Menelisik Kerajaan Islam di Indonesia yang Ada di Sumatera dan Jawa

Bicara mengenai sejarah kerajaan-kerajaan di Indonesia tentu tidak bisa dilepaskan dari adanya kerajaan Islam di Indonesia yang juga menjadi awal penyebaran agama Islam di Indonesia.

Berdirinya kerajaan Islam di hampir seluruh wilayah Nusantara pada masa itu juga menjadi pertanda dari berakhirnya kerajaan bercorak Hindu dan Budha.

Berkembangnya kerajaan Islam di Nusantara ternyata berkaitan erat dengan banyaknya pedagang Islam dari jazirah Arab, India, Persia, hingga Tiongkok yang datang ke Nusantara.

Bahkan, sejumlah sosok ulama besar pada waktu itu ternyata juga dikenal sebagai pendiri beberapa kerajaan Islam yang ada di Indonesia.

Nah, bagi kamu yang penasaran dengan kerajaan Islam apa saja yang pernah memerintah dan menguasai sejumlah daerah di Indonesia, ulasan Hasana.id kali ini pasti menarik untuk disimak.

Sejarah Kerajaan Islam di Nusantara

Berdasarkan bukti-bukti sejarah yang ada, berdirinya kerajaan-kerajaan Islam di Indonesia memiliki hubungan yang sangat kuat dengan proses masuknya agama Islam di Nusantara.

Sebagai tambahan informasi, masuknya agama Islam ke Nusantara dimulai pada akhir abad ke-6.

Sosok yang dikenal sebagai pembawa agama Islam ke Nusantara adalah Syaikh Abdul Kadir Jailani.

Kendati demikian, ternyata kerajaan Islam di Indonesia baru mengalami masa keemasan pada abad ke-13.

Pada saat itu, Nusantara menjadi salah satu tempat yang banyak didatangi oleh pedagang maupun orang-orang yang berasal dari Timur Tengah, India, dan negeri yang berada di Timur.

Tidak heran jika pada masa itu, banyak kerajaan Islam di Indonesia yang menganut sistem kesultanan.

Rajanya pun mendapat gelar Sultan yang dalam bahasa Arab memiliki arti “pemimpin tertinggi”.

Kerajaan Islam Tidak Mengenal Kasta

Kebanyakan kerajaan Islam di Indonesia juga memiliki sistem yang berbeda dalam menentukan atau menobatkan pemimpinnya.

Jika di kerajaan Hindu dan Budha para pemimpin dipilih berdasarkan pengkultusan Dewa, di kerajaan Islam, para pemimpin dipilih berdasarkan garis keturunan dari Nabi Muhammad saw.

Semasa berdirinya kerajaan Islam di Indonesia, terdapat Wali Songo yang dipercaya sebagai kelompok ulama terkenal di Nusantara.

Tidak hanya menyebarkan agama Islam di Indonesia, Wali Songo juga memiliki andil dalam menentukan pemilihan penguasa raja-raja di kerajaan Islam di Indonesia.

Hal tersebut dibuktikan dengan banyaknya anggota Wali Songo yang ditunjuk sebagai penasihat Kerajaan Demak sekaligus imam Masjid Agung Demak.

Selain itu kerajaan Islam di Indonesia juga tidak mengenal kasta karena memang tidak ada sistem kasta dalam agama Islam.

Hal tersebut seperti yang dijelaskan dalam surah Al-Hujurat ayat 13.

Pada ayat ini, Allah memerintahkan umat manusia untuk saling mengenal, walaupun memiliki perbedaan satu sama lain.

Adapun ayat tersebut berbunyi:

يَٰٓأَيُّهَا ٱلنَّاسُ إِنَّا خَلَقْنَٰكُم مِّن ذَكَرٍ وَأُنثَىٰ وَجَعَلْنَٰكُمْ شُعُوبًا وَقَبَآئِلَ لِتَعَارَفُوٓا۟ ۚ إِنَّ أَكْرَمَكُمْ عِندَ ٱللَّهِ أَتْقَىٰكُمْ ۚ إِنَّ ٱللَّهَ عَلِيمٌ خَبِيرٌ

Yā ayyuhan-nāsu innā khalaqnākum min żakariw wa unṡā wa ja’alnākum syu’ụbaw wa qabā`ila lita’ārafụ, inna akramakum ‘indallāhi atqākum, innallāha ‘alīmun khabīr

Artinya: “Hai manusia, sesungguhnya Kami menciptakan kamu dari seorang laki-laki dan seorang perempuan dan menjadikan kamu berbangsa-bangsa dan bersuku-suku supaya kamu saling mengenal. Sesungguhnya, orang yang paling mulia di antara kamu di sisi Allah ialah orang yang paling takwa di antara kamu. Sesungguhnya Allah Maha Mengetahui lagi Maha Mengenal.”

Kerajaan Perlak (840-1292)

Terkait dengan begitu banyaknya kerajaan Islam di Indonesia, mungkin kamu bertanya-tanya kerajaan Islam apakah yang menjadi kerajaan Islam pertama di Nusantara.

Jawabannya adalah Kerajaan Perlak atau tepatnya Kesultanan Perlak yang berdiri di wilayah Aceh Timur.

Daerah ini dulunya banyak ditumbuhi kayu peureulak, yang merupakan salah satu komoditas perdagangan terkenal pada saat itu.

Tidak heran jika orang-orang lebih mengenal daerah tersebut dengan nama Peureulak atau Perlak.

Pada abad ke-8, Perlak menjadi salah satu pelabuhan perdagangan yang sangat maju dan aman.

Bahkan, daerah ini menjadi tempat singgah kapal-kapal niaga dari para pedagang yang berasal dari negara-negara di Timur Tengah, khususnya dari Arab dan Persia.

Seiring berjalannya waktu, jumlah pedagang dari tanah Arab dan Persia yang datang makin banyak dan membuat komunitas tersendiri di daerah tersebut.

Bahkan, tak sedikit orang-orang dari komunitas tersebut yang akhirnya menikah dengan penduduk lokal Perlak.

Hal inilah yang menjadi awal mula berdirinya kerajaan Islam di Indonesia yang pertama ini tahun 840 M.

Raja pertama dari Kesultanan Perlak adalah Syaikh Maulana Abdil Azis Shah yang bergelar Sultan Alaiddin Syed Maulana Abdul Azis Shah.

Pada masa pemerintahannya, nama ibu kota Kesultanan Perlak yang semula adalah Bandar Perlak diganti menjadi Bandar Khalifah.

Sultan ketiga yang bernama Sultan Alaiddin Syed Maulana Abbas Shah tergolong ke dalam kaum Sunni.

Peperangan Sunni-Syiah

Sepeninggal Sultan Perlak yang ketiga, terjadi perang saudara antara kaum Syiah dengan Sunni selama dua tahun penuh.

Peperangan tersebut akhirnya dimenangkan oleh kaum Syiah yang menunjuk Sultan Alaiddin Syed Maulana Ali Mughat Shah menjadi Sultan Perlak keempat.

Sayangnya, setelah sultan keempat wafat, perang saudara yang melibatkan kaum Syiah dan Sunni kembali melanda kerajaan Islam di Indonesia ini.

Pada peperangan kali ini, kaum Sunni-lah yang menjadi pemenang dan jabatan Sultan Perlak selanjutnya dipegang oleh perwakilan dari kaum Sunni.

Peperangan perebutan kursi kekuasaan kerajaan Perlak kembali terjadi setelah sultan ketujuh, Sultan Makhdum Alaiddin Abdul Malik Shah Jogan Berdaulat, wafat.

Pada peperangan kali ini, akhirnya Kerajaan Perlak dibagi menjadi dua, yakni Perlak Pesisir dan Perlak Pedalaman.

Perlak Pesisir dipimpin oleh Sultan Alaiddin Syed Maulana Shah yang merupakan penganut aliran Syiah.

Adapun Perlak Pedalaman dipimpin oleh Sultan Makhdum Alaiddin Malik Ibrahim Shah Johan Berdaulat yang termasuk golongan kaum Sunni.

Pada masa sultan ke-17, Sultan Makhdum Alaiddin Malik Muhammad Amin Shah II Johan Berdaulat, putri-putri Kesultanan Perlak dinikahkan dengan Raja Kerajaan Malaka dan Samudera Pasai.

Tidak heran jika setelah Sultan ke-18 wafat, Kerajaan Perlak bergabung dengan Kerajaan Samudera Pasai di bawah pimpinan Sultan Muhammad Malik Al Zahir.

Samudera Pasai (1267-1521)

Meskipun bukan yang pertama, nama kerajaan Islam di Indonesia ini tampaknya jauh lebih dikenal dibandingkan Kerajaan Perlak.

Pendiri Kerajaan Samudera Pasai adalah Meurah Situ atau Sultan Malik al-Saleh pada tahun 1267.

Kerajaan Samudera Pasai sendiri merupakan kerajaan kerajaan Islam di Indonesia yang berada di wilayah Aceh Utara. Letaknya kurang lebih berada di sekitar kota Lhokseumawe saat ini.

Keberadaan Kerajaan Samudera Pasai juga tercantum dalam kitab berjudul Rihlah ila l-Masyriq karya Abu Adullah ibn Batuthah yang merupakan seorang musafir dari Maroko.

Abu Abdullah ibn Batuthah disebut sempat singgah di Kerajaan Samudera Pasai pada tahun 1345 atau pada masa pemerintahan Sultan Samudera Pasai yang ketiga.

Sepeninggal sultan pertama, sang putra yang bergelar Sultan Muhammad Malik az-Zahr yang juga menantu Sultan Perlak melanjutkan pemerintahan Kesultanan Samudera Pasai.

Pada masa pemerintahan sultan kedua inilah, masyarakat dan pedagang di Samudera Pasai menggunakan koin emas yang disebut dengan deureuham atau dirham sebagai mata uangnya.

Pada tahun 1326, pemerintahan Samudera Pasai dilimpahkan kepada Sultan Mahmud Malik az-Zahir yang merupakan putra dari sultan kedua.

Masyarakat di Kerajaan Samudera Pasai sendiri diketahui menganut mazhab Syafi’i. Hal tersebut juga diungkapkan oleh Abu Abdullan ibn Batuthah dalam bukunya.

Dalam sebuah kronik Tiongkok, disebutkan bahwa sultan ketiga dari Samudera Pasai tewas di tangan Raja Nakur.

Namun, pemerintahan Samudera Pasai rupanya dilanjutkan oleh sang istri, yakni Sultanah Nahrasiyah.

Pada masa pemerintahan sultanah inilah, Kerajaan Samudera Pasai mendapatkan kejayaannya.

Sayangnya, salah satu kerajaan Islam di Indonesia yang cukup besar ini berhasil dikalahkan oleh bangsa Portugis di tahun 1521.

Lalu, pada tahun 1524, wilayah Kerajaan Samudera Pasai kemudian menjadi bagian dari wilayah Kesultanan Aceh.

Kesultanan Aceh Darussalam (1496-1903)

Selain Kerajaan Perlak dan Samudera Pasai, kerajaan Islam di Indonesia lainnya yang ada di Sumatra ialah Kesultanan Aceh Darussalam atau yang juga dikenal dengan nama Kesultanan Aceh.

Kerajaan Aceh Darusaalam didirikan pada tahun 1496 oleh Sultan Ali Mughayat Syah di Banda Aceh.

Masa kejayaan kerajaan Islam di Indonesia ini terjadi ketika dipimpin oleh Sultan Iskandar Muda atau yang bergelar Sultan Meukuta Alam.

Pada masa pemerintahannya ini, Kerajaan Aceh Darussalam berhasil menaklukkan Kerajaan Pahang.

Kesultanan Cirebon (1430-1666)

Sebelum Kesultanan Demak berdiri, ternyata telah sudah lebih dahulu ada Kesultanan Cirebon yang didirikan oleh Pangeran Walangsungsang.

Pangeran Walangsungsang yang memiliki nama lain Pangeran Cakrabuana masih memiliki hubungan darah dengan para penguasa Kerajaan Pajajaran.

Ia juga merupakan anak pertama dari Maharaja Prabu Siliwangi dengan Subanglarang.

Sayangnya, Raden Walangsungsang yang berhak atas takhta kepemimpinan Kerajaan Pajajaran tidak mendapatkan hak tersebut hanya karena ia memeluk agama Islam.

Pada masa itu, mayoritas masyarakat dan anggota keluarga Kerajaan Pajajaran memang merupakan pengikut agama Sunda Wiwitan.

Oleh karena itulah, Raden Walangsungsang akhirnya mendirikan dukuh di Kebon Pesisir dan membangun Kuta Kosod untuk mendirikan Dalem Agung Pakungwati.

Dari sinilah, Kesultanan Cirebon dimulai. Sultan pertama dari Kerajaan Cirebon adalah Pangeran Walangsungsang yang memulai pemerintahannya pada tahun 1430.

Usai menunaikan ibadah haji, Pangeran Walangsungsang memiliki gelar Haji Abdullah Iman.

Setelah Sultan Cirebon pertama meninggal, Sunan Gunung Jati ditunjuk untuk memimpin Kesultanan Cirebon.

Kesultanan Cirebon kemudian terpecah menjadi dua, yaitu Kesultanan Kasepuhan dan Kesultanan Kanoman.

Hal ini terjadi seteah meninggalnya sultan terakhir Kerajaan Cirebon, Sultan Abdul Karim.

Adapun peninggalan dari Kesultanan Cirebon antara lain Keraton Kasepuhan Cirebon, Kerta Kasepuhan Singa Barong, Keraton Keprabon, Bangunan Mande, dan Patung Harimau Putih.

Keberadaan Kesultanan Cirebon ini ternyata juga berkaitan dengan Kesultanan Banten dan Wali Songo.

Bahkan, disebutkan bahwa Sunan Gunung Jati dan juga Pangeran Walangsungsang sempat menyebarkan agama Islam di wilayah Banten.

Tidak hanya itu, putra Sunan Gunung Jati, Maulana Hasanuddin, bahkan menjadi sultan pertama di Kesultanan Banten pada tahun 1552.

Kesultanan Banten (1524-1813)

Pada tahun 1552, Maulana Hasanuddin membangun kompleks istana yang nantinya dikenal dengan nama Keraton Surosowan.

Pada masa tersebut, Maulana Hasanuddin yang juga menjabat sebagai Sultan Banten pertama membangun fasilitas umum, seperti alun-alun, pasar, hingga sejumlah masjid agung.

Lebih dari itu, pada masa kepemimpinan Maulana Hasanuddin, Kesultanan Banten juga berhasil menguasai wilayah Lampung yang pada saat itu dikenal sebagai penghasil lada terbesar.

Hal ini juga membuat Sultan Banten tersebut tertarik untuk menyebarkan agama Islam di wilayah Lampung.

Pada tahun 1680, Sultan Ageng terlibat dalam perebutan kekuasaan. Bukan dengan musuh, ia justru harus berhadapan dengan putranya sendiri, Sultan Haji.

Peristiwa ini dimanfaatkan oleh VOC yang pada saat itu sudah menjajah wilayah Nusantara.

Pihak VOC memberikan dukungan kepada Sultan Haji yang semakin memperparah perselisihan tersebut. Pada akhirnya, Sultan Haji berhasil merebut tahta dari Sultan Ageng.

Sayangnya, perjanjian yang dilakukan antara Sultan Haji dengan VOC justru membuat Kerajaan Banten mengalami kemunduran.

Apalagi, penobatan Sultan Banten selanjutnya harus melalui persetujuan VOC terlebih dahulu.

Tidak hanya itu, Sultan Haji juga menyerahkan wilayah Lampung kepada VOC sebagai imbalan atas bantuan yang diberikan dalam merebut takhta Kerajaan Banten.

Kesultanan atau Kerajaan Banten sendiri resmi dihapus oleh Pemerintah Inggris pada tahun 1813.

Mungkin kamu pernah mendengar nama Thomas Stamford Raffles dan mengenalnya sebagai penemu bunga rafflesia.

Siapa sangka, ternyata dialah yang memaksa Sultan Muhammad bin Muhammad Muhyiddin Zainussalihin yang menjabat sebagai Sultan Banten dipaksa menyerahkan takhtanya.

Persitiwa ini pula yang akhirnya mengakhiri pemerintahan Kesultanan Banten.

Kerajaan Demak (1500-1550)

Selain Kesultanan Cirebon dan Banten, Pulau Jawa juga memiliki kerajaan Islam lainnya, yaitu Kerajaan Demak atau Kesultanan Demak.

Kerajaan Demak sendiri merupakan kerajaan Islam di Indonesia yang memiliki wilayah terbesar di pesisir utara Pulau Jawa.

Kerajaan Demak merupakan pengganti dari Kerajaan Majapahit. Pendiri dari Kerajaan Demak, Raden Patah, merupakan putra angkat dari raja Majapahit terakhir.

Masa kejayaan Kerajaan Demak sendiri terjadi ketika berada di bawah pemerintahan Pati Unus dan Sultan Trenggana.

Pada masa pemerintahan Pati Unus, Kerajaan Demak berulang kali mengirimkan pasukan untuk melawan pasukan Portugis di Malaka.

Bahkan, pada saat berada di bawah kepemimpinan Sultan Trenggana, Kerajaan Demak juga berhasil menaklukkan dan merebut wilayah Sunda Kelapa dari Kerajaan Pajajaran.

Tidak hanya memperluas daerah kekuasaan di tanah Sunda, Sultan Trenggana juga bertekad untuk menguasai seluruh daerah yang tersebar di Nusantara.

Bahkan, Blambangan yang berada di bagian paling timur Pulau Jawa juga berhasil dikuasai oleh Sultan Trenggana.

Akhir pemerintahan Kesultanan Demak sendiri terjadi setelah Arya Penangsang terbunuh oleh Sutawijaya.

Terbunuhnya Arya Penangsang yang pada saat itu menjabat sebagai Sultan Demak membuat musuhnya, Jaka Tingkir, memindahkan pusat pemerintahan Kesultanan Demak ke Pajang.

Ia pun kemudian mendirikan kerajaan Islam di Indonesia lainnya, Kerajaan Pajang.

Salah satu peninggalan sejarah dari Kerajaan Demak adalah Masjid Agung Demak.

Masjid Agung Demak yang dibangun oleh Raden Patah bersama Wali Songo merupakan salah satu simbol pemerintahan dari Kerajaan Demak.

Sebagai tambahan informasi, anggota Wali Songo juga dipilih sebagai imam Masjid Agung Demak.

Kerajaan Pajang (1568-1618)

Kerajaan Pajang merupakan kerajaan Islam di Indonesia yang berdiri setelah Kerajaan Demak berakhir.

Didirikan dan dipimpin pertama kali oleh Jaka Tingkir pada tahun 1568, kerajaan Islam di Indonesia ini berada di sekitar Kelurahan Pajang, Kota Surakarta.

Jaka Tingkir yang juga memiliki nama Sultan Hadiwijaya merupakan menantu dari Sultan Trenggana.

Ia juga merupakan cucu dari Sunan Ngudung yang dahulu diberikan kuasa untuk memimpin Pajang.

Pada masa pemerintahan Jaka Tingkir pula, Kerajaan Pajang melakukan perluasan wilayah hingga ke Jawa Timur.

Tidak heran jika pada saat itu, kekuasaan Pajang juga meliputi Surabaya hingga Madura.

Ketika Jaka Tingkir meninggal, kekuasaan Kerajaan Pajang diperebutkan oleh putra dan menantunya.

Sang menantu, Arya Pangiri, mendapatkan dukungan dari Sunan Kudus yang akhirnya berhasil memenangkan perebutan takhta tersebut.

Arya Pangiri disebut menjadi penguasa Pajang pada tahun 1583.

Sayangnya, masa pemerintahan Arya Pangiri menjadi akhir dari Kerajaan Pajang. Apalagi, Arya Pangiri tak lagi memperhatikan urusan kerajaan dan masyarakatnya.

Pangeran Benawa yang bersekutu dengan Sutawijaya akhirnya menyerbu Kerajaan Pajang pada tahun1586.

Dengan penaklukan itu, Pangeran Benawa pun menjadi Raja Pajang yang ketiga, sedangkan Arya Pangiri dikembalikan ke Demak.

Pada tahun 1587, Pangeran Benawa meninggal dunia dan menyebabkan posisi Sultan Pajang mengalami kekosongan.

Pada akhirnya, Kerajaan Pajang pun masuk menjadi salah satu wilayah dari Kerajaan Mataram.

Sebenarnya, masih banyak kerajaan Islam di Indonesia lainnya.

Tidak hanya di Pulau Jawa dan Pulau Sumatra, tidak sedikit kerajaan Islam yang tersebar di kepulauan lain di Indonesia.

Bukti dari adanya kerajaan Islam di Indonesia juga bisa dilihat dari banyaknya peninggalan sejarah yang ada.

Menilik sejarahnya, kerajaan Islam di Indonesia tidak hanya memiliki peran penting dalam penyebaran agama Islam di Nusantara, tetapi juga terhadap sejarah negara Indonesia sendiri.

Source:

https://histori.id/kesultanan-perlak-kerajaan-islam-pertama-di-nusantara/

https://histori.id/category/nusantara/kerajaan-nusantara/

https://histori.id/kerajaan-ternate/

https://www.suara.com/news/2020/04/29/185305/10-kerajaan-islam-di-indonesia-dan-sejarah-singkatnya?page=all

https://www.cnnindonesia.com/nasional/20201202124718-31-577033/10-kerajaan-islam-pertama-di-indonesia-dan-jejak-peninggalan

https://histori.id/kesultanan-perlak-kerajaan-islam-pertama-di-nusantara/#:~:text=Kesultanan%20Perlak%20adalah%20kerajaan%20Islam,antara%20tahun%20840%20hingga%201292M.

https://blog.ruangguru.com/kehidupan-masyarakat-di-masa-kerajaan-islam