Kitab Kuning: Fungsi, Contoh, dan Penerapannya di Masa Kini

Sebagian umat muslim di Indonesia tentu tidak asing dengan kitab kuning, terutama mereka yang sebelumnya pernah menuntut ilmu agama di pondok-pondok pesantren.

Dalam pendidikan agama Islam sendiri, kitab kuning merujuk pada kitab-kitab tradisional yang merangkum berbagai hal terkait Islam.

Pelajaran-pelajaran yang terdapat di kitab ini sangat umum diajarkan di pondok pesantren karena sifatnya yang lengkap dalam hal ini.

Lalu, apa saja isi kitab kuning ini dan mengapa sebaiknya umat Islam mempelajarinya?

Untuk menjawab pertanyaan tersebut, silakan simak berbagai informasi yang telah dirangkum oleh Hasana.id seputar kitab ini sebagai referensi.

Pengertian Kitab Kuning dan Isinya Secara Umum

Sebagaimana kamu tahu, Rasulullah saw. telah berpesan mengenai dua rujukan utama bagi seorang muslim agar selamat di dunia dan akhirat dalam hadits berikut.

تَرَكْتُ فِيْكُمْ أَمْرَيْنِ لَنْ تَضِلُّوْا مَا تَمَسَّكْتُمْ بِهِمَا : كِتَابَ اللهِ وَ سُنَّةَ رَسُوْلِهِ

Artinya: “Aku telah tinggalkan pada kamu dua perkara. Kamu tidak akan sesat selama berpegang kepada keduanya, (yaitu) kitab Allah dan sunah rasul-Nya,” (Hadits sahih lighairihi, HR Malik, al-Hakim, al-Baihaqi, Ibnu Nashr, Ibnu Hazm. Disahihkan oleh Syaikh Salim al-Hilali di dalam At-Ta’zhim wal Minnah fil Intisharis Sunnah, halaman 12–13)

Kitab kuning adalah kitab yang berisi kumpulan hasil pemikiran para ulama dengan mengambil referensi pada Al-Qur’an dan hadits, serta ijma’ dan qiyas.

Istilah kitab kuning digunakan bukan hanya untuk menunjuk satu kitab tertentu, melainkan untuk menggambarkan kitab-kitab dengan bahasa Arab.

Pemberian nama tersebut disebabkan kertas yang dipakai berwarna kekuningan.

Diketahui bahwa kitab-kitab tersebut datang ke Nusantara dari Timur Tengah dengan kertas berwarna kuningnya yang sangat khas.

Dikenal juga dengan istilah kitab gundul, kitab tradisional ini memang tidak mempunyai harakat, berbeda dengan tulisan Arab dalam Al-Qur’an.

Adapun isi dari kitab tersebut adalah pelajaran-pelajaran dari berbagai disiplin ilmu agama Islam, seperti fiqih, hadits, akidah, akhlak/tasawuf, dan tafsir.

Kamu juga bisa menemukan pelajaran lain, seperti saduran, kitab komentar atau syarah, dan komentar atas syarah atau dikenal dengan sebutan hasyiyah.

Selain itu, kitab ini juga berisi tata bahasa Arab, baik itu ilmu sharf maupun ilmu nahwu. Tak jarang, ilmu ‘ulumul qur’an juga dibahas dalam kitab ini.

Bukan hanya itu saja, kitab kuning juga dapat berisi ilmu sosial dan kemasyarakatan yang tak kalah penting bagi kehidupan umat Islam.

Maksud dan Fungsi Kitab Kuning Secara Umum

Sehubungan dengan warnanya yang kuning, sebenarnya tidak ada maksud khusus, apalagi jika dikaitkan pada syariat Islam.

Jadi, tidak ada hukumnya bahwa kalau warnanya tidak kuning berarti bukan kitab yang asli dan tidak layak dijadikan sebagai pedoman belajar agama Allah Swt.

Warna kuning tersebut hanya kebetulan saja dan tidak ada maksud sama sekali.

Oleh karena itu, perlu diwaspadai apabila ada yang memiliki pengertian bahwa yang berwarna kuning lebih istimewa dan sebagainya.

