Belajar Dasar-Dasar Ilmu Fiqih untuk Pemula

Pasti kamu sering mendengar istilah ilmu fiqih. Tahukah kamu apa pengertiannya?

Apa saja pembahasan yang ada dalam ilmu tersebut dan manfaat apa yang bisa diperoleh dengan mempelajarinya? Bagi kamu yang belum tahu, berikut uraian singkat yang disimak.

Apa Itu Ilmu Fiqih?

Ketika baru mendengar istilah ini, pasti pertanyaan yang akan muncul pertama kali adalah “apa itu ilmu fiqih?”

Secara bahasa, frasa ini terbentuk dari dua kata yang memiliki definisi masing-masing. Berikut pengertian dari “ilmu” dan “fiqih”.

Pengertian Ilmu

Ilmu menurut KBBI adalah pengetahuan tentang suatu bidang yang tersusun sistematis berdasarkan metode tertentu.

Pengetahuan tersebut dapat digunakan untuk menerangkan gejala atau kondisi tertentu di dalam bidangnya.

Selain itu, ilmu juga bisa berarti pengetahuan atau kepandaian tentang urusan-urusan dunia akhirat, lahir batin, dan sebagainya.

Istilah “ilmu” dalam bahasa Indonesia berasal dari bahasa Arab, terbentuk dari akar kata alima-ya’lamu-‘ilman yang berarti “mengerti” atau “sangat memahami”.

Kata ilmu muncul sekitar 780 kali dalam Al-Qur’an, menandakan bahwa ajaran Islam cukup menekankan pentingnya ilmu dan memberikan kedudukan istimewa baginya.

Salah satu bukti pentingnya ilmu dalam Islam tertuang dalam surah Al-Mujadilah ayat 11.

يَٰٓأَيُّهَا ٱلَّذِينَ ءَامَنُوٓا۟ إِذَا قِيلَ لَكُمْ تَفَسَّحُوا۟ فِى ٱلْمَجَٰلِسِ فَٱفْسَحُوا۟ يَفْسَحِ ٱللَّهُ لَكُمْ ۖ وَإِذَا قِيلَ ٱنشُزُوا۟ فَٱنشُزُوا۟ يَرْفَعِ ٱللَّهُ ٱلَّذِينَ ءَامَنُوا۟ مِنكُمْ وَٱلَّذِينَ أُوتُوا۟ ٱلْعِلْمَ دَرَجَٰتٍ ۚ وَٱللَّهُ بِمَا تَعْمَلُونَ خَبِيرٌ

Yā ayyuhallażīna āmanū iżā qīla lakum tafassaḥụ fil-majālisi fafsaḥụ yafsaḥillāhu lakum, wa iżā qīlansyuzụ fansyuzụ yarfa’illāhullażīna āmanụ mingkum wallażīna ụtul-‘ilma darajāt, wallāhu bimā ta’malụna khabīr.

Artinya:

“Hai orang-orang beriman, apabila dikatakan kepadamu ‘Berlapang-lapanglah dalam majelis’, maka lapangkanlah, niscaya Allah akan memberi kelapangan untukmu. Dan apabila dikatakan ‘Berdirilah kamu’, maka berdirilah, niscaya Allah akan meninggikan orang-orang yang beriman di antaramu dan orang-orang yang diberi ilmu pengetahuan beberapa derajat. Dan Allah Maha Mengetahui apa yang kamu kerjakan.”

Pengertian Fiqih

Selanjutnya adalah pengertian fiqih menurut bahasa. Menurut KBBI, fiqih (fikih) adalah ilmu tentang hukum Islam.

Istilah dari bahasa Arab ini terbentuk dari akar kata faqiha-yafqahu-fiqhan yang artinya kurang lebih sama dengan alima-ya’lamu-‘ilman, yaitu “mengerti” atau “paham”.

Secara etimologis, fiqih berarti “paham” atau “paham secara mendalam”. Jadi, bisa diartikan bahwa fiqih adalah mengetahui sesuatu dan memahaminya dengan baik.

Lalu, sesuatu seperti apa yang harus diketahui dan dipahami dengan baik?

Untuk mengetahuinya, maka kita perlu merujuk pada pengertian fiqih yang lebih spesifik.

Secara istilah, fiqih merupakan pengetahuan atau kepahaman tentang hukum syariat Islam berdasarkan Al-Qur’an dan as-Sunnah (teladan Rasulullah saw.).

Pengertian ilmu fiqih juga berkaitan erat dengan perkembangan Islam itu sendiri, dimulai sejak masa awal Rasulullah.

Jadi, akan makin lengkap pengetahuan kita jika menyimak sejarah perkembangan ilmu fiqih.

Sejarah Ilmu Fiqih

Berdasarkan sejarahnya, ilmu fiqih dapat dibagi menjadi beberapa periode. Berikut penjelasan dari tiap-tiap periode tersebut.

Periode Pertama

Tentunya, periode pertama adalah sejak awal lahirnya Islam yang dibawa Rasulullah saw.

Pada masa ini, Rasulullah saw. adalah sumber sekaligus rujukan utama umat Islam untuk mengetahui aspek-aspek penting dalam ibadah dan hukum-hukum agama.

Rasulullah menjadi contoh, menjawab berbagai pertanyaan, juga mengambil keputusan ketika umat menghadapi masalah.

Perilaku sehari-hari Rasulullah, baik saat mengerjakan ritual ibadah maupun muamalah (kegiatan sehari-hari), menjadi teladan utama bagi tiap individu umat Islam.

Jawaban Rasulullah atas pertanyaan para sahabat bersumber utama dari wahyu yang kelak dibukukan menjadi mushaf Al-Qur’an.

Apabila masih kurang jelas, beliau mendeskripsikan wahyu tersebut secara lebih terperinci guna mengungkapkan hal-hal yang lebih spesifik.

Periode Kedua

Sepeninggal Rasulullah saw., para sahabat mengambil alih kepemimpinan.

Mereka memutuskan perkara agama dengan cara berbeda, meski tetap berpegang pada Al-Qur’an dan as-Sunnah.

Namun, Rasulullah saw. sebelumnya juga pernah mengajarkan cara-cara berijtihad semasa hidup beliau.

Faktanya, ijtihad menjadi poin penting, mengingat pada periode kedua ini banyak ditemukan masalah baru yang belum ada sebelumnya.

Apabila para sahabat tidak menemukan solusi dari Al-Qur’an dan as-Sunnah, barulah mereka berijtihad.

Bentuk ijtihad pada masa ini kebanyakan melalui musyawarah untuk mencapai kesepakatan.

Periode Ketiga

Menginjak periode ketiga, para sahabat digantikan oleh tabi’in. Pada masa ini, permasalahan baru makin berwarna dan kompleks.

Namun, metode pencarian solusi yang dilakukan para tabi’in masih sama,

Pertama-tama, mereka bersandar pada Al-Qur’an dan hadits, lalu ijtihad para sahabat, baru berijtihad sendiri jika masih belum bertemu solusi.

Periode Keempat

Berikutnya adalah periode keempat yang dimulai sekitar abad kedua Hijriah. Periode ini merupakan awal kebangkitan Islam dalam ilmu pengetahuan, terutama ilmu agama.

Banyak pemikiran yang lahir dan dibukukan, termasuk hadits-hadits dan kajian fiqih yang sebelumnya dilestarikan melalui hafalan.

Selain itu, pada masa ini, cabang-cabang keilmuan Islam juga mulai terbentuk. Ilmu fiqih yang awalnya menjadi bagian ilmu hadits lama-kelamaan berdiri sendiri.

Dengan begitu banyaknya pemikir Islam, terjadi berbagai perbedaan pendapat yang pada akhirnya melahirkan empat mazhab besar Islam.

Periode Selanjutnya

Setelah periode yang keempat, berlanjut ke masa berikutnya, yaitu ketika fiqih disepakati menjadi bagian utama dalam agama Islam.

Tujuannya adalah untuk mengembalikan ajaran Islam berikut aspek-aspek hukumnya agar dapat menjadi pedoman utama dalam kehidupan.

Pengertian Ilmu Fiqih Menurut para Ulama

Imam Abu Hanifah, pendiri mazhab Hanafi, mendeskripsikan ilmu fiqih secara sangat sederhana, yaitu ilmu yang menjelaskan perihal hak-hak dan kewajiban.

Jika demikian, berarti ilmu ini sangat luas cakupannya sehingga membutuhkan pemahaman yang benar-benar menyeluruh.

Abu Ishak as-Syirazi, seperti dikutip dari laman NU Online, juga merumuskan pengertian fiqih. Menurut beliau, fiqih ialah pengetahuan tentang hukum-hukum syariat melalui metode ijtihad.

Jadi, rumusan ini juga memunculkan pengertian bahwa hukum syariat yang sudah tidak membutuhkan ijtihad, berarti bukan termasuk kajian fiqih.

Sebagaimana telah disebutkan dalam sejarahnya, metode pemecahan masalah dalam dunia Islam terus mengalami perubahan.

Hal ini berarti bahwa pengertian ilmu fiqih juga ikut berkembang, mengikuti perubahan yang terus terjadi di dunia Islam berikut berbagai permasalahan yang mengiringinya.

Definisi Menurut Ulama Kontemporer

Untuk itu, para ulama kontemporer yang masih berpegang teguh pada nilai-nilai terdahulu pun kemudian meurumuskan pengertian fiqih yang lebih mewakili masa kini.

Salah satunya adalah seperti diungkapkan oleh ulama Syafi’iyah.

Ringkasnya, ilmu fiqih adalah pengetahuan tentang hukum-hukum agama untuk segala aktivitas yang dilakukan oleh para mukallaf dengan berdasarkan dalil-dalil yang jelas dan terperinci.

Mukallaf sendiri adalah muslim yang berkewajiban melaksanakan ketentuan hukum tersebut.

Nazar Bakry dalam Fiqih dan Ushul Fiqih mengutip penjdapat Al-Said al-Juraini.

Menurutnya, ilmu fiqih adalah ilmu yang menerangkan hukum-hukum syariah dari amaliyah (perbuatan) dan diambil dari dalil-dalil yang terperinci.

Fiqih adalah ilmu yang diperoleh dengan jalan ijtihad serta membutuhkan penalaran dan taammul (kontemplasi).

Rumusan-rumusan pengertian di atas menggambarkan cakupan fiqih yang makin spesifik.

Jadi, dapat disimpulkan bahwa fiqih adalah ilmu tentang hukum syariah yang hanya mencakup amal perbuatan sehingga aqidah tidak termasuk di dalamnya.

Fiqih berlandaskan pada dalil-dalil yang terperinci dari Al-Qur’an dan hadits sebagai bekal ijtihad.

Ijtihad dilakukan karena dalil-dalil tersebut tidak mencantumkan solusi permasalahan secara jelas.

Dalil dan Sumber Ilmu Fiqih

Berdasarkan makna katanya, “dalil” artinya “penunjuk”.

Secara istilah, dalil berarti sesuatu yang menjadi landasan pemikiran dengan dasar pertimbangan yang benar untuk menggali hukum-hukum syariat yang bersifat amaliyah.

Oleh karena itu, dalil juga merupakan sumber dari ilmu fiqih.

Dua Jenis Dalil

Menurut ulama ushul fiqih, dalil adalah sesautu yang dengannya memungkinkan untuk sampai kepada pengetahuan yang bersifat berita.

Dalil terbagi menjadi dua, yaitu aqli (rasional), sam’i (tekstual), dan gabungan keduanya. Dalil sam’i atau juga sering disebut dalil naqli adalah teks-teks Al-Qur’an dan hadits.

Di antara teks-teks Al-Qur’an dan hadits ini ada yang bersifat qath’i (sudah jelas dan akurat tanpa ada multitafsir) dan dhanni (belum jelas/akurat sehingga memungkinkan multitafsir).

Adapun dalil aqli diperoleh melalui pemikiran logis.

Dalil aqli biasanya berupa rumusan-rumusan dalam banyak hal, baik tentang penafsiran teks-teks dhanni maupun teori-teori, metodologi serta klasifikasi keilmuan, dan sebagainya.

Ilmu fiqih pada umumnya membutuhkan keduanya. Akurasi penentuan hukum atau solusi atas permasalahan tertentu akan bergantung, terutama pada ketepatan logika pada dalil aqli.

Oleh karena itu, mustahil mengesampingkan dua jenis dalil tersebut pada saat orang membahas tentang hukum-hukum syariat.

Sumber Hukum Islam

Sumber hukum Islam menurut para ulama ada empat, yaitu Al-Qur’an, as-sunnah, ijma’, dan qiyas, dengan Al-Qur’an al- Karim sebagai sumber hukum yang paling utama.

Hal itu karena lafal dan makna Al-Quran datang langsung dari Allah Ta’ala, yang disampaikan kepada Rasulullah saw. dengan perantaraan malaikat Jibril.

Selanjutnya, Rasulullah saw. menyampaikan ayat-ayat Al-Qur’an kepada umatnya yang langsung menghafal dan menuliskannya.

Kemudian, mereka menuturkannya kepada umat-umat berikutnya. Itu terjadi secara terus-menerus sampai sekarang sehingga kemungkinan terjadi perubahan sangatlah kecil.

Sumber hukum yang kedua adalah as-sunnah. Ini adalah segala jenis keteladanan dari Nabi Muhammad saw., baik berupa perkataan, perilaku, maupun pemikiran dan kebiasaan beliau.

Untuk mengetahuinya, para ulama meneliti riwayat-riwayat yang ada dan inilah yang kemudian dinamakan dengan ilmu hadits.

Ketiga, ijma’ atau kesepakatan, dalam hal ini yang dilakukan oleh para mujtahid.

Mujtahid adalah orang-orang yang baik amal ibadahnya, sekaligus memiliki kemampuan untuk melakukan istinbath (memutuskan hukum berdasarkan dalil-dalil).

Sedangkan sumber hukum terakhir adalah qiyas yang juga berfungsi sebagai pelengkap. Definisi qiyas mirip dengan istilah analogi. Qiyas adalah menentukan status hukum atas persoalan yang tidak ada dalilnya, dengan menggunakan persoalan lain yang sebanding dengannya.

Macam-Macam Ilmu Fiqih

Bidang kajian utama atau macam-macam fiqih dibagi menjadi dua, yaitu fiqih mahdhah dan muamalah.

Fiqih Mahdhah

Ibadah mahdhah merupakan perintah yang telah di-syariat-kan Allah. Rincian pelaksanaannya diketahui dengan meniru Rasulullah saw.

Bagaimanapun, ada detail-detail yang memerlukan ijtihad dengan maksud untuk meraih kesempurnaan ibadah demi mengoptimalkan diri ketika mendekat kepada Allah.

Bidang kajian dalam fiqih mahdhah antara lain tentang taharah atau menyucikan diri secara fisik dan berbagai rukun, syarat, serta tata cara shalat wajib dan sunah.

Termasuk juga di dalamnya tentang zakat, puasa wajib dan sunah, iktikaf, haji, jihad, sumpah dan nazar, kurban dan sembelihan, berburu, aqiqah, serta halal haramnya makanan dan minuman.

Fiqih Muamalah

Bidang kajian yang kedua adalah muamalah. Para ulama membaginya menjadi lima kategori. Berikut macam-macam fiqih muamalah beserta penjelasannya.

  1. Ahwalus Syaksiyah

Mengatur hukum-hukum keluarga, yaitu suami istri, anak, dan secara umum. Fiqih ini terbagi menjadi empat bidang kajian.

Pertama, fiqih munakahat yang membahas hukum nikah, mulai dari syarat-syarat akad, halal haramnya pernikahan, sampai apabila terjadi perceraian antara suami istri.

Kedua, fiqih mawaris yang membahas berbagai hal tentang warisan. Ketiga, fiqih wasiat yang menyoal hak dan kewajiban penerima wasiat.

Adapun yang keempat adalah fiqih wakaf, yaitu segala hal mengenai pemberian dan penerimaan wakaf.

  1. Muamalah

Yang dimaksud muamalah di sini adalah dalam arti sempit, yaitu tentang jual beli.

Kajian dalam fiqih muamalah meliputi utang piutang, perdagangan, pinjam meminjam, permodalan usaha, sewa menyewa, dan gadai.

Di dalamnya, dibahas juga tentang barang-barang yang bersifat khusus, seperti barang temuan dan titipan.

  1. Jinayah

Fiqih jinayah hampir mirip dengan ilmu hukum pidana. Kajiannya meliputi pengertian tindakan pidana, unsur-unsurnya, jenis perbuatan, pelaku, dan hukumannya.

Secara spesifik, tentang perzinahan, minuman keras, pembunuhan, pencurian, pembegalan, dan perampokan juga masuk dalam lingkup jinayah.

  1. Qadla

Merupakan lanjutan dari fiqih jinayah, fiqih qadla mengkaji seluk beluk peradilan dan proses penyelesaian perkara, dari syarat-syarat hakim, gugatan, sampai persaksian dan pembuktian.

  1. Siyasah

Fiqih siyasah berkaitan dengan masalah kenegaraan atau lebih tepatnya hubungan antara pemimpin atau lembaga-lembaga kekuasaan dengan masyarakat umum.

Oleh karena itu, kajian fiqih siyasah begitu luas cakupannya.

Bagian dari fiqih muamalah ini terbagi menjadi tiga kajian utama. Pertama, siyasah dusturiyah yang membahas tentang hubungan rakyat dan pemerintah.

Kedua, siyayah maliyah tentang perekonomi dan ketiga, siyasah dauliyah yang menyoal hubungan internasional.

Pembagian Hukum Fiqih

Ilmu fiqih bertujuan untuk menetapkan hukum syariah yang bersifat amaliyah. Islam mengenal lima tingkatan hukum, yaitu fardhu, haram, sunah, mubah, dan makruh.

Jadi, tujuannya adalah ditujukan untuk menetapkan hukum perbuatan amaliyah, baik dalam ibadah mahdhah maupun muamalah.

Kunci dari hukum menurut ilmu fiqih ada tiga. Pertama, khitab yang pengertiannya sama dengan dalil dan sumber hukum.

Kedua, fi’lul mukallaf atau perbuatan yang dilakukan manusia dewasa yang berakal sehat. Ketiga, iqtidha yang berarti tuntutan atau perintah dan takhyir atau pilihan.

Hukum yang dikenal dalam ilmu fiqih terdiri dari dua, yaitu hukum taklifi dan hukum wadhi. Berikut penjelasannya masing-masing.

Hukum Taklifi

Yang dimaksud hukum taklifi adalah firman Allah yang menuntut umat manusia untuk menentukan pilihan apakah akan menaati atau meninggalkannya.

Bentuk hukum taklifi terdiri dari lima, yaitu ijab, nadb, karahah, tahrim, dan ibahah. Perbedaan kelimanya terletak pada penekanan tuntutan atau perintahnya.

Ijab adalah tuntutan melakukan perbuatan secara keras dan tegas. Sebaliknya, nadb tidak keras dan tidak tegas.

Tahrim adalah tuntutan tegas dan keras dari Allah agar manusia meninggalkan suatu perekara/perbuatan, berkebalikan dari karahah.

Adapun ibahah memberikan peluang untuk memilih dengan bobot yang sama besarnya.

Hukum Wadhi

Pengertian hukum wadhi adalah firman Allah yang menuntut manusia agar menjadikan sesuatu sebagai penyebab atau penghalang dari dilakukannya sebuah amalan/perbuatan.

Contohnya adalah waktu matahari terbenam yang menjadi tanda bagi muslim untuk segera menunaikan kewajiban shalat Maghrib.

Bentuk-bentuk hukum wadhi juga terdiri dari lima. Pertama, sebab atau sesuatu yang menandakan suatu hukum dapat berlaku.

Kedua, syarat yang menjadi detail pelaksanaan syariah, contohnya wudhu yang menjadi syarat sah shalat.

Ketiga, mani’ atau penghalang tidak berlakunya hukum atau tidak adanya penyebab.

Keempat, shihah dan bathil, yaitu kondisi yang menandakan hukum syariah sudah bisa terlaksana atau tidak perlu terlaksana.

Sementara itu, yang kelima adalah azimah atau ketetapan yang sudah Allah syariatkan dan rukshah atau kondisi-kondisi khusus yang memungkinkan adanya dispensasi.

Manfaat Mempelajari Ilmu Fiqih

Uraian di atas hanyalah dasar-dasar dari ilmu fiqih.

Jika ingin mempelajarinya lebih lanjut, kamu perlu meluangkan waktu yang cukup karena masih banyak aspek yang menjadi kajian dalam ilmu ini.

Mempelajari ilmuyang satu ini tentu memberikan banyak manfaat. Berikut beberapa di antara manfaat mempelajari ilmu fiqih.

  • Ilmu fiqih dapat membawamu mempelajari cabang-cabang ilmu lain dalam agama Islam, sebut saja ilmu nahwu shorof, ilmu dalil, asbabun nuzul, hadits, sampai tasawuf sekalipun.

Tentunya hal itu akan berdampak pada pengetahuan dan wawasanmu akan dunia keislaman yang makin luas.

  • Ilmu fiqih menjadikan seseorang bisa menjalankan syariat Islam secara benar.

Kamu dapat menemukan tata cara berperilaku seoptimal mungkin sehingga dapat menyempurnakan kualitas ibadah dan amaliyah.

  • Manfaat mempelajari ilmu fiqih lainnya adalah dapat menghindarkan diri dari taqlid buta yaitu mengikuti/ menyetujui pendapat seseorang, padahal tidak memiliki dasar yang jelas.

Kamu dapat melakukan kajian sendiri sebelum memutuskan ikut pendapat siapa dengan menggunakan kaidah-kaidah ilmu fiqih.

  • Pada dasarnya, hakikat ilmu adalah ketidaktahuan. Artinya, kamu bisa mengetahui sesuatu yang sebelumnya tidak diketahui.

Makin banyak yang kamu tahu akan membuatmu lebih sadar bahwa ternyata kamu tidak mengetahui apa-apa, sedangkan Allah adalah pemilik dan sumber dari segala ilmu.

  • Oleh karena itu, puncak dari segala ilmu adalah makin dekatnya hubungan individu dengan pencipta-Nya. Ilmu fiqih seharusnya dapat memperkuat iman dan takwa kepada Allah.

Kita akan lebih berhati-hati dalam memutuskan perkara, apalagi yang berkaitan dengan hukum-hukum agama.

Dengan demikian, kita sampai pada akhir pembahasan tentang dasar-dasar ilmu fiqih kali ini, semoga bermanfaat dan dapat menambah wawasanmu.

 

Referensi:

https://islam.nu.or.id/post/read/85728/ini-pengertian-dan-cakupan-kajian-fiqih

Arif Shaifudin, Al-Manhaj Al-Manhaj, Vol. 1, No. 2, FIQIH DALAM PERSPEKTIF FILSAFAT ILMU: Hakikat dan Objek Ilmu Fiqih, Juli 2019https://islam.nu.or.id/post/read/95731/kedudukan-dalil-rasional-dalam-ilmu-tauhid

https://dalamislam.com/info-islami/manfaat-mempelajari-ushul-fiqh