Mengungkap Rahasia Hajar Aswad, dari Sejarah hingga Asalnya

Setiap umat Muslim tentu menanti saat mereka bisa mencium Hajar Aswad saat mengunjungi Kabah atau menunaikan haji dan umrah.

Namun, tak bisa dipungkiri bahwa mencium batu mulia tersebut tidak semudah yang dikira. Butuh perjuangan ekstra untuk mencapainya.

Apalagi saat jamaah haji atau umrah sedang memadati sekitaran Kabah untuk bisa melakukan hal yang sama.

Yang menjadi pertanyaan adalah seistimewa apakah Hajar Aswad atau batu hitam tersebut hingga umat Islam di seluruh dunia ingin berkesempatan untuk menciumnya?

Untuk menjawab pertanyaan tersebut, Hasana.id pun memutuskan untuk mencari tahu mengenai batu hitam tersebut dan menyajikan ulasannya di bawah in. Yuk, simak!

Bagaimana Sejarah Hajar Aswad dari Dulu hingga Sekarang?

Berbicara soal batu hitam, tentu jangan ketinggalan sejarah yang menyertainya. Sejarah batu yang sangat dimuliakan tersebut bermula saat Nabi Ibrahim a.s. diperintah untuk membangun Kabah oleh Allah Swt.

Meskipun ada beberapa riwayat yang berbeda mengenai kisah pembangunan Kabah tersebut, diketahui bahwa Malaikat Jibril lah yang memberi petunjuk tentang adanya batu ini.

Awal Mula Hajar Aswad

Dalam buku Qishash al-Anbiyaa yang ditulis oleh Ibnu Katsir, dijelaskan bahwa pada waktu itu pembangunan Kabah sudah hampir selesai. Akan tetapi, masih ada ruang kosong untuk menutupi tembok Kabah.

Nabi Ibrahim pun meminta Nabi Ismail a.s., yang merupakan anaknya, untuk mencarikan batu supaya dapat menutupi ruang kosong tersebut.

Ismail pun pergi dari satu bukit ke bukit lainnya untuk mencari batu yang bagus, seperti diperintahkan ayahnya.

Saat masih berusaha mencari, tiba-tiba ia didatangi oleh Malaikat Jibril yang membawa sebuah batu hitam dan memberikannya pada Ismail.

Setelah itu, Nabi Ismail pun membawa batu hitam tersebut kepada ayahnya dan mengatakan bahwa batu tersebut ia dapatkan dari makhluk yang tidak akan memberatkan cucunya maupun cucu-cucu ayahnya.

Di dalam buku yang sama, di kisah lain bahwa Nabi Ibrahim lah yang bertemu dengan Malaikat Jibril dan menerima batu yang saat ini dikenal sebagai Hajar Aswad tersebut.

Dalam kisahnya, batu tersebut dijelaskan berwarna putih bagai permata. Namun, saat Adam membawanya dari surga, benda tersebut warnanya berubah menjadi hitam karena dosa yang dilakukan manusia di muka bumi.

Setelah mendapatkan batu tersebut, difirmankan dalam Alquran Surah Al-Baraqah ayat 127, Nabi Ibrahim dan Ismail melanjutkan pembangunan Kabah seraya berdoa:

وَإِذْ يَرْفَعُ إِبْرَٰهِۦمُ ٱلْقَوَاعِدَ مِنَ ٱلْبَيْتِ وَإِسْمَٰعِيلُ رَبَّنَا تَقَبَّلْ مِنَّآ ۖ إِنَّكَ أَنتَ ٱلسَّمِيعُ ٱلْعَلِيمُ

Wa iż yarfa’u ibrāhīmul-qawā’ida minal-baiti wa ismā’īl, rabbanā taqabbal minnā, innaka antas-samī’ul-‘alīm

Artinya:

Dan (ingatlah), ketika Ibrahim meninggikan (membina) dasar-dasar Baitullah bersama Ismail (seraya berdoa): “Ya Tuhan kami terimalah daripada kami (amalan kami), sesungguhnya Engkaulah Yang Maha Mendengar lagi Maha Mengetahui”.

Selain sejarah awal mula diletakkannya Hajar Aswad pada masa Nabi Ibrahim dan Ismail, kisah yang tak kalah menarik juga terjadi ketika peletakan batu hitam tersebut pada masa Nabi Muhammad saw.

Perdebatan Peletakkan Hajar Aswad di Masa Nabi Muhammad saw.

Pada saat itu, masyarakat memutuskan untuk melakukan renovasi Kabah karena telah terjadi musibah banjir di Kota Makkah.

Orang-orang Quraisy pun terpanggil untuk kembali membangun Kabah demi menjaga kehormatan serta kesucian situs yang ditinggalkan oleh pendahulu mereka, yaitu Nabi Ibrahim a.s.

Masyarakat pun bersatu padu dan saling membantu dalam pembangunan kembali Kabah tersebut.

Akan tetapi, saat tiba waktunya untuk meletakkan Hajar Aswad sebagai tanda penyelesaian renovasi tersebut, masyarakat Makkah pun berselisih mengenai siapa yang layak diberi kehormatan untuk melakukannya.

Masing-masing kelompok berkehendak agar pemimpin mereka lah yang mendapat kehormatan tersebut.

Kala itu, Nabi Muhammad saw. yang masih berusia 35 tahun dan belum diangkat sebagai rasul diberi kepercayaan untuk memutuskan siapa yang pantas meletakkannya karena ia adalah orang yang dapat dipercaya (Al Amin).

Dengan kondisi yang ada, Muhammad pun akhirnya mengusulkan bahwa siapa saja yang datang paling awal di tempat renovasi Kabah tersebut esok hari adalah yang berhak untuk meletakkan Hajar Aswad.

Akan tetapi, keesokan harinya, Muhammad lah yang ternyata paling awal datang dan berhak atas kehormatan tersebut.

Namun, sebagai seseorang yang tidak egois, ia memilih membentangkan sorbannya dan menaruh batu suci tersebut di atasnya.

Lalu, ia pun mengajak tokoh-tokoh dari setiap kaum untuk ikut meletakkan batu tersebut bersama-sama dengan media kain sorban.

Keputusan Muhammad yang bijak tersebut dapat memuaskan setiap kaum yang ikut serta dalam renovasi Kabah.

Selain kisah peletakan batu tersebut kembali setelah dilakukan renovasi pada Kabah, ternyata dalam sejarahnya, batu ini juga pernah mengalami penjarahan.

Hajar Aswad Sempat Dicuri

Perjalanan sejarah Hajar Aswad memang cukup panjang. Salah satu peristiwa yang tidak mungkin terlupakan bagi umat Islam tentunya saat batu ini hilang dan pecah.

Pertama kali batu tersebut dicuri ketika keturunan Jurhum diusir oleh Bani Bakar bin Abdi Manaf bin Kinanah bin Ghaisyan bin Khaza’ah dari wilayah Makkah.

Pada waktu itu, Amr bin Harist bin Madhadh Al Jurhumi mengambil Hajar Aswad dan memendam batu tersebut di dalam sumur Zam Zam.

Namun, pemendaman batu ini tidak berlangsung lama karena ada seorang wanita yang menyaksikan perbuatan tersebut dan melaporkannya.

Pengambilan secara paksa batu hitam ini tidak selesai sampai disitu. Pada tahun 317 Hijriyah, Abu Tahir Al Qarmuthi yang berhasil menduduki Kota Makkah memerintahkan Ja’far bin Ilaj untuk mencopot batu tersebut secara paksa dan membawanya.

Hajar Aswad Kembali ke Tempatnya

Setelah rombongan tersebut membawa batu suci ini ke negerinya, orang-orang yang beribadah ke Kabah pun hanya meletakkan tangannya di tempat sebelumnya Hajar Aswad berada.

Sampai akhirnya, pada tahun 339 Hijriyah, batu suci tersebut dikembalikan ke Kabah setelah 22 tahun.

Pecahnya Hajar Aswad

Pada tahun 363 Hijriyah, hal yang tidak mengenakan kembali terjadi pada batu suci ini, yaitu pada saat seorang laki-laki Romawi memukulnya hingga berbekas.

Hal yang sama kembali terjadi pada tahun 413 Hijriyah saat seorang pengikut Hakim Al-Abidi dari Mesir memukulkan pahat ke Hajar Aswad sebanyak tiga kali sampai pecah dan berjatuhan.

Peristiwa lain yang pernah terjadi pada batu tersebut adalah pada tahun 1351 Hijriyah saat seorang pria dari Afghanistan mencungkil pecahannya.

Selain mencuri pecahan batu hitam, laki-laki tersebut juga mengambil potongan kain Kiswah dan sepotong perak yang ada di tangga Kabah.

Untungnya, penjaga Masjidil Haram mengetahui perbuatan laki-laki tersebut dan menangkapnya. Ia pun kemudian dihukum mati akibat perbuatannya tersebut.

Diakibatkan kejadian tersebut, Raja Abdul Aziz bin Abdur Rahman Al Faisal As Saud mendatangi Masjidil Haram untuk merekatkan pecahan batu hitam kembali ke tempatnya.

Agar dapat merekat seperti sedia kala, telah dilakukan penelitian terlebih dahulu oleh para ahli supaya ditemukan bahan khusus yang tepat.

Dalam hal ini, minyak misik dan ambar dicampurkan dalam bahan kimia sehingga dapat merekatkan batu hitam ini dengan sempurna.

Darimana Asal Hajar Aswad dan Apa Saja Keistimewaannya?

Asal usul Hajar Aswad diketahui adalah surga. Batu ini awalnya berwarna putih dan berubah menjadi hitam seperti sekarang karena terpengaruh dosa-dosa yang diperbuat manusia.

Sebagaimana dijelaskan dalam Al-Hajj Fadlail wa Ahkam oleh Sayyid Muhammad bin Alawi Al Malaki, batu suci tersebut menyimpan beberapa fakta dan kelebihan.

Salah satunya adalah adanya keutamaan untuk mencium dan mengusapkan tangan pada batu tersebut, seperti yang dilakukan oleh Sayyidina Umar r.a.

Diriwatkan oleh Bukhari bahwa Sabahat Umar mendatangi Hajar Aswad dan menciumnya seraya berkata:

رَأَيْتُ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ حِينَ يَقْدَمُ مَكَّةَ اسْتَلَمَ الرُّكْنَ الأَسْوَدَ أَوَّلَ مَا يَطُوفُ حِينَ يَقْدَمُ يَخُبُّ ثَلاثَةَ أَطْوَافٍ مِنَ السَّبْعِ

Roaitu rosulallahi shollallahu ‘alaihi wasallam hiinayaqdamu makatastalamaruknal aswada awwalamaa yathuufu hiinayaqdamu yakhubbu talatsata athwaafin minassab’i

Artinya:

Aku pernah melihat Rasûlullâh Shallallahu ‘alaihi wa sallam ketika tiba di Mekah jika telah mengusap Hajar Aswad, diawal ibadah thawaf, Beliau Shallallahu ‘alaihi wa sallam mempercepat langkah pada tiga putaran (pertama) dari tujuh putaran (HR. Bukhari dan Muslim)

Dalam hadis ini dijelaskan bahwa Sahabat Umar kala itu menyaksikan bagaimana Nabi Muhammad saw. mencium benda dari surga tersebut secara langsung.

Melihat ini pun Sahabat Umar mencontohnya karena hal tersebut adalah sesuatu yang dilakukan oleh Rasulullah saw.

Meski seperti yang dikatakan Sahabat Umar bahwa secara kasat mata batu tersebut mungkin tidak memberikan bahaya ataupun manfaat, namun dipercaya bahwa menciumnya merupakan suatu perbuatan yang berpahala.

Hal ini tak lain karena merupakan sebuah sunah rasul mengingat Nabi Muhammad pernah melakukannya.

Selain itu, berikut ini keistimewaan lainnya dari Hajar Aswad yang perlu kamu ketahui.

Menjadi Permulaan Tawaf

Posisi batu suci ini yang berada di bagian sudut timur laut dari Kabah selalu menjadi permulaan tawaf.

Orang-orang yang tawaf di Kabah pun selalu memulainya dari tempat tersebut pula.

Batu hitam ini juga dikatakan berada di suatu tempat yang sangat mulia di muka bumi, yaitu pada pojok Kabah.

Nabi Ibrahim as. adalah orang pertama yang mendirikan bangunan tersebut bersama anaknya, Nabi Ismail a.s.

Memiliki Kiasan Sebagai ‘Tangan Allah’

Seperti diriwayatkan oleh Abu Ubaid, Nabi Muhammad saw. mengkiaskan batu hitam ini sebagai ‘tangan Allah’ di muka bumi.

Rasul mengatakan bahwa mengusap Hajar Aswad akan membuat seseorang seolah-olah sedang berjabat tangan dengan Allah Swt.

Selain itu, orang tersebut juga dianggap seolah-olah sedang berbaiat kepada Allah dan Rasul-Nya. Berikut sabda Nabi Muhammad saw. mengenai hal ini yang diriwayatkan oleh Ibnu Majah:

مَنْ فَاوَضَهُ، فَإِنَّمَا يُفَاوِضُ يَدَ الرَّحْمَنِ

Manfawa dhohu, fainnamaa yufawi dhuyadarrohmani

Artinya:

“Barangsiapa bersalaman dengannya (Hajar Aswad), seolah-olah ia sedang bersalaman dengan Allah yang maha pengasih.” (HR. Ibnu Mâjah: 2957)

Saksi di Hari Kiamat

Batu dari surga tersebut juga mempunyai keutamaan sebagai saksi pada hari kiamat.

Seperti diriwayatkan oleh at-Tirmidzi dan at-Thabrany dalam kitab mereka masing-masing, as-Sunan dan al-Ausath, batu tersebut akan bersaksi mengenai siapa saja yang pernah benar-benar menyentuhnya secara sungguh-sungguh.

Diriwayatkan juga oleh at-Tirmidzi, Ibnu Hibban, dan Ahmad bahwa batu hitam ini juga sebenarnya memiliki cahaya yang memancar besar. Tetapi, Allah Swt. menutup cahaya tersebut.

Memberikan Syafaat

Hajar Aswad juga diistimewakan karena batu tersebut dapat memberi syafaat kepada orang-orang Muslim dan syafaatnya akan diterima juga oleh Allah Swt.

Hal ini tertulis dalam hadis riwayat at-Thabrany yang masih dalam tinjauan dari berbagai pihak.

Keistimewaan-keistimewaan tersebut lah yang membuat umat Islam mendambakan bisa mengusap dan mencium batu hitam ini.

Apa Saja Keistimewaan Mencium Hajar Aswad?

Lalu, apa sebenarnya keistimewaan dari mencium batu hitam tersebut?

Merupakan Sunah

Seperti disebutkan sebelumnya, perbuatan tersebut merupakan sunah, terutama bagi orang-orang yang sedang melaksanakan tawaf.

Disebut juga dengan istilah ‘istilamah’ atau menjamah Hajar Aswad lalu menciumnya, amalan sunah tersebut dikatakan dapat membantu menghapus dosa-dosa orang yang melakukannya.

Pdahal, batu suci tersebut tidak bisa membuat dosa kita hilang secara otomatis jika memang tidak bertaubat.

Tentu tidak salah jika kita meyakini bahwa batu suci tersebut merupakan suatu benda yang mulia dan mempunyai banyak fadilah.

Menghapus Dosa?

Namun, jika yang diinginkan adalah terhapus semua dosanya, maka bertaubatlah, seperti firman Allah Swt. dalam Alquran Surah at-Taubah ayat 74 berikut ini:

يَحْلِفُونَ بِٱللَّهِ مَا قَالُوا۟ وَلَقَدْ قَالُوا۟ كَلِمَةَ ٱلْكُفْرِ وَكَفَرُوا۟ بَعْدَ إِسْلَٰمِهِمْ وَهَمُّوا۟ بِمَا لَمْ يَنَالُوا۟ ۚ وَمَا نَقَمُوٓا۟ إِلَّآ أَنْ أَغْنَىٰهُمُ ٱللَّهُ وَرَسُولُهُۥ مِن فَضْلِهِۦ ۚ فَإِن يَتُوبُوا۟ يَكُ خَيْرًا لَّهُمْ ۖ وَإِن يَتَوَلَّوْا۟ يُعَذِّبْهُمُ ٱللَّهُ عَذَابًا أَلِيمًا فِى ٱلدُّنْيَا وَٱلْءَاخِرَةِ ۚ وَمَا لَهُمْ فِى ٱلْأَرْضِ مِن وَلِىٍّ وَلَا نَصِيرٍ

Yaḥlifụna billāhi mā qālụ, wa laqad qālụ kalimatal-kufri wa kafarụ ba’da islāmihim wa hammụ bimā lam yanalụ, wa mā naqamū illā an agnāhumullāhu wa rasụluhụ min faḍlih, fa iy yatụbụ yaku khairal lahum, wa iy yatawallau yu’ażżib-humullāhu ‘ażāban alīman fid-dun-yā wal-ākhirah, wa mā lahum fil-arḍi miw waliyyiw wa lā naṣīr

Artinya:

Mereka (orang-orang munafik itu) bersumpah dengan (nama) Allah, bahwa mereka tidak mengatakan (sesuatu yang menyakitimu). Sesungguhnya mereka telah mengucapkan perkataan kekafiran, dan telah menjadi kafir sesudah Islam dan mengingini apa yang mereka tidak dapat mencapainya, dan mereka tidak mencela (Allah dan Rasul-Nya), kecuali karena Allah dan Rasul-Nya telah melimpahkan karunia-Nya kepada mereka. Maka jika mereka bertaubat, itu adalah lebih baik bagi mereka, dan jika mereka berpaling, niscaya Allah akan mengazab mereka dengan azab yang pedih di dunia dan akhirat; dan mereka sekali-kali tidaklah mempunyai pelindung dan tidak (pula) penolong di muka bumi.

Terlepas dari keajaiban batu Hajar Aswad tersebut yang tidak seutuhnya benar karena tidak berdasar pada dalil-dalil tertentu, mencium batu hitam ini tetap merupakan sunah rasul.

Mengerjakan yang Dicontohkan Nabi Muhammad

Jadi, hendaknya kamu tetap menjalankan perbuatan sunah tersebut sebagai bentuk mencontoh perilaku Nabi Muhammad saw.

Akan tetapi, sebaiknya perbuatan sunah ini dilakukan dengan sungguh-sungguh hanya karena Allah Swt., bukan untuk tujuan lain yang melenceng dari mendapatkan rida-Nya.

Adakah Doa Tertentu Saat Melihat atau Menyentuh Hajar Aswad?

Baik kamu hanya melihat, menyentuh, atau berhasil mencium batu hitam yang dimuliakan tersebut, para ulama mengajarkan untuk berdoa saat hal ini terjadi.

Dalam Hasyiyah I’anah ath-Thalibin ‘ala Halli Alfadzi Fathi al-Muiin li Syarh Qurratil-‘Ain, Syekh Abu Bakar bin Muhammad Syato’ ad-Dimyathi menjelaskan mengenai doa tersebut.

Berikut doa yang bisa kamu panjatkan saat mencium, menyentuh, atau sekadar melihat Hajar Aswad sesuai kitab di atas:

بِسْمِ اللهِ ، وَاللهُ أَكْبَر اللَّهُمَّ إِيمَاناً بِكَ ، وَتَصْدِيقًا بِكِتَابِكَ ، وَوَفَاءً بِعَهْدِكَ ، وَاتِّبَاعاً لِسُنَّةِ نَبِيِّكَ مُحَمَّدٍ صَلَّى الله عليه وسلم

Bismillâhi wa-Llâhu akbar allâhumma îmânan bika wa tashdîqan bikitâbika wa wafâ’an bi ‘ahdika wat tibâ‘an li sunnati nabiyyika muhammadin shallallâhu ‘alaihi wa sallam. Artinya:

Artinya:

“Dengan menyebut nama Allah, Allah maha besar. Ya Allah, seraya iman kepada-Mu, membenarkan kitab-Mu, menepati janji kepada-Mu, serta mengikuti sunah Nabi-Mu, Muhammad shalLallahu ‘alaihi wa sallam.”

Doa tersebut juga bisa kamu bacakan saat memulai tawaf.

Tentunya doa tersebut dibacakan bukan sebagai bentuk menyembah batu seperti kebohongan Hajar Aswad yang diceritakan oleh orang-orang kafir.

Melainkan sebagai bentuk mengikuti perilaku Nabi Muhammad yang merupakan utusan Allah Swt.

Adakah Solusi Bagi Jamaah Yang Tidak Bisa Mencium Hajar Aswad?

Bukan rahasia lagi jika mencium batu suci ini sangat sulit dilakukan, terutama saat musim haji. Seringkali banyak jamaah tidak dapat menikmati kesempatan emas untuk menunaikan sunah rasul tersebut.

Menurut pengalaman umat Muslim yang pernah melaksanakan tawaf di Makkah, ada beberapa teknik yang bisa dilakukan agar jamaah bisa mencium Hajar Aswad.

Merapat Dekat Dinding Kabah

Misalnya, kamu bisa merapat ke dinding Kabah lalu maju secara perlahan. Namun, banyak juga yang gagal mencium batu hitam tersebut dengan teknik ini.

Tak jarang ada juga yang terinjak-injak atau bahkan sampai meninggal saat terjadi adu dorong dan terhimpit jamaah yang lain.

Bisa Menggunakan Jasa

Sebenarnya, ada alternatif menggunakan jasa orang yang lebih kuat dari kita untuk mempermudah jalan sampai ke tempat batu tersebut. Namun, dalam praktiknya hal ini hanya menyakiti jamaah lain karena orang tersebut mungkin mendorong, memukul, dan mendesak lainnya.

Dalam kondisi tersebut, tidak memaksakan diri untuk menjamah dan mencium Hajar Aswad menjadi pilihan yang bijak karena adanya mudarat yang mungkin ditimbulkan dari perbuatan tersebut.

Perlu diingat bahwa kesunahan mencium batu suci tersebut bisa menjadi hal yang haram karena adanya efek menyakiti orang lain.

Sebab, segala hal yang membuat mudarat baik bagi diri sendiri maupun orang lain statusnya adalah haram.

Mengusap Hajar Aswad

Lalu, adakah solusi bagi jamaah haji yang tidak bisa mencium batu suci ini? Menurut para ulama, seperti tertulis dalam Syarh Al-Tahrir, Al-Haramain oleh Syekh Zakariya Al-Anshari, ada beberapa langkah yang bisa dijadikan alternatif.

Pertama, apabila tidak memungkinkan untuk mencium batu tersebut, cukup mengusapnya saja dengan tangan. Kemudian, cium tangan yang digunakan untuk mengusap sebagai gantinya.

Jika cara tersebut masih tidak memungkinkan untuk dilakukan, maka kamu dapat mengusap tongkat atau benda lain pada Hajar Aswad dan menciumnya.

Berisyarat

Apabila masih belum mampu, cukup berisyarat saja dengan melambaikan tangan atau benda yang sedang kamu pegang. Isyaratkan ke arah batu hitam tersebut lalu menciumnya.

Yang perlu dicatat adalah kamu sebaiknya tidak memaksakan diri mengejar kesunahan mencium batu suci ini. Apalagi jika ujung-ujungnya membuat jamaah lainnya tidak nyaman.

Kamu tidak perlu cemas karena para ulama-ulama fikih telah memberi solusi seperti di atas. Kamu tetap bisa mendapatkan keutamaan dari sunah tersebut.

Demikianlah ulasan Hasana.id mengenai sejarah, keistimewaan, dan hal-hal menarik seputar Hajar Aswad. Semoga suatu hari nanti, kita semua mendapat kesempatan untuk mencium batu yang mulia tersebut. Aamiin.

Referensi:

https://islam.nu.or.id/

https://halaqahilmuagama.com/keutamaan-hajar-al-aswad/