Mengenal Bulughul Maram, Kitab Andalan Pahami Hukum Islam

Bulughul Maram. Judul kitab yang satu ini pasti sudah akrab di telinga kamu sekalian, terutama para santri atau santriwati yang menggeluti pendidikan di pondok pesantren. Pada kesempatan kali ini, Hasana.id ingin sedikit mengulas mengenai buku tersebut.

Sinopsis Bulughul Maram

Bulughul Maram sejatinya adalah penyebutan singkat dari kitab dengan judul asli Bulugh al-Maram min Adillat al-Ahkam. Penulisnya adalah seorang cendekiawan muslim kelahiran Mesir abad ke-8, yaitu Al-Hafiz Ibnu Hajar Al-Asqalani.

Buku ini disebut sebagai kitab hadis, karena di dalamnya memuat lebih dari 1.500 hadis Rasulullah saw. Sebagian besar di antaranya sahih, diriwayatkan oleh tujuh perawi hadis utama, yakni Imam Bukhari, Muslim, Abu Dawud, at-Tirmidzi, an-Nasa’i, Ibnu Majah, dan Imam Ahmad.

Meski memuat ribuan hadis, Bulughul Maram juga merupakan kitab fikih. Alasannya, kebanyakan hadis-hadis yang dikutip mengungkapkan tentang tema-tema hukum, baik ibadah wajib maupun muamalah, serta beberapa topik khusus mengenai amalan dzikir dan doa.

Selain itu, perlu diketahui pula bahwa Ibnu Hajar Al-Asqalani sendiri ber-mazhab Syafi’i. Namun, karya beliau ini tidak semata-mata mewakili pandangan mazhab, tetapi lebih bersifat universal atas nama kajian ilmu.

Maka tidak heran jika kemudian Bulughul Maram menjadi rujukan semua mazhab. Hingga kini, rangkaian kitab berumur lebih dari lima abad ini menjadi salah satu buku yang paling banyak dikaji di dunia Islam, terutama dalam pembahasan ilmu fikih di Indonesia.

Sejauh ini, telah banyak pula ulama di kemudian hari yang menyusun kitab-kitab syarah Bulughul Maram, dengan kandungan isi yang tak kalah fenomenal. Berikut beberapa contoh kitab syarah Bulughul Maram:

  • Subulus Salam ditulis oleh Muhammad bin Ismail Al-Amir Ash-Shan’ani
  • Ibanatul Ahkam ditulis oleh Abu Abdullah bin Abdus Salam Allusy
  • Tuhfatul Ayyam fii Fawaid Bulughil Maram ditulis oleh Samy bin Muhammad
  • Minhatul ‘Allam ditulis oleh Salih Fauzan
  • Syarah Bulughil Maram ditulis oleh Athiyyah Muhammad Salim.

Isi Kitab Bulughul Maram

Secara harfiah, Bulughul Maram artinya mencapai keinginan. Sementara itu, judul asli kitab ini mengandung makna lengkap, yaitu mencapai keinginan melalui dalil-dalil hukum. Memang, Ibnu Hajar Al-Asqalani menulis kitab ini setelah Allah mewujudkan keinginan beliau.

Beralih ke pembahasan isi Kitab Bulughul Maram, Ibnu Hajar membaginya menjadi 16 bab. Setiap bab memuat hadis-hadis sesuai tema dan masing-masing memiliki beberapa sub-bab. Berikut 16 bab dalam Kitab Bulughul Maram.

Thaharah

Bab pertama mengulas khusus tentang Thaharah atau bersuci. Ini dimulai dari pembahasan tentang jenis-jenis air yang boleh dipergunakan untuk bersuci. Kemudian tentang bejana, lalu najis dan cara menghilangkannya, termasuk mandi junub, wudhu, dan tayamum.

Selain itu, ada sejumlah hadis yang spesifik berbicara mengenai haid atau menstruasi pada wanita, juga mengusap dua khuf (sepatu) pada saat berwudhu, cara buang air, dan hal-hal yang membatalkan wudhu.

Shalat

Setelah menyucikan diri, Ibnu Hajar Al-Asqalani mengajak kita untuk mendalami fikih ibadah paling utama, yaitu salat. Pada bab kedua ini, awal pembahasannya adalah perkenalan tentang waktu-waktu salat lima waktu, lalu diikuti hadis-hadis berkaitan dengan adzan.

Kemudian, Ibnu Hajar juga menyajikan sejumlah hadis yang menginformasikan syarat-syarat mengerjakan salat, batas depan orang salat (sutrah), anjuran khusyuk, masjid, sifat salat, sujud di luar salat, salat berjamaah berikut imamnya, serta pakaian orang salat.

Tidak ketinggalan juga tentang beberapa jenis salat selain lima waktu, seperti salat jumat, thathawwu, khauf, salat Ied, salat sunah gerhana, salat Istisqa, sampai tata cara salat untuk musafir dan orang sakit.

Jenazah

Bab Jenazah tidak memiliki sub-tema pembahasan. Ini hanya memuat hadis-hadis yang berkaitan dengan jenazah. Tapi, hadis-hadis yang tercantum di sini bukan hanya tentang hukum fikih jenazah, melainkan juga peringatan kepada kita agar selalu mengingat kematian.

Peringatan tentang ajal justru ditempatkan pada bagian awal dalam Kitab Bulughul Maram Bab Jenazah ini. Hadis pertama yang menginformasikan hal tersebut adalah riwayat dalam Sahih Tirmidzi.

عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ رضي الله عنه قَالَقَالَ رَسُولُ اَللَّهِ صلى الله عليه وسلم ( أَكْثِرُوا ذِكْرَ هَاذِمِ اَللَّذَّاتِاَلْمَوْتِ )

‘An abii hurairata radhiyallaahu ‘anhu qaala, qaala rasulullaahi shalallaahu ‘alaihi wasallam (aktsiruu dzikra haadzimi alladz dzaati almauti)

Artinya:

Dari Abu Hurairah Radliyallaahu ‘anhu bahwa Rasulullah Shallallaahu ‘alaihi wa Sallam bersabda: “Perbanyaklah menyebut pelebur kenikmatan, yaitu: mati.” (Riwayat Tirmidzi dan Nasa’I, dinilai sahih oleh Ibnu Hibban)

Zakat

Bab keempat dari Kitab Bulughul Maram, memuat hadis-hadis dalam empat topik utama. Pertama adalah tentang zakat secara umum. Lalu dilanjutkan dengan pembahasan tentang zakat fitrah, sedekah Thathawwu (tidak wajib), dan pembagian sedekah.

وَعَنْ أُمِّ سَلَمَةَ رَضِيَ اَللَّهُ عَنْهَا; ( أَنَّهَا كَانَتْ تَلْبَسُ أَوْضَاحًا مِنْ ذَهَبٍ فَقَالَتْ: يَا رَسُولَ اَللَّهِ! أَكَنْزٌ هُوَ? ] فَـ [ قَالَ: إِذَا أَدَّيْتِ زَكَاتَهُ، فَلَيْسَ بِكَنْزٍ ) رَوَاهُ أَبُو دَاوُدَ، وَاَلدَّارَقُطْنِيُّ، وَصَحَّحَهُ اَلْحَاكِمُ.

Artinya:

Dari Ummu Salamah Radliyallaahu ‘anhu bahwa dia mengenakan perhiasan dari emas, lalu dia bertanya: Ya Rasulullah, apakah ia termasuk harta simpanan? Beliau menjawab: “Jika engkau mengeluarkan zakatnya, maka ia tidak termasuk harta simpanan.” (Riwayat Abu Dawud dan Daruquthni. Hadis shahih menurut Hakim.)

Shiyam

Kitab kelima dalam rangkaian Bulugh al-Maram. Bab Shiyam memuat hadis-hadis mengenai puasa, lalu ibadah puasa sunah dan yang dilarang, serta aktivitas ibadah pada bulan suci Ramadhan, termasuk di dalamnya iktikaf di masjid.

وَعَنِ اِبْنِ عُمَرَ رَضِيَ اَللَّهُ عَنْهُمَا قَالَ( تَرَاءَى اَلنَّاسُ اَلْهِلَالَ, فَأَخْبَرْتُ رَسُولَ اَللَّهِ صلى الله عليه وسلم أَنِّي رَأَيْتُهُ, فَصَامَ, وَأَمَرَ اَلنَّاسَ بِصِيَامِهِ ) رَوَاهُ أَبُو دَاوُدَ, وَصَحَّحَهُ اِبْنُ حِبَّانَ, وَالْحَاكِمُ

Wa ‘ani ibni ‘umara radhiyallaahu ‘amhumaa qaala (taraa a annaasu alhilaala, fa akhbartu rasuulallaahi shallallaahu ‘alaihi wasallama annii ra aituhu, fashaama, wa amara annaa sabishiyaamihi) rawaahu abuu daawuda, washahhahahu ibnu hibbaana, walhaakimu

Artinya:

Ibnu Umar Radliyallaahu ‘anhu berkata: “Orang-orang melihat bulan sabit, lalu aku beritahukan kepada Nabi Shallallaahu ‘alaihi wa Sallam bahwa aku benar-benar telah melihatnya. Lalu beliau shaum dan menyuruh orang-orang agar shaum.” (Riwayat Abu Dawud. Hadits shahih menurut Hakim dan Ibnu Hibban)

Haji

Terbagi menjadi enam sub-bab yang menampung 74 hadis. Pertama, membahas tentang keutamaan dan kewajiban haji. Kedua, tentang miqat jemaah haji.

Ketiga dan keempat, tentang ihram. Kelima, sifat haji dan tentang memasuki Kota Mekkah. Keenam, halangan dan keterlambatan haji.

Jual Beli

Bab ketujuh mencantumkan nyaris 200 hadis yang menerangkan berbagai hal mengenai jual beli. Termasuk tentang syarat dan larangannya, juga ihwal berbagai kondisi, seperti khiyar, riba, salam, qiradh, gadai, utang, bangkrut, penyitaan, perdamaian, syirkah, sampai tentang wakaf, hibah, wasiat, dan sebagainya.

Nikah

Kitab ini memuat berbagai hadis tentang nikah. Dimulai dari perintah untuk menikah yang merupakan sunah Rasul.

Selain itu, juga terbagi menjadi beberapa sub-tema pembahasan, seperti tentang pergaulan suami istri, mas kawin, walimah, talak, rujuk, penyusuan, dan lain sebagainya.

Urusan Pidana

Bab yang satu ini khusus membahas tentang hukum pidana, mulai dari denda, tuntutan, memerangi pemberontak, penjahat, dan orang murtad. Semuanya juga mengusung hadis-hadis Rasulullah saw.

Hukuman

Hampir sama dengan pembahasan sebelumnya, bab ini juga berkaitan dengan hukum syariah atas beberapa jenis pelanggaran, misalnya hukuman bagi pezina, penuduh, pencurian, penjahat, dan peminum. Selain itu, ada pula bab khusus yang membahas soal minuman yang memabukkan.

Jihad

Bab yang ke-11 dalam Bulughul Maram. Bagian awalnya berisi sejumlah hadis berkaitan dengan jihad, termasuk keutamaan-keutamaannya, juga tema khusus soal upeti dan gencatan senjata, serta berlomba dan memanah. Salah satu hadis yang dikutip adalah sebagai berikut:

وَعَنْ أَنَسٍ رضي الله عنه أَنَّ اَلنَّبِيَّ صلى الله عليه وسلم قَالَ: ( جَاهِدُوا اَلْمُشْرِكِينَ بِأَمْوَالِكُمْ, وَأَنْفُسِكُمْ, وَأَلْسِنَتِكُمْ ) رَوَاهُ أَحْمَدُ, وَالنَّسَائِيُّ, وَصَحَّحَهُ اَلْحَاكِمُ

Wa an anasin rashuyallaahu ‘anhu anna annabiyya shallallaahu ‘alaihi wasallama qaala: (jaahidul musyrikiina bi amwaalikum, wa anfusikum, wa alsinatikum) rawaahu ahmadu, wannasaaiyyu, washahhahahu alhaakimu

Artinya:

Dari Anas bahwa Nabi Shallallaahu ‘alaihi wa Sallam bersabda: “Berjihadlah melawan kaum musyrikin dengan hartamu, jiwamu dan lidahmu.” (Riwayat Ahmad dan Nasa’i. Hadits shahih menurut Hakim)

Makanan

Pembahasan tentang makanan yang dimaksud dalam bab yang ke-12 ini adalah jenis-jenis binatang yang boleh dan dilarang untuk dikonsumsi, termasuk dalam situasi tertentu. Lalu soal binatang buruan dan sembelihan, kurban, serta akikah.

Sumpah dan Nazar

Kitab ini berisi 24 hadis yang berkaitan dengan topik sumpah dan nazar. Salah satu yang terpopuler adalah anjuran mengucapkan InsyaAllah bagi orang yang bersumpah atas suatu hal.

َوَعَنْ اِبْنِ عُمَرَ رَضِيَ اَللَّهُ عَنْهُمَا أَنَّ رَسُولَ اَللَّهِ صلى الله عليه وسلم قَالَ: ( مَنْ حَلِفِ عَلَى يَمِينٍ فَقَالَ: إِنْ شَاءَ اَللَّهُ, فَلَا حِنْثَ عَلَيْهِ ) رَوَاهُ اَلْخَمْسَةُ. وَصَحَّحَهُ اِبْنُ حِبَّانَ

Wa ‘an abni ‘umara radhiyallaahu ‘anhumaa anna rasulallahi shallallaahu ‘alaihi wasallama qaala: (manhalifi ‘ala yamiinin faqaala: in syaa allaahu, falaa hin tsa ‘alaihi) rawaahul khamsatu. Washahhahahu ibnu hibbaana

Artinya:

Dari Ibnu Umar Radliyallaahu ‘anhu bahwa Rasulullah Shallallaahu ‘alaihi wa Sallam bersabda: “Barangsiapa bersumpah atas suatu hal, lalu ia mengucapkan insyaAllah (jika Allah menghendaki), tidak ada denda atasnya (jika ia melanggarnya).” (Riwayat Ahmad dan Imam Empat. Hadits shahih menurut Ibnu Hibban)

Memutuskan Perkara

Judul asli bab ini adalah al-Qada’. Isinya terbagi menjadi tiga pembahasan. Pertama soal memutuskan perkara dan hal-hal terkait hakim. Lalu tentang Bab Persaksian dan Bab Dakwa dan Bukti.

Memerdekakan Budak

Pembahasan dalam kitab ini, antara lain soal mudabbar, yaitu merdekanya budak karena tuannya meninggal. Lalu mukatab atau budak yang merdeka dengan jalan mengangsur tebusannya kepada majikan sendiri.

Terakhir, ummu walad, yaitu budak wanita yang melahirkan anak majikannya sehingga akan merdeka setelah tuannya meninggal.

Kelengkapan

Ini merupakan kitab kompilasi berbagai tema. Topik pembahasannya, antara lain tenang adab, kebaikan dan silaturahmi, zuhud, peringatan untuk menghindari keburukan akhlak dan mendorong agar berbuat baik, serta bab tentang dzikir dan doa.

Keistimewaan Kitab Bulughul Maram

Pengambilan hadis-hadis tematik secara terstruktur dan sistematis adalah metode penulisan Kitab Bulughul Maram yang menjadikannya istimewa. Selain itu, kitab ini juga memiliki sejumlah keistimewaan lain, di antaranya:

  • Menjadi salah satu kitab rujukan utama dalam kajian hadis hukum.
  • Menjadi sumber dalam perumusan istinbath atau pengambilan hukum fikih, terutama bagi para ulama mazhab Syafi’i.
  • Ibnu Hajar Al-Asqalani menulis Bulughul Maram dengan gaya bahasa yang mudah dipahami.
  • Penulisnya mencantumkan derajat setiap hadis yang tertulis dengan rinci dan jelas, sehingga memungkinkan pengkajian lebih mendalam dengan kitab-kitab lain.
  • Hadis-hadis yang tercantum dalam buku ini diambil dari kitab-kitab riwayat yang telah diakui, seperti al-Jami’ al-Shahih karya Imam Bukhari dan Imam Muslim, serta kitab-kitab Sunan yang jumlahnya ada empat.
  • Hadis yang berasal dari referensi al-Jami’ al-Shahih menjadi sumber primer, tetapi diperkuat pula dengan riwayat pendukung dari kitab-kitab Sunan. Ini juga mencontohkan dengan baik soal cara mengambil manfaat dari menggabungkan dua hadis.
  • Penulis tergolong adil dalam mencantumkan keterangan hadis, termasuk kecacatannya (‘illah) jika memang ditemukan.
  • Penulis juga menguraikan tentang maksud-maksud dari hadis yang tercantum dalam kitabnya.
  • Pembagian bab-bab secara urut sesuai kajian kitab fikih, sehingga memudahkan pembahasan. Selain itu, pada bagian akhir dilengkapi dengan penjelasan hikmah yang memberikan manfaat tambahan bagi para pengkajinya.

Tapi, bagaimanapun juga Ibnu Hajar hanyalah seorang manusia biasa, sehingga beliau pasti tak luput dari kesalahan. Kitab Bulughul Maram pun memiliki kekurangan, meski jumlahnya tidak sebanding dengan banyaknya keistimewaan di dalamnya.

Kekurangan Bulughul Maram

Kekurangan tersebut salah satunya diungkapkan oleh Syekh al-Zuhairi. Beliau mengatakan ada satu kekeliruan Ibnu Hajar dalam memberikan takhrij hadis.

Namun secara keseluruhan, Bulughul Maram memiliki sedikitnya tiga hadis yang tidak cocok, baik dalam hal redaksi maupun riwayatnya.

Kitab Thaharah bab Najis

َوَعَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ قَالَ : قَالَتْ خَوْلَةُ يَا رَسُولَ اللَّهِ فَإِنْ لَمْ يَذْهَبْ الدَّمُ ؟ قَالَ : يَكْفِيك الْمَاءُ وَلَا يَضُرُّك أَثَرُهُ أَخْرَجَهُ التِّرْمِذِيُّ وَسَنَدُهُ ضَعِيفٌ

Artinya:

Abu Hurairah Radliyallaahu ‘anhu berkata: Khaulah bertanya, wahai Rasulullah, meskipun darah itu tidak hilang? Beliau menjawab: “Engkau cukup membersihkannya dengan air dan bekasnya tidak mengapa bagimu.” (Dikeluarkan oleh Tirmidzi dengan sanad yang lemah)

Kesalahan pertama ini terletak pada sumbernya. Dikatakan bahwa sebenarnya hadis ini tidak terdapat di Sunan At-Tirmidzi, tetapi diriwayatkan di Sunan Abu Dawud.

Kitab Thaharah bab Mandi dan Hukum Junub

َوَعَنْ أَنَسٍ رَضِيَ اللهُ عَنْهُ قَالَ : قَالَ رَسُوْلُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فِى الْمَرْأَةِ تَرَى فِى مَنَامِهَا مَايَرَى الرَّجُلُ – قَالَ : ( تَغْتَسِلُ ) مُتَّفَقٌ عَلَيْهِ

Wa ‘an anasin radhiyallahu ‘anhu qaala: qaala rasulullaahi shallallaahu ‘alaihi wasallama filmar atitarafii manaamihaamaayararrajulu – qala: (taghtasilu) muttafaqun ‘alaihi

Artinya:

Anas Radliyallahu ‘Anhu berkata: Rasulallah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam bersabda tentang perempuan yang bermimpi sebagaimana yang dimimpikan oleh laki-laki, maka sabdanya, “Ia wajib mandi.” (Hadits riwayat Muttafaqun ‘Alaih)

Muttafaqun ‘Alaih merujuk pada hadis-hadis yang bersumber dari al-Jami’ al-Shahih. Namun, sebenarnya hadis ini hanya terdapat pada Sahih Muslim.

Kitab Salat bab Syarat-syarat Salat

َعَنْ عَلِيِّ بْنِ طَلْقٍ رضي الله عنه قَالَ : قَالَ رَسُولُ اَللَّهِ صلى الله عليه وسلم ( إِذَا فَسَا أَحَدُكُمْ فِي اَلصَّلَاةِ فَلْيَنْصَرِفْ وَلْيَتَوَضَّأْ وَلْيُعِدْ اَلصَّلَاةَ ) رَوَاهُ اَلْخَمْسَةُ وَصَحَّحَهُ اِبْنُ حِبَّانَ

‘An ‘aliyyibni thalqin radhiyallaahu ‘anhu qaala: qaala rasulullaahi shallallahu ‘alaihi wasallama (idzaa fasa ahadukum fii ashshalaati falyansharif walyatawadhdhak walyu’id ashshalaata) rawahul khamsatu washahhahahu ibnu hibbaana

Artinya:

Dari Ali Ibnu Abu Thalib Radliyallaahu ‘anhu bahwa Rasulullah Shallallaahu ‘alaihi wa Sallam bersabda: Apabila seseorang di antara kamu kentut dalam salat maka hendaknya ia membatalkan salat berwudlu dan mengulangi sholatnya. (Riwayat Imam Lima. Shahih menurut Ibnu Hibban)

Hadis ini tidak diriwayatkan oleh Ibnu Majah, hanya oleh Imam Ahmad, Tirmidzi, An-Nasa’I, dan Abu Dawud. Artinya, hadis ini seharusnya diriwayatkan oleh empat imam, bukan lima seperti yang tertera pada keterangan Balaghul Maram di atas.

Takhrij sendiri secara sederhana merupakan upaya mengetahui sumber utama (primer) suatu hadis dengan menelusuri riwayat, rangkaian sanad, serta menilai derajatnya, untuk mempertimbangkan layak tidaknya hadis tersebut dijadikan dalil.

Tapi sekali lagi, kesalahan-kesalahan tersebut tidak ada apa-apanya dibanding manfaat besar yang diberikan Al-Hafidz Ibnu Hajar Al-Asqalani melalui karyanya. Kesalahan itu bahkan tidak mengubah posisi Bulughul Maram sebagai salah satu rujukan fikih utama mazhab Syafi’i.

Biografi Singkat Ibnu Hajar Al-Asqalani

Setelah mengudar sedikit tentang Bulughul Maram, akan lebih baik jika kamu juga mengenal lebih dekat sosok di balik karya fenomenal tersebut. Nah, pada poin yang satu ini Hasana.id akan secara khusus menguraikan biografi singkat Al-Hafidz Ibnu Hajar Al-Asqalani.

Beliau adalah seorang ulama kelahiran Mesir pada tahun 773H dan wafat pada 852H. Nama aslinya Syihabuddin Abul Fadhl Ahmad bin Ali bin Muhammad bin Muhammad bin Ali bin Alari Mahmud bin Hajar Al Kinani Al Asqalani Asy syafi’i.

Sejak kecil, beliau sudah menunjukkan tanda-tanda keistimewaan dalam bidang keilmuan. Meski telah menjadi yatim piatu sejak usia empat tahun dan hidup dalam asuhan kakak sulungnya, beliau memiliki keinginan kuat untuk belajar.

Tercatat, pada usia lima tahun beliau mulai mengenyam pendidikan Alquran. Pada usia sembilan tahun, beliau sudah hafal Alquran. Tiga tahun kemudian, beliau bahkan ditunjuk menjadi imam salat tarawih di Masjidil Haram (785H).

Semasa hidupnya, Ibnu Hajar sempat mendalami ilmu sastra Arab sebelum menaruh minat khusus untuk belajar hadis. Beliau berguru ke banyak tokoh besar di berbagai lokasi, salah satunya kepada Al Hafizh Abul Fadhl Zainuddin Al Iraqi.

Setelah Ibnu Hajar berguru selama 10 tahun, Al Hafizh Abul Fadhl Zainuddin Al Iraqi pun meninggal dunia.

Namun, sebelum wafat beliau mewariskan gelar Al-Hafidz kepada Ibnu Hajar. Al-Hafidz sendiri diberikan kepada orang yang bukan hanya hafal, tetapi juga memahami kaidah-kaidah penelitian hadis.

Selain itu, beliau juga sempat menjabat sebagai hakim di Mesir. Pertama kali, beliau menjabat selama 4 tahun, tetapi kemudian mengundurkan diri. Namun, Sultan Syam kala itu, Al-Muayyad meminta beliau menduduki kembali jabatan tersebut tak lama kemudian.

30 Tahun lamanya beliau mengabdi sebagai hakim untuk wilayah Mesir. Beliau akhirnya wafat selepas salat isya’ pada tanggal 2 Februari 1449 di kota kelahirannya. Konon, upacara pemakaman Ibnu Hajar Al-Asqalani dihadiri 50 ribu peziarah, termasuk Sultan Sayfuddin Jaqmaq.

Bulughul Maram adalah satu dari sekian banyak kitab karya Ibnu Hajar. Tentang jumlah karya tulis beliau, terdapat sejumlah pendapat yang berbeda. Menurut As-Sakhawi, penulis biografi Ibnu Hajar, jumlah kitab karya beliau mencapai 270 buah, belum termasuk yang belum dicetak. Sementara sumber lain menerangkan bahwa beliau telah menulis 150 kitab. Wallahu ‘alam.

Latar Belakang Penulisan Bulughul Maram

As-Sakhawi menerangkan bahwa Imam Ibnu Hajar menuliskan Kitab Bulughul Maram yang selesai pada 828H, sebagai hadiah buat anak lelaki satu-satunya yang lahir belakangan, setelah sebelumnya beliau dikaruniai empat orang putri.

Nama anak tersebut adalah Muhammad (Abul-Ma’ali) yang lahir pada tahun 815H. Bulughul Maram awalnya dimaksudkan sebagai buku panduan belajar bagi si putra bungsu ini. Namun, nyatanya kitab tersebut malah menjadi rujukan bagi jutaan orang di kemudian hari.

Pendapat lain menyatakan bahwa Bulughul Maram juga dilatarbelakangi oleh terputusnya rihlah ilmiyah para ulama kala itu. Rihlah ilmiyah adalah perjalanan mencari ilmu-ilmu yang biasa dilakukan cendekiawan muslim pada masa kejayaan Islam dahulu kala.

Namun, aktivitas semacam itu terpaksa terhenti akibat penaklukan Abassiyah oleh tentara Mongol. Baghdad yang merupakan ibu kota peradaban Islam pun dihancurkan, diikuti dengan pembakaran perpustakaan yang memusnahkan sebagian besar karya-karya pemikir muslim.

Tentu saja, peristiwa itu kemudian berdampak pula terhadap kecenderungan para cendekiawan muslim dalam mencari ilmu. Mereka ingin tetap mengkaji ilmu, tetapi terhalang pengaruh Bangsa Mongol yang kini menguasai Timur Tengah.

Maka dari itu, kemudian banyak ulama beralih mengkaji kitab-kitab terdahulu. Metodenya bermacam-macam, mulai dari mengumpulkan, meringkas, membuat kitab turunan berisi penjelasan, sampai men-takhrij-nya sebisa mungkin.

Demikian pula dengan apa yang dilakukan oleh Al-Hafidz Ibnu Hajar Al-Asqalani. Beliau pun ikut mempraktikkan metode yang lazim digunakan kala itu, yakni dengan mengumpulkan referensi hadis dari kitab terdahulu. Pada akhirnya, metode tersebut menghasilkan karya fenomenal Bulughul Maram.

Penutup

Tidak terhitung berapa pasang mata yang telah membaca Kitab Bulughul Maram, termasuk mengkajinya lebih mendalam melalui kitab-kitab syarah-nya. Dapat dipastikan pula bahwa pembaca dan pengkaji kitab ini masih akan terus bertambah pada tahun-tahun mendatang.

Hal itu juga sekaligus memperingatkan kita sebagai umat Islam tentang pentingnya ilmu dan pendidikan. Ilmu dapat menjadi sedekah jariyah yang tidak ternilai harganya. Pada akhirnya, semoga pembahasan tentang Bulughul Maram kali ini dapat membawa manfaat bagi kamu sekalian. Wassalam.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *