Kitab Qurrotul Uyun, Tuntunan Pendidikan Seks untuk Rumah Tangga Muslim

Kitab Qurrotul Uyun merupakan kitab untuk mempelajari pendidikan seks dalam Islam.

Edukasi seks bertujuan agar seseorang bisa memahami pentingnya menjaga organ-organ vital pada dirinya sejak dini.

Di sisi lain, edukasi seks yang dibahas pada kitab Qurrotul Uyun juga berkaitan erat dengan beberapa praktik ibadah yang ada dalam pembahasan fiqih.

Kitab ini sendiri berbentuk syarah atau penjelasan dari nazham (syair) yang disusun oleh Syaikh Qasim bin Ahmad bin Musa bin Yamun.

Syaikh Tahami selaku pengarang syarah telah menjelaskan bait-bait yang disusun Syaikh Qasim Yamun secara sistematis.

Kitab Qurrotul Uyun dikaji di banyak pesantren di Indonesia. Para guru atau kiai akan mengajarkan materi pendidikan seks berdasarkan jenjang kelas para santrinya.

Makin senior santrinya, pelajaran seks yang diberikan akan dijelaskan secara lebih detail.

Sementara itu, kepada santri kelas dasar (awaliyah), biasanya hanya diberikan pembahasan mengenai aqil baligh.

Pembahasan tersebut meliputi menstruasi bagi santri perempuan dan mimpi basah untuk santri laki-laki.

Berbeda lagi halnya dengan santri kelas atas (ulya). Kepada mereka, edukasi seks yang diberikan akan lebih vulgar.

Selebihnya mengenai isi kitab Qurrotul Uyun akan Hasana.id paparkan lewat pembahasan di bawah ini.

Hukum Menikah dalam Kitab Qurrotul Uyun

Dalam Islam, menikah adalah ibadah. Ada banyak manfaat dan hikmah yang didapatkan dalam pernikahan.

Beberapa di antaranya adalah memperoleh ketentraman dan melestarikan keturunan secara sah.

Allah telah berfirman dalam Al-Qur’an mengenai syariat menikah, salah satunya adalah surah An-Nisa ayat 3 yang berbunyi:

وَإِنْ خِفْتُمْ أَلَّا تُقْسِطُوا۟ فِى ٱلْيَتَٰمَىٰ فَٱنكِحُوا۟ مَا طَابَ لَكُم مِّنَ ٱلنِّسَآءِ مَثْنَىٰ وَثُلَٰثَ وَرُبَٰعَ ۖ فَإِنْ خِفْتُمْ أَلَّا تَعْدِلُوا۟ فَوَٰحِدَةً أَوْ مَا مَلَكَتْ أَيْمَٰنُكُمْ ۚ ذَٰلِكَ أَدْنَىٰٓ أَلَّا تَعُولُوا۟

Wa in khiftum allā tuqsiṭụ fil-yatāmā fangkiḥụ mā ṭāba lakum minan-nisā`i maṡnā wa ṡulāṡa wa rubā’, fa in khiftum allā ta’dilụ fa wāḥidatan au mā malakat aimānukum, żālika adnā allā ta’ụlụ.

Artinya:

“Dan jika kamu takut tidak akan dapat berlaku adil terhadap (hak-hak) perempuan yang yatim (bilamana kamu mengawininya), maka kawinilah wanita-wanita (lain) yang kamu senangi: dua, tiga atau empat. Kemudian, jika kamu takut tidak akan dapat berlaku adil, maka (kawinilah) seorang saja atau budak-budak yang kamu miliki. Yang demikian itu adalah lebih dekat kepada tidak berbuat aniaya.”

Terkait hukum menikah, kitab Qurrotul Uyun juga telah membahasnya. Simak selengkapnya di bawah ini.

Macam-Macam Hukum Menikah

Dalam kitab Qurrotul Uyun, terdapat suatu bab yang membahas mengenai lima macam hukum menikah. Berikut penjabarannya.

  1. Wajib

Menikah hukumnya wajib bagi orang yang mendambakan keturunan dan takut akan berbuat zina apabila tidak menikah.

  1. Sunah

Hukum menikah menjadi sunah bagi orang yang menginginkan keturunan.

Pada saat yang sama, dirinya tidak takut akan berbuat zina apabila tidak menikah, baik diinginak maupun tidak, meskipun pernikahannya akan memutuskan ibadah yang tidak wajib.

  1. Makruh

Menikah akan menjadi makruh bagi orang yang tidak memiliki kehendak untuk menikah dan tidak mengharapkan untuk memiliki keturunan.

Lalu, pernikahan tersebut juga dapat memutuskan ibadah yang tidak wajib.

  1. Mubah

Hukum menikah adalah mubah bagi orang yang tidak khawatir dirinya akan berbuat zina sekaligus dia juga tidak berharap untuk mendapatkan keturunan.

  1. Haram

Menikah menjadi haram hukumnya bagi seorang laki-laki yang akan membahayakan wanita akibat tidak memiliki kemampuan untuk melakukan jima atau bersenggama.

Selain itu, dia juga tidak mampu memberikan nafkah serta memiliki pekerjaan yang berstatus haram. Hukum menikah tetap haram baginya, meskipun ia sangat ingin melakukannya.

Waktu yang Tepat untuk Berbulan Madu

Ibnu Yamun dalam kitab Qurrotul Uyun mengisyaratkan hal-hal utama untuk berbulan madu, mulai dari hari hingga waktunya, dalam nazham yang berbunyi:

وفَضِّلَنّ غُرَةَ الشَهْرِ فَقَدْ # فُضِّلَ فِي الأَيَامِ قُلْ يَوْمَ الأحَد

Wa fadhlana ghurata syahri faqad, fadhala fil ayaami qulyaumal ahad.

Artinya:

“Utamakan berbulan madu pada awal bulan, semua hari di awal bulan itu utama. Katakanlah hari Ahad.”

Nazham di atas menjelaskan bahwa berbulan madu pada awal bulan lebih utama dibandingkan akhir bulan.

Alasannya adalah karena ada hal yang diharapkan bagi kemuliaan sang calon anak yang akan terlahir seiring bertambahnya bulan.

Hal tersebut dianalogikan dengan proses menanam tanaman yang sebaiknya dilakukan pada awal bulan.

Tanaman tersebut akan berbuah lebih banyak dibandingkan jika ditanam pada akhir bulan.

Selain itu, berbulan madu pada hari Ahad juga memiliki keutamaan yang lebih utama dibandingkan hari lain.

Tentang hal ini, ada penjelasan sebagaimana yang telah diriwayatkan oleh Sayyidina Ali bin Ai Thalib bahwa Allah Swt. mulai menciptakan langit dan bumi pada hari Ahad.

Ketika ditanya perihal hari Ahad, Nabi Muhammad Saw. menjawab bahwa hari tersebut merupakan hari menanam tanaman dan meramaikannya.

Kitab Qurrotul ‘Uyun Bab Jima

Kamu yang tidak mengenyam pendidikan di pondok pesantren tak perlu khawatir tidak bisa mempelajari kitab ini.

Di internet, telah banyak tersebar kitab Qurrotul Uyun pdf, bahkan aplikasi kitab Qurrotul Uyun juga dapat ditemukan di ponsel.

Apabila kamu ingin mengetahui ringkasan kitab Qurrotul Uyun, khususnya yang bab tata cara jima, pembahasannya bisa dibaca di sini.

Mempelajari edukasi seks islami sangat penting karena bisa menjadi bekal ibadah dalam menikah supaya tidak sembarangan memperlakukan pasangan, meskipun sudah halal.

Hal ini juga bisa sekaligus menambah wawasan sepasang suami istri agar rumah tangga makin harmonis, intim, dan romantis.

Berhubungan intim dalam ilmu fiqih dikenal dengan istilah jima.

Berikut adalah pembahasan kitab Qurrotul Uyun tentang tata cara jima menurut Islam, mulai dari doa, posisi, hingga orgasme.

Doa Sebelum Jima

Dalam kitab Qurrotul Uyun, kamu bisa mendapati doa sebelum jima.

Sebelum melakukan hubungan badan dengan pasangan yang sudah sah dan halal, disunahkan untuk membaca doa sebagai berikut:

بِسْمِ اللهِ اَللّهُمَّ جَنِّبْنَا الشَّيْطَانَ وَجَنِّبِ الشَّيْطَانَ مَا رَزَقْتَنَا

Bismillahi Allahumma jannibnaas syaithoona wa jannibi syaithoona maarazaqtanaa.

Artinya:

“Dengan menyebut nama Allah, Ya Allah jauhkanlah kami dari (gangguan) setan dan jauhkanlah setan dari rezeki yang Engkau anugerahkan kepada kami.” (HR. Bukhari & Muslim)

Menurut Imam Ghazali dalam kitabnya, Ihya Ulumuddin, pasangan suami istri yang akan berhubungan badan disunahkan untuk memulainya dengan membaca basmallah.

Kemudian, dilanjutkan dengan membaca surah Al-Ikhlas, takbir dan tahlil, lalu doa berikut ini:

بِسْمِ اللهِ العِلِيِّ العَظِيْمِ، اَللَّهُمَّ اجْعَلْهُ ذُرِّيَّةً طَيِّبَةً إِنْ قَدَّرْتَ أَنْ تَخْرُجَ مِنْ صُلْبِيْ، اَللَّهُمَّ جَنِّبْنِي الشَّيْطَانَ وَجَنِّبِ الشَّيْطَانَ مَا رَزَقْتَنِيْ

Bismillahi ‘illiyyal ‘azhiim, allahummaj ‘alhu dzurriyyatan thayyibatan inqaddar antakhruja minshulbii, allahumma jannabnissyaithaana wajannibissyaithaana maarazaqtanii

Artinya:

“Dengan nama Allah yang Mahatinggi lagi Mahaagung. Tuhanku, jadikanlah ia keturunan yang baik bila Kau takdirkan ia keluar dari tulang punggungku. Tuhanku, jauhkan aku dari setan, dan jauhkan setan dari benih janin yang Kauanugerahkan padaku.”

Kitab Qurrotul Uyun menjelaskan mengenai pentingnya membaca doa sebelum bersenggama.

Sepasang suami dan istri yang memulai hubungan intim dengan tidak menyebutkan asma Allah akan diganggu oleh setan.

Setan akan masuk lewat lubang kemaluan sang suami dan turut bersenggama.

Setan akan duduk di atas kemaluan suami yang tidak membaca basmallah dan langsung menjima sang istri. Lalu, ia pun akan mengeluarkan air maninya ke dalam kemaluan istri.

Etika Berjima

Ibnu Yamun dalam kitab Qurrotul Uyun mengingatkan mengenai beberapa etika yang sebaiknya dilakukan ketika jima.

Pertama, suami hendaknya menghindari menyetubuhi istri yang masih mengenakan pakaian.

Setelah semua pakaian terlepas, tutupi tubuh keduanya dengan selimut. Untuk suami, sebaiknya mengenakan penutup kepala. Keduanya juga harus tenang dan melirihkan suara.

Pemanasan

Langsung melakukan penetrasi tidaklah disarankan dalam melakukan jima.

Suami istri dianjurkan untuk mengawali aktivitas jima dengan lebih dahulu melakukan foreplay atau pemanasan.

Mulailah dengan bergurau atau saling merayu, lembut, hangat, dan mesra.

Pemanasan menjadi penting karena merupakan metode yang mampu membangkitkan nafsu istri.

Dengan begitu, ketika suami telah ejakulasi, istri juga dapat berada dalam kondisi klimaks sehingga keduanya bisa mendapatkan puncak kenikmatan atau kepuasan bersama-sama.

Posisi

Dalam kitab Qurrotul Uyun, Ibnu Yamun juga menjelaskan mengenai posisi dalam bersetubuh.

Posisi suami naik dengan perlahan ke atas tubuh sang istri sambil mengangkat kedua kaki sang istri.

Dianjurkan agar posisi pantat istri diganjal dengan bantal sehingga posisi kepalanya lebih rendah dari pantat.

Posisi istri di atas suami yang terlentang sebaiknya dihindari. Pasalnya, posisi tersebut dapat menyebabkan peredaran darah terganggu atau macet.

Teknik Suami Istri Ejakulasi

Tak jarang, suami akan berejakulasi lebih cepat dibandingkan istrinya.

Ketika itu terjadi, Ibnu Yamun menjelaskan bahwa ada anjuran bagi suami untuk tidak mencabut zakarnya sampai sang istri ejakulasi.

Namun sebaliknya, apabila istri dulu yang orgasme, sang suami dianjurkan untuk segera mencabut zakarnya karena jika tidak, sang istri akan merasakan sakit.

Tanda-Tanda Istri Orgasme

Menurut Ibnu Yamun, seorang wanita yang hendak orgasme adalah keningnya mulai berkeringat dan pelukannya kepada suami bertambah kuat.

Tanda lainnya adalah persendian terasa lemas serta malu untuk memandang suami. Tak jarang, kondisi ini bisa membuat sang istri gemetaran.

Dalam kitab Qurrotul Uyun juga dijelaskan bahwa rasa cinta serta kasih sayang di antara pasangan suami dan istri akan bertambah ketika air mani keduanya saling berkumpul.

Peringatan dalam Jima

Kitab Qurrotul Uyun menjelaskan mengenai dua peringatan penting.

Pertama, bagi suami yang sedang menyetubuhi istrinya yang masih perawan, hendaknya jangan sampai ia mencabut zakarnya. Keluarkan air maninya di dalam kemaluan istri.

Dengan begitu, semoga Allah menjadikan air mani atau sperma tersebut menjadi benih keturunan atau calon anak yang dapat bermanfaat bagi keduanya.

Adapun peringatan yang kedua adalah untuk istri. Istri hendaknya menjepit kemaluan sang suami dengan kemaluannya ketika suami ejakulasi dengan jepitan yang kuat.

Hal tersebut bisa memberikan kenikmatan yang sangat besar bagi sang suami.

Doa Setelah Jima

Bagi seorang suami yang merasa akan keluar air mani atau ejakulasi ketika melakukan jima, sebaiknya ia membaca doa dalam hati. Doanya adalah sebagai berikut:

اَلْحَمْدُلِلَّهِ الَّذِي خَلَقَ مِنَ الْمَاءِ بَشَرًا فَجَعَلَهُ نَسَبًا وَصِهْرًا وَكَانَ رَبُّكَ قَدِيرًا

Alhamdulillahilladzii khalaqa minalmaa ibasyaraa faja’alahu nasaban washihraa wakaana rabbuka qadiiraa.

“Segala puji bagi Allah yang telah menjadikan dari air mani manusia, maka Ia menjadikan manusia itu beranak pinak, dan Tuhanmu itu Mahakuasa.”

Imam Ghazali dalam kitabnya, Ihya ’Ulimiddin, menambahkan doa setelah doa di atas diucapkan.

Berikut adalah doa dari Imam Ghazali yang dibaca dalam hati dengan menggerakkan bibir:

اللهم ان كنت خلقت خلقا في بطن هذه المراة فكونه ذكرا وسمه احمد بحق محمد رب لاتذرني فردا وات خير الوارثين

Allahumma inkunta khalaqta khalqan fii bathini hadzihilmarati fakawinhu dzakaran wasammah ahmada bihaqqi mukhammadin rabbi laa tazarni fardan waanta khairulwaaritsiin.

Artinya:

“Ya Alloh bila Kau ciptakan seorang makhluk dari perut wanita ini, maka jadikanlah ia seorang laki laki, dan namakanlah ia Ahmad, dengan haknya Nabi Muhammad saw. Wahai Tuhanku janganlah Kau biarkan aku sendiri, dan Kau adalah sebaik-baiknya Dzat yang memberi warisan.”

Waktu yang Tepat untuk Melakukan Jima

Ibnu Yamun melalui kitab Qurrotul Uyun menjelaskan bahwa senggama bisa dilakukan kapan saja, pada siang hari maupun ketika malam, kecuali pada waktu yang dilarang.

Hal ini telah difirmankan Allah dalam Al-Qur’an surah Al-Baqarah ayat 223.

نِسَآؤُكُمْ حَرْثٌ لَّكُمْ فَأْتُوا۟ حَرْثَكُمْ أَنَّىٰ شِئْتُمْ

Nisā`ukum ḥarṡul lakum fa`tụ ḥarṡakum annā syi`tum.

Artinya:

“Isteri-isterimu adalah (seperti) tanah tempat kamu bercocok tanam, maka datangilah tanah tempat bercocok-tanammu itu bagaimana saja kamu kehendaki.”

Ayat di atas menjelaskan bahwa bersenggama bisa dilakukan kapan pun.

Ayat ini jugalah yang dimaksud Ibnu Yamun terkait waktu yang tepat untuk melakukan jima, tetapi waktu permulaan malam adalah yang lebih utama.

Pada kitab Qurrotul Uyun juga terdapat syair yang menjelaskan bersenggama di awal malam adalah lebih utama.

Apabila ada pendapat lain yang menyatakan sebaliknya, yang awal itulah yang diisytiharkan.

Awal malam menjadi waktu utama untuk bersenggama karena suami istri masih memiliki waktu yang panjang untuk melakukan mandi jinabat.

Berbeda halnya jika dilakukan di akhir malam.

Terkadang, waktu untuk mandi menjadi sangat sempit dan waktu berjamaah shalat Subuh harus terpaksa ditinggal.

Bahkan, bisa jadi shalat Subuh pun ditinggalkan karena telah habis waktunya.

Di samping itu, bersenggama pada akhir malam biasanya dilakukan setelah tidur dan berisiko yang bersangkutan mengalami bau mulut yang bisa mengurangi gairah.

Ibnu Yamun juga menjelaskan beberapa malam yang disunahkan untuk bersenggama.

Salah satunya adalah malam Jumat karena merupakan malam yang paling utama di antara malam-malam lainnya.

Selain waktunya, beberapa kondisi juga perlu diperhatikan ketika akan melakukan jima.

Bagi orang yang ingin menjaga kesehatan, hendaklah bersenggama pada saat perut terasa ringan serta tubuh dalam kondisi benar-benar bugar.

Bersenggama dalam keadaan perut kenyang bisa menyebabkan timbulnya rasa sakit, tulang nyeri, dan lain sebagainya.

Dalam kitab ini disebutkan tiga perkara yang kadang bisa mematikan seseorang dalam berjima, yakni ketika lapar, pada saat kenyang, atau setelah menyantap ikan dendeng kering.

Waktu yang Harus Dihindari Jika Ingin Melakukan Jima

Ibnu Yamun menegaskan, terdapat waktu yang dilarang untuk melakukan hubungan badan.

Bersenggama tidak dianjurkan ketika istri sedang haid dan nifas, serta pada sempitnya waktu shalat fardhu.

Terkait hal ini, Allah telah berfirman dalam Al-Qur’an surah Al-Baqarah ayat 222.

وَيَسْـَٔلُونَكَ عَنِ ٱلْمَحِيضِ ۖ قُلْ هُوَ أَذًى فَٱعْتَزِلُوا۟ ٱلنِّسَآءَ فِى ٱلْمَحِيضِ

Wa yas`alụnaka ‘anil-maḥīḍ, qul huwa ażan fa’tazilun-nisā`a fil-maḥīḍi.

Artinya:

“Mereka bertanya kepadamu tentang haidh. Katakanlah, ‘Haid itu adalah suatu kotoran’. Oleh sebab itu, hendaklah kamu menjauhkan diri dari wanita di waktu haid.”

Ayat ini menegaskan bahwa menstruasi adalah kotoran. Oleh karenanya, suami diminta untuk menjauhkan diri dari istri pada waktu menstruasi.

Dari sini, para ulama telah bersepakat mengenai keharaman menyetubuhi istri.

Selain kondisi tersebut, Ibnu Yamun juga menjelaskan mengenai larangan bersenggama pada malam Hari Raya Iduladha. Begitu pula pada malam pertama dan pertengahan setiap bulan.

Imam Ghazali mengatakan bahwa melakukan jima hukumnya makruh dilakukan pada tiga malam, yakni awal, pertengahan, dan akhir bulan.

Alasannya, pada tiga waktu tersebut, itu setan akan mendatangi setiap jima yang dilakukan suami istri.

Ibnu Yamun juga mengungkapkan mengenai suatu keadaan yang mengakibatkan seseorang tidak boleh melakukan jima.

Di antaranya adalah ketika sedang kehausan dan kelaparan, marah, sangat gembira, ketika kenyang, serta kurang tidur.

Dalam kondisi sakit seperti muntah-muntah, diare, kelelahan, dan penyakit lainnya, suami istri juga tidak disarankan untuk menggunakan waktu melakukan jima.

Perihal ini, Imam Ar-Rizi menyampaikan alasannya bahwa bersetubuh dalam keadaan sangat gembira bisa menyebabkan cedera.

Sementara itu, berjima dalam kondisi perut penuh bisa menyebabkan persendian terasa sakit.

Begitu pula jika dilakukan dalam keadaan kurang tidur atau sulit tidur.

Semua hal itu lebih baik dihindari agar pasangan suami istri tidak kehilangan kekuatan ketika melakukan senggama.

Adapun ketika habis muntah atau diare, kelelahan, keluar darah, keluar keringat atau kencing yang sangat banyak, dan setelah minum obat, jima juga sebaiknya dihindari.

Alasannya adalah karena jika dipaksa untuk dilakukan, jima bisa berbahaya bagi tubuh.

Ada baiknya juga untuk menghindari bersenggama pada musim kemarau, musim hujan, dan di kala udara buruk atau sedang dilanda wabah penyakit.

Larangan Melakukan Jima Sambil Berbicara

Kitab Qurrotul Uyun menjelaskan bahwa dalam melakukan hubungan intim, suami istri tidaklah diperkenankan berbicara dan hal ini dihukumi makruh.

Ibnu al-Haj pernah mengatakan bahwa seseorang sebaiknya menghindari atau tidak melakukan hal-hal yang biasa dilakukan oleh sebagian orang ketika berjima.

Dalam hal ini, yang dimaksud adalah berbicara ketika berhubungan seksual.

Imam Malik juga pernah diberi pertanyaan terkait berbicara atau bersuara keras ketika sedang bersetubuh.

Ia sangat menentang kebiasaan tersebut, bahkan memaki orang yang melakukannya.

Yang dimaksud dengan banyak bicara ketika bersetubuh adalah misalnya suara napas tersengal-sengal yang terlalu keras atau suara lain hingga didengar orang lain.

Kitab Qurratul Uyun, Tuntunan Membangun Keluarga Harmonis

Meskipun sudah halal, bukan berarti pasangan suami istri bebas melakukan hubungan intim secara sembarangan. Hal ini juga telah diatur dalam syariat Islam demi kebaikan bersama.

Salah satu kitab yang membahas perihal ini adalah kitab Qurrotul Uyun.

Pembahasan dalam kitab ini menjelaskan perihal pendidikan seks dengan sangat baik sehingga pasangan suami istri bisa meraih kehidupan rumah tangga yang harmonis.

Dengan kata lain, Kitab Qurrotul Uyun juga bisa menjadi rujukan keluarga muslim untuk menciptakan keluarga yang sakinah, mawaddah, warahmah.

Demikianlah pembahasan yang bisa Hasana.id rangkum untuk artikel ini. Semoga pertanyaan tentang kitab Qurrotul Uyun yang selama ini membuatmu penasaran bisa terjawab.