Mengenal Istidraj, Azab Dunia yang Dibalut Kenikmatan

Umat manusia terkadang masih melakukan kesalahan dan kekhilafan. Sayangnya, tidak semua umat manusia yang melakukan perbuatan yang dibenci Allah Swt. tersebut langsung bertaubat. Tidak sedikit dari mereka yang terlena dan menerima istidraj dari Allah Swt.

Memang mereka terlihat senang dan bahagia seperti orang pada umumnya. Padahal, saat itu Allah Swt. telah menimpakan azab kepada mereka agar tersadar dan kembali pada jalan lurus.

Nah, bagi kamu yang ingin tahu lebih dalam mengenai istidraj dan bagaimana ciri-ciri orang yang mendapatkan istidraj, tidak ada salahnya untuk menyimak penjelasan yang telah dirangkum oleh Hasana.id berikut!!

Pengertian Istidraj

Istidraj seringkali disebut sebagai kenikmatan yang dibalut dengan kenikmatan dari Allah Swt. Bisa dibilang, istidraj merupakan suatu jebakan dari Allah Swt. dengan diberikannya rezeki yang melimpah ruah pada hamba-Nya yang kufur dan terus-menerus melakukan perbuatan maksiat.

Hal ini juga telah diterangkan oleh Syekh Ibnu Athaillah dalam hikmah yang memperingatkan umat manusia agar takut atas kebaikan yang diberikan oleh Allah Swt. saat tengah durhaka kepada-Nya.

Bisa jadi hal tersebut adalah salah satu bentuk istidraj dari Allah Swt. Dari hikmah di atas bisa disimpulkan bahwa Allah Swt. akan terus memberikan anugerah-Nya kepada hamba-Nya yang durhaka sebagai tipu daya.

Tidak heran jika kamu kerap melihat orang yang lalai dalam mendirikan ibadah tetapi hidupnya terlihat baik-baik saja atau bahkan terlihat begitu senang dengan uang yang berlimpah.

Atau contoh lain saat seseorang melakukan kecurangan saat berdagang tetapi tak kunjung mendapat balasan justru usahanya semakin laris dan rezeki yang ia dapatkan semakin banyak.

Maka ketahuilah bahwa orang-orang tersebut tengah mendapat istidraj dari Allah Swt. Tidak heran jika istidraj juga disebut sebagai perangkap Allah Swt. untuk umat manusia agar segera tersadar dari kesalahannya.

Istidraj adalah Perangkap Bagi Umat yang Kufur

Allah Swt. Memberikan nikmat kepada orang-orang tersebut dengan sangat melimpah sampai suatu saat nanti Allah Swt. menurunkan azab-Nya yang lebih pedih.

Hal ini juga telah dijelaskan oleh Syekh Ibnu Ajibah dalam kitab Iqazhul Himam fi Syarhil Hikam halaman 101 yang memperingatkan muridnya untuk takut atas karunia Allah Swt. atas kelapangan, kesehatan, limpahan rezeki, dan kekuatan, baik secara material dan spiritual saat sedang melakukan perbuatan durhaka kepada Allah Swt.

Terkait dengan nikmat yang diberikan kepada Allah Swt. kepada golongan orang-orang tersebut dilakukan tanpa orang tersebut menyadarinya.

Nikmat inilah yang nantinya akan mengantarkan mereka menuju azab atau siksa Allah Swt. yang sesungguhnya jika tidak segera bertobat. Tidak heran jika umat Muslim yang beriman dan taat akan sangat takut ketika Allah Swt. memberikan kehidupan yang nyaman.

Umat Muslim yang demikian selalu waspada dan khawatir apakah nikmat yang diberikan oleh Allah Swt. kepadanya merupakan nikmat yang sebenarnya atau hanyalah istidraj yang digunakan untuk menguji keimanannya.

Tidak heran jika umat Islam yang demikian selalu amanah dalam melakukan perbuatan serta amanah dalam menjaga harta benda atau pun posisi yang telah diberikan oleh Allah Swt.

Berbeda dengan orang-orang yang kufur dan durhaka kepada Allah Swt. yang selalu merasa terus diberikan kenikmatan tanpa tersadar bahwa hal itu merupakan perangkap.

Hal ini juga dijelaskan oleh Syekh Ibnu Abbad dalam bukunya, Syarhul Hikam yang menyebut bahwa takut pada ujian atas nikmat yang diberikan oleh Allah Swt. merupakan sifat dari orang yang beriman.

Sedangkan tidak merasa takut atas ujian kenimatan Allah Swt. merupakan sifat durhaka kepada Allah Swt. Sedangkan durhaka kepada Allah Swt. adalah salah satu ciri dari orang yang mustadrij.

Orang-orang inilah yang terperdaya dengan ketenangan waktu padahal hal tersebut merupakan tipudaya Allah Swt. atas hari pembalasan atau penghukuman kepada mereka.

Tidak heran jika sebagai umat Islam kita diajarkan untuk selalu bersyukur hanya kepada Allah Swt. Terutama ketika kita mendapat nikmat dari Allah. Tidak hanya itu saja, Islam juga mengajarkan agar umat Muslim dapat mengingat atau membalas jasa budi baik dari orang lain.

Jika istidraj merupakan efek yang diberikan oleh Allah, maka orang yang mendapatkan hal ini dikenal dengan sebutan mustadrij.

Perbedaan Istidraj dan Nikmat

Seorang mustadrij tidak akan mengetahui bahwa dirinya tengah mendapatkan jebakan dari Allah Swt. dan mengiranya adalah nikmat. Padahal, nikmat hanya diberikan kepada hamba Allah yang beriman.

Sedangkan seorang mustadrij merupakan orang yang kufur dan durhaka kepada Allah Swt. sehingga tidak mungkin jika Allah Swt. akan menjadikan hidupnya penuh kenikmatan dan keberkahan.

Hal ini juga dituangkan dalam QS Ali Imran ayat 178 yang berbunyi:

وَلَا يَحسَبَنَّ ٱلَّذِينَ كَفَرُوٓا۟ أَنَّمَا نُملِى لَهُم خَير لِّأَنفُسِهِم ۚ إِنَّمَا نُملِى لَهُم لِيَزدَادُوٓا۟ إِثمًا ۚ وَلَهُم عَذَاب مُّهِين

wa lā yaḥsabannallażīna kafarū annamā numlī lahum khairul li`anfusihim, innamā numlī lahum liyazdādū iṡmā, wa lahum ‘ażābum muhīn

Artinya:

Dan janganlah sekali-kali orang-orang kafir menyangka, bahwa pemberian tangguh Kami kepada mereka adalah lebih baik bagi mereka. Sesungguhnya Kami memberi tangguh kepada mereka hanyalah supaya bertambah-tambah dosa mereka; dan bagi mereka azab yang menghinakan.”

Jika dilihat dari ayat di atas bisa diambil kesimpulan bahwa mustahil Allah Swt. akan memberikan nikmat yang sesungguhnya kepada golongan orang yang durhaka dan kufur kepada-Nya.

Rezeki yang terus-menerus diberikan Allah Swt. merupakan jebakan yang membuatnya semakin tenggelam dalam perbuatannya yang menimbulkan dosa besar dan dibenci Allah Swt.

Tidak heran biasanya seorang mustadrij merupakan orang-orang yang sangat mencintai hal-hal duniawi dan tidak pernah berusaha untuk menunaikan kewajibannya sebagai umat Muslim.

Bahkan, pada akhirnya Allah Swt. akan memebrikan hukuman yang melebihi nikmat yang telah diberikan kepadanya. Seperti yang tercantum pada QS Al-Qalam ayat 44 yang berbunyi:

فَذَرنِى وَمَن يُكَذِّبُ بِهَٰذَا ٱلحَدِيثِ ۖ سَنَستَدرِجُهُم مِّن حَيثُ لَا يَعلَمُونَ

fa żarnī wa may yukażżibu bihāżal-ḥadīṡ, sanastadrijuhum min ḥaiṡu lā ya’lamụn

Artinya:

“Maka serahkanlah (ya Muhammad) kepada-Ku (urusan) orang-orang yang mendustakan perkataan ini (Al Quran). Nanti Kami akan menarik mereka dengan berangsur-angsur (ke arah kebinasaan) dari arah yang tidak mereka ketahui,”

Berbeda dengan nikmat sesungguhnya dari Allah Swt. yang hanya diberikan kepada hamba-Nya yang benar-benar beriman dan beribadah kepada-Nya. Bahkan, Allah Swt. akan menambah nikmatnya kepada hamba yang selalu bersyukur. Seperti yang tertuang dalam QS Ibrahim ayat 7 yang berbunyi:

وَإِذ تَأَذَّنَ رَبُّكُم لَئِن شَكَرتُم لَأَزِيدَنَّكُم ۖ وَلَئِن كَفَرتُم إِنَّ عَذَابِى لَشَدِيد

wa iż ta`ażżana rabbukum la`in syakartum la`azīdannakum wa la`ing kafartum inna ‘ażābī lasyadīd

Artinya:

“Dan (ingatlah juga), tatkala Tuhanmu memaklumkan; “Sesungguhnya jika kamu bersyukur, pasti Kami akan menambah (nikmat) kepadamu, dan jika kamu mengingkari (nikmat-Ku), maka sesungguhnya azab-Ku sangat pedih”.

Macam-Macam Nikmat yang Diberikan Allah Swt.

Nikmat yang diberikan oleh Allah Swt. sendiri terbagi menjadi lima macam, yaitu:

Nikmat Fitriyah

Nikmat Firtiyah adalah nikmat yang diberikan oleh Allah Swt. pada tubuh seorang hamba-Nya. Misalnya saja nikmat karena telah diberikan tubuh yang sehat dan sempurna. Maka dari itu, hendaklah kamu selalu bersyukur atas tubuh yang sehat dan sempurna.

Nikmat Ikhtiyariyah

Sedangkan nikmat ikhtiyariyah merupakan nikmat yang diperoleh atas usaha yang telah dilakukan oleh seorang hamba-Nya. Misalnya saja mendapatkan upah setelah bekerja atau mendapatkan kedudukan yang tinggi setelah bekerja dengan tekun dan jujur.

Orang-orang yang beriman selalu bersyukur dan amanah dalam menjaga harta ataupun posisinya saat mendapatkan nikmat ikhtiyariyah.

Tidak hanya itu saja, orang-orang beriman akan takut untuk menyalahgunakan titipan Allah Swt. tersebut karena pada akhirnya semua yang dimiliki dan dilakukan di dunia akan dimintai pertanggungjawabannya oleh Allah Swt.

Nikmat Alamah

Nikmat alamiah merupakan nikmat yang diberikan oleh Allah Swt. melalui alam sekitar. Misalnya saja udara yang segar yang bisa kamu hirup setiap saat tanpa harus membayarnya.

Atau air yang bisa digunakan sebagai sumber kehidupan manusia. Salah satu cara mensyukuri nikmat satu ini adalah dengan menjaga kelestarian alam. Kita juga harus menghindari perbuatan yang membuat alam jadi rusak.

Nikmat Diiniyah

Nikmat Diiniyah atau yang disebut dengan nikmat Iman merupakan salah satu nikmat Allah Swt. yang membuat hamba-Nya berbuat sesuai dengan ajaran agama Islam.

Bahkan, terlahir dari rahim seorang perempuan Muslim juga termasuk ke dalam contoh nikmat Diiniyah. Cara untuk mensyukurinya adalah dengan senantiasa beribadah kepada Allah Swt. dan melaksanakan perintah-Nya sekaligus menjauhi larangan-Nya.

Nikmat Ukhrowiyah

Berbeda lagi dengan nikmat ukhrowiyah atau nikmat yang hanya bisa kamu dapatkan dan rasakan saat sudah berada di akhirat kelak.

Nikmat satu ini adalah rezeki yang diberikan Allah Swt. atas perbuatanmu semasa hidup. Maka dari itu, jangan sampai lalai untuk berdoa dan beribadah hanya kepada Allah Swt. agar bisa merasakan nikmat satu ini.

Ciri-Ciri dari Orang yang Mendapat Istidraj

Sebelumnya telah dijelaskan bahwa seorang mustadrij terkadang tidak menyadari bahwa dirinya tengah diuji atau berada dalam jebakan Allah Swt.

Hal ini juga telah dijelaskan dalam sejumlah ayat Al-Quran bahwa Allah akan menipu hamba-Nya yang telah durhaka kepada-Nya sampai hamba-Nya tersebut tidak menyadari bahwa nikmat yang didapatkannya selama ini merupakan pelajaran atau jebakan sebelum akhirnya mendapatkan hukuman.

Hadis riwayat At-Tabrani, Ahmad dan Al-Baihaqi bahkan pernah mengutip perkataan Nabi Muhammad saw yang menyebutkan bahwa nikmat yang diberikan oleh Allah Swt. kepada hamba-Nya yang terus berbuat maksiat dan durhaka merupakan bentuk dari istidraj.

Nah, agar kamu terhindar dari golongan mustadrij, tidak ada salahnya untuk mencari tahu ciri-ciri dari istidraj, seperti:

Diberikan Nikmat Duniawi Saat Imannya Semakin Rusak

Salah satu ciri dari orang-orang yang termasuk ke dalam golongan mustadrij adalah saat Allah Swt. memberikan nikmat duniawi yang tak kunjung terputus walaupun keimanan orang tersebut semakin rusak semakin menurun.

Sudah bisa dipastikan jika nikmat tersebut merupakan jebakan dan ujian dari Allah Swt. apakah orang tersebut dapat menggunakan apa yang telah diberikan oleh Allah Swt. untuk berbuat baik dan bertobat atau justru menggunakannya untuk terus melakukan perbuatan yang dilaknat Allah Swt.

Seorang mustadrij, walaupun nikmat yang diterimanya berlimpah, tapi dia tidak puas dengan semua itu. Bahkan, setiap saat mereka akan merasa kurang dan gelisah jikalau hartanya berkurang.

Padahal, nikmat yang diberikan oleh Allah Swt. ini nantinya harus dipertanggungjawabkan oleh setiap hamba-Nya saat berada di akhirat nanti.

Rezeki yang Lancar Walau Lalai Beribadah

Ciri lainnya dari seorang mustadrij adalah orang tersebut lalai dalam beribadah tetapi kehidupannya terlihat lancar dan tanpa masalah.

Bahkan, rezekinya terlihat sangat lancar walaupun ia jarang mendekatkan diri (ibadah dan doa) kepada Allah Swt. Rupanya, orang-orang yang mendapat istidraj ini kerap menggunakan rezeki yang didapat untuk melakukan perbuatan yang menyebabkan ia lalai dalam beribadah.

Mendapatkan Kesuksesan Walau Sering Bermaksiat

Ali bin Abi Thalib r.a. pernah berkata dan memperingatkan umat manusia akan nikmat yang selalu Allah Swt. Berikan kepada kita.

Terutama bagi orang-orang yang selalu melakukan maksiat. Sebagai tambahan informasi, maksiat merupakan perbuatan yang sangat dibenci oleh Allah Swt. dan menjadi awal dari kehancuran iman seseorang.

Biasanya, Allah Swt. akan menimpakan ujian dan azab yang berat bagi manusia yang suka dan selalu bermaksiat.

Seperti kisah kaum Sodom yang diazab oleh Allah Swt. dengan membinasakan mereka semua. Namun, berbeda lagi dengan mustadrij yang diuji melalui kesuksesan yang mereka dapatkan.

Kesuksesan hidup tersebut bukan serta merta menjadi nikmat melainkan ujian yang diberikan oleh Allah Swt. untuk menyadarkan mustadrij.

Jika seorang mustadrij tidak kunjung sadar maka suatu saat nanti Allah Swt. akan memberikan hukuman yang lebih berat dan besar dari nikmat yang selama ini ia dapatkan.

Rezeki yang Melimpah Walau Boros dan Kikir

Sebagai umat Muslim, tentu saja sedari kecil kamu sudah diajarkan bahwa harta dan rezeki yang didapatkan selama di dunia hanyalah titipan Allah Swt.

Maka dari itu, sebagai umat Muslim sangat dianjurkan untuk menyisihkan sebagian rezeki yang dimiliki sebagai salah satu bentuk syukur kepada Allah Swt. Berbeda dengan seorang mustadrij atau atau orang yang mendapatkan istidraj.

Seorang mustadrij biasanya akan hidup dengan sangat kikir. Bahkan, ia tidak akan mau menyisihkan sedikit rezeki yang dimiliki untuk kaum yang membutuhkan karena takut hartanya berkurang. Padahal, orang-orang mustadrij ini dengan sangat boros dan menghambur-hamburkan uang.

Kendati demikian, Allah Swt. ternyata memberikan rezeki yang melimpah kepada mereka sebagai bentuk ujian dan awal mula dari hukuman yang sangat berat.

Hal ini juga tertera dalam QS Al-Humazah ayat 1 hingga 3 yang berbunyi:

وَيل لِّكُلِّ هُمَزَة لُّمَزَة

wailul likulli humazatil lumazah

Artinya:

“Kecelakaanlah bagi setiap pengumpat lagi pencela, “

ٱلَّذِى جَمَعَ مَالًا وَعَدَّدَهُۥ

allażī jama’a mālaw wa ‘addadah

Artinya:

“yang mengumpulkan harta dan menghitung-hitung,”

يَحسَبُ أَنَّ مَالَهُۥٓ أَخلَدَهُۥ

yaḥsabu anna mālahū akhladah

Artinya:

“dia mengira bahwa hartanya itu dapat mengkekalkannya,”

Jarang Sakit

Saat seseorang sakit, yakinlah pada saat itu Allah Swt. tengah mengampuni dosa-dosamu. Sayangnya, orang yang sedang mendapat istidraj rupanya tidak pernah atau bahkan jarang mengalami sakit.

Tidak heran jika hal ini merupakan bentuk ujian dari Allah Swt. yang tidak memberikan kesempatan untuk mengampuni dosa-dosa mereka sampai mereka tersadar dan bertobat kepada Allah Swt.

Sombong Atas Harta yang Dimiliki

Banyak harta serta tingginya kedudukan di dalam masyarakat kerap membuat manusia merasa sombong. Ada yang sampai menghina sesama manusia, bahkan orang lain dipandang rendah olehnya.

Berhati-hatilah jika menemui orang yang demikian karena orang tersebut tengah mendapat istidraj dari Allah Swt.

Kisah Pemilik Kebun yang Diberikan Istidraj

Salah satu kisah dari seorang mustadrij adalah kisah dari pemilik kebun yang tertuang dalam QS Al-Qalam ayat 17-33. Dalam surat ini diceritakan bahwa pemilik kebun yang merupakan kaum musyirikan Mekah mendapatkan hasil panen yang melimpah.

Sayangnya, pemilik kebun ini tidak mau menyisihkan sedikit harta atau rezekinya untuk diberikan kepada kaum yang membutuhkan.

Sejak saat itulah akhirnya Allah Swt. memberikan azab kepada mereka melalui kebunnya. Namun, bukannya tersadar, orang-orang ini justru mencela orang-orang miskin yang datang untuk menolong mereka dan melarang orang-orang miskin tersebut masuk ke dalam kebunnya.

Hingga ada seseorang yang memperingatkan mereka untuk memohon ampun kepada Allah Swt.

Adapun bunyi dari QS Al-Qalam ayat 17-33 adalah:

إِنَّا بَلَونَاهُم كَمَا بَلَونَا أَصحَابَ الجَنَّةِ إِذ أَقسَمُوا لَيَصرِمُنَّهَا مُصبِحِينَ (١٧) وَلا يَستَثنُونَ (١٨) فَطَافَ عَلَيهَا طَائِف مِن رَبِّكَ وَهُم نَائِمُونَ (١٩)فَأَصبَحَت كَالصَّرِيمِ (٢٠) فَتَنَادَوا مُصبِحِينَ (٢١) أَنِ اغدُوا عَلَى حَرثِكُم إِن كُنتُم صَارِمِينَ (٢٢) فَانطَلَقُوا وَهُم يَتَخَافَتُونَ (٢٣) أَن لا يَدخُلَنَّهَا اليَومَ عَلَيكُم مِسكِين (٢٤)وَغَدَوا عَلَى حَرد قَادِرِينَ (٢٥) فَلَمَّا رَأَوهَا قَالُوا إِنَّا لَضَالُّونَ (٢٦)بَل نَحنُ مَحرُومُونَ (٢٧) قَالَ أَوسَطُهُم أَلَم أَقُل لَكُم لَولا تُسَبِّحُونَ (٢٨) قَالُوا سُبحَانَ رَبِّنَا إِنَّا كُنَّا ظَالِمِينَ (٢٩) فَأَقبَلَ بَعضُهُم عَلَى بَعض يَتَلاوَمُونَ (٣٠) قَالُوا يَا وَيلَنَا إِنَّا كُنَّا طَاغِينَ (٣١) عَسَى رَبُّنَا أَن يُبدِلَنَا خَيرًا مِنهَا إِنَّا إِلَى رَبِّنَا رَاغِبُونَ (٣٢) كَذَلِكَ العَذَابُ وَلَعَذَابُ الآخِرَةِ أَكبَرُ لَو كَانُوا يَعلَمُونَ (٣٣)

īnnā balaūnāhum kamā balaūnā āṣḥābal-jannaẗi īḏ āqsamuwā laīaṣrimunwahā muṣbiḥīna (17) walā īastaṯnūna (18) faṭāfa ʿalaīhā ṭāʾīf min rabiwka wahum nāʾīmūna (19) faʾāṣbaḥat kālṣwarīmi (20) fatanādaūā muṣbiḥīna (21) āni aġduwā ʿalai ḥarṯikum īn kuntum ṣārimīna (22) fānṭalaquwā wahum īataẖāfatūna (23) ān lā īadẖulanwahā al-īaūma ʿalaīkum miskīn (24)waġadaūā ʿalai ḥard qādirīna (25) falamwā raʾāūhā qāluwā īnwā laḍālwūna (26) bal naḥnu maḥrūmūna (27) qāla āūsaṭuhum ālam āqul lakum laūlā tusabiwḥūna (28) qāluwā subḥāna rabiwnā īnwā kunwā ẓālimīna (29) faʾāqbala baʿḍuhum ʿalai baʿḍ īatalāwamūna (30) qāluwā īā waīlanā īnwā kunwā ṭāġīna (31) ʿasai rabwunā ān īubdilanā ẖaīrrā minhā īnwā īlai rabiwnā rāġibūna (32) kaḏalika al-ʿaḏābu walaʿaḏābu al-ʾāẖiraẗi ākbaru laū kānuwā īaʿlamūna (33)

Artinya:

“Sesungguhnya Kami telah menguji mereka- (musyrikin Mekah) sebagaimana Kami telah menguji pemilik-pemilik kebun, ketika mereka bersumpah bahwa mereka sungguh-sungguh akan memetik (hasil)nya di pagi hari dan mereka tidak mengucapkan, “Insya Allah, ” lalu kebun itu diliputi malapelaka (yang datang) dari Tuhanmu ketika mereka sedang tidur, maka jadilah kebun itu hitam seperti malam yang gelap gulita, lalu mereka panggil-memanggil di pagi hari, “Pergilah di waktu pagi (ini) ke kebunmu jika kamu hendak memetik buahnya.” Maka pergilah mereka saling berbisik-bisikan, “Pada hari ini janganlah ada seorang miskin pun masuk ke dalam kebunmu.” Dan berangkatlah mereka di pagi hari dengan niat menghalangi (orang-orang miskin), padahal mereka mampu (menolongnya). Tatkala mereka melihat kebun itu, mereka berkata, “Sesungguhnya kita benar-benar orang yang sesat (jalan), bahkan kita dihalangi (dari memperoleh hasilnya).” Berkatalah seorang yang paling baik pikirannya di antara mereka, “Bukankah aku telah mengatakan kepadamu, mengapa kamu tidak bertasbih (kepada Tuhanmu)?” Mereka mengucapkan, “Mahasuci Tuhan kami, sesungguhnya kami adalah orang-orang yang zalim.” Lalu sebagian mereka menghadapi sebagian yang lain seraya cela-mencela. Mereka berkata, “Aduhai, celakalah kita; sesungguhnya kita ini adalah orang-orang yang melampui batas.” Mudah-mudahan Tuhan kita memberikan ganti kepada kita dengan (kebun) yang lebih baik daripada itu, sesungguhnya kita mengharapkan ampunan dari Tuhan kita. Seperti itulah azab (dunia). Dan sesungguhnya azab akhirat lebih besar jika mereka mengetahui.”

Cara Agar Terhindar dari Istidraj

Seperti yang telah dibahas sebelumnya bahwa istidraj merupakan azab atau jebakana dari Allah Swt. yang dibalut dalam kenikmatan. Bahkan, orang yang mendapatkan hal itu kerap kali tidak tersadar bahwa Allah Swt. tengah mengujinya untuk segera kembali ke jalan yang benar dan bertobat.

Sayangnya, umat yang kufur justru terus melakukan perbuatan maksiat dan durhaka kepada Allah Swt. hingga pada saatnya nanti Allah Swt. mengazab dengan azab yang begitu pedih kepadanya.

Syekh Ibnu Ajibah juga menjelaskan bahwa istidraj lebih buruk dari penarikan nikmat yang telah diberikan Allah Swt.

Singkatnya istidraj merupakan pelajaran yang diberikan oleh Allah Swt. kepada orang yang kufur dan su’ul agar kembali beradab. Nah, agar kamu terhindar dari golongan umat yang kufur, tidak ada salahnya untuk melakukan beberapa hal berikut.

Beberapa hal ini juga dibahas oleh Syekh Ibnu Ajibah dalam kitabnya yang berjudul Iqzhul Himam fi Syaril Hikam halaman 101-102. Terkait hal ini, bisa disimpulkan bahwa sebagai umat manusia terdapat beberapa hal yang menghindarkanmu dari azab berbalut kenikmatan tersebut, seperti:

  1. Selalu menjaga adab kepada Allah Swt.
  2. Menjaga adab kepada orang lain atau sesama manusia
  3. Bersyukur atas nikmat yang sudah Allah beri kepada kita
  4. Bersikap rendah hati
  5. Menjadi orang yang yang selalu berbuat baik

Siapa yang menyangka ternyata istidraj merupakan ujian sekaligus azab yang diberikan oleh Allah Swt. kepada hamba-Nya di dunia untuk menyadarkan mereka yang telah durhaka kepada-Nya.

Sayangnya, para mustadrij tersebut tidak pernah sadar jika nikmat yang diperoleh merupakan bentuk jebakan dari Allah Swt. sebelum ditimpakan kepada mereka. Semoga kamu tidak termasuk ke dalam golongan orang-orang yang mendapat istidraj ini, ya!

Source:

https://islam.nu.or.id/post/read/82036/banyak-orang-gagal-lewati-ujian-di-sini-menurut-ibnu-athaillah#:~:text=Artinya%2C%20%E2%80%9CIstidraj%20adalah%20ujian%20tersembunyi,seseorang%20dapat%20naik%20ke%20atas.

https://tebuireng.online/istidraj/

https://www.nu.or.id/post/read/59370/kiai-hasyim-zaman-akhir-manusia-dihadapkan-pada-dua-pilihan

http://www.lesbumi.com/2017/02/istidraj.html

https://dakwahnu.id/khutbah-jumat-istidraj/

https://www.laduni.id/post/read/66812/jangan-terkesima-dengan-istidraj-nikmat-dunia-yang-berakhir-musibah

https://www.popbela.com/career/inspiration/romi-subhan/pengertian-istidraj

https://rumaysho.com/10828-istidraj-jebakan-berupa-limpahan-rezeki-karena-bermaksiat.html

https://dalamislam.com/info-islami/ciri-istidraj-dalam-islam

https://www.nahimunkar.org/perbedaan-ujian-adzab-dan-istidraj-kamu-masuk-yang-mana/ https://banjarmasin.tribunnews.com/2015/12/12/kenikmatan-yang-didapat-apakah-berkah-atau-istidraj-ini-penjelasan-alquran

https://www.islampos.com/ini-5-macam-nikmat-allah-yang-harus-kita-syukuri-124060/