Menurut para ulama, maksud dibuatnya kitab kuning ini justru sebagai pedoman bagi para ulama di Indonesia yang dapat digunakan secara turun-temurun.

Kitab-kitab ini dipahami sebagai produk pemikiran para ulama as-salaf atau masa lampau yang ditulis dengan format lebih modern menggunakan bahasa Arab atau berhuruf Arab.

Umumnya, kitab ini ditulis sebagai karya tulis independen oleh ulama Indonesia atau sebagai terjemahan atas sebuah kitab yang ditulis oleh ulama di negara lain.

Penggunaan Kitab Kuning di Pesantren Sebagai Rujukan Utama

Di dunia pesantren, kitab ini seringkali digunakan sebagai referensi utama bagi para santri dalam menjalani kehidupan beragama dan bermasyarakat.

Menariknya, kitab-kitab kuning yang dijadikan dasar pengajaran agama Islam tersebut telah berumur cukup lama, yaitu sampai ratusan tahun lalu.

Akan tetapi, kitab-kitab tersebut masih terjaga keasliannya, meskipun telah berumur ratusan tahun.

Kitab kuning secara umum memuat tujuh kitab dasar dan sangat umum diajarkan kepada santri-santri di pesantren.

Dalam banyak kasus, kitab ini hanya bisa ditemukan di pesantren karena sekolah-sekolah Islam biasa pada umumnya hanya menggunakan Al-Qur’an sebagai rujukan pertama.

Lalu, apa saja tujuh kitab dasar yang biasanya diajarkan tersebut? Saya akan menjelaskannya satu per satu.

Kitab Mushtholah al-Hadist

Pertama, kamu bisa mempelajari hadits melalui kita Mushtholah al-Hadits. Dengan kitab ini, kamu dapat mempelajari ilmu hadits sampai ke akarnya.

Ilmu hadits yang dimaksud termasuk kriteria hadits, macam-macamnya, dan bagaimana syarat seseorang dapat meriwayatkan sebuah hadits.

Kitab ini juga memuat informasi untuk membuktikan bahwa muatan dalam sebuah hadits dapat dipertanggungjawabkan kebenarannya.

Mushtholah al-Hadits sendiri merupakan kitab yang ditulis oleh al-Qodhi Abu Muhammad ar-Romahurmuzi.

Ia adalah seseorang yang diminta oleh Khalifah Umar bin Abdul Aziz untuk menulis kitab tersebut karena pada saat itu, beberapa kalangan mencoba untuk meriwayatkan hadits palsu.

Kitab Al-Ajurumiyah

Nama kitab kuning dasar yang juga perlu kamu ketahui adalah kitab Al-Ajurumiyah. Kitab tersebut berisi pelajaran mengenai hal-hal seputar ilmu nahwu.

Pada umumnya, santri-santri di pesantren akan dibimbing untuk mempelajari kitab ini terlebih dahulu sebelum mulai membedah kitab-kitab lainnya.

Alasannya adalah tidak mungkin orang awam bisa membaca kitab kuning begitu saja tanpa mempelajari Al-Jurumiyah terlebih dahulu.

Oleh karena itu, Al-Jurumiyah juga dikenal sebagai pedoman dasar untuk belajar ilmu nahwu.

Setelah mempelajari kitab ini, baru kamu akan bisa melanjutkan ke tingkat selanjutnya, yaitu kitab Imrithi.

Setelah Imrithi, tingkatan belajar kitab tersebut akan dilanjutkan ke Mutaminah dan Alfiyah.

Kitab Al-Ajurumiyah sendiri merupakan karangan dari Syaikh Sonhaji. Kitab ini dikenal dengan bagian-bagiannya yang mudah dipahami dan sangat sistematis.

Kitab Amstilah at-Tashrifiyah

Mempelajari ilmu nahwu tanpa shorof mungkin bisa dibilang seperti memakan bubur tanpa garam.

Ya, kedua ilmu tersebut memang saling berkesinambungan dan tidak dapat dipisahkan pada saat kamu ingin mempelajari kitab-kitab kuning lebih dalam.

Salah satu kitab yang bisa membantu mendalami ilmu shorof adalah Amstilah at-Tashrifiyah. Kitab ini ditulis oleh seorang ulama dari Indonesia, yaitu K.H. Ma’shum ‘Aly.

Karena susunannya yang rapi dan dapat dilagukan, menghafalkan kitab ini bisa jadi lebih mudah dibandingkan dengan kitab lainnya.

Banyak santri yang juga merasa terbantu dengan adanya nada yang bisa dibaca ketika menghafalkan kitab tersebut.

Kitab At-Taqrib

Ditulis oleh Al-Qodhi Abu Syuja’ Ahmad bin Husain bin Ahmad Al-Ashfahaniy, kitab At-Taqrib dikenal sebagai referensi saat seseorang ingin mempelajari ilmu fiqih lebih baik.

Setelah mempelajari rujukan dasar ilmu fiqih tersebut, kamu dapat melanjutkan kitab di atasnya, seperti Fathul Mu’in, Fathul Qorib, dan Tausyaikh.

Kitab-kitab lanjutan tersebut menjadi penjelasan bagi At-Taqrib.

Sementara itu, ilmu fiqih sendiri adalah suatu turunan dari Al-Qur’an dan hadits yang telah melalui bermacam penggabungan dalam sesuatu yang disebut ushul fiqh.

Kitab Arba’in Nawawi

Apabila kitab Mustholah al-Hadits berfungsi untuk mengkhususkan kedudukan hadits, maka kitab Arba’in Nawawi ini adalah sebuah karangan yang memuat 42 matan hadits.

Kitab ini ditulis oleh Abu Zakariya Yahya bin Syaraf bin Murri al-Nizami an-Nawawi dan menjadi rujukan penting dalam dunia pesantren.

Selain menulis kitab Arbai’in Nawawi, Abu Zakariya juga mengarang kitab-kitab lainnya, seperti Minhajut Tholibin, Riyadhus Sholihin, Syarh Muslim, dan Al-Adzkar.

Tema yang dibahas dalam kitab Arba’in Nawawi dan beberapa karangan Abu Zakariya tersebut adalah dasar-dasar hukum, agama, akhlak, dan muamalah.

Kitab Ta’limul Muta’alim

Ta’limul Muta’alim merupakan kitab dasar yang mempelajari akhlak.

Kitab ini menjadi penting karena akhlak dapat menjadi fondasi untuk memanfaatkan ilmu yang dimiliki demi kebajikan.

Sepandai apa pun seseorang, jika ia tidak mempunyai akhlak, ilmu yang dimilikinya tidak akan bermanfaat dan mendatangkan berkah.

Kitab yang ditulis oleh Syekh Burhanuddin az-Zarnuji ini menerangkan mengenai akhlak di dunia pesantren dan bagaimana menghasilkan intisari dari ilmu-ilmu lain yang dipelajari.

Setiap proses belajar awal sebuah ilmu agama hendaknya melalui proses membangun akhlak yang baik terlebih dahulu.

Oleh sebab itu, proses belajar di pesantren pada umumnya memanfaatkan kitab Ta’limul Muta’alim ini atau yang seakar dengannya demi memupuk akhlak yang baik para santri.

Alternatif lain untuk kitab Ta’limul Muta’alim adalah kitab Adabul’alim wal Muta’alim yang ditulis oleh Syaikh K.H. Hasyim Asy’ari.

Kamu pasti mengenal beliau sebagai pahlawan nasional yang juga merupakan salah satu ulama besar Indonesia, sekaligus pendiri Nahdlatul Ulama.

Kedua kitab tersebut telah menjadi kurikulum wajib bagi pesantren-pesantren di Indonesia dan luar negeri.

Kitab Aqidatul Awam

Selain akhlak, adanya kepercayaan yang kuat juga menjadi dasar penting dalam beragama dan mempelajari agama.

Di dunia pesantren, kitab Aqidatul Awam menjadi salah satu rujukan dasar untuk mempelajari kepercayaan atau akidah.

Jika akidah sudah benar, kuat, dan mantap, maka menunaikan suatu syariat agama tidak akan menjadi suatu masalah.

Kitab Aqidatul Awam sendiri ditulis oleh Syaikh Ahmad Marzuqi al-Maliki dan memuat 57 bait nadzom.

Dikisahkan bahwa Syaikh Ahmad Marzuqi bermimpi didatangi Nabi Muhammad saw. dan diperintahkan untuk mengarang kitab tersebut.

Dengan seizin Allah swt., beliau pun berhasil menyelesaikan kitab kuning tersebut, yang kemudian menjadi referensi ilmu akidah di banyak tempat.

Para ulama di Indonesia merupakan salah satu yang memakai kitab ini sebagai sumber literasi untuk mengajar generasi-generasi santri masa kini.

Melalui kitab-kitab tersebut, dapat dilihat bagaimana kayanya khasanah ilmu pengetahuan yang ada di pesantren-pesantren.

Menurut data yang pernah dikemukakan oleh almarhum Gus Dur, bahkan terdapat kurang lebih 200 judul kitab yang dipelajari di pesantren-pesantren yang ada di Nusantara.

Bagaimana Cara Membaca Kitab Kuning

Mengingat tulisan Arab dalam kitab ini adalah tanpa harakat, orang awam mungkin mengalami kesulitan saat diminta membacanya.

Untuk dapat membaca kitab ini, seorang muslim harus tahu terlebih dahulu harfiah setiap kalimat yang ada agar dapat memahaminya secara menyeluruh.

Sampai kamu bisa memahami harfiah dari satu kalimat ke kalimat lainnya, mungkin akan dibutuhkan waktu lama untuk mempelajarinya.

Bagi umat Islam di Nusantara yang terbiasa dengan aksara latin, mempelajari tulisan Arab sering kali menjadi suatu pelajaran yang sulit.

Terinspirasi dari kesulitan orang-orang mempelajari bahasa Arab, Taufiqul Hakim menyusun sebuah metode pembelajaran kitab kuning yang tepat, cepat, dan tidak membosankan.

Metode tersebut kemudian disebut “Amtsilati” karena terinspirasi dari cara belajar cepat Al-Qur’an yang digunakan dalam metode ‘Qiro’ati’.

Dalam penyusuan metode Amstilati tersebut, Hakim menyimpulkan bahwa ada 100 sampai 200 bait saja dari 1.000 nadzom Alfiyah yang paling penting untuk membaca kitab kuning.

Ia membuat rumusan sistematis untuk memahami posisi ataupun bentuk suatu kata tertentu.

Selain itu, dibahas juga tanda-tanda dari beberapa kata yang mempunyai kesamaan bentuk, tetapi berbeda artinya.

Penyelesaian masalah gramatikal bahasa Arab melalui pen-tarjih-an dan penyaringan, serta peletakan rumus yang sistematis menjadi kelebihan metode Amtsilati ini.

Kelebihan lainnya adalah rumus yang dipelajari juga diikat dengan hafalan yang sudah terangkum dalam buku Khulashah Alfiyah dan Rumus Qaidati.

Tersedia juga rumus-rumus yang membantu dalam mempelajari bahasa Arab dalam buku Tatimmah.

Adanya pedoman serta metode tersebut diharapkan dapat membantu para pemula dalam mempelajari bahasa Arab selama tiga sampai enam bulan saja.

Padahal, dalam banyak kasus, mempelajari bahasa Arab membutuhkan waktu selama tiga sampai sembilan tahun.

Kajian Kitab Kuning Masih Terus Berlanjut

Sampai saat ini, kajian terhadap rahasia kitab kuning masih sering dilakukan, baik di tingkat pondok pesantren maupun universitas Islam.

Salah satunya adalah yang diinisiasi oleh Puslitbang Pendidikan Agama dan Keagamaan Balitbang Diklat Kemenag RI beberapa waktu lalu.

Dalam rangka mengkaji kitab kuning, program ini melibatkan sekitar 850 pesantren yang ada di Indonesia.

Kajian kitab kuning oleh pesantren-pesantren tersebut diharapkan dapat mempertahankan keberlangsungan pesantren dan ulama-ulama yang mutafaqqih fi al-din tetap beregenerasi.

Begitulah yang disampaikan oleh Amsal Bachtiar selaku Kepala Puslitbang Pendidikan Agama dan Keagamaan.

Selain itu, perubahan kurikulum di banyak lembaga pesantren juga mengakibatkan diversifikasi layanan pendidikan di lembaga tersebut.

