Mengurai tentang Wakaf Sampai ke Akar-akarnya

Baru-baru ini pemerintah mencanangkan Gerakan Nasional Wakaf Uang (GNWU) untuk memaksimalkan potensinya di Indonesia. Gerakan ini memang secara khusus mewadahi aktivitas wakaf dalam bentuk uang atau cash waqf. Tapi apakah itu satu-satunya bentuk wakaf? Jawabannya, bukan.

Pada zaman Rasulullah bahkan istilah cash waqf belum dikenal. Umat Islam baru mempraktikkannya pada permulaan abad kedua tahun Hijriah dan metodenya terus berkembang hingga sekarang. Nah, bagaimana dengan wakaf itu sendiri?

Pengertian Wakaf

Pengertian wakaf secara bahasa diterjemahkan sebagai menahan, mencegah, dan berhenti atau diam. Sedangkan menurut istilahnya, wakaf artinya menahan harta yang bisa diambil manfaatnya bersama keabadian ain-nya untuk dibelanjakan pada hal-hal yang mubah dan ada.

Para ahli fikih memberi pengertian lebih spesifik, yaitu praktik sedekah harta yang bersifat permanen dengan menetapkan bahwa pemberian tersebut dimanfaatkan untuk berbagai hal yang diperbolehkan secara syariat.

Dalam pengertian yang lebih sederhana, arti wakaf adalah sebuah pemberian harta di jalan Allah yang manfaatnya dapat dirasakan dalam jangka waktu lama, sehingga si pemberinya juga akan memperoleh pahala secara terus menerus.

Ini sebenarnya hampir mirip dengan sedekah, tetapi ada beberapa prinsip yang membedakannya dengan jenis pemberian lain yang dikenal dalam Islam, seperti zakat, hibah, atau sedekah. Prinsip-prinsip yang membedakannya, antara lain:

  1. Jenis pemberian adalah harta yang bisa dimanfaatkan secara terus menerus oleh si penerimanya. Berbeda dengan sedekah atau zakat yang manfaatnya cepat berkurang, bahkan habis dalam sekali penggunaan.
  2. Si pemberi berpeluang besar mendapatkan aliran pahala, sepanjang harta pemberiannya masih bermanfaat buat orang lain. Sebaliknya, apabila karena sesuatu hal harta itu tidak lagi memberi manfaat, otomatis aliran pahala juga akan terhenti.
  3. Maka dari itu, pengelolaan harta di sini melibatkan manajemen yang lebih kompleks daripada jenis pemberian lainnya. Pengelolaan jangka panjang untuk memastikan harta pemberian dapat terus membawa manfaat bagi para penerimanya.

Itulah yang membedakan pemberian satu ini dengan jenis sedekah lainnya. Selanjutnya, mari kita lanjutkan pembahasan ini dengan mencari tahu dasar-dasar pen-syariat-an amalan tersebut.

Dalil Wakaf

Pada dasarnya Allah tidak mewajibkan atau memerintahkan secara tegas kepada umat Islam untuk melaksanakan wakaf. Itu berbeda dengan zakat yang menjadi salah satu rukun Islam, sehingga wajib dikerjakan tanpa ada bantahan. Namun, amalan satu ini bukannya tidak memiliki keutamaan.

Ali Imran Ayat 92

Alquran Surat Ali Imran ayat ke-92 menerangkan bahwa menafkahkan sebagian harta yang disukai di jalan Allah akan menyempurnakan kebaikan seseorang. Berikut bunyi ayat yang dimaksud.

لَن تَنَالُوا۟ ٱلْبِرَّ حَتَّىٰ تُنفِقُوا۟ مِمَّا تُحِبُّونَ ۚ وَمَا تُنفِقُوا۟ مِن شَىْءٍ فَإِنَّ ٱللَّهَ بِهِۦ عَلِيمٌ

Lan tanālul-birra ḥattā tunfiqụ mimmā tuḥibbụn, wa mā tunfiqụ min syai`in fa innallāha bihī ‘alīm

Artinya:

“Kamu sekali-kali tidak sampai kepada kebajikan (yang sempurna), sebelum kamu menafkahkan sebagian harta yang kamu cintai. Dan apa saja yang kamu nafkahkan maka sesungguhnya Allah mengetahuinya.” (Ali Imran: 92)

Hadis Riwayat Bukhari

Rasulullah ketika memperoleh wahyu tentang firman tersebut, kemudian menyampaikan kepada umatnya. Tak berapa lama. salah seorang sahabat, Abu Thalhah berinisiatif untuk memberikan kebun kurma favoritnya sebagai wakaf. Melihat gelagat itu, Rasulullah pun bersabda:

قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ بَخْ ذَلِكَ مَالٌ رَابِحٌ ذَلِكَ مَالٌ رَابِحٌ

Qaala rasulullahi shallallahu ‘alaihi wasallama bakhdzalika maalurrabihu dzalika maalurraabihun

Artinya:

“Bagus, harta yang betul-betul menguntungkan. Harta yang betul-betul menguntungkan.” (HR. Bukhari)

Hadis Riwayat Muslim

Selain itu, ada satu lagi dalil yang memperkuat anjuran mewakafkan harta. Hadis Rasulullah yang diriwayatkan Imam Muslim berikut cukup populer. Para ulama menggunakannya sebagai dasar untuk menetapkan hukum keutamaan sedekah.

إِذَا مَاتَ الْإِنْسَانُ انْقَطَعَ عَنْهُ عَمَلُهُ إِلا مِنْ ثَلاثَةٍ : إِلا مِنْ صَدَقَةٍ جَارِيَةٍ ، أَوْ عِلْمٍ يُنْتَفَعُ بِهِ ، أَوْ وَلَدٍ صَالِحٍ يَدْعُو لَه

Idzaa maatal insaanun qata’a anhu ‘amalhu ilaa min tsalatsatin: ilaa min shadaqatin jaariyatin, ‘ilmin yuntafa’u bihi, au waladin shalihin yad’uu lahu.

Artinya:

“Jika manusia mati, maka terputuslah amalnya kecuali tiga perkara: yaitu sedekah jariyah, ilmu yang diambil manfaatnya, anak soleh yang selalu mendoakan orang tuanya.” (HR. Muslim)

Hadis ini memuat tiga hal yang akan tetap mengalirkan amalan bagi seseorang, meski dirinya telah meninggal dunia, di antaranya adalah sedekah jariyah. Sedekah jariyah inilah yang oleh para ulama dimaknai sebagai wakaf.

Hukum Wakaf

Berdasarkan dalil-dalil di atas, kemudian para ulama bersepakat untuk menentukan kepastian hukum terkait jenis sedekah yang satu ini. Pada dasarnya mewakafkan harta hukumnya sunah. Jadi, boleh ditinggalkan, meski akan lebih baik apabila dikerjakan.

Namun, ada beberapa kondisi yang bisa menyebabkan hukum wakaf tidak lagi bisa disebut sunah, bahkan bisa menjadi wajib atau haram. Bagaimana bisa demikian? Tergantung konteks dan kondisinya, berikut ketetapan hukum tentang jenis sedekah tersebut.

  • Wajib

Sebuah pemberian sunah akan menjadi wajib jika awalnya diniatkan sebagai nazar. Pasalnya, nazar merupakan salah satu bentuk janji atau ikrar. Sebagaimana kita ketahui, sebuah janji hukumnya wajib untuk ditepati.

Kalau janji kepada sesama manusia saja harus ditepati, terlebih lagi nazar kepada Allah. Seseorang ber-nazar untuk mewakafkan hartanya jika Allah mengabulkan doanya. Jika setelah doanya menjadi kenyataan dia ingkar janji, berarti dirinya termasuk orang yang munafik kepada Allah.

  • Mubah

Pemberian sunah dapat berubah menjadi mubah apabila pemberian itu bermanfaat bagi penerima, tetapi si pemberinya tidak mendapatkan pahala. Salah satu contohnya adalah sedekah jariyah yang dilakukan oleh seorang non-muslim.

Orang tersebut boleh-boleh saja menyedekahkan hartanya yang bermanfaat jangka panjang untuk kepentingan orang banyak dengan tulus dan ikhlas. Para penerima akan tetap merasakan manfaatnya, tetapi Allah mungkin tidak akan memberikan pahala bagi si non-muslim tersebut.

  • Haram

Hukum yang haram pasti berkaitan dengan hal-hal yang dilarang Allah Swt. Artinya, pemberian sunah juga bisa menjadi haram apabila dilakukan dengan cara yang menyalahi aturan-aturan agama, baik dilihat dari cara memperolehnya, maupun penggunaan harta pemberiannya.

Contoh wakaf haram, misalnya tanah rampasan digunakan untuk membangun masjid. Sebaliknya, tanah yang dibeli dengan uang halal, tetapi dipakai membangun pabrik minuman keras. Meski ini berpotensi membuka lapangan pekerjaan, tetapi miras adalah sesuatu yang diharamkan.

Demikian ketentuan hukum wakaf yang sunah sekaligus fleksibel tergantung situasinya. Berikutnya kamu juga perlu mengetahui macam-macam wakaf, lengkap dengan pengertian dan hal-hal yang membedakannya.

Jenis-jenis Wakaf

Sedikitnya terdapat empat kriteria yang digunakan untuk membedakan jenis-jenis wakaf. Pertama, berdasarkan peruntukan atau kepentingan manfaat yang diberikan. Kriteria ini membaginya menjadi dua jenis, yaitu:

  • Waqaf Ahli, adalah pemberian untuk kepentingan sosial dalam lingkungan keluarga besar atau kerabat dekat si pemberinya sendiri.
  • Waqaf Khairi, yaitu pemberian yang bermanfaat bagi masyarakat umum yang lebih luas atau untuk kepentingan agama.

Penggolongan jenis wakaf kedua berdasarkan jangka waktu pemberiannya. Ini juga dibedakan menjadi dua jenis, yaitu mu’abbad dan mu’aqqot.

  • Waqaf mu’abad merupakan pemberian tanpa syarat waktu atau selama-lamanya.
  • Waqaf mu’aqqot adalah harta pemberian untuk jangka waktu tertentu.

Berikutnya, yang ketiga adalah jenis wakaf berdasarkan penggunaan harta yang diberikan. Di sini juga terdapat dua macam, yaitu ubasyir dan mitsistmary.

  • Ubasyir, yaitu penggunaan harta yang dapat memberikan manfaat secara langsung, seperti tanah untuk sekolah, rumah sakit, masjid, dan lain-lain.
  • Mitsistmary, hampir mirip dengan investasi, seperti penanaman modal untuk produksi barang atau jasa yang tidak menyalahi aturan agama. Hasil atau keuntungan dari investasi itulah yang diwakafkan sesuai kehendak pemberinya.

Terakhir, macam-macam wakaf menurut bentuk harta pemberian yang terbagi menjadi tiga, di antaranya:

  • Benda tidak bergerak, contohnya seperti hak penggunaan tanah dan bangunan, tanaman-tanaman di atas lahan pertanian, dan lain sebagainya.
  • Benda bergerak selain uang, berupa benda-benda yang dapat berpindah, seperti kendaraan, atau sesuatu yang bisa habis meski dalam jangka waktu lama, seperti air sumur.
  • Benda bergerak berupa uang, tentu saja ini bisa dalam bentuk tunai atau non-tunai, modal, investasi, dan sejenisnya.

Itulah macam-macam waqaf berdasarkan rumusan yang Hasana.id rangkum dari laman Dompet Dhuafa selaku Lembaga Amil Zakat Nasional. Agar lebih bersemangat mengerjakan amalan ini, ada baiknya jika kamu juga mengetahui manfaat dan keutamaannya.

Keutamaan Wakaf

Waqaf memiliki keutamaan, hikmah, dan manfaat yang bisa dirasakan semua pihak yang terlibat, baik secara langsung maupun di kemudian hari. Berikut ini Hasana.id akan merangkum rumusan tentang keutamaan wakaf dapat memberi manfaat sekaligus hikmah secara umum.

Mendekatkan Diri kepada Allah

Segala bentuk amal dan ibadah bertujuan utama, yakni untuk mendekatkan diri kepada Allah dan meraih rida-Nya. Ketika seseorang memiliki hubungan dekat dengan Sang Pencipta, maka dirinya tidak ingin memiliki kepentingan-kepentingan yang berlawanan dengan kehendak-Nya.

Sebaliknya, dirinya akan selalu berusaha untuk memantaskan diri di hadapan-Nya. Sedangkan memperbanyak sedekah dapat melatih empati dan jiwa sosial, sekaligus menghapus sifat-sifat tercela, seperti kikir, tamak, dan sombong karena harta.

Selain itu, menafkahkan harta di jalan Allah dikiaskan seperti menanam satu benih yang kemudian dapat dikembangkan menjadi tujuh batang berbeda. Masing-masing pohon tersebut mampu menghasilkan seratus buah yang biji-bijinya masih bisa ditanam lagi.

Artinya, ada ganjaran berlipat ganda bagi mereka yang gemar mewakafkan hartanya. Si pemberi mungkin tidak dapat merasakan manfaatnya secara langsung, tetapi ini merupakan investasi akhirat yang menguntungkan.

Pemerataan Kesejahteraan

Pengelolaan yang tepat memperbesar peluang harta dapat menghasilkan keuntungan yang bisa dirasakan banyak pihak. Bukan hanya penerima sedekah, pemberi dan para pengelolanya pun berpeluang mendapatkan manfaat yang sama bernilainya.

Mereka yang punya kelebihan harta dapat berbagi kepada orang lain yang kekurangan. Si kaya memercayakan pengelolaan hartanya kepada mereka yang mampu mengurusnya. Ini berarti harta yang diwakafkan juga bisa jadi sarana terbukanya kesempatan kerja untuk orang lain.

Selanjutnya, pengelolaan yang baik menjadikan harta tersebut dapat digunakan oleh mereka yang benar-benar membutuhkan manfaatnya. Ketimbang timbunan harta diam tak tanpa guna, akan lebih bernilai jika orang lain dapat ikut merasakannya.

Dengan demikian, sedekah jariyah harta benda ini mampu memeratakan kesejahteraan umum dan mengentaskan kemiskinan. Bukan tidak mungkin pengelolaan harta wakaf dapat menjadi tulang punggung perekonomian suatu komunitas tertentu, bahkan negara.

Memajukan Peradaban

Kesejahteraan secara tidak langsung dapat memengaruhi perkembangan hidup. Pembangunan sarana-sarana umum, seperti masjid, sekolah, dan lapangan pekerjaan akan memajukan kehidupan masyarakat, tentunya jika dikelola secara tepat, jujur, dan bermanfaat.

Masjid merupakan tempat ibadah yang juga bisa digunakan sebagai wadah mengkaji ilmu, khususnya agama. Sementara sekolah sebagai institusi pendidikan tersendiri, adalah sarana untuk mencetak para pemikir dan profesional. Sedangkan lapangan kerja tentu bermanfaat di perekonomian masyarakat.

Tiga hal tersebut penting bagi perkembangan masyarakat, nantinya kemajuan peradaban. Ini akan menjadi solusi untuk berbagai permasalahan sosial yang kini dihadapi, apabila seluruh umat Islam menyadari betul potensi wakaf dan sedekah secara umum.

Rukun Wakaf

Setiap jenis amal ibadah selalu disertai dengan anjuran tentang tata cara pelaksanaannya yang benar. Wakaf pun demikian, ia memiliki sejumlah rukun atau pedoman dasar yang hendaknya dipenuhi supaya dapat dinilai sah. Sedikitnya ada lima rukun dalam ibadah yang satu ini, antara lain:

Ikrar

Istilah ikrar di sini disebut dengan shighat. Shighat merupakan pernyataan ikrar atau janji oleh seseorang yang berniat mewakafkan harta miliknya di jalan Allah. Pada tahap pertama ini, waqaf sudah dapat dinyatakan sah apabila si pemilik telah menyatakan kesediaannya untuk mewakafkan hartanya.

Namun, shighat yang lebih lengkap juga harus melibatkan pihak penerima. Artinya, di sini ada proses ijab kabul, yaitu pernyataan pemilik harta menyerahkan pemberian dan jawaban kesanggupan dari pihak penerima.

Pemberian untuk mustahik (penerima) dari khalayak umum dapat dilangsungkan cukup dengan ijab saja. Jika mustahik-nya adalah kelompok tertentu, misalnya orang-orang yang sudah ditetapkan nama-namanya, maka membutuhkan proses ijab kabul.

Pernyataan ijab kabul pada umumnya diucapkan secara lisan atau dengan isyarat apabila tidak memungkinkan. Tapi, guna mengurangi risiko buruk, akan lebih baik jika disertai dengan perjanjian hitam di atas putih yang berkekuatan hukum jelas.

Mewakafkan harta lebih utama dilakukan tanpa syarat dan batas waktu. Syarat yang dimaksud di sini, seperti poin-poin dalam kesepakatan yang bisa membatalkan perjanjian ijab kabul jika terjadi situasi tertentu. Ini sebaiknya tidak dilakukan karena akan menggantung kepastian akad serah terima.

Harta yang Diwakafkan

Tidak sembarang harta boleh diwakafkan. Sebagaimana telah disebutkan sebelumnya, wakaf bisa menjadi haram apabila harta diperoleh dengan cara yang curang atau peruntukannya ditujukan untuk hal-hal yang dilarang agama.

Harta yang akan diwakafkan setidaknya harus sudah memenuhi beberapa ketentuan, yaitu memiliki nilai guna, benda bergerak atau benda tetap yang diperoleh secara halal, diketahui dengan jelas nilainya pada waktu ijab kabul, dan lebih baik jika harta tersebut dimiliki secara sah oleh pihak pemberi.

 

Ada Pihak yang Memberi

Ada sejumlah syarat dan kriteria seseorang yang boleh mewakafkan hartanya di jalan Allah. Pertama, dia haruslah seorang muslim. Kedua, akil dan baligh, yaitu orang yang berakal sehat dan telah dewasa dalam menentukan keputusan sendiri.

Syarat ketiga bagi pihak pemberi adalah dirinya bukanlah seorang hamba sahaya atau budak. Sedangkan yang terakhir adalah si pemberi mewakafkan hartanya dengan senang hati, tanpa ada paksaan atau intimidasi dari pihak lain.

Ada Pihak yang Menerima

Pihak penerima zakat bisa berarti masyarakat secara luas tanpa memandang latar belakang suku, golongan, atau agamanya. Selain itu, bisa juga kelompok-kelompok orang tertentu yang dikehendaki pihak pemberi untuk menerima harta wakafnya.

Peruntukan harta untuk amalan ini tidak terbatas pada hal-hal yang berkaitan dengan akidah Islam, tetapi juga yang bersifat lebih umum. Pihak pemberi boleh mewakafkan tanah untuk membangun masjid, tetapi tidak untuk membangun tempat ibadah agama lain.

Pengelola Wakaf

Banyak ulama tidak memasukkan pengelola waqaf (nadzir) sebagai salah satu rukun. Nadzir bisa juga diartikan secara bahasa yaitu mengelola, menjaga, mengawasi, dan memelihara. Dalam hal ini adalah mereka yang dipercaya mengelola harta yang diwakafkan.

Pihak pemberilah yang menunjuk dan mengangkat orang-orang kepercayaan untuk mengurus hartanya. Para nadzir bertanggung jawab penuh dalam mengoptimalkan pengelolaan harta agar senantiasa dapat memberikan manfaat bagi pihak penerima yang dikehendaki.

Pada waktu akad ijab kabul, pihak pemberi dianjurkan untuk menunjukkan keberadaan nadzir kepada penerima dan para saksi. Mereka ini akan bertugas menjaga kebermanfaatan harta pemberian, tanpa hak sedikit pun untuk memilikinya, kecuali memang dikehendaki oleh pihak pemberi.

Undang-Undang Wakaf

Pemerintah Republik Indonesia merumuskan peraturan khusus mengenai wakaf. Tidak mengherankan, sebab amalan satu ini dapat menjadi salah satu instrumen penting dalam kemajuan perekonomian nasional sekaligus kesejahteraan masyarakat.

Kamu bisa menyimak pembahasan lebih lanjut mengenai rumusan pemerintah tentang amalan satu ini. Semua draf peraturan perundangan dan turunan-turunannya tersebut dapat kamu lihat di situs resmi tiap-tiap departemen terkait. Adapun peraturan-peraturan yang dimaksud adalah sebagai berikut.

  • Undang-undang No. 41 Tahun 2004 tentang Wakaf
  • Peraturan Pemerintah No. 42 Tahun 2006 tentang Wakaf
  • Peraturan BWI No. 1 Tahun 2008 tentang Prosedur Penyusunan Rekomendasi Terhadap Permohonan Penukaran Perubahan Status Harta Benda Wakaf
  • Peraturan BWI (Badan Wakaf Indonesia) No. 2 Tahun 2010 tentang Tata Cara Pendaftaran Nadzir Wakaf Uang
  • Peraturan BWI No. 1 Tahun 2020 tentang Pedoman Pengelolaan dan Pengembangan Harta Benda Wakaf
  • Fatwa Majelis Ulama tentang Wakaf Uang
  • Peraturan Menteri Agama Nomor 73 Tahun 2013 tentang Tata Cara Perwakafan Benda Tidak Bergerak dan Benda Bergerak Selain Uang
  • Peraturan Menteri Agama Nomor 4 Tahun 2009 tentang Administrasi Pendaftaran Wakaf Uang

Nah, itulah sebagian yang dapat Hasana.id sampaikan tentang topik kali ini. Semoga sedikit informasi tentang wakaf ini bisa menambah khasanah keilmuanmu, sekaligus membuatmu makin bersemangat untuk mengerjakan ibadah wakaf.

Referensi:

https://www.rumahfiqih.com/pdf/z.php?id=3

https://islam.nu.or.id/post/read/110014/dalil-pensyariatan-dan-keutamaan-wakaf

Jenis-Jenis Wakaf yang Wajib Diketahui Biar Tidak Keliru!

https://islam.nu.or.id/post/read/110068/lima-hikmah-anjuran-wakaf

5 Hikmah dan Filosofi Wakaf

Wakaf

https://islam.nu.or.id/post/read/71690/hukum-wakaf-dari-non-muslim

http://iaiglobal.or.id/v03/files/modul/usas/ATKES/mobile/index.html#p=286

http://bwikotamalang.com/pengertian-nadzir

Regulasi

LSI:

Macam-macam wakaf

Jenis wakaf

arti wakaf

contoh wakaf

wakaf artinya