Saat bulan Ramadhan tiba, setiap umat muslim tentu akan menyambut bulan istimewa ini dengan penuh antusias. Bahkan, ketika bulan Ramadhan, banyak umat muslim yang berlomba-lomba untuk mendapat banyak pahala. Mulai dari menjalankan salat tarawih berjamaah hingga melakukan itikaf di masjid.
Kendati itikaf sudah menjadi salah satu tradisi yang biasa dilakukan oleh umat muslim saat bulan Ramadhan tiba, ternyata masih banyak orang yang belum memahami perihal apa itu itikaf dan tata cara beritikaf yang sesuai dengan ajaran agama Islam.
Namun, kamu tidak khawatir karena kali ini Hasana.id akan mengupas tuntas perihal itikaf dan hal-hal terkait itikaf yang membantumu agar bisa beritikaf dengan benar dan mendapatkan kebaikan dari Allah Swt.
Definisi Itikaf
Mungkin banyak orang yang mengasumsikan itikaf sebagai salah satu kegiatan berdiam diri di dalam masjid saat bulan Ramadhan tiba. Namun, rupanya arti itikaf sendiri tidak demikian.
Arti Secara Etimologi
Dilansir dari laman milik Nahdlatul Ulama, secara etimologi itikaf sendiri berarti berdiam diri di dalam masjid dengan niat. Selain itu, tujuan dari dilakukannya itikaf bukan semata-mata hanya untuk berdiam diri saja tetapi untuk beribadah kepada Allah Swt.
Tidak heran jika banyak orang yang membaca Al-Quran, berzikir, memohon ampun hingga memperbanyak salat sunah saat beritikaf.
Tidak heran jika sebagian orang juga mengartikan itikaf sebagai salah satu kegiatan beribadah dengan cara berdiam diri di dalam masjid dengan tujuan untuk lebih mendekatkan diri kepada Allah Swt.
Penjelasan Imam An-Nawawi
Hal ini juga dijelaskan oleh Imam An-Nawawi dalam kitabnya yang berjudul Al-Majmu’ ala Syarh Al-Muhadzah yang berbunyi:
قال الشافعي والأصحاب فالأولى للمعتكف الاشتغال بالطاعات من صلاة وتسبيح وذكر وقراءة واشتغال بعلم تعلما وتعليما ومطالعة وكتابة ونحو ذلك ولا كراهة في شئ من ذلك ولا يقال هو خلاف الأولى هذا مذهبنا وبه قال جماعة منهم عطاء والأوزاعي وسعيد بن عبد العزيز
Artinya:
“Imam Syafi’i dan ashab (para pengikutnya) berkata, ‘Hal yang utama bagi orang yang beritikaf adalah menyibukkan diri dengan ketaatan dengan melaksanakan shalat, bertasbih, berdzikir, membaca Al-Qur’an, dan menyibukkan diri bersama ilmu dengan cara belajar, mengajar, membaca, dan menulis serta hal-hal sejenisnya. Tidak dihukumi makruh dalam melaksanakan satu pun dari hal-hal di atas, dan tidak bisa disebut sebagai menyalahi hal yang utama (khilaf al-aula). Ketentuan ini merupakan pijakan mazhab kita (mazhab Syafi’i), dan pendapat ini diikuti oleh golongan ulama, seperti Imam ‘Atha, al-Auza’i, Sa’id bin Abdul Aziz” (Syekh Yahya bin Syaraf an-Nawawi, al-Majmu’ ala Syarh al-Muhadzab, juz 6, hal. 528).
Biasanya, itikaf ini dilaksanakan atau dijalankan pada 10 hari terakhir di bulan Ramadhan. Kendati demikian, ternyata beritikaf tidak hanya bisa dilakukan pada malam hari saja. Kamu bisa beritikaf setiap saat asalkan tidak saat memasuki waktu yang diharamkan untuk mendirikan salat.
Namun, memang waktu yang paling utama untuk beritikaf adalah saat bulan Ramadhan. Salah satu keutamaan beritikaf di bulan Ramadhan adalah untuk mendapatkan keutamaan saat malam Lailatul Qadar yang jatuh di salah satu hari terakhir dalam 10 hari terakhir bulan Ramadhan.
Apalagi tidak ada yang tahu kapan waktu Lailatul Qadar akan datang. Tidak heran jika selama 10 hari terkahir banyak umat muslim yang memperbanyak ibadah hanya untuk mendapatkan keberkahan dan keutamaan dari malam Lailatul Qadar yang dirahasiakan oleh Allah Swt.
Tempat untuk Beritikaf
Untuk tempat melaksanakannya, dianjurkan untuk beritikaf adalah di masjid. Sedangkan Nabi Muhammad saw. dulunya beritikaf di masjidnya sendiri, masjid Nabawi yang berada di kota Madinah. Pelaksanaan itikaf di dalam masjid juga terdapat dalam QS Al-Baqarah ayat 187 yang berbunyi:
وَأنتُم عَاكِفُونَ فِي المَسَاجِدِ
waʾantum ʿākifūna fī al-masājidi
Artinya:
“Sedangkan kamu beritikaf dalam masjid.” (QS Al Baqarah 2: 187)
Lebih lanjut, tempat pelaksanaan itikaf juga menimbulkan sejumlah perdebatan. Sebagian kelompok menyatakan bahwa itikaf hanya boleh dilakukan di tiga masjid saja, yakni masjid Nabawi di kota Madinah, Masjidil Haram di kota Mekah dan masjidil Aqsha yang ada di Palestina.
Pendapat satu ini rupanya berdasarkan pada salah satu hadis yang menyatakan larangan pemberangkatan kendaraan kecuali menuju ketiga masjid yang telah disebutkan sebelumnya.
Sedangkan sebagian kelompok menyebutkan jika itikaf wajib dilakukan di masjid Jami’. Masjid Jami’ sendiri merupakan sebutan untuk masjid yang biasa digunakan untuk melaksanakan salat 5 waktu secara berjamaah.
Hal ini bisa dikatakan benar adanya jika dikaitkan dengan Nabi Muhammad saw. yang selalu beritikaf di masjid Nabawi yang kerap digunakan untuk menggelar ibadah salat Jumat secara berjamaah.
Namun, Nahdlatul Ulama memiliki pendapat lain terkait dengan QS Al-Baqarah di atas. Dari ayat QS Al-Baqarah ayat 187 bisa diartikan jika itikaf dapat dilakukan di dalam masjid Jami’ atau pun tempat ibadah lainnya yang digunakan secara umum.
Misalnya saja di mushola atau saung-saung yang memang digunakan untuk beribadah secara berjamaah.
Hukum Beritikaf
itikaf sendiri merupakan salah satu ibadah yang termasuk ke dalam kelompok ibadah sunah. Artinya, jika kita mengerjakannya akan mendapat pahala. Tetapi, jika tidak mengerjakan tidak akan berdosa.
Namun, hukum itikaf dapat berubah menjadi wajib jika kamu melakukan itikaf untuk menunaikan nazar. Seperti yang sudah disabdakan oleh Nabi Muhammad saw.:
مَن نَذَرَ أن يُطِيعَ اللهَ فَليُطِيعُهُ
man nadzara an yuthī’allahs fayuthiī’uhu
Artinya:
“Siapapun yang telah bernazar akan berbuat taat kepada Allah, maka laksanakanlah nazar tersebut.” (HR. Bukhari)
Dan hukumnya akan menjadi haram jika dilakukan oleh seorang istri yang tidak mendapatkan izin dari suaminya untuk beritikaf.
Selain itu, hukum itikaf bagi seorang istri juga menjadi makruh walaupun ia sudah diberikan izin oleh suaminya. Kondisi yang demikian dapat terjadi saat istri melakukan perbuatan yang dapat menimbulkan fitnah.
Rukun Itikaf
Sama seperti ibadah sunah dan wajib dalam Islam, itikaf juga memiliki rukun tersendiri. Berikut rukun-rukun yang terdapat dalam itikaf:
1. Niat
Saat kamu hendak beritikaf jangan lupa untuk mengucapkan niat atau tujuan dari beritikaf itu sendiri. Misalnya saja untuk melaksanakan ibadah sunah di bulan Ramadan atau beritikaf sebagai salah satu bentuk memenuhi nazar yang pernah terucap.
2. Berdiam diri di Masjid
Lama waktunya sekurang-kurangnya selama tuma’ninah ketika salat.
3. Masjid
itikaf harus dilaksanakan di masjid yang digunakan oleh umat muslim untuk beribadah secara berjamaah. Namun, jika tidak ada masjid, bisa juga menggunakan mushola atau pun saung yang memang digunakan untuk mendirikan ibadah secara berjamaah.
4. Orang yang Beritikaf
Itikaf tidak akan berjalan tanpa adanya umat muslim yang menjalaninya.
Syarat untuk Beritikaf
Adapun syarat-syarat untuk memenuhi itikaf adalah sebagai berikut:
- Beragama Islam
- Berakal sehat
- Bebas dari hadas besar
Macam-Macam Itikaf
Jika di atas telah dibahas mengenai definisi hingga syarat dalam beritikaf, kali ini Hasana.id juga ingin memberitahu bahwa itikaf juga terdiri dari beberapa macam. Perbedaan antara itikaf yang satu dengan yang lain terletak pada lama waktu dari itikaf yang dikerjakan. Adapun macam-macam itikaf adalah:
Itikaf Mutlak
Ada salah satu hal yang harus diperhatikan oleh orang yang melakukan itikaf mutlak tapi meninggalkan masjid untuk sementara waktu.
Apalagi jika saat keluar dari masjid tersebut ia juga tidak bermaksud untuk kembali lagi untuk beritikaf di masjid tetapi pada akhirnya ia kembali. Maka orang tersebut harus melafalkan niat untuk beritikaf lagi.
Dan itikaf setelah ia kembali akan dihitung sebagai itikaf yang baru. Namun, berbeda lagi jika orang tersebut berniat kembali lagi ke masjid saat keluar dari masjid. Maka saat ia kembali ke masjid, itikafnya akan dihitung sebagai itikaf lanjutan dari itikaf selanjutnya.
Walaupun masjid yang ia datangi setelah keluar merupakan masjid yang berbeda dari masjid di mana orang tersebut mengawali itikafnya. Orang tersebut juga tidak diwajibkan untuk melafalkan niat itikaf baru.
Berikut ini niat dari itikaf mutlak yang bisa kamu ikuti:
نَوَيتُ أَن أَعتَكِفَ فِي هَذَا المَسجِدِ للهِ تَعَالَى
nawaitu an aʿtakifa fī hadzālmasjidillāhi taʿāla
Artinya:
“Aku berniat itikaf di masjid ini karena Allah.”
Itikaf Terikat Waktu
Ada juga itikaf yang terikat waktu. Biasanya, umat muslim yang melakukan itikaf ini memiliki durasi waktu yang telah ditetapkan untuk menjalankan itikaf. Misalnya saja beritikaf di bulan Ramadhan selama sebulan penuh.
Jenis itikaf ini memiliki niat yang berbunyi:
نَوَيتُ أَن أَعتَكِفَ فِي هَذَا المَسجِدِ شَهرًا مُتَتَابِعًا
nawaitu an aʿtakifa fī hadzālmasji syahran mutatābi’an
Artinya:
“Aku berniat itikaf di masjid ini selama satu bulan berturut-turut karena Allah.”
Namun, jika orang tersebut tidak menetapkan lamanya waktu untuk melakukan itikaf, maka itikaf yang dijalani tergolong ke dalam itikaf terikat waktu tetapi tidak terus menerus.
Misalnya saja menjalani itikaf selama semalam saja atau satu hari saja. Niat itikaf terikat waktu tetapi kita melakukannya tidak terus-menerus bisa dibaca seperti di bawah ini:
نَوَيتُ أَن أَعتَكِفَ فِي هَذَا المَسجِدِ يَومًا/لَيلًا كَامِلًا/شَهرًا لِلهِ تَعَالَى
nawaitu an a’takifa fī hadzālmasjidi yauman/lailan kāmilan/syahran lillāhita’āla
Artinya:
“Aku berniat itikaf di masjid ini selama satu hari/ satu malam penuh/ satu bulan karena Allah.”
Itikaf Memenuhi Nazar
Jenis itikaf lainnya adalah itikaf yang dilaksanakan untuk memenuhi nazar. Jenis itikaf satu ini merupakan wajib dan harus dilakukan. Apabila ditinggalkan, maka akan menimbulkan dosa.
Bunyi niat dari itikaf untuk memenuhi nazar adalah:
نَوَيتُ أَن أَعتَكِفَ فِي هَذَا المَسجِدِ فَرضًا للهِ تَعَالَى
nawaitu an a’takifa fī hadzālmasjidi fardzan lillahi ta’āla
Artinya:
“Aku berniat itikaf di masjid ini fardhu karena Allah.”
Atau kamu juga bisa berniat dengan membaca,
نَوَيتُ أَن أَعتَكِفَ فِي هَذَا المَسجِدِ شَهرًا مُتَتَابِعًا فَرضًا للهِ تَعَالَى
nawaitu an a’takifa fī hadzālmasjidi syahran mutatābi’an fardzan lillāhi ta’āla
Artinya:
“Aku berniat itikaf di masjid ini selama satu bulan berturut-turut fardhu karena Allah.”
Keutamaan Itikaf
Seperti yang diketahui, itikaf paling banyak dilakukan oleh umat muslim pada 10 hari terakhir yang ada di bulan Ramadhan. Hal tersebut ternyata berkaitan dengan keutamaan yang akan didapatkan. Adapun keutamaan dari menjalani itikaf adalah:
- Mendapat keberkahan Lailatul Qadar
- Mendekatkan diri kepada Allah
- Menjadi lebih taat kepada Allah
- Menenangkan batin
- Mendatangkan beragam kebaikan dan keberkahan dari Allah
- Terbebas dari dosa-dosa yang dilakukan (Hal ini terjadi jika orang tersebut beritikaf bertepatan dengan datangnya malam Lailatul Qadar di mana Allah Swt. akan mengampuni dosa-dosanya)
Adab Itikaf Menurut Imam Al-Ghazali
Bagi kamu yang masih belum memahami apa saja adab yang disarankan saat sedang beritikaf, tidak ada salahnya untuk memperhatikan hal-hal berikut.
Informasi di bawah ini bisa dijadikan pedoman untuk beritikaf. Tulisan yang ada di bawah ini tertuang dalam kibat Imam Al-Ghazali yang berjudul Al-Adab fid Din. Berikut ini kutipan dari kitab tersebut:
آداب الاعتكاف: دوام الذكر، وجمع الهم، وترك الحديث، ولزوم الموضع، وترك التنقلات، وحبس النفس عن مرادها، ومنعها في محابها، وجبرها على طاعة الله عز وجل.
Artinya:
“Adab itikaf, yakni: terus menerus berdzikir, penuh konsentrasi, tidak bercakap-cakap, selalu berada di tempat, tidak berpindah-pindah tempat, menahan keinginan nafsu, menahan diri dari kecenderungan menuruti nafsu dan menaati Allah azza wa jalla.
Berikut sejumlah adab beritikaf yang telah dirangkum oleh Hasana.id:
Terus Menerus Berzikir
Salah satu adab yang tercantum dalam kitab buatan Imam Al-Ghazali dalam beritikaf adalah memperbanyak zikir.
Kamu bisa membaca kalimat thayyibah, tasbih, istighfar, syukur dan juga kalimat lain yang bertujuan untuk mengingat dan mendekatkan diri kepada Allah Swt. Selain itu, adab itikaf satu ini harus dilakukan secara terus-menerus.
Penuh Konsentrasi
Selanjutnya, kamu yang berniat untuk beritikaf juga diminta untuk melakukan itikaf atau pun kegiatan di dalamnya dengan penuh konsentrasi.
Saat berzikir dengan penuh konsentrasi akan membuatmu lebih fokus dalam beribadah dan hanya mengingat Allah Swt. saja. Apalagi saat sedang fokus, doa-doa yang dilafalkan pun akan lebih masuk ke dalam hati dan membawa keberkahan.
Tidak Bercakap-Cakap
Adab lain yang juga harus diperhatikan adalah tidak banyak bercakap-cakap atau mengobrol dengan orang lain. Selain mengganggu orang lain yang sedang beritikaf, hal ini juga dapat membuatmu tidak fokus dalam menjalankan ibadah.
Maka dari itu, sangat dianjurkan untuk memilih tempat yang sekiranya sepi agar tidak banyak mengobrol dengan orang lain.
Selalu Berada di Tempat Itikaf
Seperti yang telah diketahui, tempat yang diwajibkan untuk beritikaf adalah di dalam masjid. Kendati demikian, ternyata salah satu adab untuk beritikaf adalah selalu berada di tempatmu pertama kali memulai itikaf.
Misalnya saja kamu memilih untuk beritikaf di sudut belakang masjid, maka beritikaflah tetap di bagian sudut belakang tersebut.
Namun, jika terpaksa harus meninggalkan dan keluar dari itikaf dan berniat untuk kembali beritikaf sesudahnya, maka diperbolehkan. Misalnya saja keluar untuk melakukan hal-hal yang tidak dapat ditunda seperti buang hajat.
Tidak Berpindah-Pindah Tempat Itikaf
Selain harus berada di tempat itikaf, kamu juga harus tetap berada di tempat yang telah dipilih sampai menyelesaikan itikaf. Hal ini dilakukan agar itikaf yang sedang dijalankan dapat terlaksana dengan optimal dan tidak sia-sia.
Menahan Hawa Nafsu
Adab lainnya yang juga disebutkan oleh Imam Al-Ghazali adalah menahan hawa nafsu. Hal ini tentu dimaksudkan agar kamu dapat beritikaf dengan fokus dan tidak memikirkan hal-hal lain.
Misalnya saja merasa lapar dan langsung dibayang-bayangi oleh menu makanan yang ingin dimakan hingga memikirkan rencana aktivitas selanjutnya setelah beritikaf.
Apalagi, tidak sedikit pula yang kerap tergesa-gesa untuk segera menyelesaikan itikaf yang akhirnya justru membuat tidak fokus. Hal tersebut akhirnya juga membuat ibadah itikaf yang kamu jalani akan sia-sia dan kurang beritikaf.
Menahan Diri
Kamu yang tengah menjalani itikaf juga diminta untuk lebih bisa menahan diri dan tidak menuruti hawa nafsu begitu saja. Seperti yang telah diketahui, setan akan terus-menerus menggoda umat Islam yang tengah beribadah. Godaan setan ini pun beragam.
Salah satunya adalah memecah konsentrasi saat beribadah dan membuatmu berpikiran hal-hal lain di luar konteks ibadah yang sedang dijalankan. Tidak jarang pula godaan ini berupa rasa ingin segera mengakhiri itikaf karena sudah merasa lelah atau mengantuk.
Taat kepada Allah Swt.
Imam Al-Ghazali juga menyebutkan adab lain bagi kamu yang tengah beritikaf, yakni harus taat kepada Allah Swt. Taat kepada Allah Swt. ini dimaksudkan agar selama beritikaf tidak melakukan perbuatan yang dilarang oleh Allah Swt. Misalnya saja meninggalkan ibadah wajib hanya untuk beritikaf.
Hal tersebut sangat dilarang apalagi mengingat itikaf hanyalah ibadah sunah. Maka dari itu, alangkah lebih baik untuk menyelesaikan ibadah wajib terlebih dahulu sebelum memutuskan untuk beritikaf. Apalagi ibadah wajib yang ditinggalkan akan memberikan dosa.
Hukum Melaksanakan Itikaf di Rumah
Sebelumnya telah dibahas bahwa tempat yang dianjurkan untuk melaksanakan itikaf adalah di masjid atau tempat peribadatan umat Islam yang biasa digunakan secara umum.
Namun, di musim pandemic seperti sekarang membuat pemerintah mengeluarkan aturan tentang pembatasan jumlah orang yang boleh masuk dan beribadah di dalam masjid.
Tidak hanya itu, masyarakat juga diminta untuk lebih banyak melakukan aktivitas di dalam rumah demi mencegah penyebaran virus Covid-19.
Rupanya, hal tersebut membuat banyak orang bertanya-tanya tentang hukum beritikaf di rumah. Dilansir dari laman milik Nahdlatul Ulama, beribadah di rumah lebih dianjurkan daripada di masjid saat musim pandemi ini.
Kendati beribadah di masjid secara beribadah lebih mulia dan mendapatkan pahala berlimpah tetapi di musim pandemi ini beribadah secara berjamaah di tempat umum justru menyebabkan banyak kerugian.
Maka dari itu, beritikaf di dalam rumah sangat dianjurkan. Kamu dapat menjalankan itikaf di salah satu ruang yang khusus digunakan untuk salat. Lalu bagaimana menjalankan itikaf di dalam rumah?
Hadis tentang Itikaf di Rumah
Hukumnya tetap sah dan diperbolehkan. Pembahasan mengenai masalah ini juga diterangkan dalam salah satu hadis.
وقال أبو حنيفة: يصح اعتكاف المرأة في مسجد بيتها وهو الموضع المهيأ من بيتها لصلاتها، قال: ولا يجوز للرجل في مسجد بيته، وكمذهب أبي حنيفة قول قديم للشافعي ضعيف عند أصحابه، وجوزه بعض أصحاب مالك وبعض أصحاب الشافعي للمرأة والرجل في مسجد بيتهما
Artinya:
“Imam Abu Hanifah berkata: ‘Sah bagi wanita untuk beritikaf di masjid rumahnya, maksudnya adalah ruangan di rumahnya yang diperuntukkan untuk shalat, dan tidak boleh bagi laki-laki untuk itikaf di masjid rumahnya. Senada dengan Abu Hanifah yakni Qaul Qadim Imam as-Syafi’i, meskipun dianggap pendapat yang lemah menurut para ashab. Sebagian ulama mazhab maliki dan ulama mazhab syafi’i memperbolehkan beritikaf di masjid rumah bagi laki-laki dan perempuan” (Syekh Yahya bin Syaraf an-Nawawi, Syarah Shahih Muslim li an-Nawawi, juz 3, Hal. 3)
Penjelasan Imam Ar-Rafi’i tentang Perempuan Itikaf di Rumah
Terutama bagi kaum wanita yang memang dianjurkan untuk mengerjakan itikaf di rumah seperti yang telah disampaikan oleh Imam Ar-Rafi’i seperti berikut:
ولو اعتكفت المرأة في مسجد بيتها وهو المعتزل المهيأ للصلاة هل يصح فيه قولان (الجديد) وبه قال مالك وأحمد لا لان ذلك الموضع ليس بمسجد في الحقيقة فأشبه سائر المواضع ويدل عليه ان نساء النبي صلى الله عليه وسلم كن يعتكفن في المسجد ولو جاز اعتكافهن في البيوت لاشبه ان يلازمنها (والقديم) وبه قال ابو حنيفة نعم لانه مكان صلاتها كما ان المسجد مكان صلاة الرجل وعلي هذا ففى جواز الاعتكاف فيه للرجل وجهان وهو اولي بالمنع ووجه الجواز ان نفل الرجل في البيت افضل والاعتكاف ملحق بالنوافل
Artinya:
“Wanita melaksanakan itikaf di masjid rumahnya, maksudnya adalah ruangan tempat menyendiri (di rumah) yang diperuntukkan untuk shalat, apakah hal tersebut sah? Dalam permasalahan ini terdapat dua pendapat . Qaul jadid (pendapat baru Imam Syafi’i), Imam Malik dan Imam Ahmad berpandangan tidak sah, sebab tempat tersebut bukanlah masjid secara hakiki, karena tak ubahnya seperti tempat-tempat lainnya. Pendapat ini juga didasari dalil bahwa para istri Rasulullah melaksanakan itikaf di masjid. Kalau saja boleh beritikaf di rumah, niscaya mereka menetapkannya.”
Hal-Hal yang Membatalkan Itikaf
Selain beberapa hal di atas, kamu juga harus mengetahui apa saja yang dapat membatalkan itikaf. Sebagai tambahan informasi, hal-hal yang dapat membatalkan itikaf berikut bisa langsung membatalkan itikaf walaupun hanya melakukan salah satu poin saja. Adapun hal-hal yang membatalkan itikaf adalah:
- Murtad
- Berhubungan suami-istri
- Mengeluarkan sperma
- Keluar tanpa alasan
- Dalam masa nifas
- Keluar untuk memenuhi kewajiban yang bisa ditunda
- Mengalami haid
- Mabuk dengan sengaja
- Keluar dengan alasan hingga beberapa kali
Setelah membaca informasi tentang itikaf yang telah dirangkum oleh Hasana.id di atas, semoga kamu dapat menjalani itikaf di bulan Ramadhan dengan baik dan diberkahi oleh Allah Swt.
Jangan lupa pula untuk membaca niat itikaf yang sesuai dengan jenis itikaf yang dipilih. Perhatikan pula untuk selalu menghindari hal-hal yang dapat membatalkan itikaf.
Source:
https://islam.nu.or.id/post/read/105864/tata-cara-itikaf-dan-keutamaannya-di-bulan-ramadhan-
https://islam.nu.or.id/post/read/13927/fasal-tentang-i039tikaf
https://islam.nu.or.id/post/read/13927/fasal-tentang-i039tikaf
https://islam.nu.or.id/post/read/106362/ini-lafal-niat-itikaf
https://islam.nu.or.id/post/read/106828/hal-hal-yang-disunnahkan-saat-itikaf
https://islam.nu.or.id/post/read/106968/delapan-adab-itikaf-menurut-imam-al-ghazali
https://islam.nu.or.id/post/read/53299/i-tikaf-di-rumah-selama-ramadhan–bolehkah-
https://islam.nu.or.id/post/read/106924/apakah-itikaf-wanita-harus-di-masjid
https://islam.nu.or.id/post/read/106967/hal-hal-yang-membatalkan-itikaf
https://islam.nu.or.id/post/read/105864/tata-cara-itikaf-dan-keutamaannya-di-bulan-ramadhan-