Kumpulan Khutbah Idul Adha yang Menggetarkan Hati

Khutbah Idul Adha menjadi satu bagian penting dalam menyambut datangnya Hari Raya Kurban ini.

Selain karena penyembelihan hewan kurban, suasana salat Id dan mendengarkan khutbah Idul Adha yang penuh pesan positif menjadi hal yang dirindukan.

Khutbah Idul Adha yang sering dijumpai pada setiap salat Id biasanya berkaitan dengan kisah Nabi Ibrahim a.s. atau segala sesuatu yang berhubungan dengan ibadah haji dan kurban.

Apabila kamu ingin mencari tahu apa saja yang bisa menjadi materi khutbah Idul Adha, Hasana.id telah merangkum beberapa di antaranya dalam artikel ini.

Selain itu, saya juga akan mengajak kamu untuk mengetahui tata cara khutbah Idul Adha. Pastikan untuk menyimaknya sampai akhir, ya!

Ada banyak contoh khutbah yang disampaikan dalam pelaksanaan salat Idul Adha. Berikut beberapa di antaranya.

Kumpulan Narasi Khutbah Idul Adha

Berikut Hasana.id rangkumkan beberapa narasi khutbah Idul Adha yang diambil dari laman NU Online.

Tiga Hikmah Utama dari Peringatan Hari Raya Kurban

Khutbah I

اَللهُ أَكْبَرُ اَللهُ أَكْبَرُ اَللهُ أَكْبَرُ. اَللهُ أَكْبَرُ اَللهُ أَكْبَرُ اَللهُ أَكْبَرُ. اَللهُ أَكْبَرُ اَللهُ أَكْبَرُ اَللهُ أَكْبَرُ

. اَللهُ أَكْبَرْ كَبِيْرًا وَالْحَمْدُ للهِ كَثِيْرًا وَسُبْحَانَ اللهِ بُكْرَةً وَأَصِيْلاً، لَاإِلهَ إِلاَّ اللهُ وَحْدَهُ، صَدَقَ وَعْدَهُ وَنَصَرَ عَبْدَهُ وَأَعَزَّ جُنْدَهُ وَهَزَمَ الْأَحْزَابَ وَحْدَهُ، لاَإِلهَ إِلاَّ اللهُ وَاللهُ أَكْبَرُ، اَللهُ أَكْبَرُ وَللهِ اْلحَمْدُ. الحَمْدُ لِلهِ الَّذِيْ خَلَقَ الزّمَانَ وَفَضَّلَ بَعْضَهُ عَلَى بَعْضٍ فَخَصَّ بَعْضُ الشُّهُوْرِ وَالأَيَّامِ وَالَليَالِي بِمَزَايَا وَفَضَائِلَ يُعَظَّمُ فِيْهَا الأَجْرُ والحَسَنَاتُ.

أَشْهَدُ أَنْ لاَ إِلَهَ إِلاَّ اللهُ وَحْدَهُ لاَ شَرِيْكَ لَهُ وَأَشْهَدُ أَنَّ سَيِّدَنا مُحَمَّدًا عَبْدُهُ وَرَسُوْلُهُ الدَّاعِى بِقَوْلِهِ وَفِعْلِهِ إِلَى الرَّشَادِ.

اللّهُمَّ صَلّ وسّلِّمْ علَى عَبْدِكَ وَرَسُوْلِكَ مُحَمّدٍ وِعَلَى آلِه وأصْحَابِهِ هُدَاةِ الأَنَامِ في أَنْحَاءِ البِلاَدِ. أمَّا بعْدُ، فيَا أَيُّهَا النَّاسُ اتَّقُوا اللهَ تَعَالَى بِفِعْلِ الطَّاعَاتِ فَقَدْ قَالَ اللهُ تَعَالىَ فِي كِتَابِهِ الْكَرِيْمِ: إِنَّا أَعْطَيْنَاكَ الْكَوْثَرَ. فَصَلِّ لِرَبِّكَ وَانْحَرْ. إِنَّ شَانِئَكَ هُوَ الْأَبْتَرُ

Allaahu akbar, allaahu akbar, allaahu akbar, allaahu akbar, allaahu akbar, allaahu akbar, allaahu akbar, allaahu akbar, allaahu akbar.

Allaahu akbar kabiiraa wal hamdulillaahi katsiiraa wa subhaanallahi bukrataw wa ashiilaa, laa ilaaha illallaahu wakhdah, shadaqa wa’dahhu wanashara ‘abdahu waa’azzajundahu wahazamal akhzaaba wakhdah, laa ilaha illaallahu wallahu akbar, allaahu akbar walillahilkhamd.

alhamdulillahilladzii khalaqazzamaana wafaddhla ba’dhahu ‘alaa ba’din fakhassha ba’dussyuhuuri wal ayyami waalayaalii bimazaayaa wafadhaa ilayu’azzamu fiihal ajru walkhasanaat.

Asyhaduanlaa ilaha illallahu wakhdahu laasayriikalahu wa asyhadu anna sayyidanaa mukhammadan ‘abduhu warasuuluhuddaa’i biqaulihii wafi’lihi ilarrasyaadi.

Allahumma shalli wassalim ‘alaa ‘abdihika warasuulika mukhammadin wa’alaa aalihi wa ashkhaabihi hudaatil anaami fii ankhaa ilbilaadi ammaa ba’du, fayaa ayyuhannaasuttaqullaaha ta’aalaa bifi’litthaa ‘aati faqad qalallaahu ta’aalaa fii kitaabihil kariimi: inna a’thainaakal kautsar. fashalli lirabbika wankhar. innasyaani aka huwal abtar.

Jamaah shalat Idul Adha yang dirahmati oleh Allah Ta’ala,

Hari raya Idul Adha tak bisa lepas dari kisah Nabi Ibrahim a.s., sebagaimana firman Allah dalam Al-Qur’an surah Ash-Saffat ayat 99–111.

Namun, praktik kurban sendiri sejatinya sudah dilaksanakan oleh putra Nabi Adam a.s., Qabil, dan Habil.

Dikisahkan bahwa yang diterima adalah kurban dari Habil, bukan Qabil. Bukan daging, kurban yang terima oleh Allah adalah ketulusan hati dan ketakwaan.

Allah telah menegaskan hal ini dalam salah satu firman-Nya, tepatnya pada surah Al-Hajj ayat yang ke-37.

لَنْ يَنَالَ اللَّهَ لُحُومُهَا وَلا دِمَاؤُهَا وَلَكِنْ يَنَالُهُ التَّقْوَى مِنْكُمْ

Lay yanālallāha luḥụmuhā wa lā dimā`uhā wa lākiy yanāluhut-taqwā mingkum, każālika sakhkharahā lakum litukabbirullāha ‘alā mā hadākum, wa basysyiril-muḥsinīn.

Artinya:

“Daging-daging unta dan darahnya itu sekali-kali tidak dapat mencapai (keridhaan) Allah, tetapi ketakwaan dari kamulah yang dapat mencapainya.”

Sejarah kurban sudah berlangsung sejak generasi pertama manusia.

Akan tetapi, syariatnya sendiri dimulai dari perintah Allah kepada Nabi Ibrahim a.s. untuk menyembelih Ismail, putra kesayangannya.

Ismail merupakan seorang anak yang telah dinantikan kehadirannya selama bertahun-tahun lantaran istri pertama Nabi Ibrahim a.s., yaitu Sarah, tidak juga mengandung.

Nabi Ibrahim pun berdoa seperti yang telah Allah firmankan dalam Al-Qur’an surah Ash-Saffat ayat 100 yang berbunyi:

رَبِّ هَبْ لِي مِنَ الصَّالِحِينَ

Rabbi hab lī minaṣ-ṣāliḥīn.

“Ya Rabbku, anugerahkanlah kepadaku (seorang anak) yang termasuk orang-orang yang shalih.”

Doa tersebut dikabulkan oleh Allah. Nabi Ibrahim a.s. menikah lagi dengan Hajar dan dari istri keduanya inilah kemudian lahir Ismail.

Betapa bersyukurnya Nabi Ibrahim a.s. mendapatkan seorang putra yang sangat cerdas juga sabar.

Namun ketika si akan beranjak dewasa, Nabi Ibrahim a.s. mendapatkan sebuah mimpi yang menjadi ujian.

Dalam mimpi itu, Nabi Ibrahim a.s. menerima wahyu dari Allah untuk menyembelih Ismail.

Nabi Ibrahim kemudian menceritakan mimpi ini kepada Ismail. Putranya tersebut ikhlas disembelih lantara hal itu sudah menjadi perintah Allah Swt.

Jamaah salat Idul Adha, hadaakumullaah,

Namun atas kehendak Allah, penyembelihan Ismail batal dilaksanakan. Terkait hal ini, Allah telah berfirman dalam Al-Qur’an surah Ash-Shaffat yang berbunyi:

إِنَّ هَذَا لَهُوَ الْبَلَاءُ الْمُبِينُ. وَفَدَيْنَاهُ بِذِبْحٍ عَظِيمٍ. وَتَرَكْنَا عَلَيْهِ فِي الْآَخِرِينَ. سَلَامٌ عَلَى إِبْرَاهِيمَ. كَذَلِكَ نَجْزِي الْمُحْسِنِينَ. إِنَّهُ مِنْ عِبَادِنَا الْمُؤْمِنِينَ

Inna hāżā lahuwal-balā`ul mubīn. Wa fadaināhu biżib-ḥin ‘aẓīm. Wa taraknā ‘alaihi fil-ākhirīn. Salāmun ‘alā ibrāhīm. Każālika najzil-muḥsinīn. Innahụ min ‘ibādinal-mu`minīn.

Artinya:

“Sesungguhnya, ini benar-benar suatu ujian yang nyata. Dan Kami tebus anak itu dengan seekor sembelihan yang besar. Kami abadikan untuk Ibrahim itu (pujian yang baik) di kalangan orang-orang yang datang kemudian, (yaitu) ‘Kesejahteraan dilimpahkan atas Ibrahim’. Demikianlah, Kami memberi balasan kepada orang-orang yang berbuat baik. Sesungguhnya, ia termasuk hamba-hamba Kami yang beriman.” (QS Ash-Shaffat: 106–111)

Hadirin, dari kisah ini, setidaknya terdapat tiga pelajaran yang dapat diambil.

Pertama: Patuh Terhadap Perintah-Nya

Pelajaran pertama dari kisah Nabi Ibrahim a.s. di atas adalah tentang totalitas kepatuhannya terhadap Allah Swt.

Di tengah rasa kebahagiaan yang membuncah lantaran akhirnya dikaruniai anak yang telah lama dinantikan, pada saat itulah, ujian datang. Ia diperintahkan untuk menyembelih Ismail.

Di sini, seolah-olah Nabi Ibrahim a.s. diingatkan bahwa anak hanyalah titipan.

Sebesar apa pun berharganya seorang anak, manusia tidak boleh lengah dan lupa bahwa sesungguhnya, tujuan akhir dari rasa cinta dan ketaatan hanyalah Allah semata.

Meskipun Ismail tidak jadi disembelih, tetap saja Nabi Ibrahim a.s. telah membuktikan bahwa ia sanggup mengalahkan egonya, demi ketaatan pada perintah Tuhannya.

Sementara itu, Nabi Ismail juga mampu membuktikan bahwa ia adalah anak yang patuh pada usianya yang masih belia.

Kedua: Tentang Kemuliaan Manusia

Pelajaran kedua yang dapat diambil dari kisah Nabi Ibrahim a.s yang sering disampaikan pada khutbah Idul Adha adalah mengenai kemuliaan manusia.

Penyembelihan Ismail yang digantikan dengan seekor domba merupakan pesan bahwa di dalam Islam, fisik tubuh manusia haram untuk dikurbankan.

Perlu diketahui, pada masa itu, praktik mengorbankan manusia masih dilakukan oleh segolongan masyarakat.

Seluruh manusia di dunia ini jika diibaratkan adalah satu tubuh yang diciptakan oleh Sang Pencipta dalam kemuliaan.

Untuk itu, membunuh atau menyakiti satu manusia sama seperti membunuh atau menyakiti seluruh manusia yang ada di muka bumi.

Ketiga: Hakikat Pengorbanan

Pada khutbah Idul Adha ini, pesan penting ketiga yang bisa diambil sebagai pelajaran adalah mengenai hakikat pengorbanan.

Menyembelih hewan kurban sejatinya hanyalah simbol dari makna kurban yang sebenarnya sangat luas.

Adapun makna kurban sendiri meliputi pengorbanan dalam bentuk harta benda, waktu, pikiran, tenaga, dan masih banyak lainnya.

Bisa dikatakan bahwa pengorbanan merupakan wujud dari kesadaran manusia sebagai makhluk sosial.

Khutbah II

اللهُ أَكْبَرُ، اللهُ أَكْبَرُ، اللهُ أَكْبَرُ، اللهُ أَكْبَرُ، اللهُ أَكْبَرُ، اللهُ أَكْبَرُ، اللهُ أَكْبَرُ. اَللهُ أَكْبَرُ كَبِيْرًا، وَالْحَمْدُ ِللهِ كَثِيْرًا، وَسُبْحَانَ اللهِ بُكْرَةً وَأَصِيْلاً، لآ إِلٰهَ إِلاَّ اللهُ، وَاللهُ أَكْبَرُ، اللهُ أَكْبَرُ، وَللهِ الْحَمْدُ.

الْحَمْدُ ِللهِ الَّذِى جَعَلَ اْلأَعْيَادَ بِالأَفْرَاحِ وَالسُّرُوْرِ وَضَاعَفَ لِلْمُتَّقِيْنَ جَزِيْلَ اْلأُجُوْرِ، فَسُبْحَانَ مَنْ حَرَّمَ صَوْمَهُ وَأَوْجَبَ فِطْرَهُ وَحَذَّرَ فِيْهِ مِنَ الْغُرُوْرِ، أَحْمَدُهُ سُبْحَانَهُ وَتَعَالَى فَهُوَ أَحَقُّ مَحْمُوْدٍ وَأَجَلُّ مَشْكُوْرِ. أَشْهَدُ أَنَّ لآ إِلٰهَ إِلاَّ اللهُ وَحْدَهُ لاَشَرِيْكَ لَهُ شَهَادَةً يَشْرَحُ اللهُ لَهَا لَنَا الصُّدُوْرَ، وَأَشْهَدُ أَنَّ سَيِّدَنَا وَنَبِيَّنَا مُحَمَّدًا عَبْدُهُ وَرَسُوْلُهُ الَّذِىْ أَقَامَ مَنَارَ اْلإِسْلاَمِ بَعْدَ الدُّثُوْرِ. اللّٰهُمَّ صَلِّ وَسَلِّمْ عَلَى سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ وَعَلَى أٰلِهِ وَصَحْبِهِ صَلاَةً وَسَلاَمًا دَائِمَيْنِ مُتَلاَزِمَيْنِ إِلَى يَوْمِ الْبَعْثِ وَالنُّشُوْرِ. أَمَّابَعْدُ

فَيَا أَيُّهَا النَّاسُ اتَّقُوا اللهَ تَعَالَى وَاعْلَمُوْا أَنَّ يَوْمَكُمْ هٰذَا يَوْمٌ عَظِيْمٌ. فَأَكْثِرُوْا مِنَ الصَّلاَةِ عَلَى النَّبِىِّ الْكَرِيْمِ. وَقَالَ تَعَالَى فِى كِتَابِهِ الْكَرِيْمِ؛ إِنَّ اللهَ وَمَلآئِكَتَهُ يُصَلُّوْنَ عَلَى النَّبِىِّ يَآأَيُّهَا الَّذِيْنَ أٰمَنُوْا صَلُّوْا عَلَيْهِ وَسَلِّمُوْا تسْلِيْمًا. اللّٰهُمَّ صَلِّ وَسَلِّمْ عَلَى سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ سَيِّدِ الْمُرْسَلِيْنَ وَعَلَى أٰلِهِ وَأَصْحَابِهِ وَالتَّابِعِيْنَ وَتَابِعِى التَّابِعِيْنَ وَتَابِعِيْهِمْ بِإِحْسَانٍ إِلَى يَوْمِ الدِّيْنِ. وَارْحَمْنَا مَعَهُمْ بِرَحْمَتِكَ يَاأَرْحَمَ الرَّاحِمِيْنَ.

اللّٰهُمَّ اغْفِرْ لِلْمُسْلِمِيْنَ وَالْمُسْلِمَاتِ وَالْمُؤْمِنِيْنَ وَالْمُؤْمِنَاتِ اْلأَحْيَاءِ مِنْهُمْ وَالأْ َمْوَاتِ، إِنَّكَ سَمِيْعٌ قَرِيْبٌ مُجِيْبُ الدَّعَوَاتِ. اللّٰهُمَّ انْصُرْ مَنْ نَصَرَ الدِّيْنَ وَاخْذُلْ مَنْ خَذَلَ الْمُسْلِمِيْنَ وَدَمِّرْ أَعْدَاءَنَا أَعْدَاءَ الدِّيْنِ وَأَهْلِكِ الْكَفَرَةَ وَالْمُبْتَدِعَةَ وَالْمَشْرِكِيْنَ، وَأَعْلِ كَلِمَاتِكَ إِلَى يَوْمِ الدِّيْنِ. اللّٰهُمَّ اكْفِنَا شَرَّ الظَّالِمِيْنَ وَاكْفِنَا شَرَّ الْحَاسِدِيْنَ. وَاكْفِنَا شَرَّ مَنْ يُؤْذِيْنَا وَأَهْلِكْ مَنْ أَرَادَنَا بِالسُّوْءِ يَاأَرْحَمَ الرَّاحِمِيْنَ. رَبَّنَا اغْفِرْ لَنَا وَلِإِخْوَانِنَا الَّذِيْنَ سَبَقُوْنَا بِاْلإِيْمَانِ وَلاَتَجْعَلْ فِى قُلُوْبِنَا غِلاًّ لِلَّذِيْنَ آمَنُوْا رَبَّنَا إِنَّكَ رَءُوْفٌ رَّحِيْمٌ. وَاْلحَمْدُ لله رَبِ اْلعالميْنَ.

عِبَادَ اللهِ، إِنَّ اللهَ يَأْمُرُ بِالْعَدْلِ وَاْلإِحْسَانِ وَإِيْتَاءِ ذِى الْقُرْبَى وَيَنْهَى عَنِ الْفَخْشَاءِ وَالْمُنْكَرِ وَالْبَغْيِ يَعِظُكُمْ لَعَلَّكُمْ تَذَكَّرُوْنَ. فَاذْكُرُوْا اللهَ الْعَظِيْمَ يَذْكُرْكُمْ، وَاشْكُرُوْهُ عَلَى نِعَمِهِ يَزِدْكُمْ وَاسْأَلُوْهُ مِنْ فَضْلِهِ يُعْطِكُمْ وَلَذِكْرُ اللهِ أَكْبَرُ.

Allaahu akbar Allaahu akbar Allaahu akbar Allaahu akbar Allaahu akbar Allaahu akbar Allaahu akbar. Allaahu akbar kabiiraa, wal-hamdulillaahi katsiiraa, wa subhaanallaahi bukrataw wa ashiilaa, laa ilaaha illallaah, wallaahu akbar, allaahu akbar, wa lillaahil-hamd.

Alhamdulillaahil-ladzii ja’alal-a’yaada bi afraahi was-suruuri wa dhaa’afa lil muttaqiina jaziilal-ajuur, fa subhaana man harrama shaumahu wa aujaba fithrahu wa hadzdzara fiihi minal-ghuruur, ahmadahu subhaanahu wa ta’aalaa fa huwa ahaqqu mahmuudin wa ajallu masykuur. Asyhadu anlaa ilaaha illallaahu wahdahu laa syariikalahu syahaadatan yasyrahullaahu lahaa lanash-shuduur, wa asy-hadu anna sayyidanaa wa nabiyyanaa muhammadan ‘abduhuu wa rasuuluhul-ladzii aqaama manaaral-islaami ba’dad-dutsuur.

Allaahumma shalli wa sallim ‘alaa sayyidinaa muhammadin wa ‘alaa aalihi wa shahbihi shalaatan wa salaaman daa-imaini mutalaazimaini ilaa yaumil-ba’tsi wan-nusyuur. Ammaa ba’d.

Fayaa ayyuhan-naasut-taqullaaha ta’aalaa wa’lamuu anna yaumakum haadzaa yaumun ‘azhiim. Fa aktsiruu minash-shalaati ‘alan-nabiyyil-kariim. Wa qaala ta’aalaa fii kitaabihil-kariim. Innallaaha wa malaa-ikatahuu yushalluuna ‘alan-nabiyyi yaa ayyuhal-ladziina aamanuu shalluu ‘alaihi wa sallimuu tasliimaa. Allaahumma shalli wa sallim ‘alaa sayyidinaa muhammadin sayyidil-mursaliina wa ‘alaa aalihi wa ash-haabihii wat-taabi’iina wa taabi’it-taabi’iina wa taabi’iihim bi ihsaanin ilaa yaumid-diin.

Warhamnaa ma’ahum bi rahmatika yaa arhamar-raahimiin.

Allaahummaghfir lil muslimiina wal-muslimaati wal-mu’miniina wal-mu’minaatil-ahyaa-i minhum wal-amwaat, innaka samii’un qariibun mujiibud-da’awaat. Allaahumman-shur man nasharad-diina wakh-dzul man khadzalal-muslimiina wa dammir a’daa-anaa a’daa-ad-diini wa ahlikil-kafarata wal-mubtadi’ata wal-masyrikiin, wa a’li kalimaatika ilaa yaumid-diin. Allaahummak-finaa syarrazh-zhaalimiina wak-finaa syarral-haasidiin. Wak-finaa syarra man yu’dziinaa wa ahlik man araadanaa bis-suu-i yaa arhamar-raahimiin. Rabbanagh-firlanaa wa li-ikhwaaninaal-ladziina sabaquunaa bil-iimaani wa laa taj’al fii quluubinaa ghillan lilladziina aamanuu rabbanaa innaka ru-uufur rahiim.

Walhamdulillaah rabbil’aalamiin.

‘Ibaadallaah, innallaaha ya’muru bil-‘adli wal-ihsaani wa iitaa-i dil-qurbaa wa yanhaa ‘anil-fahsyaa-i wal-munkari wal-baghyi ya’izhukum la’allakum tadzakkaruun. Fadzkurullaahal-‘azhiima yadzkurkum, wasykuruuhu ‘alaa ni’amihi yazidkum wa-aluuhu min fadhlihi yu’thikum wa ladzikrullaahi akbar.

Makna Ibadah Kurban dan Haji

Khutbah I

اَللهُ أَكْبَرُ اَللهُ أَكْبَرُ اَللهُ أَكْبَرُ. اَللهُ أَكْبَرُ اَللهُ أَكْبَرُ اَللهُ أَكْبَرُ. اَللهُ أَكْبَرُ اَللهُ أَكْبَرُ اَللهُ أَكْبَرُ.

اَللهُ أَكْبَرْ كَبِيْرًا وَالْحَمْدُ للهِ كَثِيْرًا وَسُبْحَانَ اللهِ بُكْرَةً وَأَصِيْلاً، لَاإِلهَ إِلاَّ اللهُ وَحْدَهُ، صَدَقَ وَعْدَهُ وَنَصَرَ عَبْدَهُ وَأَعَزَّ جُنْدَهُ وَهَزَمَ الْأَحْزَابَ وَحْدَهُ، لاَإِلهَ إِلاَّ اللهُ وَاللهُ أَكْبَرُ، اَللهُ أَكْبَرُ وَللهِ اْلحَمْدُ

الحَمْدُ لِلهِ الَّذِيْ خَلَقَ الزّمَانَ وَفَضَّلَ بَعْضَهُ عَلَى بَعْضٍ فَخَصَّ بَعْضُ الشُّهُوْرِ وَالأَيَّامِ وَالَليَالِي بِمَزَايَا وَفَضَائِلَ يُعَظَّمُ فِيْهَا الأَجْرُ والحَسَنَاتُ.

أَشْهَدُ أَنْ لاَ إِلَهَ إِلاَّ اللهُ وَحْدَهُ لاَ شَرِيْكَ لَهُ وَأَشْهَدُ أَنَّ سَيِّدَنا مُحَمَّدًا عَبْدُهُ وَرَسُوْلُهُ الدَّاعِى بِقَوْلِهِ وَفِعْلِهِ إِلَى الرَّشَادِ.

اللّهُمَّ صَلّ وسّلِّمْ علَى عَبْدِكَ وَرَسُوْلِكَ مُحَمّدٍ وِعَلَى آلِه وأصْحَابِهِ هُدَاةِ الأَنَامِ في أَنْحَاءِ البِلاَدِ. أمَّا بعْدُ، فيَا أَيُّهَا النَّاسُ اتَّقُوا اللهَ تَعَالَى بِفِعْلِ الطَّاعَاتِ فَقَدْ قَالَ اللهُ تَعَالىَ فِي كِتَابِهِ الْكَرِيْمِ: إِنَّا أَعْطَيْنَاكَ الْكَوْثَرَ. فَصَلِّ لِرَبِّكَ وَانْحَرْ. إِنَّ شَانِئَكَ هُوَ الْأَبْتَرُ

Allaahu akbar, allaahu akbar, allaahu akbar, allaahu akbar, allaahu akbar, allaahu akbar, allaahu akbar, allaahu akbar, allaahu akbar.

Allaahu akbar kabiiraa wal hamdulillaahi katsiiraa wa subhaanallahi bukrataw wa ashiilaa, laa ilaaha illallaahu wakhdah, shadaqa wa’dahhu wanashara ‘abdahu waa’azzajundahu wahazamal akhzaaba wakhdah, laa ilaha illaallahu wallahu akbar, allaahu akbar walillahilkhamd.

alhamdulillahilladzii khalaqazzamaana wafaddhla ba’dhahu ‘alaa ba’din fakhassha ba’dussyuhuuri wal ayyami waalayaalii bimazaayaa wafadhaa ilayu’azzamu fiihal ajru walkhasanaat.

Asyhaduanlaa ilaha illallahu wakhdahu laasayriikalahu wa asyhadu anna sayyidanaa mukhammadan ‘abduhu warasuuluhuddaa’i biqaulihii wafi’lihi ilarrasyaadi.

Allahumma shalli wassalim ‘alaa ‘abdihika warasuulika mukhammadin wa’alaa aalihi wa ashkhaabihi hudaatil anaami fii ankhaa ilbilaadi ammaa ba’du, fayaa ayyuhannaasuttaqullaaha ta’aalaa bifi’litthaa ‘aati faqad qalallaahu ta’aalaa fii kitaabihil kariimi: inna a’thainaakal kautsar. fashalli lirabbika wankhar. innasyaani aka huwal abtar.

Ma’asyiral Muslimin wal Muslimat rahimakumullah,

Khutbah Idul Adha ini menyebutkan bahwa hari raya kurban menyimpan banyak peristiwa spesial yang selanjutnya diabadikan dalam bentuk ritual ibadah.

Adapun dua ibadah yang erat kaitannya atau identik dengan hari raya ini adalah ibadah kurban dan ibadah haji.

Dua ibadah ini memiliki nilai keimanan dan keteguhan, serta menjadi bukti pengorbanan yang didasari oleh rasa penuh kesabaran dan keikhlasan.

Hikmah yang dapat diperoleh dari dua ibadah ini adalah manusia diharapkan untuk dapat meyakini bahwa Allah sebenarnya memiliki tujuan dalam memberikan setiap perintah.

Hadirin yang dirahmati Allah,

Keikhlasan merupakan salah satu kunci manusia untuk meraih ridha-Nya. Ibadah yang dilakukan tanpa didasari oleh rasa ikhlas adalah ibadah yang sia-sia.

Hal ini pernah dijelaskan dalam sebuah hadis, di mana Rasulullah bersabda:

إِنَّ اللَّهَ لا يَقْبَلُ مِنْ الْعَمَلِ إِلا مَا كَانَ لَهُ خَالِصًا وَابْتُغِيَ بِهِ وَجْهُهُ

Innallaaha laa yaqbalu minal amali, illa maa kaana lahu kholishon wabtughiya bihi wajhuhu.

Artinya:

“Allah tidak menerima amal, kecuali amal (ibadah) yang dilandasi keikhlasan dan karena mencari keridhaan Allah Swt.” (HR Nasa’i)

Begitu pula dalam melaksanakan ibadah kurban.

Seseorang yang mampu wajib berkurban, tetapi harus disertai sikap ikhlas dan siap mengorbankan harta bendanya untuk orang lain yang membutuhkan.

Perlu diingat bahwa pada dasarnya, semua itu hanyalah titipan dan merupakan kepunyaan Allah Swt.

Ibadah kurban adalah untuk Allah. Oleh karenanya, kita dianjurkan dapat memberikan hewan kurban terbaik kepada mereka yang membutuhkan.

Kurban sendiri dalam bahasa Indonesia memiliki arti dekat.

Jadi, bisa dikatakan bahwa menjalankan ibadah kurban merupakan salah satu cara agar seorang hamba bisa makin dekat dengan pencipta-Nya.

Hadirin, rahimakumullah,

Momen Idul Adha ini juga ditandai dengan ibadah lain, yaitu menunaikan haji. Bagi yang mampu, ibadah ini wajib untuk dilaksanakan.

Allah Swt. berfirman dalam Al-Qur’an surah Ali Imran ayat 97 seperti berikut:

وَلِلَّهِ عَلَى ٱلنَّاسِ حِجُّ ٱلْبَيْتِ مَنِ ٱسْتَطَا عَ إِلَيْهِ سَبِيلًا وَمَن كَفَرَ فَإِ نَّ ٱللَّهَ غَنِىٌّ عَنِ ٱلْعَٰلَمِينَ

Fīhi āyātum bayyinātum maqāmu ibrāhīm, wa man dakhalahụ kāna āminā, wa lillāhi ‘alan-nāsi ḥijjul-baiti manistaṭā’a ilaihi sabīlā, wa mang kafara fa innallāha ganiyyun ‘anil-‘ālamīn.

Artinya:

“Mengerjakan haji adalah kewajiban manusia terhadap Allah, yaitu (bagi) orang yang sanggup mengadakan perjalanan ke Baitullah. Barangsiapa mengingkari (kewajiban haji), maka sesungguhnya Allah Mahakaya dari semesta alam.”

Dalam melaksanakan rukun Islam yang kelima ini, seseorang yang telah mampu harus siap mengorbankan hartanya sebagai wujud syukur atas nikmat kesehatan dan harta.

Ibadah ini harus dilakukan dengan ikhlas dan bertujuan mendekatkan diri kepada Allah Swt.

Kesiapan dalam menjalankan ibadah dengan mengorbankan harta benda ini mengajari manusia untuk menjauhi sifat kikir dan cinta yang teramat besar terhadap kekayaan materi.

Selain itu, kita juga diajarkan untuk tidak terlalu membanggakan kekayaan karena itu semua adalah anugerah dari Allah Swt.

Hal lainnya yang bisa dipetik sebagai pelajaran adalah dalam melaksanakan ibadah haji, setiap orang tentunya akan saling membantu dan bekerja sama.

Seperti yang telah diketahui, perjalanan menunaikan ibadah haji ditempuh bersama-sama dan penuh tantangan, kesulitan, serta pengorbanan.

Sesuatu yang harus diutamakan ketika berkunjung ke rumah Allah adalah niat untuk beribadah, bukan yang lainnya.

Dengan niat yang tepat, ibadah ini setidaknya dapat membangkitkan kesadaran dan semangat untuk saling mengingatkan dalam kebenaran.

Ketika melaksanakan ibadah haji, para jamaah akan melakukan serangkaian ibadah sebagai salah satu upaya utuk membersihkan diri dari dosa.

Pada saat itu, jamaah juga mengharapkan ampunan, rahmat, dan ridha Allah Swt.

Jamaah salat Idul Adha yang dirahmati Allah,

Kesabaran dan kedisiplinan dalam menjalankan rangkaian ibadah yang panjang akan membuat manusia sejenak melupakan urusan dunia yang melenakan.

Pemakaian kain ihram akan mengingatkan manusia pada kematian karena kainnya yang berwarna putih, mirip kain kafan.

Sejatinya, kematian pasti akan datang kepada setiap yang bernyawa.

Ibadah tawaf dan sa’i dalam berhaji juga memiliki makna dalam, yaitu agar manusia selalu berusaha untuk berhijrah.

Allah telah menjanjikan surga kepada mereka yang melaksanakan ibadah ini dengan niat tulus dan ikhlas.

Hikmah yang dapat diperoleh dari dua ibadah ini adalah manusia diharapkan untuk dapat meyakini bahwa Allah sebenarnya memiliki tujuan dalam memberikan setiap perintah.

Tentunya, perintah yang diberikan adalah yang terbaik.

Untuk itu, manusia harusnya juga melakukan yang terbaik dalam menjalankan perintah-Nya dan usaha untuk menjauhi larangan-Nya.

Hadirin yang dirahmati Allah,

Marilah kita bersama-sama melangitkan doa agar segala ibadah yang kita lakukan mendapatkan rida dari-Nya.

Ya Allah, perkenankanlah kami untuk bisa sampai ke Makkah, Madinah, dan Arafah sebagai tamu-Mu.

Berilah kami rezeki supaya bisa menjadi haji yang mabrur. Anugerahkanlah ridha-Mu dan sayangilah kami sebagai hamba-Mu.

بَارَكَ اللهُ لِيْ وَلَكُمْ فِي الْقُرْآنِ الْعَظِيْمِ، وَنَفَعَنِيْ وَإِيَّاكُمْ فِى اْلآيَاتِ وَالذِّكْرِ الْحَكِيْمِ، اِنَّهُ هُوَ الْبَرُّ الرَّؤُوْفُ الرَّحِيْمُ

Barakallaahu lii walakum fil quraanil aziim, wanafa’anii waiyyaakum fil aayaati waddzikril khakiim, innahu huwal barra uufurrakhiim.

Khutbah II

اللهُ أَكْبَرُ، اللهُ أَكْبَرُ، اللهُ أَكْبَرُ، اللهُ أَكْبَرُ، اللهُ أَكْبَرُ، اللهُ أَكْبَرُ، اللهُ أَكْبَرُ. اَللهُ أَكْبَرُ كَبِيْرًا، وَالْحَمْدُ ِللهِ كَثِيْرًا، وَسُبْحَانَ اللهِ بُكْرَةً وَأَصِيْلاً، لآ إِلٰهَ إِلاَّ اللهُ، وَاللهُ أَكْبَرُ، اللهُ أَكْبَرُ، وَللهِ الْحَمْدُ.

الْحَمْدُ ِللهِ الَّذِى جَعَلَ اْلأَعْيَادَ بِالأَفْرَاحِ وَالسُّرُوْرِ وَضَاعَفَ لِلْمُتَّقِيْنَ جَزِيْلَ اْلأُجُوْرِ، فَسُبْحَانَ مَنْ حَرَّمَ صَوْمَهُ وَأَوْجَبَ فِطْرَهُ وَحَذَّرَ فِيْهِ مِنَ الْغُرُوْرِ، أَحْمَدُهُ سُبْحَانَهُ وَتَعَالَى فَهُوَ أَحَقُّ مَحْمُوْدٍ وَأَجَلُّ مَشْكُوْرِ. أَشْهَدُ أَنَّ لآ إِلٰهَ إِلاَّ اللهُ وَحْدَهُ لاَشَرِيْكَ لَهُ شَهَادَةً يَشْرَحُ اللهُ لَهَا لَنَا الصُّدُوْرَ، وَأَشْهَدُ أَنَّ سَيِّدَنَا وَنَبِيَّنَا مُحَمَّدًا عَبْدُهُ وَرَسُوْلُهُ الَّذِىْ أَقَامَ مَنَارَ اْلإِسْلاَمِ بَعْدَ الدُّثُوْرِ. اللّٰهُمَّ صَلِّ وَسَلِّمْ عَلَى سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ وَعَلَى أٰلِهِ وَصَحْبِهِ صَلاَةً وَسَلاَمًا دَائِمَيْنِ مُتَلاَزِمَيْنِ إِلَى يَوْمِ الْبَعْثِ وَالنُّشُوْرِ. أَمَّابَعْدُ

فَيَا أَيُّهَا النَّاسُ اتَّقُوا اللهَ تَعَالَى وَاعْلَمُوْا أَنَّ يَوْمَكُمْ هٰذَا يَوْمٌ عَظِيْمٌ. فَأَكْثِرُوْا مِنَ الصَّلاَةِ عَلَى النَّبِىِّ الْكَرِيْمِ. وَقَالَ تَعَالَى فِى كِتَابِهِ الْكَرِيْمِ؛ إِنَّ اللهَ وَمَلآئِكَتَهُ يُصَلُّوْنَ عَلَى النَّبِىِّ يَآأَيُّهَا الَّذِيْنَ أٰمَنُوْا صَلُّوْا عَلَيْهِ وَسَلِّمُوْا تسْلِيْمًا. اللّٰهُمَّ صَلِّ وَسَلِّمْ عَلَى سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ سَيِّدِ الْمُرْسَلِيْنَ وَعَلَى أٰلِهِ وَأَصْحَابِهِ وَالتَّابِعِيْنَ وَتَابِعِى التَّابِعِيْنَ وَتَابِعِيْهِمْ بِإِحْسَانٍ إِلَى يَوْمِ الدِّيْنِ. وَارْحَمْنَا مَعَهُمْ بِرَحْمَتِكَ يَاأَرْحَمَ الرَّاحِمِيْنَ.

اللّٰهُمَّ اغْفِرْ لِلْمُسْلِمِيْنَ وَالْمُسْلِمَاتِ وَالْمُؤْمِنِيْنَ وَالْمُؤْمِنَاتِ اْلأَحْيَاءِ مِنْهُمْ وَالأْ َمْوَاتِ، إِنَّكَ سَمِيْعٌ قَرِيْبٌ مُجِيْبُ الدَّعَوَاتِ. اللّٰهُمَّ انْصُرْ مَنْ نَصَرَ الدِّيْنَ وَاخْذُلْ مَنْ خَذَلَ الْمُسْلِمِيْنَ وَدَمِّرْ أَعْدَاءَنَا أَعْدَاءَ الدِّيْنِ وَأَهْلِكِ الْكَفَرَةَ وَالْمُبْتَدِعَةَ وَالْمَشْرِكِيْنَ، وَأَعْلِ كَلِمَاتِكَ إِلَى يَوْمِ الدِّيْنِ. اللّٰهُمَّ اكْفِنَا شَرَّ الظَّالِمِيْنَ وَاكْفِنَا شَرَّ الْحَاسِدِيْنَ. وَاكْفِنَا شَرَّ مَنْ يُؤْذِيْنَا وَأَهْلِكْ مَنْ أَرَادَنَا بِالسُّوْءِ يَاأَرْحَمَ الرَّاحِمِيْنَ. رَبَّنَا اغْفِرْ لَنَا وَلِإِخْوَانِنَا الَّذِيْنَ سَبَقُوْنَا بِاْلإِيْمَانِ وَلاَتَجْعَلْ فِى قُلُوْبِنَا غِلاًّ لِلَّذِيْنَ آمَنُوْا رَبَّنَا إِنَّكَ رَءُوْفٌ رَّحِيْمٌ. وَاْلحَمْدُ لله رَبِ اْلعالميْنَ.

عِبَادَ اللهِ، إِنَّ اللهَ يَأْمُرُ بِالْعَدْلِ وَاْلإِحْسَانِ وَإِيْتَاءِ ذِى الْقُرْبَى وَيَنْهَى عَنِ الْفَخْشَاءِ وَالْمُنْكَرِ وَالْبَغْيِ يَعِظُكُمْ لَعَلَّكُمْ تَذَكَّرُوْنَ. فَاذْكُرُوْا اللهَ الْعَظِيْمَ يَذْكُرْكُمْ، وَاشْكُرُوْهُ عَلَى نِعَمِهِ يَزِدْكُمْ وَاسْأَلُوْهُ مِنْ فَضْلِهِ يُعْطِكُمْ وَلَذِكْرُ اللهِ أَكْبَرُ.

Allaahu akbar Allaahu akbar Allaahu akbar Allaahu akbar Allaahu akbar Allaahu akbar Allaahu akbar. Allaahu akbar kabiiraa, wal-hamdulillaahi katsiiraa, wa subhaanallaahi bukrataw wa ashiilaa, laa ilaaha illallaah, wallaahu akbar, allaahu akbar, wa lillaahil-hamd.

Alhamdulillaahil-ladzii ja’alal-a’yaada bi afraahi was-suruuri wa dhaa’afa lil muttaqiina jaziilal-ajuur, fa subhaana man harrama shaumahu wa aujaba fithrahu wa hadzdzara fiihi minal-ghuruur, ahmadahu subhaanahu wa ta’aalaa fa huwa ahaqqu mahmuudin wa ajallu masykuur. Asyhadu anlaa ilaaha illallaahu wahdahu laa syariikalahu syahaadatan yasyrahullaahu lahaa lanash-shuduur, wa asy-hadu anna sayyidanaa wa nabiyyanaa muhammadan ‘abduhuu wa rasuuluhul-ladzii aqaama manaaral-islaami ba’dad-dutsuur.

Allaahumma shalli wa sallim ‘alaa sayyidinaa muhammadin wa ‘alaa aalihi wa shahbihi shalaatan wa salaaman daa-imaini mutalaazimaini ilaa yaumil-ba’tsi wan-nusyuur. Ammaa ba’d.

Fayaa ayyuhan-naasut-taqullaaha ta’aalaa wa’lamuu anna yaumakum haadzaa yaumun ‘azhiim. Fa aktsiruu minash-shalaati ‘alan-nabiyyil-kariim. Wa qaala ta’aalaa fii kitaabihil-kariim. Innallaaha wa malaa-ikatahuu yushalluuna ‘alan-nabiyyi yaa ayyuhal-ladziina aamanuu shalluu ‘alaihi wa sallimuu tasliimaa. Allaahumma shalli wa sallim ‘alaa sayyidinaa muhammadin sayyidil-mursaliina wa ‘alaa aalihi wa ash-haabihii wat-taabi’iina wa taabi’it-taabi’iina wa taabi’iihim bi ihsaanin ilaa yaumid-diin.

Warhamnaa ma’ahum bi rahmatika yaa arhamar-raahimiin.

Allaahummaghfir lil muslimiina wal-muslimaati wal-mu’miniina wal-mu’minaatil-ahyaa-i minhum wal-amwaat, innaka samii’un qariibun mujiibud-da’awaat. Allaahumman-shur man nasharad-diina wakh-dzul man khadzalal-muslimiina wa dammir a’daa-anaa a’daa-ad-diini wa ahlikil-kafarata wal-mubtadi’ata wal-masyrikiin, wa a’li kalimaatika ilaa yaumid-diin. Allaahummak-finaa syarrazh-zhaalimiina wak-finaa syarral-haasidiin. Wak-finaa syarra man yu’dziinaa wa ahlik man araadanaa bis-suu-i yaa arhamar-raahimiin. Rabbanagh-firlanaa wa li-ikhwaaninaal-ladziina sabaquunaa bil-iimaani wa laa taj’al fii quluubinaa ghillan lilladziina aamanuu rabbanaa innaka ru-uufur rahiim.

Walhamdulillaah rabbil’aalamiin.

‘Ibaadallaah, innallaaha ya’muru bil-‘adli wal-ihsaani wa iitaa-i dil-qurbaa wa yanhaa ‘anil-fahsyaa-i wal-munkari wal-baghyi ya’izhukum la’allakum tadzakkaruun. Fadzkurullaahal-‘azhiima yadzkurkum, wasykuruuhu ‘alaa ni’amihi yazidkum wa-aluuhu min fadhlihi yu’thikum wa ladzikrullaahi akbar.

Kepribadian Orang yang Berhaji dan Berkurban

Materi Khutbah Idul Adha yang ketiga ini berasal dari Jaenuri, Dosen Fakultas Agama Islam UNU Surakarta.

Inti pembahasan yang ada dalam khutbah Idul Adha ini adalah empat kepribadian orang yang berhaji dan berkurban.

Kira-kira, kepribadian apa saja yang disebutkan? Simak uraian Hasana.id berikut ini.

Khutbah I

اَللهُ أَكْبَرُ اَللهُ أَكْبَرُ اَللهُ أَكْبَرُ. اَللهُ أَكْبَرُ اَللهُ أَكْبَرُ اَللهُ أَكْبَرُ. اَللهُ أَكْبَرُ اَللهُ أَكْبَرُ اَللهُ أَكْبَرُ

. اَللهُ أَكْبَرْ كَبِيْرًا وَالْحَمْدُ للهِ كَثِيْرًا وَسُبْحَانَ اللهِ بُكْرَةً وَأَصِيْلاً، لَاإِلهَ إِلاَّ اللهُ وَحْدَهُ، صَدَقَ وَعْدَهُ وَنَصَرَ عَبْدَهُ وَأَعَزَّ جُنْدَهُ وَهَزَمَ الْأَحْزَابَ وَحْدَهُ، لاَإِلهَ إِلاَّ اللهُ وَاللهُ أَكْبَرُ، اَللهُ أَكْبَرُ وَللهِ اْلحَمْدُ. الحَمْدُ لِلهِ الَّذِيْ خَلَقَ الزّمَانَ وَفَضَّلَ بَعْضَهُ عَلَى بَعْضٍ فَخَصَّ بَعْضُ الشُّهُوْرِ وَالأَيَّامِ وَالَليَالِي بِمَزَايَا وَفَضَائِلَ يُعَظَّمُ فِيْهَا الأَجْرُ والحَسَنَاتُ.

أَشْهَدُ أَنْ لاَ إِلَهَ إِلاَّ اللهُ وَحْدَهُ لاَ شَرِيْكَ لَهُ وَأَشْهَدُ أَنَّ سَيِّدَنا مُحَمَّدًا عَبْدُهُ وَرَسُوْلُهُ الدَّاعِى بِقَوْلِهِ وَفِعْلِهِ إِلَى الرَّشَادِ.

اللّهُمَّ صَلّ وسّلِّمْ علَى عَبْدِكَ وَرَسُوْلِكَ مُحَمّدٍ وِعَلَى آلِه وأصْحَابِهِ هُدَاةِ الأَنَامِ في أَنْحَاءِ البِلاَدِ. أمَّا بعْدُ، فيَا أَيُّهَا النَّاسُ اتَّقُوا اللهَ تَعَالَى بِفِعْلِ الطَّاعَاتِ فَقَدْ قَالَ اللهُ تَعَالىَ فِي كِتَابِهِ الْكَرِيْمِ: إِنَّا أَعْطَيْنَاكَ الْكَوْثَرَ. فَصَلِّ لِرَبِّكَ وَانْحَرْ. إِنَّ شَانِئَكَ هُوَ الْأَبْتَرُ

Allaahu akbar, allaahu akbar, allaahu akbar, allaahu akbar, allaahu akbar, allaahu akbar, allaahu akbar, allaahu akbar, allaahu akbar.

Allaahu akbar kabiiraa wal hamdulillaahi katsiiraa wa subhaanallahi bukrataw wa ashiilaa, laa ilaaha illallaahu wakhdah, shadaqa wa’dahhu wanashara ‘abdahu waa’azzajundahu wahazamal akhzaaba wakhdah, laa ilaha illaallahu wallahu akbar, allaahu akbar walillahilkhamd.

alhamdulillahilladzii khalaqazzamaana wafaddhla ba’dhahu ‘alaa ba’din fakhassha ba’dussyuhuuri wal ayyami waalayaalii bimazaayaa wafadhaa ilayu’azzamu fiihal ajru walkhasanaat.

Asyhaduanlaa ilaha illallahu wakhdahu laasayriikalahu wa asyhadu anna sayyidanaa mukhammadan ‘abduhu warasuuluhuddaa’i biqaulihii wafi’lihi ilarrasyaadi.

Allahumma shalli wassalim ‘alaa ‘abdihika warasuulika mukhammadin wa’alaa aalihi wa ashkhaabihi hudaatil anaami fii ankhaa ilbilaadi ammaa ba’du, fayaa ayyuhannaasuttaqullaaha ta’aalaa bifi’litthaa ‘aati faqad qalallaahu ta’aalaa fii kitaabihil kariimi: inna a’thainaakal kautsar. fashalli lirabbika wankhar. innasyaani aka huwal abtar.

Jamaah salat Idul Adha yang dirahmati Allah Swt.,

Pada waktu yang sangat mulia ini, saya mengajak jamaah untuk bersama-sama meningkatkan keimanan dan ketakwaan kepada Allah Swt. dengan sungguh-sungguh.

Terlebih lagi, momen Idul Adha ini bertepatan dengan momen ketika bukti-bukti ketakwaan kita tunjukkan, salah satunya dengan menyembelih hewan kurban.

Sesungguhnya, hal tersebut merupakan amalan yang amat Allah cintai dari seorang hamba. Terkait hal ini, Rasulullah saw. bersabda:

مَا عَمِلَ اِبْنُ اَدَمَ يَوْمَ النَّحْرِ عَمَلًا اَحَبَّ اِلَى اللهِ مِنْ اِرَافَةِ دَمٍ وَاِنَّهُ لَيَأْتِيْ يَوْمَ الْقِيَامَةِ بِقُرُوْنِهَا وَاظْفَارِهَا وَاَشْعَارِهَا

Maa’amila ibnu adama yaumannakhri ‘amalan akhabba ilallaahi min iraafati damin wainnahu laya’ tiiyaumal qiyaamati biquruu nihaa wazfaarihaa waasy’aarihaa

Artinya:

“Seseorang tidak beramal pada hari raya Idul Adha dengan amal yang lebih dicintai oleh Allah daripada mengalirkan darah hewan kurban. Sesungguhnya, pada hari kiamat, ia akan membawa tanduk, kuku, dan bulu hewan yang ia sembelih.” (HR Ibnu Majah)

Hadirin yang dirahmati Allah Swt.,

Dalam menjalankan ibadah haji dan kurban, setidaknya terdapat empat kepribadian yang dimiliki oleh orang-orang yang menjalankannya.

Pertama: Kepribadian Tauhidi

Dua ibadah yang identik dengan Idul Adha adalah kurban dan haji. Keduanya sama-sama dikerjakan dalam rangka memenuhi panggilan Allah.

Pelaksanaan ibadah ini juga mencerminkan kepatuhan dan ketundukan terhadap Sang Pencipta sebagaimana bunyi dari lafal talbiyah, yaitu:

لَبَّيْكَ اللَّهُمَّ لَبَّيْكَ، لاَ شَرِيْكَ لَكَ لَبَّيْكَ، إِنَّ الْحَمْدَ وَالنِّعْمَةَ لَكَ وَالْمُلْكَ لاَ شَرِيْكَ لَكَ

Labbaika allahumma labbaik. Labbaika laa syariika laka labbaik. Innal hamda wan ni’mata laka wal mulk laa syariikalaka.

Artinya:

“Aku datang memenuhi panggilan-Mu, ya Allah. Aku datang memenuhi panggilan-Mu. Aku datang memenuhi panggilan-Mu. Tiada sekutu bagi-Mu. Aku datang memenuhi panggilan-Mu. Sungguh, segala puji, nikmat, dan segala kekuasaan adalah milik-Mu. Tiada sekutu bagi-Mu.”

Kedua: Kepribadian Mujahid (Perang)

Kesungguhan sangat dibutuhkan dalam menunaikan ibadah kurban maupun haji. Dari segi materi, contohnya, keduanya membutuhkan biaya yang relatif tidak sedikit.

Di luar materi, ibadah ini juga harus dilakukan dengan penuh perjuangan. Contohnya pada ibadah haji, perjuangan yang diperlukan tak hanya fisik, tetapi juga psikis.

Pada ibadah kurban, ada perjuangan yang dilakukan, yaitu memiliki hewan kurban terbaik untuk disembelih.

Setelahnya, hewan kurban masih harus dikuliti, dibersihkan, dipotong-potong, dan dibagikan kepada mereka yang berhak.

Apabila tidak didasari dengan tekad yang kuat, hal ini kemungkinan tidak bisa terlaksana dengan baik.

Ketiga: Kepribadian Syakirin (Orang-Orang Bersyukur)

Hadirin yang dirahmati Allah Swt.,

Dalam beribadah, Islam sejatinya tidak pernah memaksa. Misalnya, dalam menunaikan ibadah shalat, apabila seseorang tidak mampu berdiri, maka perbolehkan untuk duduk.

Apabila tidak bisa duduk, ia boleh berbaring, bahkan dalam kondisi tertentu, shalat dengan isyarat pun diperkenankan.

Hal itu juga berlaku dalam perintah ibadah haji. Ibadah ini hanya wajib bagi umat muslim yang mampu sebagaimana telah dijelaskan dalam Al-Qur’an Surat Ali Imran ayat 97:

وَلِلَّهِ عَلَى النَّاسِ حِجُّ الْبَيْتِ مَنِ اسْتَطَاعَ إِلَيْهِ سَبِيلا وَمَنْ كَفَرَ فَإِنَّ اللَّهَ غَنِيٌّ عَنِ الْعَالَمِينَ

… Wa lillāhi ‘alan-nāsi ḥijjul-baiti manistaṭā’a ilaihi sabīlā, wa mang kafara fa innallāha ganiyyun ‘anil-‘ālamīn.

Artinya:

“… dan mengerjakan haji adalah kewajiban manusia terhadap Allah, yaitu (bagi) orang yang sanggup mengadakan perjalanan ke Baitullah. Barang siapa mengingkari (kewajiban haji), maka sesungguhnya Allah Mahakaya (tidak memerlukan sesuatu) dari semesta alam.

Ayat tersebut menunjukkan betapa beruntungnya orang-orang yang mampu dan mendapat kesempatan untuk mengunjungi Rumah Allah.

Menjadi salah satu orang yang diberi kesempatan untuk menunaikan ibadah haji adalah sebuah nikmat dari Allah Swt. Untuk itu, sudah sepatutnya ia bersyukur.

Pun demikian dengan ibadah kurban. Untuk dapat memperoleh hewan ternak yang terbaik juga membutuhkan biaya yang tidak sedikit.

Jadi, tidak ada alasan bagi orang yang berkurban untuk tidak bersyukur karena Allah telah menganugerahkan nikmat yang melimpah sehingga ia mampu memiliki hewan kurban.

Keempat: Kepribadian Ijtima’i (Sosial)

Ibadah haji dilaksanakan secara serentak oleh seluruh jamaah dari belahan dunia mana pun yang telah hadir di Tanah Suci.

Dengan hadir bersama-sama, mereka saling mengenal dan muncullah rasa saling menyayangi dan mengasihi.

Di rumah Allah, tidak ada lagi perbedaan karena semuanya setara.

Selama menunaikan ibadah haji, umat Islam belajar tentang pentingnya bersahabat, saling menolong, berbagi nasihat, dan masih banyak lainnya.

Semuanya setara di mata Allah dan memiliki satu tujuan yang sama, yaitu meraih ridha-Nya. Begitu pula dengan menjalankan ibadah kurban.

Jamaah shalat Idul Adha yang semoga senantiasa mendapat rahmat dari Allah Azza wa Jalla.

Sudah sepatutnya kita hidup dengan saling menolong dan bersatu dalam memperoleh kemenangan di dunia maupun akhirat.

إِنَّمَا ٱلْمُؤْمِنُونَ إِخْوَةٌ فَأَصْلِحُوا۟ بَيْنَ أَخَوَيْكُمْ ۚ وَٱتَّقُوا۟ ٱللَّهَ لَعَلَّكُمْ تُرْحَمُونَ

Innamal-mu`minụna ikhwatun fa aṣliḥụ baina akhawaikum wattaqullāha la’allakum tur-ḥamụn.

Artinya:

“Orang-orang beriman itu sesungguhnya bersaudara. Karena itu, damaikanlah (perbaikilah hubungan) antara kedua saudaramu itu dan takutlah terhadap Allah supaya kamu mendapat rahmat.”

Khutbah II

اللهُ أَكْبَرُ، اللهُ أَكْبَرُ، اللهُ أَكْبَرُ، اللهُ أَكْبَرُ، اللهُ أَكْبَرُ، اللهُ أَكْبَرُ، اللهُ أَكْبَرُ. اَللهُ أَكْبَرُ كَبِيْرًا، وَالْحَمْدُ ِللهِ كَثِيْرًا، وَسُبْحَانَ اللهِ بُكْرَةً وَأَصِيْلاً، لآ إِلٰهَ إِلاَّ اللهُ، وَاللهُ أَكْبَرُ، اللهُ أَكْبَرُ، وَللهِ الْحَمْدُ.

الْحَمْدُ ِللهِ الَّذِى جَعَلَ اْلأَعْيَادَ بِالأَفْرَاحِ وَالسُّرُوْرِ وَضَاعَفَ لِلْمُتَّقِيْنَ جَزِيْلَ اْلأُجُوْرِ، فَسُبْحَانَ مَنْ حَرَّمَ صَوْمَهُ وَأَوْجَبَ فِطْرَهُ وَحَذَّرَ فِيْهِ مِنَ الْغُرُوْرِ، أَحْمَدُهُ سُبْحَانَهُ وَتَعَالَى فَهُوَ أَحَقُّ مَحْمُوْدٍ وَأَجَلُّ مَشْكُوْرِ. أَشْهَدُ أَنَّ لآ إِلٰهَ إِلاَّ اللهُ وَحْدَهُ لاَشَرِيْكَ لَهُ شَهَادَةً يَشْرَحُ اللهُ لَهَا لَنَا الصُّدُوْرَ، وَأَشْهَدُ أَنَّ سَيِّدَنَا وَنَبِيَّنَا مُحَمَّدًا عَبْدُهُ وَرَسُوْلُهُ الَّذِىْ أَقَامَ مَنَارَ اْلإِسْلاَمِ بَعْدَ الدُّثُوْرِ. اللّٰهُمَّ صَلِّ وَسَلِّمْ عَلَى سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ وَعَلَى أٰلِهِ وَصَحْبِهِ صَلاَةً وَسَلاَمًا دَائِمَيْنِ مُتَلاَزِمَيْنِ إِلَى يَوْمِ الْبَعْثِ وَالنُّشُوْرِ. أَمَّابَعْدُ

فَيَا أَيُّهَا النَّاسُ اتَّقُوا اللهَ تَعَالَى وَاعْلَمُوْا أَنَّ يَوْمَكُمْ هٰذَا يَوْمٌ عَظِيْمٌ. فَأَكْثِرُوْا مِنَ الصَّلاَةِ عَلَى النَّبِىِّ الْكَرِيْمِ. وَقَالَ تَعَالَى فِى كِتَابِهِ الْكَرِيْمِ؛ إِنَّ اللهَ وَمَلآئِكَتَهُ يُصَلُّوْنَ عَلَى النَّبِىِّ يَآأَيُّهَا الَّذِيْنَ أٰمَنُوْا صَلُّوْا عَلَيْهِ وَسَلِّمُوْا تسْلِيْمًا. اللّٰهُمَّ صَلِّ وَسَلِّمْ عَلَى سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ سَيِّدِ الْمُرْسَلِيْنَ وَعَلَى أٰلِهِ وَأَصْحَابِهِ وَالتَّابِعِيْنَ وَتَابِعِى التَّابِعِيْنَ وَتَابِعِيْهِمْ بِإِحْسَانٍ إِلَى يَوْمِ الدِّيْنِ. وَارْحَمْنَا مَعَهُمْ بِرَحْمَتِكَ يَاأَرْحَمَ الرَّاحِمِيْنَ.

اللّٰهُمَّ اغْفِرْ لِلْمُسْلِمِيْنَ وَالْمُسْلِمَاتِ وَالْمُؤْمِنِيْنَ وَالْمُؤْمِنَاتِ اْلأَحْيَاءِ مِنْهُمْ وَالأْ َمْوَاتِ، إِنَّكَ سَمِيْعٌ قَرِيْبٌ مُجِيْبُ الدَّعَوَاتِ. اللّٰهُمَّ انْصُرْ مَنْ نَصَرَ الدِّيْنَ وَاخْذُلْ مَنْ خَذَلَ الْمُسْلِمِيْنَ وَدَمِّرْ أَعْدَاءَنَا أَعْدَاءَ الدِّيْنِ وَأَهْلِكِ الْكَفَرَةَ وَالْمُبْتَدِعَةَ وَالْمَشْرِكِيْنَ، وَأَعْلِ كَلِمَاتِكَ إِلَى يَوْمِ الدِّيْنِ. اللّٰهُمَّ اكْفِنَا شَرَّ الظَّالِمِيْنَ وَاكْفِنَا شَرَّ الْحَاسِدِيْنَ. وَاكْفِنَا شَرَّ مَنْ يُؤْذِيْنَا وَأَهْلِكْ مَنْ أَرَادَنَا بِالسُّوْءِ يَاأَرْحَمَ الرَّاحِمِيْنَ. رَبَّنَا اغْفِرْ لَنَا وَلِإِخْوَانِنَا الَّذِيْنَ سَبَقُوْنَا بِاْلإِيْمَانِ وَلاَتَجْعَلْ فِى قُلُوْبِنَا غِلاًّ لِلَّذِيْنَ آمَنُوْا رَبَّنَا إِنَّكَ رَءُوْفٌ رَّحِيْمٌ. وَاْلحَمْدُ لله رَبِ اْلعالميْنَ.

عِبَادَ اللهِ، إِنَّ اللهَ يَأْمُرُ بِالْعَدْلِ وَاْلإِحْسَانِ وَإِيْتَاءِ ذِى الْقُرْبَى وَيَنْهَى عَنِ الْفَخْشَاءِ وَالْمُنْكَرِ وَالْبَغْيِ يَعِظُكُمْ لَعَلَّكُمْ تَذَكَّرُوْنَ. فَاذْكُرُوْا اللهَ الْعَظِيْمَ يَذْكُرْكُمْ، وَاشْكُرُوْهُ عَلَى نِعَمِهِ يَزِدْكُمْ وَاسْأَلُوْهُ مِنْ فَضْلِهِ يُعْطِكُمْ وَلَذِكْرُ اللهِ أَكْبَرُ.

Allaahu akbar Allaahu akbar Allaahu akbar Allaahu akbar Allaahu akbar Allaahu akbar Allaahu akbar. Allaahu akbar kabiiraa, wal-hamdulillaahi katsiiraa, wa subhaanallaahi bukrataw wa ashiilaa, laa ilaaha illallaah, wallaahu akbar, allaahu akbar, wa lillaahil-hamd.

Alhamdulillaahil-ladzii ja’alal-a’yaada bi afraahi was-suruuri wa dhaa’afa lil muttaqiina jaziilal-ajuur, fa subhaana man harrama shaumahu wa aujaba fithrahu wa hadzdzara fiihi minal-ghuruur, ahmadahu subhaanahu wa ta’aalaa fa huwa ahaqqu mahmuudin wa ajallu masykuur. Asyhadu anlaa ilaaha illallaahu wahdahu laa syariikalahu syahaadatan yasyrahullaahu lahaa lanash-shuduur, wa asy-hadu anna sayyidanaa wa nabiyyanaa muhammadan ‘abduhuu wa rasuuluhul-ladzii aqaama manaaral-islaami ba’dad-dutsuur.

Allaahumma shalli wa sallim ‘alaa sayyidinaa muhammadin wa ‘alaa aalihi wa shahbihi shalaatan wa salaaman daa-imaini mutalaazimaini ilaa yaumil-ba’tsi wan-nusyuur. Ammaa ba’d.

Fayaa ayyuhan-naasut-taqullaaha ta’aalaa wa’lamuu anna yaumakum haadzaa yaumun ‘azhiim. Fa aktsiruu minash-shalaati ‘alan-nabiyyil-kariim. Wa qaala ta’aalaa fii kitaabihil-kariim. Innallaaha wa malaa-ikatahuu yushalluuna ‘alan-nabiyyi yaa ayyuhal-ladziina aamanuu shalluu ‘alaihi wa sallimuu tasliimaa. Allaahumma shalli wa sallim ‘alaa sayyidinaa muhammadin sayyidil-mursaliina wa ‘alaa aalihi wa ash-haabihii wat-taabi’iina wa taabi’it-taabi’iina wa taabi’iihim bi ihsaanin ilaa yaumid-diin.

Warhamnaa ma’ahum bi rahmatika yaa arhamar-raahimiin.

Allaahummaghfir lil muslimiina wal-muslimaati wal-mu’miniina wal-mu’minaatil-ahyaa-i minhum wal-amwaat, innaka samii’un qariibun mujiibud-da’awaat. Allaahumman-shur man nasharad-diina wakh-dzul man khadzalal-muslimiina wa dammir a’daa-anaa a’daa-ad-diini wa ahlikil-kafarata wal-mubtadi’ata wal-masyrikiin, wa a’li kalimaatika ilaa yaumid-diin. Allaahummak-finaa syarrazh-zhaalimiina wak-finaa syarral-haasidiin. Wak-finaa syarra man yu’dziinaa wa ahlik man araadanaa bis-suu-i yaa arhamar-raahimiin. Rabbanagh-firlanaa wa li-ikhwaaninaal-ladziina sabaquunaa bil-iimaani wa laa taj’al fii quluubinaa ghillan lilladziina aamanuu rabbanaa innaka ru-uufur rahiim.

Walhamdulillaah rabbil’aalamiin.

‘Ibaadallaah, innallaaha ya’muru bil-‘adli wal-ihsaani wa iitaa-i dil-qurbaa wa yanhaa ‘anil-fahsyaa-i wal-munkari wal-baghyi ya’izhukum la’allakum tadzakkaruun. Fadzkurullaahal-‘azhiima yadzkurkum, wasykuruuhu ‘alaa ni’amihi yazidkum wa-aluuhu min fadhlihi yu’thikum wa ladzikrullaahi akbar.

Tata Cara Melakukan Khutbah Idul Adha

Meskipun merupakan shalat sunah, salat Idul Adha maupun Idul Fitri berbeda dari yang lainnya dan salah satu yang membedakannya adalah dalam hal khutbah.

Khutbah sendiri banyak dianggap sebagai penanda bahwa ibadah tersebut digelar pada momen spesial.

Tak hanya shalat Id Idul Adha atau Idul Fitri, di dalam pelaksanaan shalat Jumat juga terdapat khutbah.

Hanya saja, khutbah dalam shalat Id dilaksanakan setelah selesai shalat dua rakaat, sedangkan pada shalat Jumat adalah sebaliknya.

Hukum khutbah Idul Adha memang sunah, tetapi tetap ada rukunnya dalam melaksanakan amalan ini.

Rukun khutbah Idul Adha tidak jauh berbeda dengan shalat Jumat.

Rukun tersebut terdiri dari memuji Allah, membaca shalawat, berwasiat dengan takwa, membaca ayat Al-Qur’an, dan mendoakan kaum muslimin pada khutbah kedua.

Ketika menyampaikan khutbah, khatib disyaratkan berdiri (bagi yang mampu) dan disunahkan untuk menyela dengan duduk sebentar di antara khutbah pertama dan kedua.

Terkait hal ini telah dijelaskan dalam hadis Ubaidullah bin Abdullah bin Utbah, yang berbunyi:

السنة أن يخطب الإمام في العيدين خطبتين يفصل بينهما بجلوس

“Sunnah seorang Imam berkhutbah dua kali pada shalat hari raya (Idul Fitri dan Idul Adha), dan memisahkan kedua khutbah dengan duduk.” (HR Asy-Syafi’i)

Pada khutbah pertama, disunahkan khatib untuk mengawalinya dengan membaca takbir sebanyak sembilan kali.

Adapun pada khutbah kedua, khatib disunahkan membuka khutbanya dengan membaca takbir sebanyak tujuh kali.

Ketika khutbah Idul Adha sedang berlangsung, jamaah diperintahkan untuk tenang dan mendengarkan dengan saksama agar bisa mendapatkan kesempurnaan dalam shalat Id.

Dengarlah Khutbah Idul Adha dengan Seksama

Mungkin, beberapa jamaah mulai kehilangan fokus ketika tiba waktunya khatib menyampaikan khutbah Idul Adha.

Oleh karena khutbah biasanya berisi hal-hal yang baik dan bermanfaat, sangat dianjurkan jamaah untuk mendengarkannya dengan penuh perhatian.

Dengan begitu, pesan yang disampaikan dalam khutbah Idul Adha tersebut dapat diterima dengan baik.

Tak jarang, khatib menyampaikan khutbah Idul Adha yang membuat menangis.

Jika dihayati dengan sungguh-sungguh, khutbah tersebut rasanya akan sangat mengena di hati dan dapat makin mengingatkanmu akan kebesaran Allah yang luar biasa.

Semoga informasi mengenai khutbah Idul Adha yang Hasana.id bahas kali ini bisa menambah wawasanmu.