Aliran Syiah

Secara keilmuan, umat Islam mengikuti empat mahzab berbeda. Namun secara aliran, umat muslim di seluruh dunia terbagi menjadi tujuh golongan, di mana Syiah adalah salah satunya.

Sebenarnya apa, sih, Syiah itu? Bagaimana ajarannya? Mengapa kehadirannya di Indonesia sempat memicu kontroversi pada beberapa waktu yang lalu? Supaya pertanyaan-pertanyaan itu dapat terjawab, yuk, simak penjelasannya berikut ini.

Pengertian Syiah

Eksistensinya di Indonesia memang kontroversial. Sebagian menganggap aliran ini sesat dan layak dihentikan aktivitasnya. Tapi, tidak sedikit pula yang menerima pengikutnya tanpa menetapkan stigma macam-macam.

Jadi, apabila kamu ingin memahami pengertian syiah, sebaiknya carilah rujukan dari para cendekiawan yang memiliki latar belakang berbeda. Ragam perspektif akan memberikan wawasan yang kaya, sehingga kamu bisa membuat kesimpulan secara lebih objektif.

Pengertian secara Bahasa

Syiah pada dasarnya adalah sebuah kata yang muncul dalam Alquran, tepatnya di Surat As-Shaffat ayat ke-83. Pengertiannya dalam ayat tersebut ditafsirkan sebagai ‘golongan’, tetapi ada pula yang mengartikannya ‘pendukung’.

وَاِنَّ مِنْ شِيْعَتِهٖ لَاِبْرٰهِيْمَ ۘ

Wa inna min syii’atihi la ibraahiima

Artinya:

“Dan sesungguhnya Ibrahim benar-benar termasuk golongannya (Nuh).” (As-Shaffat: 83)

Ahli tafsir terkemuka Indonesia, Prof. Quraish Shihab pernah melakukan kajian tentang topik tersebut, dalam buku berjudul Sunnah-Syiah Bergandengan Tangan! Mungkinkah: Kajian Atas Konsep Ajaran Dan Pemikiran yang terbit pada tahun 2007.

Menurut beliau, akar katanya adalah tasya’iyu. Makna harfiahnya pengikut, pecinta, atau pembela suatu gagasan, individu, atau kelompok tertentu. Rumusan beliau lebih spesifik dari akar kata sya’a-yasyi’u-syi’an-syi’atan yang berarti pendukung atau pembela.

Pengertian secara Terminologi

KH. Abdurrahman Wahid pernah menyatakan, “NU itu Syiah minus Imamah, Syiah itu NU plus Imamah.” Menurut KH. Agus Sunyoto, Gus Dur ingin menerangkan bahwa sebagian tradisi umat NU memiliki corak hampir menyerupai penganut aliran Syiah.

Jika demikian, mungkin secara ringkas bisa disimpulkan bahwa aliran ini berpandangan sama seperti aliran Islam kebanyakan. Tapi, pertanyaannya mengapa kehadirannya begitu kontroversial, bahkan menuai banyak reaksi negatif?

Sayangnya, belum ada satu pun rumusan yang mampu menjelaskan seutuh mungkin soal pengertiannya secara terminologis. Muncul banyak perbedaan pendapat, perdebatan, dan perpecahan, yang bahkan terjadi di antara para penganut aliran itu sendiri.

Kembali mengutip rumusan Prof. Quraish Shihab. Beliau juga mengutip dari Ali Muhammad al-Jurjani. Menyebutkan bahwa Syiah adalah orang yang mengikuti Sayidina Ali r.a. dan mempercayai beliau dan keturunannya adalah imam sesudah Rasul saw.

Pendapat itu tidak jauh berbeda dengan rumusan dari tokoh Syiah Indonesia, yaitu Jalaluddin Rahmat. Menurut beliau, kelompoknya adalah pengikut Islam yang pedomannya adalah ajaran Nabi saw. dan Ahlulbait (keluarga dan keturunan nabi).

Namun, ahlulbait di sini hanya berpusat pada silsilah Sayyidina Ali r.a. yang menikah dengan Fatimah az-Zahra, putri bungsu Rasulullah dengan Siti Khadijah.

