Pengertian Khitbah dan Hukumnya, Penting untuk Jomblo yang Akan Menikah

Mendapatkan jodoh yang baik tentunya menjadi keinginan banyak orang. Salah satu yang bisa menyempurnakan jodoh adalah dengan menghalalkannya melalui jalan pernikahan. Namun sebelum itu, disunahkan untuk melakukan khitbah atau lamaran terlebih dahulu.

Apabila kamu tertarik untuk mempelajari seluk beluk khitbah, Hasana.id telah merangkumkannya di artikel ini. Simak baik-baik, ya!

Pengertian Khitbah

Pengertian khitbah atau lamaran adalah suatu cara untuk menunjukkan keinginan laki-laki menikahi perempuan tertentu. Dalam prosesi ini, pihak laki-laki sekaligus memberitahukan hal yang sama kepada wali dari perempuan yang disukainya.

Keinginan itu bisa langsung disampaikan oleh seorang lelaki atau bisa juga lewat wakilnya. Apabila si perempuannya menerima, berarti tahapan lain menuju pernikahan bisa untuk dilanjutkan. Akan tetapi jika ditolak, tahapan pernikahan akan berhenti sampai situ.

Tujuan khitbah adalah memberi peluang bagi calon kedua mempelai untuk mengenal lebih jauh. Hal ini juga merupakan kesempatan untuk saling mengetahui kebiasaan dan perangai masing-masing tetapi masih tetap memperhatikan batasan-batasan yang dibolehkan syariat.

Jika perkenalan dianggap sudah cukup, pertanyaan yang timbul dari satu sama lain sudah terjawab, dan sudah merasa saling cocok, maka keduanya bisa beranjak ke jenjang pernikahan untuk membangun kehidupan bersama.

Jenis Khitbah

Khitbah bisa diutarakan dengan penyampaian yang tegas dan jelas, contohnya seperti, “Saya ingin melamar (si perempuan)”. Ada juga yang diungkapkan secara sindiran, misalnya diungkapkan langsung kepada perempuannya, “Saya melihatmu sepertinya sudah siap menikah.”

Menyampaikan lamaran bisa melalui dua cara, yaitu terang-terangan atau tashrih dan dengan sindirian atau ta’ridh.

Tashrih

Tashrih berarti ungkapan yang jelas dan tegas. Dengan metode ini, lamaran disampaikan secara terang-terangan. Misalnya si lelaki mengatakan, “Saya ingin melamarmu untuk kujadikan sebagai seorang istri.”

Atau jika lamaran ditujukan kepada janda, bisa dengan kalimat, “Kalau masa iddah-mu sudah selesai, aku ingin menikahimu.”

Lamaran dengan metode tashrih ini bisa disampaikan pada seorang wanita yang bebas dari ikatan pernikahan atau kondisi sejenis yang lainnya.

Ta’ridh

Metode melamar secara ta’ridh adalah lamaran disampaikan dengan cara menyindir atau istilahnya kata bersayap. Contoh lamaran berupa sindiran adalah si laki-laki mengatakan hal demikian, “Setelah masa iddah-mu selesai, aku lamar kamu, ya,” atau “Aku lihat-lihat, sepertinya kamu sudah siap menikah.”

Hukum Khitbah

Khitbah diperbolehkan oleh agama karena prosesi ini merupakan tanda telah terjadinya permulaan bagi seorang laki-laki untuk menempuh jalur yang lebih serius, yaitu menikah. Meskipun begitu, sebuah pernikahan sebenarnya tidak disyaratkan harus selalu melewati khitbah terlebih dulu.

Jadi, ketika terjadi akad nikah tapi tanpa lamaran dulu, maka hukumnya tetap sah, itu menurut sebagian besar ulama. Namun ada perbedaan sedikit menurut mazhab As-Syafi’iyah di mana memandang hukum khitbah adalah sunah atau mustahab.

Alasannya adalah karena Rasulullah sebelum menikahi Aisyah dan Hafshah secara sah, beliau mengkhitbah mereka terlebih dahulu. Jika dilihat dari sudut pandang wanita yang dikhitbah, ada hukum yang halal dan juga ada yang haram. Berikut penjelasannya.

Halal

Khitbah yang halah adalah pinangan yang dilakukan kepada wanita yang masih melajang dan perawan. Sekalipun sudah janda, boleh dilakukan asalkan khitbahnya dilakukan setelah selesai masa iddah-nya. Terkait hal ini Allah Swt. berfirman dalam Al-Qur’an Surat Al-Baqarah ayat 235, yang berbunyi:

وَلَا جُنَاحَ عَلَيْكُمْ فِيمَا عَرَّضْتُم بِهِۦ مِنْ خِطْبَةِ ٱلنِّسَآءِ أَوْ أَكْنَنتُمْ فِىٓ أَنفُسِكُمْ ۚ عَلِمَ ٱللَّهُ أَنَّكُمْ سَتَذْكُرُونَهُنَّ وَلَٰكِن لَّا تُوَاعِدُوهُنَّ سِرًّا إِلَّآ أَن تَقُولُوا۟ قَوْلًا مَّعْرُوفًا ۚ وَلَا تَعْزِمُوا۟ عُقْدَةَ ٱلنِّكَاحِ حَتَّىٰ يَبْلُغَ ٱلْكِتَٰبُ أَجَلَهُۥ ۚ وَٱعْلَمُوٓا۟ أَنَّ ٱللَّهَ يَعْلَمُ مَا فِىٓ أَنفُسِكُمْ فَٱحْذَرُوهُ ۚ وَٱعْلَمُوٓا۟ أَنَّ ٱللَّهَ غَفُورٌ حَلِيمٌ

Wa laa junaaḥa ‘alaikum fiimaa ‘arraḍtum bihii min khiṭbatin-nisaa`i au aknantum fii anfusikum, ‘alimallaahu annakum satażkurụnahunna wa laakil laa tuwaa’idụhunna sirran illaa an taqụlụ qaulam ma’rụfaa, wa laa ta’zimụ ‘uqdatan-nikaaḥi ḥattaa yablugal-kitaabu ajalah, wa’lamuu annallaaha ya’lamu maa fii anfusikum faḥżarụh, wa’lamuu annallaaha gafụrun ḥaliim

Artinya:

“Dan tidak ada dosa bagi kamu meminang wanita-wanita itu dengan sindiran atau kamu menyembunyikan (keinginan mengawini mereka) dalam hatimu. Allah mengetahui bahwa kamu akan menyebut-nyebut mereka, dalam pada itu janganlah kamu mengadakan janji kawin dengan mereka secara rahasia, kecuali sekedar mengucapkan (kepada mereka) perkataan yang ma’ruf. Dan janganlah kamu berazam (bertetap hati) untuk beraqad nikah, sebelum habis ‘iddahnya. Dan ketahuilah bahwasanya Allah mengetahui apa yang ada dalam hatimu; maka takutlah kepada-Nya, dan ketahuilah bahwa Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyantun.”

Haram

Melamar seorang wanita rupanya juga bisa dihukumi haram. Seorang laki-laki tidak boleh mengkhitbah wanita yang masih mahramnya sendiri, wanita yang sudah tidak bersuami tetapi masih dalam masa iddah, dan kepada wanita yang masih memiliki suami.

Selain itu, beberapa kondisi lain dari seorang wanita yang tidak boleh dikhitbah adalah yang sudah dikhitbah oleh orang lain. Khitbah juga tidak diperkenankan dilakukan ketika sedang menjalankan ihram.

Orang yang Bisa Dikhitbah

Kepada siapa saja khitbah ditujukan, rupanya juga sudah dijelaskan oleh para ulama. Seseorang yang boleh dilamar adalah gadis dan janda.

Gadis

Apabila yang ingin dilamar adalah seorang yang masih berstatus gadis, maka lamaran ditujukan langsung kepada walinya, yaitu ayah kandung, paman, atau saudara laki-laki kandungnya.

Janda

Berbeda dengan melamar gadis, lamaran yang ditujukan oleh wanita yang sudah janda dan tidak punya wali boleh dinyatakan langsung kepadanya. Selain itu, pihak laki-laki juga bisa menyampaikan lamaran melalui perantara, yakni orang dekat, kerabat, atau yang dipercaya.

Tata Cara Khitbah

Islam memiliki prinsip melamar yang unik. Jika kamu sering mendapati adegan seseorang lelaki melamar wanita di film sambil menyematkan cincin, hal tersebut sangat jauh berbeda dengan melamar sesuai syariat Islam.

Dalam Islam, lamaran bukan diajukan ke wanitanya langsung, melainkan kepada ayah kandung sebagai wali dari si wanita. Sebab, sang ayahlah yang nantinya akan menikahkan apabila lamaran tersebut diterima.

Biasanya, sering dijumpai bahwa dalam melamar, laki-laki akan mengajak orang tuanya. Nantinya, orang tua dari lelaki tersebut yang menyampaikan lamaran kepada orang tua atau wali yang perempuan.

Apabila dalam pernikahan disunahkan untuk diumumkan, berbeda halnya dengan sunah khitbah yang lebih baik dilakukan secara tertutup atau terbatas. Hal ini dikarenakan khitbah belum merupakan kepastian dari pernikahan.

Setelah melamar, bisa jadi lamaran tersebut diterima atau ditolak. Atau mungkin ada beberapa kasus lamaran tersebut bisa diterima setelah beberapa waktu berlalu.

Jika proses lamaran terlanjur diumumkan, tapi ternyata tidak jadi menikah, tentu saja akan jadi berita yang buruk dan sia-sia. Berbeda halnya jika sudah sampai kepada akad nikah di mana sunahnya memang diumumkan.

Perbedaan Khitbah dengan Tunangan

Dalam bahasa Indonesia, makna khitbah ada bermacam-macam, di antaranya adalah melamar atau meminang. Tak jarang, ada pula yang mengartikannya dengan pertunangan.

Namun, jika dicerna lagi, ternyata ada perbedaan yang mendasar antara khitbah dan pertunangan. Perbedaan ini terletak pada langkahnya.

Dalam khitbah, pihak laki-laki akan mengajukan lamaran atau pinangan kepada pihak perempuan. Akan tetapi, apa yang dilakukan pihak laki-laki tidak langsung berlaku. Karena, pihak perempuan bisa saja tidak menerimanya.

Bisa saja dari pihak wanita akan meminta waktu untuk memikirkannya dan menimbang-nimbang permintaan tersebut.

Jika khitbah tersebut diterima, maka wanita tersebut akan menyandang makhtubah. Makhtubah adalah status wanita yang sudah dilamar, dipinang, atau bisa juga disebut dengan wanita yang sudah dipertunangkan.

Namun, jika khitbah tidak diterima, misalnya ditolak secara halus atau tidak kunjung dijawab sampai waktu yang telah disepakati dan statusnya menjadi menggantung, maka si wanita tidak bisa dikatakan sebagai seseorang yang sudah dilamar. Dalam situasi ini, pertunangan belumlah terjadi.

Proses Khitbah

Supaya kamu lebih mengetahui perbedaan khitbah dengan pertunangan yang sering kamu jumpai, mari simak informasi mengenai proses khitbah berikut.

Khitbah sejatinya bukanlah pekerjaan satu pihak saja, melainkan sebuah kesepakatan antara dua pihak. Untuk bisa sampai pada kesepakatan tersebut, khitbah memiliki tahapan yang terdiri dari beberapa proses. Berikut penjabarannya.

Pengajuan

Sebelum khitbah dilaksanakan dan statusnya ditetapkan, langkah awal adalah pengajuan lamaran yang dilakukan oleh calon mempelai pria. Hal yang paling utama untuk pengajuan khitbah adalah keinginan di laki-laki untuk menikahi calon istri.

Saling Bertukar Informasi

Perlu diketahui bahwa khitbah bukan hanya menyampaikan keinginan untuk menikahi seorang wanita, melainkan juga untuk saling bertukar informasi. Pengajuan ini bisa digambarkan sebagai sebuah pengajuan proposal di mana di dalamnya terdapat penjelasan yang rinci dan spesifik.

Semua informasi akan berguna bagi wali sebagai bahan untuk membuat keputusan. Tentu saja melalui proses menimbang informasi yang ada.

Biasanya yang termasuk ke dalam spesifikasi tersebut adalah pemberian nilai mahar, tempat tinggal, nilai nafkah, dan berbagai pemberian lainnya. Tak terkecuali juga informasi mengenai rincian hak dan kewajiban yang akan disepakati oleh kedua belah pihak.

Tak hanya untuk pihak calon mempelai wanita, calon mempelai pria juga berhak mendapatkan informasi yang dibutuhkan mengenai calon istrinya, baik terkait dengan kondisi fisik maupun keadaan yang lain.

Apabila calon istri memiliki kondisi tertentu, misalkan kondisi kesehatan, cacat, aib, atau beberapa hal lain yang sekiranya dapat mengganggu keharmonisan rumah tangga, maka pihak wali harus terbuka dan kooperatif, jangan sampai menipu.

Pertukaran informasi ini sangat penting, terutama untuk ke tahapan yang lebih lanjut.

Jawaban

Pengajuan sebuah lamaran belum sah untuk dijadikan sebagai ketetapan hukum. Pinangan dari pihak laki-laki butuh jawaban dari wali dari pihak perempuan, apakah itu diterima atau tidak. Pun jawabannya, tidak harus diberitahukan langsung.

Pihak wali perempuan diperkenankan meminta waktu tertentu untuk memberikan jawaban. Oleh karenanya, tidak menutup kemungkinan bagi wali perempuan untuk pengajuan khitbah dari pihak lain sebelum jawaban diputuskan.

Meskipun begitu, wali memiliki kewajiban untuk memberikan jawaban sesuai dengan tempo yang telah disepakati oleh kedua belah pihak.

Jawaban ini bisa berupa pesetujuan dan penerimaan secara bulat, tetapi dalam prosesnya bisa jadi berupa penerimaan syarat. Dalam artian, pinangan bisa diterima jika pihak calon mempelai pria bisa memenuhi syarat-syarat yang telah diajukan oleh wali dari calon mempelai wanita.

Pembatalan

Khitbah yang sudah dilakukan, yaitu sudah diterima oleh pihak perempuan bisa dibatalkan, tentu saja dengan alasan yang dapat diterima. Salah satu contohnya apabila tidak ada kesesuaian informasi yang sudah diberikan dengan fakta yang ada.

Dengan begitu, baik pihak laki-laki maupun perempuan berhak untuk membatalkan khitbah, baik dilakukan sepihak maupun atas kesepakatan dengan bermusyawarah.

Adab Khitbah

Melamar seorang wanita memang disunahkan. Meskipun begitu, tetap tidak boleh sembarangan dilakukan.

Ada sejumlah aturan dalam syariat Islam yang mesti dipatuhi terkait kegiatan melamar ini. Terdapat beberapa ayat dan hadis sahih dari sebagian ulama yang menerangkan mengenai adab dalam meminang dan selama pinangan itu terjalin. Berikut ini informasi lengkapnya.

Melihat Calon

Melihat calon pasangan memang disunahkan, tapi tetap ada batasan yang berlaku. Calon mempelai laki-laki hanya diperbolehkan melihat wajah dan kedua tangan hingga pergelangan tangannya saja. Sebab, wajah dan pergelangan tangan tidak termasuk aurat.

Sedangkan selain dua bagian tubuh itu merupakan aurat bagi wanita, sehingga calon suami belum diperbolehkan untuk melihatnya. Walau bagaimanapun, status keduanya belum 100 persen halal karena akad nikah belum terlaksana.

Tidak Bersentuhan dan Berduaan

Lamaran bukan berarti kedua pihak mendapatkan jalan untuk melakukan hal-hal yang hanya boleh dilakukan ketika sudah menikah. Selama akad nikah belum dilangsungkan, keduanya masih harus menjaga diri karena masih bukan mahram.

Dengan begitu, bersentuhan atau berduaan tetap dilarang. Kebanyakan ulama mengharamkan laki-laki dan perempuan bersentuhan kulit (yang bukan mahram). Walaupun itu untuk meminang seorang perempuan.

Meskipun disunahkan untuk melihat calon istri, tetapi dalam praktiknya tetap tidak boleh dilakukan hanya berduaan saja. Biasanya melihat si perempuan dilakukan ketika prosesi khitbah dilakukan dan disaksikan oleh keluarga dari kedua belah pihak, sebab si wanita belumlah halal karena belum diperistri.

Hal demikian telah dijelaskan dari hadis berikut:

عَنِ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ: لَا يَخْلُوَنَّ رَجُلٌ بِامْرَأَةٍ إِلَّا كَانَ ثَالِثَهُمَا الشَّيْطَانُ

‘aninnabiyyi shallallahu ‘alaihi wasallam qaala: laa yakhlunna rajulun bimra atin illaa kaana tsaa litsahumssyaithaan

Artinya:

“Tidaklah seorang laki-laki berduaan dengan seorang perempuan, karena yang ketiganya adalah setan.” (HR. At-Tirmizy)

Dilarang Melamar Wanita yang Sudah Dikhitbah

Walaupun masih berstatus calon istri orang lain, tetapi menikung atau menyerobot itu tidak boleh. Hal tersebut juga termaktub dalam hadis yang sahih. Salah satu dalil khitbah tentang larangan ini, yaitu:

لَا يَخْطُبُ الرَّجُلُ عَلَى خِطْبَةِ أَخِيهِ وَلَا يَسُومُ عَلَى سَوْمِ أَخِيهِ

laa yakhthuburrajulu ‘alaa khithbati akhiihi walaa yasuumu ‘alaa saumi akhiihi

Artinya:

“Janganlah meminang wanita yang telah dipinang saudaranya, dan janganlah menawar barang yang telah ditawar saudaranya” ( HR. Muslim)

Hadis ini menjelaskan pelarangan yang mutlak terhadap melamar seseorang yang telah dikhitbah sebelumnya oleh orang lain. Namun, beberapa ulama berpendapat bahwa pinangan yang tidak boleh dilakukan adalah pinangan yang sudah mendapatkan jawaban setuju dari pihak perempuan.

Sedangkan jika pinangan tersebut belum mendapatkan persetujuan, maka tidak termasuk dalam larangan ini. Artinya, orang lain boleh datang untuk melamarnya.

Lebih jelasnya, seorang laki-laki boleh melamar wanita yang sudah dilamar apabila orang pertama yang melamar mengizinkan. Hal ini dapat dilakukan selama masa khitbahnya atau jika ia membatalkan lamarannya.

Berbicara mengenai pembatalan, hal ini boleh dilakukan dengan tidak ada konsekuensi yang ditanggung, baik oleh lelaki ataupun perempuan. Namun, pembatalan hendaknya dilakukan berdasarkan alasan syar’i atau masuk akal. Khitbah tidaklah diperkenankan untuk dijadikan sebagai bahan permainan.

Bagi pihak perempuan, hendaknya tidak membiarkan calonnya menunggu jawaban terlalu lama. Hal ini dikhawatirkan membuat si wanita bisa saja tertarik kepada orang lain padahal status khitbahnya masih menggantung. Untuk itu, batas waktu khitbah ke nikah dianggap lebih cepat lebih baik.

Dari pembahasan khibah ini bisa disimpulkan bahwa melamar seseorang adalah sunah. Akan tetapi, bukan berarti hubungan si laki-laki dan perempuan sudah halal karena akad nikah belum dilaksanakan.

Dalam melamar pun juga ada aturannya sehingga tidak bisa dilakukan sembarangan. Semoga artikel ini membuatmu memahami esensi khitbah beserta pelaksanaannya yang sesuai dengan syariat Islam.

https://islam.nu.or.id/post/read/123252/hikmah-dan-konsekuensi-khitbah-atau-lamaran-dalam-fiqih-perkawinan

https://www.rumahfiqih.com/konsultasi-1735-cara-melamar-calon-istri-yang-islami.html

https://www.rumahfiqih.com/pdf/w.php?id=95