Arti Syukur, Cara Mengungkapkan, dan Manfaatnya bagi Kehidupan

Syukur adalah satu kata yang mudah diucap, tetapi terkadang tak demikian jika dilakukan. Masih banyak orang yang suka berkeluh kesah dibandingkan bersyukur. Apakah kamu setuju dengan pernyataan ini?

Apabila kamu ingin mempelajari hakikat syukur secara lebih mendalam, Hasana.id akan menyampaikan informasinya di sini. Untuk itu, pastikan kamu simak baik-baik pembahasan di bawah ini.

Arti Syukur

Syukur artinya adalah memuji Allah Swt. atas segala nikmat yang berikan. Tentu dengan mengakuinya dalam hati dan memuji lewat ucapan.

Ada pun dari segi bahasa, artinya adalah suatu sifat yang penuh dengan kebaikan dan rasa menghormati sekaligus mengagungkan atas segala nikmat Allah sebagai Sang Pemberi Nikmat.

Cara Mengungkapkan Syukur

Bersyukur dapat diekspresikan dengan lisan dan dimantapkan dengan hati atau dilaksanakan melalui perbuatan. Berikut saya uraikan cara bersyukur melalui ketiga hal tersebut.

Bersyukur dengan Lisan

Bersyukur dengan lisan bisa dilakukan dengan cara memperbanyak menyampaikan bunyi syukur kepada Allah sambil mengucap “alhamdulillah” (hamdalah). Aktivitas lisan yang lain adalah dengan bertutur kata yang baik-baik.

Seseorang yang bersyukur karena Allah telah memberikan nikmat kepadanya tentu akan selalu menjaga lisannya dari ucapan yang buruk. Ia selalu berhati-hati dan berusaha untuk berbicara dengan orang lain agar tidak menyakiti hatinya.

Orang-orang yang bersyukur juga tidak akan keberatan untuk meminta maaf apabila melakukan kesalahan kepada orang lain. Begitu pula akan mudah memaafkan kesalahan yang telah orang lain perbuat padanya.

Ada pun dengan Sang Penciptanya, mereka akan senantiasa memohon ampunan ketika merasa dirinya penuh dengan dosa. Terkait hal ini sejatinya telah diperintahkan oleh Allah melalui Al-Qur’an Surat Ali Imran ayat 133, yaitu:

وَسَارِعُواْ إِلَى مَغْفِرَةٍ مِّن رَّبِّكُمْ

Wa sāri’ū ilā magfiratim mir rabbikum

Artinya:

“Dan bersegeralah kamu kepada ampunan dari Tuhanmu”

Memohon ampun baik kepada Allah atau kepada sesama manusia memang lebih baik untuk tidak ditunda-tunda, dalam artian lebih cepat lebih baik.

Jika ditunda-tunda atau tidak dilakukan sama sekali, aka nada banyak kerugian yang timbul. Hal ini dikarenakan hubungan atau silaturrahim antar sesama saudara, teman, atau kerabat akan terhambat dan berjalan tidak baik hanya karena persoalan maaf memaafkan belum terselesaikan.

Bersyukur dengan Hati

Bersyukur dengan hati dilakukan dengan cara membentuk sebuah keyakinan dan keinginan dari dalam diri sendiri untuk melaksanakan segala kebajikan yang telah menjadi perintah Allah.

Selain itu, tidak mudah memperlihatkan bentuk nikmat yang telah diberikan oleh-Nya kepada setiap orang.

Mengelola batin merupakan hal yang sangat penting. Bersyukur dengan hati juga meliputi rasa syukur. Bisa dengan rasa senang, rela dengan yang dimiliki, dan ikhlas atas semua rizki.

Orang-orang yang bersyukur tentunya lebih mudah untuk meraih kebahagiaan dalam hidupnya, terlepas mereka termasuk orang yang sudah sukses atau belum sukses.

Syukur sesungguhnya tidak mensyaratkan kesuksesan sebab nikmat yang Allah berikat tak akan pernah bisa dihitung.

Manusia tak akan pernah mampu menghitung semua kenikmatan dari Allah Swt. yang diberikan kepada setiap hamba-Nya. Melalui Al-Qur’an Surat Ar-Rahman ayat 12, Allah berfirman:

فَبِأَيِّ آلاء رَبِّكُمَا تُكَذِّبَانِ

Fa bi`ayyi ālā`i rabbikumā tukażżibān

Artinya:

“Nikmat Tuhanmu yang manakah yang kamu dustakan?”

Dalam Surat Ar-Rahman, ayat tersebut disebutkan berulang kali. Tentunya Allah membuatnya bukan tanpa maksud. Allah menantang kita agar jujur dalam menghitung nikmat yang telah diberikan.

Jika bukan karena nikmat-Nya, bagaimana manusia bisa bernapas, melihat, mendengar, dan merasakan dengan panca indranya? Dari pertanyaan ini, tentu saja kamu tidak bisa menghitung berapa kenikmatan yang terlibat di dalamnya, bukan?

Maka dari itu, siapa saja yang tidak mau bersyukur, sungguh dia sudah menjadi kufur atau ingkar atas segala nikmat yang telah Allah berikan kepadanya.

Orang yang Terbiasa Bersyukur

Orang yang senantiasa mengungkapkan rasa syukur, dalam jiwanya tertanam rasa ikhlas. Baik itu menerima ataupun melakukan sesuatu.

Orang-orang yang bersyukur biasanya tidak suka mengeluh atas kekurangan atau sesuatu yang tidak bisa menyenangkannya. Mereka pastinya lebih sabar daripada yang tidak suka mengungkapkan rasa syukur.

Untuk bisa berbuat hal baik seperti ini memang diperlukan kesabaran dan keikhlasan. Oleh karena itu, syukur, sabar, dan ikhlas sejatinya saling berhubungan.

Dalam ilmu tasawuf, syukur itu tingkatan atau maqom-nya sangat tinggi. Cuma bisa dicapai orang yang tentu memiliki kompetensi yang tinggi juga dalam spiritualitasnya.

Dari hal inilah kemudian tercipta konsep kecerdasan spiritual. Kecerdasan ini hanya bisa diraih dengan latihan yang biasa disebut dengan istilah riyadhah.

Tentu, antara kecerdasan spiritual dan intelektual itu berbeda. Kecerdasan intelektual didapatkan seseorang secara genetik. Tidak perlu melalui latihan-latihan tertentu.

Bersyukur dengan Perbuatan

Rasa syukur yang diekspresikan dengan perbuatan bisa dilakukan dengan cara menjadikan segala nikmat yang telah Allah berikan sebagai sarana beramal dan beribadah, serta menjaga diri sebisa mungkin dari perbuatan maksiat.

Pada dasarnya, seseorang belum bisa dikatakan bersyukur apabila ia belum mampu menjadikan nikmat yang telah diterimanya sebagai sarana untuk mencintai Allah (mahabbah), melainkan justru untuk memuaskan kesenangan yang bersifat pribadi.

Apabila ia menjadikan nikmat dari Allah sebagai sarana terhadap sesuatu yang dimurkai oleh-Nya, sesungguhnya ia telah mengkufuri nikmat-Nya.

Hal ini juga sama halnya dengan menganggurkan nikmat tersebut yang berarti telah menyia-nyiakan kesempatan yang telah Allah berikan untuk mencapai kebahagiaan.

Ekspresi syukur lain melalui perbuatan juga bisa diwujudkan dalam berbagai bentuk, bisa melibatkan orang lain atau hanya diri sendiri.

Ada pun yang berkaitan dengan orang lain contohnya adalah berbagi rezeki, kebahagiaan, ilmu pengetahuan, dan masih banyak lainnya.

Salah satu contoh yang lebih spesifik adalah ketika ada tetangga atau kerabat yang memberi undangan syukuran.

Nah, syukuran ini merupakan salah satu bentuk di mana yang punya hajat bermaksud untuk berbagi rezeki kepada para tamu dengan memberikan jamuan berupa makanan dan minuman.

Jamuan ini isa menjadi sedekah yang tentunya akan mendapatkan pahala.

Hadis tentang Bersyukur dengan Perbuatan

Dalil tentang syukur terkait berbagi rezeki ini jika ditelusuri ternyata bisa ditemukan di dalam Al-Qur’an, tepatnya pada Surat Adh-Dhuha ayat 11, di mana Allah berfirman:

وَأَمَّا بِنِعْمَةِ رَبِّكَ فَحَدِّثْ

Wa ammā bini’mati rabbika fa ḥaddiṡ

Artinya:

“Dan terhadap nikmat Tuhanmu, maka hendaklah kamu siarkan.”

Maksud dari berbagi rezeki adalah agar orang lain bisa turut merasakan kebahagian dan hal ini sering disebut dengan istilah tahaddusts binni’mah. Tahadduts binni’mah pastinya adalah sesuatu yang baik. Hanya saja dalam pelaksanaannya tidak perlu berlebihan dan perlu didasari dengan niat yang ikhlas.

Ikhlas yang dimaksud di sini adalah tidak ada niatan lain kecuali semata-mata hanya untuk beribadah kepada Allah.

Sementara itu, niat ingin pamer atau riya’ atas apa yang telah diraih adalah perbuatan yang tercela dan bisa menjauhkan diri dari Allah Swt.

Manfaat Bersyukur

Dalam Al-Qur’an Surat Ibrahim ayat 7, Allah berfirman:

‎وَإِذْ تَأَذَّنَ رَبُّكُمْ لَئِنْ شَكَرْتُمْ لَأَزِيدَنَّكُمْ ۖ وَلَئِنْ كَفَرْتُمْ إِنَّ عَذَابِي لَشَدِيدٌ

Wa iż ta`ażżana rabbukum la`in syakartum la`azīdannakum wa la`ing kafartum inna ‘ażābī lasyadīd

Artinya:

“Dan (ingatlah juga) tatkala Tuhan kalian memaklumatkan, “Sesungguhnya jika kalian bersyukur, pasti Kami akan menambah (nikmat) kepada kalian; dan jika kalian mengingkari (nikmat-Ku), maka sesungguhnya azab-Ku sangat pedih.” (QS Ibrahim ayat 7)

Ayat di atas memberi penjelasan kepada umat manusia apabila ia senantiasa bersyukur, sesungguhnya Allah akan menambahkan nikmat. Demikian sebaliknya, jika seseorang itu kufur, maka siap-siap saja untuk menerima azab dari-Nya.

Orang yang bersyukur biasanya adalah orang yang tahu bagaimana berterima kasih. Tak sekadar banyak atau rezeki yang diperoleh, tetapi renungkan juga bahwa yang memberi rezeki kepada manusia tak lain dan tak bukan adalah Allah Swt.

Hal ini saja harusnya sudah pantas membuat seseorang bersyukur karena entah banyak atau sedikit, Allah masih memperhatikan kita sebagai manusia dengan diberikannya rezeki yang bermanfaat.

Terkait bersyukur, ada banyak manfaat yang dapat diperoleh dengan rajin mengucap syukur. Beberapa di antaranya akan saya jabarkan sebagai berikut.

Lebih Bahagia

Bagi orang pesimis, ia cenderung akan sibuk untuk meratapi kegagalan dan menghina kesuksesan yang dicapai orang lain. Berbeda dengan orang yang pandai bersyukur, emosinya akan cenderung stabil, sigap dalam mencari solusi, tidak melebarkan masalah, dan taktis dalam mengatur strategi.

Siapa pun tentunya tak suka dengan orang yang sering mengeluh, bukan? Apabila sedang menghadapi masalah, seolah-olah hanya dia satu-satunya orang paling menderita di dunia ini sehingga semua orang harus memperhatikannya.

Orang yang seperti ini biasanya susah menemukan kebahagiaan karena batasan-batasan yang ia ciptakan sendiri dan kenikmatannya tidak akan bertambah.

Jika dilihat dari segi bahasa, kata syukur memiliki arti membuka atau menampakkan. Sedangkan lawan katanya, yaitu kufur bermakna menutup atau menyembunyikan.

Dari sini bisa disimpulkan bahwa hakikat syukur adalah memperlihatkan nikmat dengan cara menggunakannya pada tempatnya dengan dikehendaki oleh Sang Maha Pemberi. Tak lupa menyebut-Nya dengan baik.

Dalam tafsir al-Misbah dijelaskan bahwa setiap nikmat yang dianugerahkan oleh Allah, itu semua menuntut perenungan atas apa yang dianugerahkan-Nya.

Kemudian, penggunaan nikmat tersebut harus sesuai dengan tujuan dari nikmat tersebut diberikan pada manusia.

Oleh karenanya, orang yang kufur dari nikmat tak hanya sekadar tidak mengakui nikmat Allah, tetapi cenderung untuk menutupi dan menyembunyikannya.

Allah berfirman dalam Al-Qur’an Surat Saba ayat 13:

‎وَقَلِيلٌ مِنْ عِبَادِيَ الشَّكُورُ

wa qalīlum min ‘ibādiyasy-syakụr

Artinya:

“Dan sedikit di antara hamba-hambaKu yang bersyukur” (QS Saba:13)

dan di ayat lain Allah berfirman,

‎ذَٰلِكَ مِنْ فَضْلِ اللَّهِ عَلَيْنَا وَعَلَى النَّاسِ وَلَٰكِنَّ أَكْثَرَ النَّاسِ لَا يَشْكُرُونَ

żālika min faḍlillāhi ‘alainā wa ‘alan-nāsi wa lākinna akṡaran-nāsi lā yasykurụn

Artinya:

“Yang demikian itu adalah dari karunia Allah kepada kami dan kepada manusia (seluruhnya); tetapi kebanyakan manusia tidak bersyukur”(QS Yusuf: 38).

Lebih Produktif

Orang yang pandai mengucap syukur cenderung lebih produktif karena mereka tahu bagaimana memanfaatkan sumber daya dan peluang yang ada. Sedangkan orang yang gemar mengeluh akan menghabiskan waktunya untuk menyesali diri.

Terlalu terpuruk dalam hal yang membuatnya berkeluh kesah akan membuatnya tidak siap menangkap peluang yang sebenarnya ada.

Sedangkan orang yang pandai bersyukur dapat memanfaatkan apa yang dimilikinya sebagai bekal untuk terus maju, tak peduli sekecil apapun itu.

Manfaatnya Akan Kembali Lagi

Melaui Al-Qur’an Surat Luqman ayat 12, Allah Swt. berfirman:

‎وَلَقَدْ آتَيْنَا لُقْمَانَ الْحِكْمَةَ أَنِ اشْكُرْ لِلَّهِ ۚ وَمَنْ يَشْكُرْ فَإِنَّمَا يَشْكُرُ لِنَفْسِهِ ۖ وَمَنْ كَفَرَ فَإِنَّ اللَّهَ غَنِيٌّ حَمِيدٌ

Wa laqad ātainā luqmānal-ḥikmata anisykur lillāh, wa may yasykur fa innamā yasykuru linafsih, wa mang kafara fa innallāha ganiyyun ḥamīd

Artinya:

Dan sesungguhnya telah Kami berikan hikmah kepada Luqman, yaitu: “Bersyukurlah kepada Allah. Dan barangsiapa yang bersyukur (kepada Allah), maka sesungguhnya ia bersyukur untuk dirinya sendiri; dan barangsiapa yang tidak bersyukur, maka sesungguhnya Allah Maha Kaya lagi Maha Terpuji”. (QS Luqman: 12)

Allah sangatlah kaya. Jika kamu mengucap syukur atas pemberian-Nya, hal itu tidak akan menambah sesuatu pun di sisi-Nya. Namun, justru akan menambah rahmat-Nya untukmu. Sejatinya yang membutuhkan syukur adalah manusia, bukan Allah.

Allah juga berfirman dalam Al-Qur’an Surat al-Baqarah ayat 52, yang berbunyi:

‎فَاذْكُرُونِي أَذْكُرْكُمْ وَاشْكُرُوا لِي وَلَا تَكْفُرُونِ

Fażkurụnī ażkurkum wasykurụ lī wa lā takfurụn

Artinya:

“Ingatlah kepadaKu, niscaya Aku ingat kepadamu, bersyukurlah kepada-Ku, dan jangan kufur (dari nikmat-Ku).”

Ayat ini menggabungkan tiga konsep sekaligus, yaitu zikir, syukur, dan kufur. Zikir atau mengingat Allah akan membawa seseorang kepada rasa syukur.

Sebaliknya, orang yang mengabaikan Allah, dia akan menjadi kufur nikmat setiap memiliki masalah dan melupakan nikmat yang telah Allah berikan.

Kisah Nabi Musa tentang Bersyukur

Dalam kitab al-Zuhd, Imam Ahmad bin Hanbal meriwayatkan tentang nabi Musa yang kebingungan mengenai cara bersyukur. Kebingungan Nabi Musa ini dikisahkan merupakan kebingungan yang bernilai tinggi.

Kebingungan tersebut berasal dari kesalehan dan ketaatannya, bukan tentang hal yang sembarangan.

Dalam kebingungannya itu, Nabi Musa memperlihatkan penghambaannya. Ia tahu betapa banyak nikmat yang ada di sekelilingnya sehingga ia merasa tak pantas untuk mengucapkan rasa terima kasih.

Jika yang paling kecil saja masih terlalu besar seandainya ditimbang dengan semua amalnya, apalagi nikmat Allah yang terbesar. Situasi inilah yang dimaksud kebingungan yang berasal dari kesalehan.

Bersyukurnya Orang yang Saleh

Orang saleh biasanya mengukur dirinya sendiri terlebih dulu, apakah ia layak atau tidak. Maka dari itu, tak sedikit para wali yang bingung dalam bersyukur, dan sebagian dari mereka berdoa dengan doa sebagai berikut:

اللهمّ إِنَّكَ تَعْمَلُ عَجْزِي عَنْ مَوَاضِعِ شُكْرِكَ، فَاشْكُرْ نَفْسَكَ عَنِّي

Allahumma innaka ta’malu ‘ajrii ‘an mawaadhi’i syukrika, fasykur nafsaka’annii

Artinya:

“Ya Allah, sungguh Kau mengetahui ketidak-mampuanku bersyukur sesuai dengan (semua karunia)-Mu, maka bersyukurlah pada DiriMu sendiri sebab (ketidak-mampuan)ku (itu).” (Imam Abu Bakr Muhammad al-Kalabadzi, Kitâb al-Ta’arruf li Madzhab Ahl al-Tashawwuf, Kairo: Maktabah al-Khanji, tt, h. 71)

Meskipun mengalami kebingungan, bukan berarti lantas berhenti bersyukur. Seseorang tetap harus mengungkapkan rasa syukurnya atas segala nikmat yang Allah beri.

Apabila berhenti bersyukur karena alasan kebingungan ini, dapat dibilang seseorang menyamakan dirinya dengan Nabi Musa. Padahal dalam kisahnya ini, Nabi Musa sedang mempersembahkan syukur dalam level tertingginya.

Dalam diri beliau hadir perasaan tak pantas yang bukanlah rekayasa, dibuat-buat, atau dipelajari, melainkan ketulusan rasa yang dihasilkan dari tafakkur diri dan sekitarnya..

Untuk manusia biasa seperti kita, paling tidak bisa mensyukuri segala nikmat yang Allah berikan dengan berusaha istiqamah dalam mengingat-Nya di lisan, hati, dan perbuatan. Kenali pemberian Allah dan manfaatkanlah di jalan kebaikan.

Berdoa juga termasuk salah satu cara dalam mengekspresikan syukur, untuk itu jangan sepelekan atau tinggalkan amalan ini. Kamu bisa mencontoh doa yang diajarkan oleh Nabi Musa di mana bunyinya adalah sebagai berikut:

اللَّهُمَّ لَيِّنْ قَلْبِي بِالتَّوْبَةِ، وَلَا تَجْعَلْ قَلْبِي قَاسِيًا كَالْحَجَرِ

Artinya:

Ya Allah, lunakkan hatiku dengan taubat, dan jangan jadikan hatiku mengeras seperti batu.” (Imam Ahmad bin Hanbal, al-Zuhd, 1992, h. 85)

Syukur adalah Bentuk Tauhid

Syukur adalah perilaku yang paling utama. Dalam membaca Al-Qur’an dan membuka lembaran pertamanya saja.

Kamu akan menemukan bahwa Al-Qur’an itu dimulai dengan ungkapan rasa syukur kepada Allah dengan lafal alhamdu li Allahi Rabbi-l-‘alamin (segala puji bagi Allah Tuhan semesta alam).

Bersyukur menjadi perilaku yang utama karena Allah sudah memberikan banyak sekali nikmat kepada kita, manusia.

Bahkan, bisa jadi rasanya sangat malu jika kita masih meminta-minta kepada-Nya padahal nikmat yang diberikan sudah banyak tercurah.

Manusia memang terlalu banyak meminta, tetapi kadang sedikit sekali bersyukur. Seharusnya, manusia lebih banyak bersyukur, tapi harus meminta juga kepada Allah.

Allah itu akan marah kalau manusia tidak meminta kepada-Nya. Jadi harus imbang, bersyukur iya, meminta juga iya. Jangan hanya salah satu saja yang dilakukan.

Hal ini menandakan bahwa sebanyak apa pun manusia meminta, nikmat Allah tidak akan pernah habis.

Ketahuilah, bersyukur bukan sekadar mengatakan hamdalah yang diucapkan dengan begitu fasihnya.

Namun, syukur adalah pengakuan bahwa kita ini bukanlah apa-apa. Semua rezeki yang diterima adalah anugerah dari Allah. Pun dengan perasaan nikmat dalam jiwa. Itu bukanlah sesuatu yang kita dapat dengan usaha sendiri.

Semua itu tentunya berasal hanya dari Allah Swt dan kita harus mengakui itu. Dengan begitu, Allah akan selalu berada ditempat pertama atas segala nikmat yang diterima oleh orang yang pandai bersyukur.

Orang yang bersyukur akan senantiasa memanfaatkan semua pengetahuan, kekuasaan, kemampuan, harta, dan semua nikmat lainnya untuk kebaikan. Dengan berbuat seperti itu, ia akan menciptakan kehidupan yang baik.

Setelahnya, kemakmuran masyarakat lalu lahir, terciptanya ketenteraman,stabilitas terpelihara, peradaban pun semakin maju.

Rasa syukur melahirkan ketauhidan karena berhubungan dengan pengakuan dan kemahakuasaan Allah Swt.

Selain itu, dalam syukur ada ajaran tentang akhlak karena di dalam bersyukur ada hubungannya dengan berperilaku baik.

Tidak Ada Alasan untuk Tidak Bersyukur

Demikianlah pembahasan mengenai syukur yang bisa Hasana.id rangkum. Dengan memahami artikel ini, semoga kamu bisa menjadi orang yang semakin pandai bersyukur atas nikmat yang Allah berikan.

Ingatlah bahwa semua kebaikan, kebahagiaan, dan segala nikmat yang kamu rasakan hingga saat ini hanya berasal dari Allah. Kamu bisa bernapas pun adalah salah satu yang Ia berikan. Jadi, mari kita biasakan untuk selalu bersyukur!

Sumber:

https://islam.nu.or.id/post/read/81822/tiga-cara-mengungkapkan-syukur-kepada-allah

https://islam.nu.or.id/post/read/106475/bersyukur-itu-kunci-kesuksesan-tafsir-ayat-syukur

https://islam.nu.or.id/post/read/106475/bersyukur-itu-kunci-kesuksesan-tafsir-ayat-syukur

https://islam.nu.or.id/post/read/106253/ketika-nabi-musa-bingung-cara-bersyukur-kepada-allah

 

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *