Ini Dia Hadits Tentang Wanita dan Kemuliaannya dalam Islam

Bukan rahasia jika wanita merupakan sosok yang dimuliakan dalam agama Islam. Bahkan, terdapat cukup banyak hadits tentang wanita yang bisa kamu temukan.

Dalil-dalil tersebut menjadi bukti bahwa Islam tidak menempatkan derajat wanita sebagai kaum ‘kelas bawah’ seperti yang dituduhkan oleh beberapa pihak.

Pada kesempatan, Hasana.id telah merangkum beberapa hadits tentang wanita yang bisa menjadi referensi mengenai bagaimana Islam memandang wanita. Langsung saja, yuk, simak!

Islam Memuliakan Kaum Wanita

Bukan rahasia lagi jika sebagian orang menganggap bahwa syariat Islam menindas dan memarginalkan peran wanita terutama dalam kehidupan sosial kemasyarakatannya.

Padahal, sejak Islam datang ke bumi, ajaran-ajarannya sangat memuliakan seorang perempuan. Hal ini dibuktikan dengan ayat-ayat Alquran dan hadits tentang wanita yang disampaikan oleh Nabi Muhammad saw.

Sebagai agama yang menjunjung syariat dan aturan, Islam datang untuk memperbaiki keadaan kaum wanita dan mengangkat derajatnya melalui dalil-dalil Alquran serta hadits tentang wanita.

Sebelum Islam datang, umat manusia umumnya memandang hina kaum wanita atau bahkan dalam beberapa kondisi tidak menganggapnya sebagai manusia sama sekali.

Misalnya, orang-orang Romawi yang memberikan hak pada seorang suami atau ayah untuk menjual istrinya atau anak perempuannya.

Sementara itu, orang-orang Yunani memiliki pandangan bahwa perempuan merupakan media untuk mencari kesenangan semata.

Sedangkan orang-orang Arab pra-Islam juga tidak memberi wanita hak waris dan hak untuk mempunyai harta benda.

Dalam Alquran Surah an-Nahl ayat 58, Allah berfirman tentang orang-orang Arab pra-Islam yang tidak segan mengubur anak-anak perempuan mereka hanya karena mereka adalah seorang wanita.

وَإِذَا بُشِّرَ أَحَدُهُم بِٱلْأُنثَىٰ ظَلَّ وَجْهُهُۥ مُسْوَدًّا وَهُوَ كَظِيمٌ

Wa iżā busysyira aḥaduhum bil-unṡā ẓalla waj-huhụ muswaddaw wa huwa kaẓīm

Artinya:

Dan apabila seseorang dari mereka diberi kabar dengan (kelahiran) anak perempuan, hitamlah (merah padamlah) mukanya, dan dia sangat marah.

Setelah Islam datang baru lah aturan-aturan yang mendiskriminasi perempuan mulai menghilang dengan risalah yang dibawa oleh Rasulullah shallahu ‘alaihi wa sallam.

Hadits Keutamaan Wanita dan Kesataraannya dengan Laki-Laki

Jauh sebelum aktivis-aktivis perempuan Barat melakukan berbagai jenis demonstrasi untuk memperjuangkan haknya, Islam telah menegaskan kesetaraan antara laki-laki dan perempuan.

Bahkan, Islam merupakan agama pertama yang memberi hak waris dan memiliki kekayaan atau harta benda kepada perempuan.

Akan tetapi, tak jarang orang-orang yang menyangkal bahwa Islam memang memandang perempuan dan laki-laki sama karena melihat beberapa negara Islam yang tidak mempraktikkan demikian.

Contohnya adalah kelompok Taliban di Pakistan yang melarang para perempuan untuk bersekolah. Padahal kelompok yang mengatasnamakan Islam tersebut bukan lah cerminan agama Islam seluruhnya berlaku demikian.

Jika kita mendalami sekali lagi mengenai hadis-hadis Rasulullah tentang wanita, maka kita akan sadar bahwa perilaku kelompok Taliban tersebut sangat melenceng dari ajaran agama Islam.

Sebagai referensi, berikut adalah beberapa hadis yang mendukung pernyataan bahwa Islam menganggap pria dan wanita setara.

Hadits Tentang Wanita yang Setara dengan Pria

Rasullullah saw. bersabda dalam hadis riwayat Ahmad dan Abu al-Zubair yang berbunyi:

النَّاسُ سَوَاسِيَةٌ كَأَسْنَانِِ الْمُشْطِ (رَوَاهُ أَحْمَدُ وَأَبُو الزُّبَيْرِ

Annasu sawaa siyatun kalas naani ilmusthi (rawaahu ahmadu wa abu zubayr)

Artinya:

“Manusia itu sama dan setara laksana gigi sisir.” (HR. Ahmad dan Abu al-Zubair)

Sabda Rasulullah tersebut mengajarkan kita bahwa posisi setiap manusia, baik itu laki-laki maupun perempuan adalah setara. Di sini beliau mengumpamakannya seperti gigi sisir yang rata.

Bukan hanya dalam hadits tentang wanita saja, kedudukan perempuan juga tertulis dalam firman-firman Allah Swt. di Alquran.

Salah satunya adalah dalam Surah al-Mukmin ayat 40 berikut ini:

مَنْ عَمِلَ سَيِّئَةً فَلَا يُجْزَىٰٓ إِلَّا مِثْلَهَا ۖ وَمَنْ عَمِلَ صَٰلِحًا مِّن ذَكَرٍ أَوْ أُنثَىٰ وَهُوَ مُؤْمِنٌ فَأُو۟لَٰٓئِكَ يَدْخُلُونَ ٱلْجَنَّةَ يُرْزَقُونَ فِيهَا بِغَيْرِ حِسَابٍ

Man ‘amila sayyi`atan fa lā yujzā illā miṡlahā, wa man ‘amila ṣāliḥam min żakarin au unṡā wa huwa mu`minun fa ulā`ika yadkhulụnal-jannata yurzaqụna fīhā bigairi ḥisāb

Artinya:

Barangsiapa mengerjakan perbuatan jahat, maka dia tidak akan dibalasi melainkan sebanding dengan kejahatan itu. Dan barangsiapa mengerjakan amal yang saleh baik laki-laki maupun perempuan sedang ia dalam keadaan beriman, maka mereka akan masuk surga, mereka diberi rezeki di dalamnya tanpa hisab.

Ayat tersebut menjelaskan bagaimana Islam telah meruntuhkan perbedaan serta batasan antara laki-laki dan perempuan, bahkan dalam hal amal peribadatan sekalipun.

Dengan kata lain, tidak ada pilih kasih dalam Islam antara perempuan dan laki-laki karena keduanya adalah sama.

Allah Ta’ala akan merespon doa baik dari hamba-Nya yang laki-laki maupun perempuan. Semua doa yang dipanjatkan oleh umat Muslim akan didengar oleh-Nya, sebagaimana telah Ia janjikan dalam Alquran Surah Ali Imran ayat 195.

فَٱسْتَجَابَ لَهُمْ رَبُّهُمْ أَنِّى لَآ أُضِيعُ عَمَلَ عَٰمِلٍ مِّنكُم مِّن ذَكَرٍ أَوْ أُنثَىٰ ۖ بَعْضُكُم مِّنۢ بَعْضٍ ۖ فَٱلَّذِينَ هَاجَرُوا۟ وَأُخْرِجُوا۟ مِن دِيَٰرِهِمْ وَأُوذُوا۟ فِى سَبِيلِى وَقَٰتَلُوا۟ وَقُتِلُوا۟ لَأُكَفِّرَنَّ عَنْهُمْ سَيِّـَٔاتِهِمْ وَلَأُدْخِلَنَّهُمْ جَنَّٰتٍ تَجْرِى مِن تَحْتِهَا ٱلْأَنْهَٰرُ ثَوَابًا مِّنْ عِندِ ٱللَّهِ ۗ وَٱللَّهُ عِندَهُۥ حُسْنُ ٱلثَّوَابِ

Fastajāba lahum rabbuhum annī lā uḍī’u ‘amala ‘āmilim mingkum min żakarin au unṡā, ba’ḍukum mim ba’ḍ, fallażīna hājarụ wa ukhrijụ min diyārihim wa ụżụ fī sabīlī wa qātalụ wa qutilụ la`ukaffiranna ‘an-hum sayyi`ātihim wa la`udkhilannahum jannātin tajrī min taḥtihal-an-hār, ṡawābam min ‘indillāh, wallāhu ‘indahụ ḥusnuṡ-ṡawāb

Artinya:

Maka Tuhan mereka memperkenankan permohonannya (dengan berfirman): “Sesungguhnya Aku tidak menyia-nyiakan amal orang-orang yang beramal di antara kamu, baik laki-laki atau perempuan, (karena) sebagian kamu adalah turunan dari sebagian yang lain. Maka orang-orang yang berhijrah, yang diusir dari kampung halamannya, yang disakiti pada jalan-Ku, yang berperang dan yang dibunuh, pastilah akan Ku-hapuskan kesalahan-kesalahan mereka dan pastilah Aku masukkan mereka ke dalam surga yang mengalir sungai-sungai di bawahnya, sebagai pahala di sisi Allah. Dan Allah pada sisi-Nya pahala yang baik”.

Pekerjaan Rumah Tidak Harus Identik dengan Wanita

Ayat-ayat dalam Alquran dan juga sabda Rasulullah dalam hadits tentang wanita tersebut menjadi bukti pengakuan Islam terhadap hak-hak perempuan secara umum serta anugerah kemuliaan dari Allah Ta’ala.

Dari sini dapat disimpulkan bahwa pengaruh kultur dan kondisi sosial lah yang justru menyebabkan adanya anggapan bahwa laki-laki memiliki kelebihan dibanding wanita.

Hal ini jugalah yang mengurangi prinsip-prinsip kemuliaan perempuan. Memang benar adanya bahwa secara kodrati atau fitri, ada perbedaan antara pria dan wanita.

Akan tetapi, di luar hal tersebut ada peran-peran yang harus ditanggung bersama-sama tanpa membedakan apakah seseorang tersebut perempuan atau laki-laki.

Seperti yang ada dalam firman Allah Swt. Alquran Surah at-Taubah ayat 71 yang berbunyi:

وَٱلْمُؤْمِنُونَ وَٱلْمُؤْمِنَٰتُ بَعْضُهُمْ أَوْلِيَآءُ بَعْضٍ ۚ يَأْمُرُونَ بِٱلْمَعْرُوفِ وَيَنْهَوْنَ عَنِ ٱلْمُنكَرِ وَيُقِيمُونَ ٱلصَّلَوٰةَ وَيُؤْتُونَ ٱلزَّكَوٰةَ وَيُطِيعُونَ ٱللَّهَ وَرَسُولَهُۥٓ ۚ أُو۟لَٰٓئِكَ سَيَرْحَمُهُمُ ٱللَّهُ ۗ إِنَّ ٱللَّهَ عَزِيزٌ حَكِيمٌ

Wal-mu`minụna wal-mu`minātu ba’ḍuhum auliyā`u ba’ḍ, ya`murụna bil-ma’rụfi wa yan-hauna ‘anil-mungkari wa yuqīmụnaṣ-ṣalāta wa yu`tụnaz-zakāta wa yuṭī’ụnallāha wa rasụlah, ulā`ika sayar-ḥamuhumullāh, innallāha ‘azīzun ḥakīm

Artinya:

Dan orang-orang yang beriman, lelaki dan perempuan, sebagian mereka (adalah) menjadi penolong bagi sebagian yang lain. Mereka menyuruh (mengerjakan) yang ma’ruf, mencegah dari yang mungkar, mendirikan shalat, menunaikan zakat dan mereka taat pada Allah dan Rasul-Nya. Mereka itu akan diberi rahmat oleh Allah; sesungguhnya Allah Maha Perkasa lagi Maha Bijaksana.

Ayat tersebut menegaskan bahwa ada hal-hal yang memang harus dilakukan dengan saling mendukung antara perempuan dan laki-laki.

Sedangkan peran wanita secara domestik hendaknya hanya pada ruang lingkup kodrati saja, seperti hamil, melahirkan, menyusui, dan fungsi lainnya yang memang tidak bisa digantikan seorang pria.

Di luar peran-peran tersebut, sejatinya semua hal sepantasnya dilakukan dengan prinsip saling mendukung dan kerjasama.

Untuk mengatasi hal tersebut, Islam pun telah mengajarkan bagaimana cara mengatur hak dan kewajiban wanita dalam berumahtangga.

Sementara terkait perannya dalam publik, wanita itu hak dan kewajibannya sama seperti pria ketika dilihat sebagai warga negara. Artinya, mereka dapat melakukan peran sosialnya secara transparan, tegas dan terlindungi.

Wanita Juga Wajib Berpendidikan

Rasulullah saw. pernah bersabda bahwa mencari ilmu merupakan kewajiban baik bagi seorang Muslim maupun Muslimah.

Hadits tentang wanita tersebut menegaskan bahwa pendidikan bukan hanya hak setiap umat Islam, tetapi juga kewajiban dan tanggung jawab bagi seluruh kaum Islam tanpa terkecuali.

Dalam sejarahnya, ada juga beberapa perempuan yang mempunyai pengetahuan luas serta mendalam di kalangan umat Islam.

Bahkan, tak sedikit dari mereka yang menjadi rujukan dan guru bagi ulama laki-laki. Salah satu contohnya adalah Sayyidah Aisyah.

Selain Aisyah r.a., ada juga beberapa perempuan hebat lainnya yang tertulis dalam sejarah, seperti al-Khansa’, Sayyidah Sakinah binti al-Husain bin Ali bin Abi Thalib, dan Rabi’ah al-Adawiyah.

Imam Abu Hayyan mengatakan bahwa ada tiga orang wanita yang menjadi guru bagi para imam mazhab, yaitu Zainab putrid sejarawan Abdul Latif al-Baghdadi, Mu’nisat al-Ayyubiyah, dan Syamiyat al-Taimiyah.

Syaikhah Syuhrah juga dikenal sebagai seorang guru bagi imam mazhab, termasuk Imam Syafi’i.

Hadits Tentang Kemuliaan Wanita Terutama Seorang Ibu

Islam juga menjadi agama yang mengajak umatnya untuk senantiasa memberikan penghormatan setinggi-tingginya bagi perempuan.

Kedudukan wanita, terutama sebagai seorang ibu mempunyai tempat yang sangat mulia dalam Islam. Seperti yang ada dalam sebuah hadis riwayat Bukhari dan Muslim yang berbunyi:

جَاءَ رَجُلٌ إِلَى النَّبِيِّ فَقَالَ مَنْ أَحَقُّ النَّاسِ بِحُسْنِ صَحَابَةٍ قَالَ أُمُّكَ قاَلَ ثُمَّ مَنْ قَالَ ثُمَّ أُمُّكَ قَالَ ثُمَّ مَنْ قَالَ ثُمَّ أُمُّكَ قَالَ ثُمَّ مَنْ قَالَ ثُمَّ أَبُوْكَ (رَوَاهُ الْبُخَارِيُّ وَمُسْلِمٌ)

Jaa arajulun ilannabiyyi faqaala man ahaqqun nasibihusni shahabatin qala ammuka qaala tsumma manqaala tsumma ammuka qaala tsuma manqala tsumma ammuka (qaala tsuma manqaala tsumma abuuka) rawahul bukhariyyu wamuslimun

Artinya:

“Seorang sahabat datang kepada Nabi Saw.. Kemudian bertanya: “Siapakah manusia yang paling berhak untuk dihormati?”, Nabi menjawab:”Ibumu”, kemudian siapa Wahai Nabi?, “Ibumu” jawab Nabi lagi, “kemudian siapa lagi Wahai Nabi?:” Ibumu” kemudian siapa Wahai Nabi? “bapakmu”, jawab Nabi kemudian.” (HR. Bukhari Muslim)

Hadits tentang wanita di atas memberikan pelajaran bahwa sebagai umat Muslim, sudah sepantasnya kita menempatkan wanita, terutama ibu kita sendiri sebagai orang yang paling dihormati.

Sebab, sebagaimana kita tahu bahwa salah satu cara untuk membuktikan ketakwaan kepada Allah Swt. adalah mendapatkan rida orang tua.

Terutama dari seorang ibu yang telah susah payah mengandung dan melahirkan kita ke bumi ini. Hal ini juga senada dengan sabda Rasulullah saw, yaitu al-jannatu tahta aqdamil ummahati, bahwa surga ada di telapak kaki ibu.

Islam juga melarang keras penindasan serta perlakuan buruk pada para perempuan. Dengan kata lain, segala bentuk pelecehan terhadap kaum wanita merupakan suatu hal yang tidak dibenarkan dalam agama Islam.

Hadits Memuliakan Wanita Terutama Istri

Selain memuliakan wanita yang telah melahirkan kita, diutamakan juga bagi seorang suami untuk memuliakan istrinya.

Nabi Muhammad saw. juga tak lelah mengingatkan umatnya untuk selalu menghargai dan memuliakan kamu wanita melalui berbagai hadits tentang wanita.

Bahkan dalam salah satu hadis riwayat Muslim, Rasulullah bersabda mengenai wasiatnya untuk senantiasa berbuat baik kepada kaum Wanita.

Beliau juga mengajarkan bagaimana ia berlaku baik pada istrinya, sebagaimana disebutkan dalam hadits tentang wanita riwayat Tirmidzi yang dinyatakan shahih oleh al-Albani dalam kitabnya ash-Shahihah.

Berikut bunyi peringatan Rasulullah mengenai memuliakan istri:

خَيْرُكُمْ خَيْرُكُمْ لأَهْلِهِ وَأَنَا خَيْرُكُمْ لأَهْلِى

Khayrukum khayrukum lahlihhi wa anaa khayrukum lahli

Artinya:

“Sebaik-baik kalian adalah yang paling baik terhadap istrinya, dan aku adalah yang paling baik terhadap istriku.”

Dr. Abdul Qadir Syaibah dalam Huquq al Mar’ah fi al Islam kemudian menambahkan bagaimana hadis tersebut diaplikasikan dalam kehidupan antar suami-istri.

Ditegaskan bahwa wanita bukan lah objek untuk diwariskan dan tidak halal bagi seorang suami untuk menahan istrinya dengan paksa.

Selanjutnya, kaum pria juga diperintahkan untuk memperlakukan kaum wanita dengan baik sesuai bunyi hadits tentang wanita tersebut.

Kemudian, para pria juga sudah sepatutnya sabar dengan akhlak para wanita dan menghargai mereka dalam kehidupan bermasyarakat.

Hadits tentang Wanita dan Istri yang Mulia Menurut Rasulullah saw.

Kemuliaan yang melekat pada seorang istri menurut hadis—hadis di atas tentunya harus diikuti dengan tabiat baik oleh istri itu sendiri.

Dalam hadis riwayat Thabarani, Rasulullah saw. bersabda bahwa sebaiknya-baiknya seorang istri adalah yang menyenangkan saat dipandang dan taat kepada suami, serta yang menjaga dirinya saat suaminya pergi.

Senada dengan hadis tersebut, dalam riwayat an-Nasai dan Ahmad juga dijelaskan bahwa Rasulullah saw. pernah bersabda bahwa wanita yang paling baik adalah yang menyenangkan apabila dilihat suaminya, tidak menyelisihi suami dan hartanya sehingga suaminya membencinya.

Abdullah bin Abbas r.a. menambahkan bahwa dirinya selalu berhias untuk istrinya sebagaimana istrinya melakukan hal yang sama untuknya.

Uraian di atas menegaskan bahwa menjaga penampilan di hadapan suami adalah hal yang dianjurkan oleh Rasulullah. Bukan sebaliknya malah para istri memakai pakaian seadanya saat di hadapan suami dan mengenakan pakaian-pakaian yang bagus di khalayak ramai.

Tidak sepantasnya juga jika seorang istri berdandan cantik dan memakai parfum saat keluar rumah. Padahal, di hadapan suaminya sendiri rambutnya acak-acakan dan aroma badannya tidak sedap.

Menurut Sulthonul Ilmi Al Habib Salim bin Abdullah Assyatiry, hal seperti itu bisa disebut sebagai gambaran para istri akhir zaman.

Yaitu saat para istri juga bebas keluar rumah tanpa adanya keberanian dari suami untuk menegur perbuatan istrinya yang tidak sesuai dengan ajaran Islam tersebut.

Hadits tentang wanita kuat dan mulia sebagaimana diajarkan oleh Rasulullah tentu bukan lah yang berlaku demikian.

Keutamaan Istri yang Salihah

Salah satu alasan untuk memuliakan seorang istri adalah karena berbagai keutamaan yang bisa ia raih jika bertabiat baik dan salihah dalam rumah tangga.

Disebutkan bahwa doa seorang istri yang salihah mempunyai kekuatan yang sama dengan doa dari 70 wali.

Kemudian, masakan seorang istri yang dikerjakan atas dasar sunah dan dimakan oleh seorang suami serta keluarganya akan menjadi sumber pahala bagi istri tersebut.

Sedangkan doa suami yang memakan masakan tersebut juga menjadi doa yang diijabah oleh Allah Swt.

Pahala seorang istri yang membuatkan minuman untuk suaminya tanpa diminta adalah seperti pahala seseorang yang khatam Alquran sebanyak tiga kali.

Selanjutnya, seorang istri yang menyusui anaknya dengan ikhlas akan mendapatkan pahala senilah 200 kali salat khusyuk dari setiap tetes susunya dan diijabah doanya.

Istri yang kelelahan karena harus bangun di malam hari karena anaknya minta susu juga memperoleh pahala senilai 70 kali haji mabrur.

Seorang istri yang membangunkan suaminya untuk menunaikan salat atau senantiasa mengingatkan untuk salat berjamaah di masjid akan mendapatkan pahala 27+1.

Dalam berbagai hadits tentang wanita, keutamaan seorang perempuan terutama sebagai seorang istri tidak hanya sampai di situ saja.

Bahkan saat seorang istri hamil pun, ia sudah bisa memperoleh pahala senilai 70 tahun salat dan 70 tahun puasa.

Sedangkan jika perempuan hamil tersebut menunaikan salat dua rakaat, maka pahalanya lebih baik dibandingkan 80 rakaat salat wanita yang sedang tidak hamil.

Kemudian, seorang istri yang mencuci pakaian suaminya serta anak-anaknya juga bisa memperoleh 1000 kebaikan dan dapat diampuni kesalahannya oleh Allah Swt.

Apabila suaminya pulang dengan keadaan gelisah, seorang istri yang menghiburnya akan memperoleh pahala yang senilai dengan 10 pahala jihad.

Keutamaan-keutamaan yang disebutkan pada hadits tentang wanita menegaskan betapa mulia dan sayangnya Allah Swt. kepada kaum wanita, sebagaimana Ia juga memberikan keutamaan-keutamaan bagi seorang pria dan suami yang salih.

Hadits Tentang Perempuan yang Tumbuh di Tempat Buruk

Selain menegaskan keutamaan dan kemuliaan perempuan dalam Islam, terdapat juga hadis-hadis yang membahas wanita dari sisi lain. Misalnya seperti hadis berikut ini:

عن أبي سعيد الخدري ، أن النبي صلى الله عليه وسلم قال : « إياكم وخضراء الدمن

Artinya:

Dari Abu Sa’id  al Khudry radhiyallahu ‘anhu, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam  bersabda, “Jauhi oleh kalian khadhraa`ad diman.”

Hadis di atas menyebutkan mengenai anjuran untuk meninggalkan khadraa ‘ad diman atau perempuan cantik yang tumbuh di lingkungan yang buruk.

Dalam Asnaa al Mathaalib, Al-Bairuuty menjelaskan bahwa hadis tersebut menganjurkan kita untuk berhati-hati pada wanita yang tempat tumbuhnya tidak baik. Sebab, mereka seperti pohon khadaraa dengan akar yang penuh kotoran.

Ad-Dimyathy dalam I’aanatu Ath Thaalibin menambahkan bahwa di dalam hadits tersebut, wanita yang berasal dari keluarga yang buruk itu ibarat tanaman tinggi tetapi tumbuh di tempat kotoran.

Akan tetapi, hadits tentang wanita yang diriwayatkan oleh ad-Daaraquthny dari Abu Sa’id al Khudry ra., tersebut dianggap lemah oleh Al Albany dalam al Silsilah al Dha’lifah.

Senada dengan Al Albany, Ibnul Mulaqqin dalam al Badru al Muniir juga mengatakan bahwa hadis tersebut termasuk yang diriwayatkan secara menyendiri, sehingga disebut dhaif.

Syaikh Musthofa al Adawy juga mengkritisi hadits tentang wanita tersebut, terutama dari sisi maknanya. Menurutnya, perempuan yang berasal dari lingkungan keluarga yang buruk tidak selalu menjadi buruk juga.

Sebab, ada banyak juga wanita yang tumbuh menjadi seorang yang baik meski ia lahir dari keluarga yang buruk.

Oleh karena itu, dapat disimpulkan bahwa menikah dengan seorang wanita yang berasal dari lingkungan buruk bukan lah suatu hal yang dilarang. Apalagi mengingat status hadits tentang wanita ini yang lemah.

Lagi pula, standar pemilihan perempuan juga tetap condong pada agamanya, bukan pada keluarganya. Wallahu a’lam.

Kata Penutup

Kesimpulannya, kumpulan hadits tentang wanita menegaskan bahwa Islam tidak membeda-bedakan laki-laki dan perempuan dalam kehidupan kemasyarakatan.

Sudah sepantasnya keduanya saling bekerja satu sama lain dalam membangun masyarakat, keluarga, dan melakukan perbuatan baik di jalan Allah Swt.

Oleh karena itu, tidak sepantasnya bagi sesama umat-Nya kita menindas dan memperlakukan seorang perempuan dengan semena-mena hanya karena ia adalah ‘perempuan’.

Dengan begitu, setidaknya kita telah mengimplementasikan hadits tentang wanita yang diajarkan Rasulullah dengan baik. Wallahu’alam.

Referensi:

https://islam.nu.or.id/post/read/41477/islam-sangat-memuliakan-perempuan

https://www.nu.or.id/post/read/87027/perempuan-dalam-islam

Istri Akhir Zaman Dan Keutamaan Wanita

https://pesantren.laduni.id/post/read/58489/hadist-tentang-wanita-cantik-yang-tumbuh-di-tempat-buruk.html

https://www.nu.or.id/post/read/102508/pentingnya-memuliakan-istri-