Adanya perubahan tersebut membuat intensitas pengkajian terhadap kitab-kitab kuning menjadi kurang.

Program ini juga menjadi sangat penting untuk meningkatkan gairah untuk mengkaji kitab klasik tersebut di era modern sekarang ini.

Di beberapa pondok pesantren, kajian kitab-kitab kuning pun masih tetap berjalan.

Sementara itu, sebagian lainnya mengusung pendidikan dengan metode modern yang membebaskan santri untuk memilih apa yang disukainya.

Biasanya, tiap-tiap pesantren memiliki perbedaan dalam hal kurikulum dan kitab-kitab yang dikaji. Selain itu, tingkatan dan kelas-kelas yang dikaji pun tidak sama.

Yang pasti, selain baca tulis Al-Qur’an, pesantren-pesantren seharusnya juga membahas pelajaran penting lainnya.

Pelajaran yang dimaksud di antaranya adalah ilmu akhlak, fiqih, tauhid, nahwu, sharaf, mantiq, falak, balaghah, kaidah ushul, dan ilmu tafsir.

Penerapan Kajian Kitab Kuning di Masa Kini

Kajian-kajian terhadap kitab tersebut oleh ulama-ulama pun tak jarang menjadi referensi penting dalam menghadapi kehidupan yang dinamis.

Salah satunya adalah ketika masyarakat menghadapi situasi pandemi Covid 19 saat ini.

Masalah ini telah menggiring masjid-masjid untuk ditutup demi mengurangi laju penularan virus.

Umat Islam pun dianjurkan melakukan ibadah di rumah masing-masing karena adanya imbauan untuk tidak berkerumun di suatu tempat, termasuk masjid.

Lalu, bagaimana para ulama menanggapi adanya perubahan dalam kehidupan akibat pandemi?

Salah satu caranya adalah dengan menggunakan kitab-kitab kuning sebagai referensi.

Seperti dijelaskan oleh Hj. Sri Mulyati, Guru Besar Bidang Kajian Keislaman dari UIN Syarif Hidayatullah, pembahasan mengenai kejadian seperti ini sudah ada sejak lama.

Dengan begitu, umat Islam hanya tinggal mengikuti persetujuan ulama-ulama sekarang dengan berkaca pada pembahasan pada masa lalu tersebut.

Bahkan, Sri juga memaparkan sebuah hasil penelitian yang dilakukan di Rice University Houston, Texas, Amerika Serikat.

Hasil penelitian tersebut menyebutkan bahwa Nabi saw. merupakan orang yang pertama kali merekomendasikan karantina kebersihan serta kesehatan diri pada saat terjadi pandemi.

Sri juga menambahkan bahwa melakukan shalat di mana pun diperbolehkan oleh Allah Swt.

Artinya, dalam masa pandemi seperti sekarang ini, menunaikan ibadah shalat di rumah pun tidak menjadi masalah.

Karena adanya uzur syar’i, tidak diadakannya shalat Jumat di berbagai daerah yang sedang termasuk kategori Zona Merah Covid-19 pun menjadi pilihan terbaik.

Jadi, dalam hal tersebut, masyarakat dihimbau untuk mengganti shalat Jumat berjamaah dengan shalat Dzuhur di rumah.

Ketua I PP Muslimah NU tersebut juga menegaskan bahwa masyarakat seharusnya tidak melarang pemakaman jenazah Covid-19.

Dasarnya jelas, bahwa memakamkan saudara Muslim yang meninggal adalah suatu kewajiban bagi muslim yang masih hidup.

Selama pemakaman tersebut dilakukan dengan protokol kesehatan, seharusnya masyarakat mengerti bahwa melarang pemakaman jenazah Covid-19 tidaklah dibenarkan.

Demikianlah uraian singkat mengenai kitab kuning dan penerapannya di Indonesia. Semoga dengan mendalami kitab tersebut, ilmu yang didapatkan bisa bermanfaat bagi umat.

Referensi:

https://qazwa.id/blog/kitab-kuning/

Ragam Kegiatan Santri

https://www.nu.or.id/post/read/8376/penemu-metode-cepat-belajar-kitab-kuning

Kiai Sahal, Kitab Kuning Dan Ilmu-Ilmu Sosial

 

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *