ada kasus pelaku perdukunan dan klenik serta pemuja kubur yang bersikeras menolak bahwa perbuatan mereka adalah bagian dari kesyirikan. Sebab, mereka masih percaya bahwa Allah Swt. lah Yang Maha Kuasa.

Mereka meyakini bahwa selama mereka masih percaya bahwa Allah Ta’ala yang mengatur alam semesta, menciptakan kehidupan, dan mengatur rezeki umat-Nya, artinya mereka masih memegang Lailahailallah.

Kamu bisa membuktikan dengan cara mewawancarai orang-orang yang memuja kubur atau mereka yang menggunakan jasa perdukunan.

Orang-orang tersebut bisa jadi mempunyai KTP Muslim dan menganggap bahwa mereka juga masih seorang Muslim selama mereka masih mengucapkan kalimat tauhid dan mengakui keberadaan Allah Swt.

Padahal, mengucapkan kalimat tauhid tersebut tanpa pemahaman yang benar dan mengamalkannya tidak mempunyai pengaruh apa pun.

Sebab, kalimat tauhid bukan hanya untuk diucapkan secara lisan saja, tetapi juga tentang bagaimana kita mengamalkannya.

Jadi, yang perlu diingat adalah, hanya mereka yang memahami makna Lailahailallah dengan benar lah yang mendapatkan jaminan surga Allah Swt.

Hal ini juga dipertegas dalam hadis riwayat Muslim dari Utsman bin Affan ra. yang berbunyi:

مَنْ مَاتَ وَهُوَ يَعْلَمُ أَنَّهُ لاَ إِلَهَ إِلاَّ اللَّهُ دَخَلَ الْجَنَّةَ

Man maata wahhuwa ya’lahu annahu la ilaha illallahu dakhalal janah

Artinya:

“Barangsiapa yang meninggal dalam keadaan mengetahui bahwa sesungguhnya tiada sembahan yang berhak disembah kecuali Allah maka akan masuk Surga”. (HR. Muslim 145)

Mengucapkan Lailahailallah Tanpa Beramal Salih

Kesalahan ini juga patut disebut penyakit yang sering mendarah daging di masyarakat, yaitu membaca kalimat tauhid dijadikan alasan untuk tidak beramal.

Pemahaman yang salah tersebut biasanya dibarengi dengan tidak peduli dengan agamanya, tidak salat, dan tidak menunaikan puasa.

Apabila diingatkan tentang ibadahnya, orang-orang seperti ini biasanya akan beralasan yang penting mereka masih memiliki Lailahailallah.

Masalah seperti ini ternyata bukan hanya terjadi di masa sekarang saja, pada zaman ulama Tabiin Wahb bin Munabbih juga sudah ada pemahaman keliru semacam ini.

Bahkan ada yang pemahaman bahwa selama seseorang sudah mengucapkan kalimat tauhid tersebut, artinya ia sudah terjamin masuk surga meskipun tidak beramal.

Padahal tidak demikian adanya. Imam Wahb bin Munabih menanggapi pemahaman tersebut sebagaimana tertulis dalam hadis riwayat Bukhari berikut ini:

بلى ولكن ليس من مفتاح إلا له أسنان فإن أتيت بمفتاح له أسنان فتح لك وإلا لم يفتح

Artinya:

“Benar, laa ilaaha illallah adalah kunci surga. Namun bukankah setiap kunci harus punya gigi. Jika kamu membawa kunci yang ada giginya, dibukakan surga untukmu, jika tidak ada giginya, tidak dibukakan surga untukmu.” (HR. Bukhari secara Muallaq sebelum hadis no. 1237 dan disebutkan Abu Nuaim secara Maushul dalam al-Hilyah 4/66).

Poin pentingnya adalah jika kamu ingin zikir Lailahailallah diterima, maka kamu harus membarenginya dengan beramal salih.

Manfaat Bacaan Zikir Laillahailallah Muhammadarrasulullah

Selain membaca kalimat tauhid, tak jarang kita juga mendengar lantunan zikir tersebut diikuti dengan kalimat Muhammad Rasulullah.

Jika kalimat tauhid menyatakan keesaan Allah Swt. seperti yang telah dibahas di atas. Kalimat selanjutnya adalah penegasan bahwa Nabi Muhammad saw. adalah utusan-Nya.

Lalu, apa faedah atau manfaat dari zikir tersebut bagi umat Islam? Tujuan utamanya tentu untuk mendekatkan diri kita pada Allah Swt., tetapi adakah faedah yang dimiliki zikir ini?

Dalam kitab Syarah Ummul Barahin, Imam Abdullah Muhammad bin Yusuf as-Sanusy al-Asy’ary menjelaskan keutamaan-keutamaan meng-istiqamah-kan bacaan Lailahailallah Muhamadarrasulullah.

Faidah yang dimaksud dibagi menjadi dua kategori, yaitu kembali pada karomah dan kembali pada budi pekerti.

Keutamaan yang pertama, yaitu kembali pada karamah, masuk ke dalam kategori amr khariqul ‘adah atau perkara di luar kebiasaan. Berikut di antaranya:

  • Kemudahan dalam memperoleh barang atau uang yang dibutuhkan.
  • Adanya keberkahan dalam makanan yang dihidangkan. Misalnya, makanan sedikit pun bisa cukup untuk orang banyak. Contoh lainnya adalah yang terlihat pada para Waliyullah.
  • Terbukanya hakikat apa yang hendak dipakainya. Misalnya dalam hal makanan, kamu bisa mengerti mana yang haram dan halal dengan mudah karena memahami tanda-tanda yang ditemukan.

Sedangkan yang kedua, yaitu kembali pada budi pekerti, keutamannya terbagi menjadi delapan, seperti berikut:

  • Menumbuhkan sifat tawakal, yakni kepercayaan hati pada Allah Swt. sebagai Yang Maha Haq dan Maha Pemelihara. Seseorang yang senantiasa bertawakal kepada Allah akan memiliki jiwa yang tenang dan tidak bimbang saat menghadapi apa pun.
  • Tumbuhnya sifat zuhud pada diri, yaitu kosongnya hati dari mengandalkan sesuatu pada hal yang fana atau duniawi.
  • Mengembangkan sifat kaya dalam hati, artinya hati kita terselamatkan dari fitnah orang lain karena berbagai sebab.
  • Menumbuhkan sifat malu yang dapat membuat kita semakin mengagungkan Allah Swt. dan mengingat-Nya setiap saat. Sifat ini juga mencegah diri untuk mengadu pada makhluk lain dan hanya mengadu kepada-Nya.
  • Menimbulkan rasa syukur sehingga selalu memuji Allah Swt. dan melihat nikmat dalam berbagai hal, termasuk di sela-sela kesengsaraan.
  • Tumbuhnya sifat futuwah, yakni menjauhkan diri dari meminta makhluk lain untuk melakukan perbuatan baik kepada kita. Sebab, seluruh kebaikan bersumber dari Allah Swt.
  • Mengembangkan sifat fakir, yaitu memutuskan hati dari kebahagiaan saat memperoleh hal-hal yang bersifat duniawi.

Selain beberapa keutamaan dalam pembahasan sebelumnya, ada banyak keutamaan lainnya dari membaca zikir Lailahailallah Muhammadarrasulullah.

Cara Zikir Lailahaillallah yang Diajarkan Para Ulama

Terakhir, kamu bisa membaca zikir tauhid ini dengan cara yang diajarkan para ulama, yaitu dengan memanjangkan lafal ‘La’ sambil memalingkan kepala ke sebelah kanan.

Kemudian, saat melafalkan ‘Ilaha’ hendaknya kepala digerakkan kembali ke bagian tengah. Sedangkan saat melafalkan ‘Ilallah’, palingkan kepala ke sebelah kiri.

Jangan lupa untuk menghayati makna setiap lafal Lailahailallah tersebut dan dapat juga disambung dengan kalimat ‘Muhammadarasulullah’ sebagai pelengkap. Wallahu’alam.

Referensi:

https://islam.nu.or.id/post/read/45373/hikmah-dan-cara-dzikir-la-ilaha-illallah

https://islam.nu.or.id/post/read/113851/kekuatan-makna-la-ilaha-illallah-dari-tinjauan-gaya-bahasa

https://islam.nu.or.id/post/read/87872/faedah-istiqamah-berdzikir-la-ilaha-illallah-muhammad-rasulullah

https://konsultasisyariah.com/24128-makna-laa-ilaaha-illallaah.html

 

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *