Informasi Mengenai Hadits Arbain dan Ringkasan Singkatnya

Hadits Arbain adalah kumpulan hadits yang dikumpulkan oleh Imam Nawawi untuk memudahkan kaum muslimin dalam memahami Islam.

Kumpulan hadits yang terkemas dalam kitab Arbain Nawawi ini berisikan 40 hadits utama yang mengandung esensi kehidupan umat Islam.

Sebenarnya, ada banyak kitab hadits Arbain yang disusun oleh beberapa ulama, tetapi kitab Arbain dari Imam Nawawi-lah yang terkenal dan banyak dibaca serta dihafal.

Pada zaman yang makin modern ini, kamu akan mudah menjumpai kitab hadits Arbain.

Kamu bisa mendapatkannya dalam bentuk fisik yang bisa dibeli di toko online maupun offline, juga hadits arbain pdf yang bisa dibaca di mana saja dari media ponsel atau komputer.

Versi pdf biasanya juga sudah lengkap, yaitu memuat hadits Arbain ke 1 sampai 42. Kamu bisa mengunduhnya di situs-situs legal.

Nah, apabila kamu tertarik untuk mengetahui lebih lanjut mengenai hadits Arbain dan profil singkat penulisnya, yaitu Imam Nawawi, silakan simak artikel ini sampai akhir.

Tentang Arbain Nawawiyah

Imam an-Nawawi menulis karya yang memuat sekumpulan hadits yang dinamakan Arbain Nawawiyah.

Sanad hadits Arbain ini tidak disebutkan dengan lengkap dan hanya disandarkan pada penulis kitab primer seperti al-Bukhari atau yang lainnya.

Hadits Arbain dalam kitab ini memuat sejumlah hadits mengenai hukum-hukum dalam Islam dan disusun sesuai dengan bab-bab yang terdapat dalam ilmu fiqih.

Sanad yang disebutkan di dalamnya hanya dari para sahabat Rasulullah, lalu disebutkan juga yang penulis kitab meriwayatkannya dari, seperti al-Bukhari, Ibnu Majah, atau lainnya.

Jika dibandingkan dengan kitab Bulughul Maram, kitab Arbain Nawawiyah lebih tipis karena memuat tidak sampai 50 hadits.

Arbain sendiri artinya adalah 40, hanya saja hadits Arbain tidak persis memuat 40 hadits, melainkan 42 hadits.

Hadits-hadits tersebut berhubungan dengan pilar-pilar agama Islam, mulai dari yang ushul atau pokok hingga furu’ atau cabang.

Selain itu, termuat juga di dalamnya hadits-hadits yang berkaitan dengan jihad, nasihat, zuhud, adab, niat-niat yang baik, dan lainnya.

Merupakan Fondasi Agama Islam

Sebagian ulama berpendapat bahwa hadits Arbain merupakan landasan bagi setengah atau sepertiga ajaran Islam.

Sang penulis, Imam Nawawi, termotivasi dengan hadits yang diriwayatkan oleh sahabat Nabi.

Sebut saja Ali bin Abi Thalib, Mu’adz bin Jabal, Ibnu Umar, Ibnu Abbas, Abdullah bin Mas’ud, Abu Darda, Anas bin Malik, Abu Sa’id, dan Abu Hurairah dari banyak jalur riwayat yang berbeda-beda.

Berikut adalah isi dari mukadimahnya.

أن رسول الله صلى الله عليه وسلم قال: “من حفظ على أمتي أربعين حديثاً من أمر دينهابعثه الله يوم القيامة في زمرة الفقهاء والعلماء” وفي رواية: “بعثه الله فقيها عالما،” وفي رواية أبي الدرداء: “وكنت له يوم القيامة شافعا وشهيدا”. وفي رواية ابن مسعود: قيل له: “ادخل من أي أبوب الجنة شئت” وفي رواية ابن عمر “كُتِب في زمرة العلماء وحشر في زمرة الشهداء”

Artinya:

“Sesungguhnya, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, ‘Siapa pun di antara umatku yang menghafal empat puluh hadits terkait perkara agamanya maka Allah akan membangkitkannya pada hari kiamat bersama golongan fuqaha dan ulama’. Dalam riwayat lain, ‘Allah akan membangkitkannya sebagai seorang yang faqih dan ‘alim’. Dalam riwayat Abu ad-Dardâ, ‘Maka aku menjadi penolong dan saksi baginya pada hari kiamat nanti’. Dalam riwayat Ibnu Mas’ud, ‘Dikatakan kepadanya: masuklah kau ke surga melalui pintu mana saja yang kamu kehendaki’. Dalam riwayat Ibnu Umar, ‘Dia dicatat sebagai golongan ulama dan dikumpulkan pada golongan orang-orang yang syahid’.”

Dalam mukadimah ini, Imam Nawawi menyebutkan bahwa hadits yang dijadikan landasan berstatus dha’if, walaupun jalur periwayatannya banyak.

Namun, hadits dha’if masih tetap bisa diamalkan dalam banyak keutamaan (fadhail al-a’mal) selama dha’if-nya tidak parah.

Sebelum menulis kitab ini, Imam Nawawi sudah bertemu dengan banyak ulama yang menyusun kitab serupa.

Ulama yang dimaksud adalah Hasan bin Sufyan an-Nasa’i, Abu Bakr al-Ajiri, Abu Bakar Muhammad bin Ibrahim, Abdullah bin Mubarak, Abu Sa’id al-Malini, Muhammad bin Aslam ath-Thusi, al-Baihaqi, dan al-Anshara.

Motivasi Imam Nawawi Hanya Memuat 40 Hadits

Apakah kamu penasaran apa motivasi Imam Nawawi hanya memuat 40 hadits, atau tepatnya 42 hadits, dalam karyanya ini?

Jawaban untuk pertanyaan ini bisa dibaca dalakm kitab Syarh al-Arba’in an-Nawawiyah karya Ibnu Daqiq. Berikut penjelasannya.

“Hikmah pengkhususan bilangan 40 adalah, karena bilangan 40 merupakan bilang pertama (dalam hadits) yang mempunyai ¼ (seperempat) dari 10 (sepuluh), sebagaimana disebutkan dalam hadits zakat yang harus dizakatkan adalah ¼ (seperempat) dari10, yaitu 2,5%. Demikian juga mengamalkan ¼ seperempat dari 40 hadits akan menjadi perwakilan pengamalan hadits lainnya.”

Dalam proses pengumpulannya, Imam Nawawi memiliki komitmen untuk mencantumkan hadits yang shahih saja.

Itulah sebabnya, sebagian besar hadits yang ada dalam hadits Arbain juga terdapat dalam kitab Shahih al-Bukhari dan Shahih Muslim.

Sanad yang tidak ditampilkan lengkap dan hanya menyebut para sahabat Rasulullah bermakdus agar hadits lebih mudah dihafalkan dan lebih banyak diamalkan.

Susunan Hadits Arbain

Kitab Arbain Nawawiyah dimulai dengan pengantar atau mukadimah dari Imam Nawawi dan selanjutnya diisi oleh hadits Arbain 1 sampai 42.

Kamu tidak akan menemukan judul khusus untuk tiap-tiap hadits yang termuat dalam kitab ini.

Jadi, ketika membuka kitab ini, pembaca akan menemukan judul yang sederhana, yaitu hadits pertama, hadits kedua, hadits ketiga, dan seterusnya.

Untuk mengetahui isi pembahasan dari suatu hadits, pembaca harus membaca dari awal terlebih dahulu.

Namun, hal demikian tidak berlaku pada kitab yang sudah di-tahqiq atau syarah kitab ini karena tiap hadits sudah diberi tema oleh penerbit untuk memudahkan pembaca.

Ringkasan Hadits Arbain

Karena jumlahnya ada 42, tidak mungkin untuk menyebutkan seluruh hadits Arbain dalam pembahasan ini karena akan terlalu panjang.

Untuk itu, Hasana.id akan memberikan uraian dari sebagian hadits saja beserta maknanya untuk kamu pelajari.

Amalan Bergantung Pada Niat

عَنْ أَمِيرِ المُؤمِنينَ أَبي حَفْصٍ عُمَرَ بْنِ الخَطَّابِ رَضيَ اللهُ عنْهُ قَالَ: سَمِعْتُ رَسُولَ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَقُوْلُ: (( إِنَّمَا الأَعْمَالُ بِالنِّيَّاتِ، وَإِنَّمَا لِكُلِّ امْرِئٍ مَا نَوَى، فَمَنْ كَانَتْ هِجْرَتُهُ إِلَِى اللهِ وَرَسُوْلِهِ فَهِجْرَتُهُ إِلَى اللهِ وَرَسُوْلِهِ، وَمَنْ كَانَتْ هِجْرَتُهُ لِدُنْيَا يُصِيْبُهَا، أَوْ امْرَأَةٍ يَنْكِحُهَا، فَهِجْرَتُهُ إِلَى مَا هَاجَرَ إِلَيْهِ )). رَوَاهُ إِمَامَا الْمُحَدِّثِيْنَ أَبُوْ عَبْدِ اللهِ مُحَمَّدُ بْنُ إِسْمَاعِيْلَ بْنِ إِبْرَاهِيْمَ بْنِ الْمُغِيْرَةِ بْنِ بَرْدِزْبَهْ الْبُخَارِيُّ، وَأَبُوْ الْحُسَيْنِ مُسْلِمُ بْنُ الْحَجَّاجِ بْنِ مُسْلِمٍ الْقُشَيْرِيّ النَّيْسَابُوْرِيّ، فِيْ صَحِيْحَيْهِمَا اللَّذَيْنِ هُمَا أَصَحُّ الْكُتُبِ اْلمُصَنَّفَةِ.

‘An amiiril mukminiina abuu khafshin ‘umarabni khattabi radhiyallahu ‘anhu qaala: sami’tu rasuilallahi shallallahu’alaihi wasallama yaquulu: innamal a’malu binniyyat, wainnamaa likullimri yinmaanawa, waman kanat hijrotuhu illaahi wa rasululihi wa hijrotuhu illalai warusulluhu, waman kanat hijrotuhu illa dunyaa yushiibuhaa iw imro ati yatazawwajuhaa, wahijrotuhu illa maa haajaro ilayhi. Rawaahu imaamal mukhaddatsiina abuu ‘abdillahi mukhammad ibn isma’il ibn ibraahimm ibnil mughiirati ibn bardizbah al bukhaarii, wa abuul khusaunu muslim ibn al khajjaj ibn muslim al qusyairii an naisaabuurii, fii shakhiikhaihimaalladzaini humaa ashakhul kutubil mushannafati.

Artinya:

“Dari Amirul Mukminin Abu Hafsh Umar bin al-Khaththab, dia berkata, ‘Aku mendengar Rasulullah shalallahu alaihi wasalam bersabda: ‘Amalan-amalan itu hanyalah tergantung pada niatnya. Dan setiap orang itu hanyalah akan dibalas berdasarkan apa yang ia niatkan. Maka barang siapa yang hijrahnya kepada Allah dan Rasul-Nya, maka hijrahnya kepada Allah dan Rasul-Nya. Namun, barang siapa yang hijrahnya untuk mendapatkan dunia atau seorang wanita yang ingin ia nikahi, maka hijrahnya kepada apa yang ia niatkan tersebut’. (Diriwayatkan oleh dua imamnya para ahli hadits, Abu Abdillah Muhammad bin Isma’il bin Ibrahim bin al-Mughirah bin Bardizbah al-Bukhari dan Abul Husain Muslim bin al-Hajjaj bin Muslim al-Qusyairi an-Naisaburi dalam dua kitab shahih mereka, yang keduanya merupakan kitab yang paling shahih diantara kitab-kitab yang ada.),” (Diriwayatkan oleh al-Bukhari [1] dan Muslim [1907]).

Isi Hadits

Hadits Arbain yang pertama ini merupakan salah satu hadits yang menjadi inti ajaran Islam. Niat menjadi syarat yang menentukan apakah sebuah amal ibadah layak diteima atau tidak.

Tidak ada pahala untuk suatu perbuatan atau ibadah yang tidak didasarkan pada niat semata karena Allah Ta’ala.

Niat ini dilakukan pada awal ibadah dan diucapkan dalam hati. Dalam berniat, seseorang haruslah ikhlas dan seorang mukmin akan diganjar pahala bersadarkan kadar niatnya.

Dalam hadits Arbain ini juga dijelaskan bahwa semua perbutan yang bermanfaat dan mubah (boleh) apabila diiringi niat karena mencari keridaan Allah akan bernilai ibadah.

Niat juga menjadi pembeda antara amalan yang merupakan ibadah dengan rutinitas yang bukan termasuk ibadah.

Hadits tersebut menunjukkan bahwa karena merupakan amalan hati, niat menjadi bagian dari iman.

Adapun iman menurut pemahaman ahlus sunnah wal jamaah adalah membenarkan dalam hati, diucapkan melalui lisan, dan diamalkan lewat perbuatan.

Islam Dibangun di Atas Lima Dasar

عَنْ أَبِيْ عَبْدِ الرَّحْمَنِ عَبْدِ اللهِ بْنِ عُمَرَ بْنِ الخَطَّابِ رَضِيَ اللهُ عَنْهُمَا قَالَ: سَمِعْتُ النَّبِيَّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَقُوْلُ: (بُنِيَ الإِسْلاَمُ عَلَى خَمْسٍ: شَهَادَةِ أَنْ لاَ إِلَهَ إِلاَّ اللهُ وَأَنَّ مُحَمَّدًا رَسُوْلُ اللهِ، وَإِقَامِ الصَّلاَةِ، وَإِيْتَاءِ الزَّكَاةِ، وَحَجِّ البَيْتِ، وَصَوْمِ رَمَضَانَ) رَوَاهُ الْبُخَارِيُّ وَمُسْلِمٌ

‘An abii ‘abdirrahman ‘abdillahi ibn ‘umar ibn khattab radhiyallahu ‘anhumaa qaala: sami’tunnabiyya shallallahu ‘alaihi wasallama yaquulu: buniyal islaamu ‘alaa khamsin: syahaadati an la ilaaha illallahu wa anna mukhammadan rasuulullah, wa iqaamisshalaati, waiitaa izzakaati, wa khajjil baiti, wa shaumi ramadhaana

Dari Abdullah bin Umar radhiyallahu ‘anhuma dia berkata: ”Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda: ”Islam itu dibangun di atas lima dasar: persaksian (syahadat) bahwa tidak ada sesembahan yang berhak disembah kecuali Allah subhanahu wa ta’ala dan Muhammad adalah utusan Allah, menegakkan shalat, menunaikan zakat, haji (ke Baitullah) dan puasa di bulan Ramadhan.” (HR Bukhari dan Muslim)

Isi Hadits

Hadits ini merupakan hadits Arbain ke 3 dan berbicara mengenai dasar-dasar pembangunan Islam.

Rasulullah saw. menganalogikan Islam sebagai bangunan yang kokoh dan tegak berdiri yang dibangun di atas tiang-tiang yang kuat.

Pernyataan mengenai keesaan Allah dan membenarkan kenabian Muhammad saw. merupakan hal yang paling pokok dan mendasar dibandingkan dengan rukun yang lainnya.

Untuk mencegah dari perbuatan keji dan munkar, seorang muslim harus selalu menegakkan shalat secara sempurna sesuai dengan syarat rukun, adab, dan sunah-sunahnya.

Seorang mukmin yang mampu juga wajib mengeluarkan zakat untuk orang-orang fakir yang membutuhkan.

Larangan Membuat Sesuatu yang Baru dalam Agama

عَنْ أُمِّ الْمُؤْمِنِيْنَ أُمِّ عَبْدِ اللهِ عَائِشَةَ رَضِيَ اللهُ عَنْهَا قَالَتْ : قَالَ رَسُوْلُ الله صلى الله عليه وسلم : مَنْ أَحْدَثَ فِي أَمْرِنَا هَذَا مَا لَيْسَ مِنْهُ فَهُوَ رَدٌّ. [رواه البخاري ومسلم وفي رواية لمسلم : مَنْ عَمِلَ عَمَلاً لَيْسَ عَلَيْهِ أَمْرُنَا فَهُوَ رَدٌّ ]

‘An ummil mukminiina ummi ‘abdillaahi ‘aisyata radhiyallahu ‘anhaa qaalat: waala rasullullahi shallallahu ‘alaihi wasallam: man akhdatsa fii amrinaa hadzaa maalayasa minhu fahuwa raddun.

Artinya:

“Dari Ummul Mukminin, Ummu Abdillah ‘Aisyah radhiyallahu ‘anha, dia berkata: Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,’“Barang siapa yang (memulai) mengada-adakan (sesuatu yang baru) dalam urusan (agama) kami ini yang bukan termasuk bagian darinya, maka amalan tersebut tertolak’.” (HR Bukhari dan Muslim)

Isi Hadits

Hadits di atas merupakan hadits Arbain yang kelima dan berisi larangan membuat sesuatu yang baru dalam agama.

Segala amalan ibadah yang dilakukan dengan tidak berlandaskan pada dalil syar’i sejatinya tidaklah diperbolehkan.

Islam merupakan agama yang berlandaskan ittiba’ atau mengikuti dalil, bukan ibtida’ yang mengada-adakan sesuatu tanpa dalil.

Dalam hal ini, Rasulullah saw. pun telah berusaha menjaga diri dari sikap yang berlebih-lebihan dan mengada-ada.

Ketahuilah bahwa Islam merupakan agama yang sempurna dan tidak ada kurangnya.

Agama Islam adalah Nasihat

عَنْ أَبِيْ رُقَيَّةَ تَمِيْم بْنِ أَوْسٍ الدَّارِيِّ رَضِيَ اللهُ عَنْهُ، أَنَّ النَّبِيَّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ: الدِّيْنُ النَّصِيْحَةُ قُلْنَا: لِمَنْ؟ قَالَ: للهِ، وَلِكِتَابِهِ، ولِرَسُوْلِهِ، وَلأَئِمَّةِ المُسْلِمِيْنَ، وَعَامَّتِهِمْ. رَوَاهُ مُسْلِمٌ

‘An abii ruqayyata tamiim ibn ausii daariyyi radhi allahu ‘anhu, annannabiyya shallallahu ‘alaihi wasallam qaala: addiinunnashiikhatu qulnaa: liman qaalallahi walikitaabihi, walirasuulihi, wala immatil muslimiin, wa’ammatihim.

Artinya:

“Dari Abu Ruqayyah Tamim bin Aus ad-Dari radhiyallahu ‘anhu, dia berkata: Sesungguhnya, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, ‘Agama itu nasihat’. Kami bertanya: ‘Untuk siapa?’. Beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam menjawab, ‘Untuk Allah, untuk kitab-Nya, untuk Rasul-Nya, untuk pemimpin kaum muslimin dan seluruh kaum muslimin’.”

Isi Hadits

Dalam hadits Arbain yang ketujuh ini dijelaskan bahwa agama Islam berdiri tegak sebagai upaya saling menasihati.

Karena itu, hendaklah sesama muslim saling menasihati karena nasihat sejatinya wajib dilakukan selama sesuai dengan kemampuan.

Kerjakan Perintah yang Kamu Mampu

عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ عَبْدِ الرَّحْمَنِ بْنِ صَخْرٍ رَضِيَ اللهُ تَعَالَى عَنْهُ قَالَ: سَمِعْتُ رَسُوْلَ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهَ وَسَلَّمَ يَقُوْلُ: (مَا نَهَيْتُكُمْ عَنْهُ فَاجْتَنِبُوْهُ وَمَا أَمَرْتُكُمْ بِهِ فأْتُوْا مِنْهُ مَا اسْتَطَعْتُمْ؛ فَإِنَّمَا أَهْلَكَ الَّذِيْنَ مِنْ قَبْلِكُمْ كَثْرَةُ مَسَائِلِهِمْ وَاخْتِلاَفُهُمْ عَلَى أَنْبِيَائِهِمْ) رَوَاهُ اْلبُخَارِي وَمُسْلِمٌ

‘An abii hurairata ‘abdirrahmani shakhrin radhiallahu ta’aalaa ‘anhu qaala: sam’tu rasuulallahi shallallahu ‘alaihi wasallam yaquulu: maa nahaitukum ‘anhu fajranibuuhu wa maa amar tukum bihi faktuu minhumaas tatha’tum. Fainnamaa ahlakalladziina minqablikum katsratun masaa ilihim wakhtilaa fuhum ‘alaa anbiyaa ihim.

Artinya:

“Dari Abu Hurairah Abdurrahman bin Shakhr radhiyallahu ‘anhu, dia berkata: Aku mendengar Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, ‘Apa saja yang aku larang kalian darinya maka jauhilah dan apa saja yang aku perintahkan kepada kalian maka kerjakanlah semampu kalian, karena sesungguhnya yang telah membinasakan orang-orang yang sebelum kalian adalah banyaknya pertanyaan dan penyelisihan terhadap para nabi mereka.”

Isi Hadits

Hadits di atas adalah hadits Arbain yang kesembilan.

Dari penjelasan ini, pelajaran yang bisa diambil adalah setiap mukmin memiliki kewajiban untuk menghindari segala sesuatu yang dilarang oleh Rasulullah Saw.

Bagi siapa saja yang tidak mampu mengerjakan apa yang diperintahkan secara keseluruhan, diperbolehkan mengerjakan sebagian sesuai dengan kemampuannya.

Allah tidak akan membebankan sesuatu kepada seseorang di luar kadar kemampuannya. Perkara yang mudah tidak akan gugur karena perkara yang sulit.

Lebih diutamakan untuk menolak keburukan daripada mendatangkan kemaslahatan.

Orang Islam juga wajib mengikuti teladan Rasulullah saw. dalam ketaatan dan menempuh jalan keselamatan.

Dalam hadits ini, kamu bisa mendapati isyarat untuk menyibukkan diri dengan urusan yang lebih penting dan diperlukan pada saat itu.

Tinggalkan Sesuatu yang Membuatmu Ragu

عَنْ أَبِي مُحَمَّدٍ الحَسَنِ بنِ عَلِيّ بْنِ أَبِيْ طَالِبٍ سِبْطِ رَسُولِ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ وَرَيْحَانَتِهِ رَضِيَ اللهُ عَنْهُمَا قَالَ: حَفِظْتُ مِنْ رَسُوْلِ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: دَعْ مَا يَرِيْبُكَ إِلَى مَا لاَ يَرِيْبُكَ. رَوَاهُ التِّرْمِذِي وَالنَّسَائِي وَقَالَ التِّرْمِذِيّ: حَدِيْثٌ حَسَنٌ صَحِيْحٌ.

‘An abii mukhammadin khasani ibn ‘allii ibn abii thalibin sibthi rasuulillahi shallallahu ‘alaihi wasallam waraikhanatihi radhiallahu ‘anhumaa qaala: khafidztu min rasuulillahi shallallahu ‘alaihi wasallam: da’maa yariibuka ilaa maalaa yariibuka.

Artinya:

“Dari Abu Muhammad al-Hasan bin ‘Ali bin Abi Thalib radhiyallahu ‘anhuma, cucu kesayangan Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam, dia berkata:‘Aku hafal dari Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam, ‘Tinggalkanlah sesuatu yang membuatmu ragu dan kerjakanlah sesuatu yang tidak membuatmu ragu’.” (HR at-Tirmidzi dan an-Nasa’i. At-Tirmidzi berkata bahwa hadits ini derajatnya hasan shahih)

Isi Hadits

Hadits yang menjelaskan tentang meninggalkan sesuatu yang membuat ragu adalah hadits Arbain yang kesebelas.

Di sini dijelaskan bahwa meninggalkan syubhat dan memilih perkara yang halal akan memunculkan sikap wara’.

Sejatinya, agama Islam tidak menghendaki umatnya untuk memiliki perasaan ragu dan bimbang.

Apabila kamu menginginkan ketenangan dan ketentraman, tinggalkanlah keraguan yang menggelayuti hatimu, terutama setelah melaksanakan suatu ibadah agar tidak merasa gelisah.

Rasulullah saw. pernah menyampaikan suatu pesan yang singkat, tetapi memiliki makna yang luas, yang diriwayatkan dari Syaikh Muhammad bin Shalih Al-Utsaimin.

Disebutkan bahwa Rasulullah pernah bersabda bahwa kandungan kedua kalimat tersebut melebihi penafsiran atau penjelasan mengenai hadits tersebut dalam satu jilid buku.

Dari penjelasan tersebut bisa disimpulkan bahwa sebenarnya syariat Islam itu membawa kemudahan dan ajarannya sudah sempurna sehingga tidak perlu dilebih-lebihkan.

Jika kamu menemukan keraguan yang bertentangan dengan keyakinan, keyakinanmulah yang seharusnya diambil karena sebuah perkara haruslah jelas berdasarkan keyakinan.

Keraguan dan kebimbangan tidaklah ada harganya.

Kelebihan Hadits Arbain

Hadits Arbain sangat cocok dipelajari oleh semua kalangan, terutama bagi yang belum mendalami ilmu hadits dirayah. Ia tidak perlu susah-susah mencari tahu kualitas haditsnya.

Alasannya karea sebagian besar hadits dalam Arbain Nawawi ini diambil dari shahih al-Bukhari dan Muslim.

Sanad-nya pun juga tidak disertakan secara lengkap sehingga akan memudahkan orang-orang yang ingin menghafalnya.

Sekilas tentang Profil Imam an-Nawawi, Sosok di Balik Kitab Arbain Nawawiyah

Imam an-Nawawi memiliki nama lengkap al-Imam Muhyiddin Abu Zakaria Yahya bin Syaraf bin Murri bin Hasan bin Hussain bin Jumu’ah bin Hizam Al Hizamy an-Nawawi asy- Syafi’i.

Ia lahir di daerah Hauran, Damaskus Syiria pada bulan Muharram tahun 631 Hijriah.

Berkat didikan sang ayah, Imam Nawawi sudah menunjukkan kecintaannya pada ilmu sejak usianya masih sangat belia. Ia dapat mengkhatamkan Al-Qur’an bahkan sebelum baligh.

Ketika tempat asalnya tak lagi bisa memenuhi kebutuhan ilmu bagi Imam Nawawi, sang ayah kemudia membawanya ke Damaskus untuk belajar.

Pada waktu itu, usianya sudah menginjak 19 tahun. Hanya dalam waktu kurang dari 4,5 bulan, ia sudah hafal kitab Tanbih dan kurang dari setahun bisa menghafal Rubu’ Ibadat.

Dirinya banyak berguru kepada orang-orang hebat waktu itu.

Sebut saja Abdul Azin bin Muhammad, Abul Faraj Ibnu Qudamah al-Maqdisiy, Sallar bin Hasan al-Irbily, Abdurrahman bin Ibrahim al-Fazary, Ishaq bin Ahmad bin Utsmad al-Magriby, dan lainnya.

Selain guru, ia juga memiliki murid yang menimba ilmu darinya.

Di antara murid-murid tersebut di antaranya adalah Ahmad bin Farrah Al Isybily, Sulaiman bin Hilal Al Ja’fary, Syamsuddin bin Ja’wan, Muhammad bin Ibrahim bin Jama’ah, Ali bin Ibrahim Ibnul Aththar, dan Syamsuddin bin Naqib.

Imam an-Nawawi adalah seorang zuhud, wara’, dan bertaqwa. Perangainya begitu sederhana, qana’ah, dan berwibawa.

Ia banyak menggunakan waktu dalam ketaatan. Kadang, ia tidak tidur pada malam hari karena lebi memilih untuk menghabisakan malam dengan beribadah atau menulis.

Suatu ketika, Imam Nawawi menuliskan surat berisi nasihat yang ditujukan kepada pemerintah dengan bahasa sangat halus.

Dirinya dipanggil oleh Raja azh-Zhahir Bebris untuk menandatangani sebuah fatwa, tetapi ia menolaknya karena fatwa tersebut berisi kezaliman.

Raja pun marah dan memecatnya dari semua jabatan. Namun, para pembantu raja mengatakan bahwa Imam Nawawi tidak punya jabatan apa pun.

Ketika ada yang bertanya mengapa raja tidak membunuhnya saja, raja menjawab bahwa ia sangat segan kepada Imam Nawawi.

Karya Imam Nawawi Selain Arbain Nawawiyah

Imam Nawawi dikenal telah menelurkan banyak karya semasa hidupnya, yaitu di bidang hadits, fiqih, bahasa, dan akhlak.

Di bidang hadits, karya-karyanya antara lain adalah Riyadhush Shalihin, At-Taqrib wat Taysir fi Ma’rifat Sunan al-Basyirin Nadzir, dan Al-Minhaj.

Dalam bidang fiqih ada Raudhatuth Thalibin, Al-Majmu’, dan Minhajut Thalibin.

Dalam bidang bahasa, ia menulis Tahdzibul Asma’ wal Lughat dan karyanya di bidang akhlaq ada Bustanul Arifin, Al-Adzkar, serta At-Tibyan fi Adab Hamalatil Qur’an.

Demikianlah pembahasan tentang hadits Arbain dan juga profil singkat mengenai penulisnya, yaitu Imam an-Nawawi.

Meskipun hanya bisa menjelaskan beberapa hadits Arbain, mudah-mudahan kamu bisa mendapatkan gambaran bahwa hadits ini memang mudah dihafalkan dan dipahami.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *