Mengenal Sosok Ibnu Sina, Ilmuwan Muslim Modern

Salah satu teori kesehatan yang paling terkenal adalah bahwa sakit bisa jadi disebabkan oleh lemahnya hati, bukan hanya fisik. Pencetus teori tersebut tidak lain adalah Ibnu Sina.

Teori yang dikenal di berbagai belahan dunia tersebut setidaknya bisa mengimbangi teori lain yang sudah banyak diketahui orang sebelumnya, yaitu “Mens sana in corpore sano”.

Dalam bahasa Indonesia, teori tersebut memiliki arti “Di dalam tubuh yang kuat, terdapat jiwa yang sehat”.

Lalu, siapa sebenarnya Ibnu Sina? Mengapa sosoknya menjadi bagian penting dari pengetahuan kita sebagai umat Islam?

Untuk menjawab pertanyaan tersebut, Hasana.id telah menghimpun berbagai hal menarik dan yang perlu diketahui mengenai seorang ahli dalam bidang kedokteran tersebut.

Mengintip Biografi Ibnu Sina, Bapak Kedokteran Modern

Dikenal sebagai salah satu cendekiawan muslim pada zaman keemasan Islam, Abu ‘Ali al-Husayn ibn ‘Abdillah ibn Sina merupakan seorang filsuf, ilmuwan, dan dokter.

Di dunia Barat, ia dikenal dengan nama Avicenna.

Dalam dunia kedokteran, Ibnu Sina dinobatkan sebagai Bapak Kedokteran Modern berkat karya-karyanya yang diakui di seluruh dunia, terutama dalam bidang filosofi dan kedokteran.

Salah satu karyanya yang paling terkenal adalah Al-Qanun Fii at-Tibb atau dalam bahasa Indonesia berarti Kitab Penyembuhan.

Kitab karya Bapak Kedokteran Modern ini bahkan telah menjadi rujukan bagi dunia kedokteran sampai saat ini.

Ibnu Sina lahir pada tahun 980 M di Afsyahnah (sekarang dikenal sebagai Uzbekistan) dari seorang ibu bernama Setareh dan ayah bernama Abdullah.

Ibunya merupakan seorang wanita yang berasal dari Bukhara, sedangkan ayahnya adalah keturunan Ismaili yang dihormati.

Perjalanan sebagai Seorang Cendekiawan

Seperti tertulis dalam biografinya, Avicenna sudah bisa menghafal Al-Qur’an sejak menginjak usia sekitar 10 tahun.

Bahkan, ia juga sudah mengemukakan teori tentang mazhab (pemikiran dalam Islam) pada masa itu. Dalam mempelajari ilmu fiqih, ia didampingi oleh Sunni Hanafi Ismail al-Zahid.

Baru ketika menginjak usia 16 tahun, Ibnu Sina mulai fokus ke dunia kedokteran dan mempelajari berbagai hal mengenai hal ini.

Hanya butuh beberapa tahun saja, yaitu ketika ia menginjak umur 18 tahun, ia sudah berhasil menyandang status sebagai seorang dokter yang mumpuni.

Dia pun tumbuh menjadi seorang dokter yang baik dan sangat disegani oleh orang-orang sekitar karena tak pernah memungut bayaran sepeser pun dari pasien-pasiennya.

Sesaat setelah kepergian ayahnya, tepatnya pada akhir masa Dinasti Samaniyah, Sina memilih untuk mengembara dan pindah dari satu tempat ke tempat lainnya.

Pengembaraan hingga Menetap di Rey

Pengembaraan Ibnu Sina dimulai dengan perjalanan ke Urgench atau saat ini dikenal sebagai Turkmenistan.

Selama menetap sementara di Urgench, ia pernah menduduki posisi penting sebagai pejabat pemerintahan.

Akan tetapi, karena motif ekonomi, Sina pun memilih untuk kembali mengembara ke tempat-tempat lainnya.

Ia melewati Nishapur dan Merv serta ke wilayah perbatasan Khurasan untuk menemukan pekerjaan yang sesuai dengan keinginannya.

Sampai akhirnya, ia datang ke Tabaristan dan diangkat sebagai pencari suaka oleh penguasa setempat, yaitu Qabus.

Tak lama kemudian, yaitu sekitar tahun 1012, ia kembali mengembara dan pergi ke Goran, suatu daerah dekat Laut Kaspia.

Di sanalah ia bertemu dengan seorang teman yang membelikannya rumah serta membangunkan lembaga pendidikan untuknya.

Tempat tersebutlah yang kemudian menjadi awal bagi Ibnu Sina untuk menulis Qanun fi al-Tib dan memberikan kuliah astronomi serta logika.

Pencapaian Ibnu Sina tidak sampai di situ saja.

Setelah meninggalkan Goran dan menetap di Rey (saat ini dikenal sebagai bagian dari Kota Teheran, Iran), ia berhasil menuliskan kurang lebih 30 karya pendek.

Sayangnya, tak lama setelah menetap di kota tersebut, terjadi permusuhan antara Bupati Rey dengan anaknya yang memaksa Avicenna untuk meninggalkan Rey.

Akhir Perjalanan sebagai Cendekiawan

Setelah pergi meninggal Rey, Ibnu Sina kembali mengembara ke Qazvin dan menetap sementara sampai ia meneruskan perjalanannya ke selatan Hamadan.

Di tempat yang dikuasai oleh Sham al-Daulah tersebut, ia menjadi seorang pelayan bagi keluarga karya hingga kemudian diangkat sebagai petugas medis oleh penguasa setempat.

Akan tetapi, karena pemikirannya dianggap ortodoks, ia pun banyak ditentang oleh ilmuwan-ilmuwan lain dan masyarakat yang tidak sependapat dengannya.

Akhirnya, Avicenna pun diusir oleh penguasa setempat dan juga sempat dijebloskan ke penjara pada tahun 1024 karena bertukar surat dengan penguasa Isfahan, Abu Ja’far.

Setelah keluar dari penjara, ia melarikan diri ke Isfahan dan disambut secara terhormat oleh penguasa di sana.

Menjelang akhir hayatnya, Ibnu Sina bekerja sebagai pelayan penguasa Kakuyid bernama Muhamad bin Rustam Dushmanziyar.

Bukan hanya diangkat sebagai dokter umum, di sana, ia juga dijadikan penasihat sains dan sastra.

Bahkan, ia juga sempat diangkat sebagai panglima militer Isfahan ketika melawan Hamadan.

Ketika penyakitnya bertambah parah, Ibnu Sina mulai membagikan harta benda yang ia miliki kepada kaum miskin.

Akhirnya, ia pun meninggal pada suatu hari di bulan Juni tahun 1037 dalam usia 58 tahun.

Meskipun ajal begitu cepat menjemput, kontribusinya dalam perkembangan ilmu pengetahuan sangatlah berarti bagi dunia.

Karya Ibnu Sina bagi Perkembangan Ilmu Pengetahuan

Avicenna dikenal sebagai penyusun ensiklopedia terbesar pada abad pertengahan.

Jejak-jejak kejeniusannya tampak bukan hanya di bidang kedokteran, tetapi juga di bidang lain, seperti matematika, geometri, filsafat, dan astronomi.

Bahkan, kamu juga bisa menemukan karyanya dalam bidang sastra, politik, etika, tafsir, hingga musik.

Berbicara soal karya Ibnu Sina sebagai seorang dokter dan filsuf, ilmu yang terkandung dalam tulisannya tentu dapat dijadikan teladan bagi masyarakat awam.

Karya tulis yang telah dibuatnya pun sangat banyak, diketahui tidak kurang dari 238.

Selain karyanya yang paling terkenal, yaitu Al-Qanun fii at-Tibb, karya-karya lainnya juga tak kalah menarik untuk dipelajari.

As-Syifa, An-Najat, Hayy ibn Yakzhan, Mantiq al-Masyrikin, Tahshil as-Sa’adah, dan Al-qasidah al-‘Ainiya adalah beberapa judul cendekiawan kebanggaan Islam ini.

Ia juga menulis beberapa risalah, seperti Risalah fii Sirr al-Qodar, Risalah fi al-‘Isyq, dan Risalah ath-Thair.

An-Najat dan Asy-Syifa merupakan karya utama Sina dalam bidang filsafat.

Asy-Syfa membahas mengenai empat disiplin ilmu, yaitu fisika, filsafat, matematika, dan logika, sedangkan An-Najat lebih menyeruai ringkasan dari Asy-Syifa.

Tentang risalah-risalahnya, Ibnu Sina membahas ilmu hisab, musik, dan geometri. Soal ilmu hisab, ia memberikan alasan-alasan untuk menyangkal teori Euclid.

Kitab Al-Insaf, Danish Namai Alai, dan karya-karya tentang leksikografi serta kesusastraan merupakan karya-karya yang ditulis pada saat ia menetap di Isfahan.

Adapun Qanun fi at-Tibb adalah sebuah ensiklopedia kedokteran yang ditulisnya dalam lima jilid dan membahas berbagai hal, termasuk obat-obatan dan kedokteran umum.

Penemuan Ibnu Sina di Bidang Kedokteran

Peranan Ibnu Sina bukan hanya menyusun ensiklopedia kedokteran terlengkap. Ia juga merupakan tokoh penting beberapa penemuan di bidang kedokteran.

Salah satu penemuan pentingnya adalah cara mengobati orang sakit dengan menyuntikkan obat ke bawah kulit.

Ia juga menemukan pengobatan untuk seseorang yang telah tercekik kerongkongannya.

Bukan hanya itu saja, ia juga menjelaskan secara rinci mengenai penyakit-penyakit tenggorokan lain, lengkap dengan penyebabnya.

Selain itu, Ibnu Sina juga menemukan cara yang efektif untuk mengobati penyakit yang ada di kepala.

Jadi, ia bukan hanya meneliti jenis penyakit apa saja yang bisa menyerang tempurung kepala, melainkan juga tahu cara mengobatinya.

Bahkan, masih ada banyak penemuan-penemuan lainnya yang direkam dalam dunia kedokteran dan masih digunakan sampai sekarang.

Mengenal Karakteristik Pemikiran Ibnu Sina

Selain dikenal sebagai Bapak Kedokteran Modern, Avicenna juga seorang filsuf muslim yang pernah memperoleh penghargaan karena pemikiran-pemikirannya.

Bisa dibilang, ia adalah satu-satunya filsuf besar Islam yang berhasil membangun sistem filsafat terperinci dan lengkap.

Sistem filsafat tersebut bahkan mendominasi tradisi para filsuf muslim lainnya selama berabad-abad, meskipun beberapa filsuf lainnya menyerangnya.

Beberapa filsuf yang menentang pemikiran Ibnu Sina adalah Fakhr al-Din al-Razi dan al-Ghazali.

Karakteristik pemikiran Ibnu Sina yang paling dasar adalah terpenuhinya definisi dan pembedaan konsep-konsep yang tegas.

Hal ini membuat pemikiran-pemikirannya terkesan halus, meski sering kali terlihat kompleks dan sulit dimengerti susunannya.

Lalu, apa saja gagasan-gagasan Avicenna dalam bidang psikologi?

Salah satunya adalah teori bahwa kecemasan akan kematian merupakan inti universal bagi tumbuhnya semua penyakit mental, termasuk kesedihan, depresi, dan fobia.

Relasi pikiran dengan tubuh adalah gagasan lain yang dimiliki ilmuwan ini dalam bidang psikologi.

Dalam hal ini, ia percaya bahwa pikiran manusia seperti cermin yang memantulkan pengetahuan.

Selain itu, Ibnu Sina juga mempunyai gagasan bahwa pikiran dapat mengendalikan tubuh melalui kehendak dan emosi.

Menurutnya, emosi yang kuat mempunyai efek pada pemenuhan diri. Misalnya, seseorang yang percaya bahwa ia akan gagal lebih mungkin akan mengalami kegagalan di hidupnya.

Alasannya adalah pikiran akan kegagalan tersebut membuat seseorang tidak mau mencoba dan berusaha sehingga lebih suka bermalas-malasan dan akhirnya mengalami stres.

Tips dari Ibnu Sina untuk Menghadapi Krisis Kesehatan

Pada masa pandemi seperti ini, memahami tiga tips yang dianjurkan oleh Ibnu Sina dalam menjaga kesehatan jasmani dan rohani menjadi suatu hal yang penting.

Tips-tips tersebut dikutip oleh Musthofa Husni dalam kitab ‘Isy Allahzah dan berikut inti sarinya.

Tidak Mudah Panik

Secara umum, panik merupakan suatu serangan yang tiba-tiba muncul karena rasa takut.

Rasa takut tersebut dapat terjadi karena ada bahaya yang benar-benar mengancam, tetapi bisa juga sekadar pikiran buruk yang tidak rasional atau khayalan.

Dalam hal ini, Ibnu Sina menasihati supaya kamu tidak mudah panik ketika menghadapi berbagai situasi, termasuk yang amat bahaya sekalipun.

Ia menjelaskan bahwa kepanikan merupakan bagian dari masalah kejiwaan yang bisa meningkatkan risiko terhadap penyakit fisik, seperti hipertensi dan serangan jantung.

Pada masa krisis dengan ancaman virus corona yang mewabah ke seluruh dunia, sikap tidak mudah panik menjadi hal yang perlu kamu kembangkan.

Sikap tidak mudah panik tersebut dapat kamu lakukan dengan berbagai pendekatan, termasuk pendekatan ilmiah rasional dan teologis.

Sebagai contoh, kamu bisa menanamkan pemahaman pada diri bahwa kapan seseorang mati telah ditentukan oleh Allah Swt.

Dengan begitu, kamu bisa yakin bahwa betapa pun besar ancaman yang ada, jika Allah Swt. belum menghendaki kematian, hal tersebut tidak akan mengancam nyawamu.

Meskipun secara aqidah memang demikian, kamu juga harus ingat bahwa Islam juga memiliki syariat yang mengharuskan setiap muslim untuk selalu berikhtiar.

Artinya, kamu juga harus mengambil sikap hati-hati agar tidak membahayakan nyawa.

Sementara itu, pendekatan ilmiah dapat kamu tempuh dengan mengikuti pola hidup sehat serta patuh dan disiplin menjalankan protokol kesehatan untuk menghadapi Covid-19.

Jika kedua hal tersebut telah dilakukan, kamu harus berpikir positif bahwa Allah Swt. juga akan melindungi. Dengan begitu, kamu dapat terhindar dari serangan panik yang berlebihan.

Kesabaran adalah Awal dari Kesembuhan

Kesabaran itu seperti secangkir jamu, meskipun rasanya pahit, hasilnya sangat baik. Ketika sedang sakit, kesabaran juga dibutuhkan agar kita bisa cepat sembuh.

Seorang pasien yang sabar tentu sanggup mematuhi berbagai aturan kesehatan yang telah disarankan oleh dokter.

Obat-obat yang diberikan sanggup ia minum secara teratur. Terapi pun akan dilakukan jika memang hal tersebut menjadi bagian dari ikhtiar agar cepat sembuh.

Pasien juga sebaiknya bisa bersabar menerima sakit yang dideritanya karena yakin bahwa itu adalah bagian dari ujian Allah Swt. yang akan berujung manis.

Ingatlah bahwa Allah Swt. akan memberikan cobaan kepada hamba-Nya terlebih dahulu sebelum menaikkan derajatnya.

Hal ini senada dengan anjuran Ibnu Sina bahwa kesabaran merupakan awal dari kesembuhan. Sama halnya juga dengan pepatah Arab berikut ini:

الصَّـبْرُ كَالصَّبِرِ مُرٌّفِى مَذَاقَـتِـهِ # لَكِنَّ عَوَاقِبَهُ أَحْلىَ مِنَ الْعَسَلِ

As shobru kaa as shobiri murrun fii madzaaqotihi. Lakinna ‘awaaqibahu ahlaa mina al ‘asali.

Artinya: Kesabaran itu seperti buah shabir (sejenis tanaman obat) yang rasanya pahit. Akan tetapi, hasil yang didapatkan setelahnya lebih manis daripada madu.

Perilaku sabar tersebut juga sangat sesuai untuk diterapkan selama masa pandemi Covid-19 saat ini.

Kesabaran berbagai pihak dalam mengurangi laju penyebaran virus sangat dibutuhkan untuk mencapai hasil yang baik.

Sebagai contoh, masyarakat perlu bersabar dalam menghadapi berbagai pembatasan yang diatur oleh pemerintah.

Tanpa kesabaran dari berbagai pihak, virus corona pun akan sangat sulit teratasi karena cara-cara yang menjadi separuh kesembuhan tidak dilakukan secara bersama-sama.

Ketenangan adalah Separuh Obat

Ibnu Sina menegaskan bahwa seseorang perlu mempunyai ketenangan yang baik dalam keadaan sehat dan sakit.

Jika seseorang yang sehat memiliki ketenangan jiwa, ia tidak akan mudah terserang oleh penyakit, baik penyakit rohani maupun jasmani.

Alasannya karena ketenangan itu adalah benteng yang menjadikan sistem imunitas kita kuat. Lalu, bagaimana cara untuk meraih ketenangan tersebut?

Dalam Al-Qur’an surah Ar-Ra’d ayat 28, Allah berfirman sebagai berikut.

ٱلَّذِينَ ءَامَنُوا۟ وَتَطْمَئِنُّ قُلُوبُهُم بِذِكْرِ ٱللَّهِ ۗ أَلَا بِذِكْرِ ٱللَّهِ تَطْمَئِنُّ ٱلْقُلُوبُ

Allażīna āmanụ wa taṭma`innu qulụbuhum biżikrillāh, alā biżikrillāhi taṭma`innul-qulụb.

Artinya: “(yaitu) orang-orang yang beriman dan hati mereka menjadi tenteram dengan mengingat Allah. Ingatlah, hanya dengan mengingati Allah-lah hati menjadi tenteram.”

Dari firman Allah tersebut, dapat disimpulkan bahwa selalu mengingat-Nya merupakan salah satu cara untuk menjaga ketenangan hati.

Dengan selalu mengingat Allah swt., Dzat Yang Mahaagung ini juga akan selalu mengingat hamba-Nya tersebut.

Agar selalu mengingat-Nya, kamu bisa memperbanyak dzikir dan beribadah kepada-Nya.

Hadits riwayat Bukhari dan Muslim berikut ini juga menegaskan mengenai pentingnya selalu mengingat Allah Swt.

Ketenangan ini pun bisa menjadi separuh obat bagi kamu yang sedang sakit.

Kedekatanmu kepada-Nya melalui dzikir dan ibadah dapat mempercepat kesembuhan karena Dia selalu bersamamu.

Secara ilmiah juga dapat ditelaah bahwa pasien yang selalu merasa gundah cenderung lebih lama sembuh dibandingkankan dengan yang tetap tenang dan mengingat keberadaan Allah.

Itulah beberapa tips dari Ibnu Sina untuk menghadapi krisis kesehatan. Bukan hanya saat pandemi Covid-19 saja, anjuran-anjuran di atas juga dapat kamu terapkan sehari-hari.

Penutup

Kisah Ibnu Sina di atas patut dijadikan inspirasi bagi generasi muda muslim pada khususnya dan seluruh umat Islam pada umumnya.

Anjuran-anjurannya mengenai kesehatan pun bisa menjadi contoh yang baik untuk diikuti di masa yang tak menentu seperti sekarang ini.

Jadi, tetaplah tenang dan terus mendekatkan diri kepada Allah Swt. agar kita dijauhkan dari penyakit ruhani yang dapat mengakibatkan penyakit jasmani seperti diungkapkan Ibnu Sina.

Wallahu a’lam.

Referensi:

https://islam.nu.or.id/post/read/118661/3-tips-ibnu-sina-saat-menghadapi-krisis-kesehatan

https://pesantren.laduni.id/post/read/44825/ibnu-sina-ilmuwan-bidang-kedokteran-filosofi-matematika-dan-astronomi.html

Click to access SKRIPSI%20SITI%20MARIAM%20BAB%20II.pdf