Sepeninggal sahabat Ali, penerusnya harus berasal dari keturunan dua putra beliau, yaitu Hasan dan Husain bin Ali.

Merujuk pada dua pengertian di atas, bisa disimpulkan bahwa Syiah memiliki dua prinsip utama. Pertama, yaitu keutamaan keturunan nabi dari Ali bin Abi Thalib. Kedua, prinsip imam atau imamah yang berperan sebagai pengganti Rasul saw. sepeninggal beliau.

Pada kenyataannya di dalam penganut imamah ahlulbait sendiri juga terdapat perbedaan pandangan. Alhasil, baik kutipan pendapat M. Quraish Shihab maupun Jalaluddin Rahmat hanya mendefinisikan golongan Itsna Asyariyah, bukan secara keseluruhan.

Sejarah Kemunculan Syiah

Seperti halnya perbedaan pendapat mengenai pengertiannya, sejarah Syiah pun terdiri dari beragam versi. Ada yang menganggapnya hasil rekayasa, ada pula yang menilainya sebagai imbas dari ketidakadilan yang terjadi semasa kekhalifahan Para Sahabat.

Syiah hasil Propaganda Yahudi

Teori pertama, Syiah merupakan hasil propaganda seorang tokoh bernama Abdullah bin Saba’. Menurut KH. Sirojudin Abbas, beliau adalah seorang pendeta Yahudi mualaf asal Yaman yang pergi ke Madinah semasa Khalifah Ustman bin Affan, sekitar tahun 30 Hijriyah.

Konon, bangsa Yahudi pada umumnya meyakini bahwa pemimpin sebaiknya berasal ahli waris atau keturunan yang sah. Namun, berdasarkan teori KH. Abbas, Abdullah bin Saba’ memiliki dendam tertentu yang membuatnya ingin merongrong umat Islam dari dalam.

Propaganda Abdullah bin Saba’ dinilai berhasil memicu konflik semakin memuncak. Terlebih pada saat terbunuhnya Khalifah Utsman dan pernikahan cucu Rasulullah, Husain bin Ali dengan putri Yazdajir III setelah pasukan Islam berhasil menguasai kerajaan Persia.

Namun, menurut Aboebakar Atjeh, orang-orang Syiah sendiri pada akhirnya tidak mengakui keberadaan Abdullah bin Saba’ dan pengaruhnya. Bahkan mereka sama sekali menolak untuk dikaitkan dengan ucapan dan amalan-amalannya.

Teori pertama ini mendapat sanggahan dari Prof. Quraish Shihab. Beliau menilai Para Sahabat mustahil termakan propaganda Yahudi. Abdullah bin Saba’ pun dianggap fiktif, sengaja dibuat oleh kelompok anti-pendukung ahlulbait.

Seperti diketahui, M. Quraish Shihab bukanlah penganut aliran Syiah. Beliau dikenal moderat, beliau pun pernah menyatakan, “Saya menganut Islam nusantara yang berkemajuan.” seperti dikutip dari laman NU Online.

Islam Nusantara sendiri merupakan tipologi Islam khas NU. Sedangkan Islam Berkemajuan adalah salah satu falsafah yang dianut para jamaah Muhammadiyah. Jadi, kamu bisa menyimpulkan sendiri aliran yang diikuti sosok di balik Tafsir Al-Misbah tersebut.

Teori Pertentangan Ahlulbait dan Mu’awiyah

Khalifah terakhir sebelum Ali bin Abi Thalib ra. meninggal secara tragis di tangan para pemberontak. Beliau sebenarnya juga menantu Rasulullah saw. dengan putri Ummu Kultsum. Nasabnya juga terhubung dengan Nabi dari kakek beliau.

Semasa kepemimpinan Khalifah Ustman, beliau menunjuk Mu’awiyah sebagai Gubernur Syria dan Palestina. Sayangnya, kemudian terjadi pertentangan antara dua kubu umat Islam sepeninggal Ustman bin Affan.

Kubu pertama mendukung Mu’awiyah sebagai pengganti Ustman bin Affan, sedangkan satunya menginginkan Ali bin Abi Thalib. Kedua kubu bahkan sempat melancarkan perang saudara, Perang Shiffin yang kemudian berakhir dengan perjanjian damai.

Meski demikian, pada masa itu syiah belum secara khusus diidentikkan dengan golongan tertentu, khususnya pendukung Sahabat Ali. Kedua kubu masih menerapkan Islam yang sama seperti yang dicontohkan Rasulullah.

Hanya saja, kepemimpinan Ali bin Abi Thalib diwarnai berbagai pemberontakan oleh Kelompok Mu’awiyah. Kelompok ini menuntut Ali mengusut tuntas kematian Ustman bin Affan, sekaligus kurang setuju dengan kepemimpinan beliau.

Meninggalnya Ali bin Abi Thalib sendiri bukan oleh pemberontakan Mu’awiyah, melainkan dibunuh oleh kaum Khawarij. Kekhalifahan kemudian diserahkan kepada Hasan bin Ali yang juga tidak mendapat pengakuan dari Mu’awiyah.

Kedua kubu kembali berperang dan berdamai, Hasan pun menyerahkan kepemimpinan kepada Mu’awiyah. Pada masa Kekhalifahan Mu’awiyah inilah para pendukung ahlulbait merasa memperoleh perlakuan tidak adil, bahkan penyiksaan dan kezaliman.

Pada akhirnya hanya para pendukung ahlulbait yang identik dengan istilah Syiah. Di sisi lain, perselisihan dalam tubuh umat Islam pun makin meruncing. Utamanya usai Husein bin Ali, adik Hasan, terbunuh dalam Peristiwa Karbala. Dampak peristiwa itu terasa hingga kini.

Catatan sejarah kelam tersebut membuat para cendekiawan memiliki dua teori besar tentang kemunculan syiah pertama kali. Pertama, golongan yang sudah ada semasa Rasulullah masih hidup. Teori kedua, terbagi menjadi empat pendapat berdasarkan waktu, yaitu:

  • Tepat setelah wafatnya Rasulullah saw.
  • Pada masa kekhalifahan Ustman bin Affan
  • Pada masa kekhalifahan Ali bin Abi Thalib
  • Pasca Peristiwa Karbala

Syiah pun Terbagi Menjadi Beberapa Golongan

Perkembangan aliran pecinta ahlulbait pun tak luput dari perselisihan dan pertentangan. Di dalam tubuhnya ada beberapa kelompok dengan pandangan berbeda, terutama soal prinsip-prinsip imamah yang dipegang teguh masing-masing golongan.

Abu al-Khair al-Baghdadi dalam Al-Farq Bayna Al-Firoq membagi golongan tersebut menjadi empat. Mereka adalah kelompok-kelompok terbesar, yaitu Zaidiyah, Ismailiyah, Isna ‘Asyariyah, dan Ghulat. Berikut perbedaan masing-masing kelompok tersebut.

  • Zaidiyah
    Kelompok ini muncul sepeninggal Husain bin Ali. Menganggap bahwa imam pengganti beliau sepantasnya adalah Zaid bin Ali Zaenal Abidin bin Husain bin Ali. Syiah Zaidiyah termasuk yang paling moderat, ajarannya paling dekat dengan ahlussunnah.
  • Ismailiyah

Meyakini Ismail bin Ja’far Ash-Shadiq sebagai imam ketujuh. Diceritakan bahwa Ismail telah wafat semasa kepemimpinan ayahnya. Namun, kelompok ini meyakini bahwa beliau masih hidup dan kelak akan muncul sebagai Imam Mahdi.

  • Isna ‘Asyariyah

Dikenal juga sebagai penganut Imam Dua Belas, yakni pemimpin umat yang sah dari keturunan Ali bin Abi Thalib dan Fatimah az-Zahra ra. Isna ‘Asyariyah juga merupakan kelompok terbesar dalam Syiah.

  • Ghulat

Kelompok Ghulat adalah yang paling ekstrem, akidahnya melenceng dari akidah Islam. Pandangannya pun terbagi-bagi lagi menjadi beberapa golongan. Salah satunya bahkan menganggap Imam Ja’far ash-Shadiq dan pendahulunya adalah tuhan.

Dr. Syamsuddin Arif, seorang peneliti INSISTS, organisasi nirlaba yang membidangi studi pemikiran dan budaya Islam, memiliki pendapatnya sendiri mengenai golongan-golongan di dalam aliran tersebut.

Menurut beliau, aliran pendukung ahlulbait pasca zaman Para Sahabat tidak lagi bersifat politis, tetapi ideologis. Bahkan, ada kelompok yang akidahnya jauh berbeda dengan ahlussunnah. Berikut pembagian kelompok dalam aliran tersebut menurut beliau:

  • Tafdhil, yang meyakini keutamaan Sahabat Ali bin Abi Thalib tanpa mengesampingkan, apalagi meng-kafir-kan Para Sahabat lainnya.
  • Rafdh, kelompok yang mengingkari Abu Bakar as-Shidiq, Umar bin Khattab, dan Ustman bin Affan yang menjadi khalifah sebelum Ali bin Abi Thalib.
  • Ghuluw, yang paling bertentangan dengan akidah Islam, sama seperti Ghulat.

Jika merujuk pada teori-teori pengelompokan di atas, maka kita tidak bisa memutuskan soal kesesatan Syiah. Pasalnya sebagian kelompok masih berpegang teguh pada akidah Islam, meski ada pula yang sama sekali bertentangan.

Perkembangan Syiah di Indonesia

Lalu bagaimana dengan Syiah di Indonesia? Pada topik berikut, Hasana.id akan merujuk kepada salah satu tokoh syiah Indonesia, Jalaludin Rahmat. Beliau merumuskan bahwa aliran Islam satu ini masuk ke Indonesia dalam empat gelombang atau periodisasi.

  1. Gelombang pertama

Gelombang pertama berlangsung beriringan dengan masa-masa awal Islam masuk ke Indonesia yang dibawa oleh orang-orang Gujarat. Raja Samudra Pasai pertama, Marah Silu memeluk Islam versi Syiah dan bergelar Malikul Saleh.

Perkembangannya di Aceh tidak menimbulkan pertikaian. Pasalnya, para penganut aliran ini lebih memilih dakwah secara taqiyah (menyembunyikan akidah pribadi). Terutama setelah kerajaan di Aceh dipimpin raja beraliran Sunni, Iskandar Tsani.

  1. Gelombang kedua

Setelah revolusi Islam di Iran tahun 1979 dengan figur Syiah Ayatollah Khomeini. Revolusi tersebut mendapat respon positif dari kalangan cendekiawan muslim Indonesia. Namun, sebaliknya banyak pihak cenderung menunjukkan sikap penolakan.

  1. Gelombang ketiga

Era Reformasi bergulir. Perkembangan masa itu mulai memasuki ranah pemahaman fikih. Disebutkan bahwa banyak orang mulai tertarik mempelajari ajarannya lebih mendalam. Bahkan cara dakwah taqiyah sudah mulai ditinggalkan.

  1. Gelombang keempat

Eksistensi aliran ini semakin mendapatkan pengakuan, baik itu yang bagus maupun buruk. Salah satunya ditandai dengan pembentukan Ikatan Jemaah Ahlul Bait Indonesia (IJABI) sebagai wadah bagi para penganutnya pada 1 Juli 2020.

Sayang sekali, di antara berbagai respon terkait eksistensia aliran ini di Indonesia, sebagian malah bersifat negatif. Bahkan sempat berkali-kali terjadi pertikaian dengan kekerasan yang juga melibatkan salah satu aliran Islam terbesar di Indonesia.

Contohnya, peristiwa pembakaran Pesantren Al-Hadi di Kabupaten Batang, Jawa Tengah tahun 2000. Lalu demo anarkis atas aktivitas penganut Syiah di Jawa Timur pada 2006. Hingga yang menghebohkan, Lebaran Berdarah di Sampang, Madura, Agustus 2012.

Padahal, pada kenyataannya banyak tradisi muslim Indonesia yang bercorak Syiah. Bentuknya mulai dari ziarah kubur, lagu pujian bagi ahlulbait menjelang salat.

Sampai tradisi-tradisi, semacam grebeg suro di Jawa dan karnaval hayok tabui di Pariaman, Sumatera Barat.

Kontroversi Syiah

Lalu apakah lantas masyarakat yang menjalankan tradisi-tradisi itu bisa langsung dicap penganut Syiah? Tidak juga, sebab sebagian besar masih menjalankan akidah yang sama seperti ahlussunnah.

MUI pernah merilis kebijakan reaktif terhadap aliran ini. Tertuang dalam Surat Ketetapan tanggal 7 Maret 1984, ditandatangani oleh Prof. KH. Ibrahim Hosen, pencetus lahirnya MUI. Berikut lima perbedaan pokok aliran tersebut dengan Sunni.

  1. Hadis yang tidak diriwayatkan oleh Ahlul Bait ditolak.
  2. Imam adalah orang suci.
  3. Tidak mengakui ijma’ tanpa imam.
  4. Usaha dalam menegakkan pemerintahan Imamah termasuk rukun agama.
  5. Tidak mengakui kekhalifahan Khulafaur Rasyidin selain Ali bin Abi Thalib.

Rumusan itu masih lebih bersifat politis daripada ideologis. Surat Ketetapan MUI tersebut juga tidak menerangkan apakah aliran pendukung ahlulbait ini dikategorikan sesat atau tidak. Meski tetap menganjurkan kepada masyarakat agar mewaspadai pengaruhnya.

Masalahnya sekarang, apakah benar ada perbedaan mendasar antara aliran pecinta Ali dengan yang dianut mayoritas masyarakat Indonesia? Mengingat aliran pecinta ahlulbait terbagi-bagi menjadi begitu banyak golongan, hal itu sangat mungkin terjadi.

Namun, banyak orang yang terlanjur memberi stigma bahwa aliran ini terlalu kontroversial, bahkan megamini kesesatan syiah. Padahal dalam kenyataannya, berbagai penilaian yang beredar tidak seratus persen valid.

Sebagai contoh, hasil penelitian Balitbang Kemenag RI Semarang berjudul RELASI SUNNI – SYIAH: Refleksi Kerukunan Umat Beragama di Bangsri Kabupaten Jepara (2017). Di situ diungkapkan mengenai lima dugaan kontroversial yang ternyata tidak sepenuhnya benar.

  1. Syiah hanya bersikap mengkritisi Sahabat Nabi, bukan menghujat. Semua Sahabat Nabi yang selalu ikhlas dan terus menjaga Islam, baik ketika Rasulullah masih hidup maupun setelah wafat, adalah termasuk orang-orang soleh.
  2. Nikah mut’ah bukan asal kawin. Tidak dibenarkan jika dijadikan sebagai cara mengumbar syahwat. Ada sejumlah aturan khusus yang membuatnya sama-sama sakral dengan pernikahan permanen.
  3. Taqiyah berbeda dengan munafik. Syiah melarang kemunafikan, tetapi membolehkan taqiyah yang beralasan logis. Jika agama atau keyakinan berpotensi dirusak, sementara penganutnya tidak mampu berbuat apa-apa.
  4. Salat tiga waktu, yaitu zawal (siang hari), ghurub (matahari terbenam/malam hari), dan syuruq (matahari terbit). Aliran ini menjalankan lima salat fardhu berdasarkan pembagian waktu tersebut. Landasannya berdasarkan Surat Al-Isra’ ayat 78.

أَقِمِ الصَّلَاةَ لِدُلُوكِ الشَّمْسِ إِلَىٰ غَسَقِ اللَّيْلِ وَقُرْآنَ الْفَجْرِ ۖ إِنَّ قُرْآنَ الْفَجْرِ كَانَ مَشْهُودًا

Aqimi alshshalaata liduluuki alsysyamsi ilaa ghasaqi allayli waqur-aana alfajri inna qur-aana alfajri kaana masyhuudaan

Artinya:

Dirikanlah shalat dari sesudah matahari tergelincir sampai gelap malam dan (dirikanlah pula shalat) subuh. Sesungguhnya shalat subuh itu disaksikan (oleh malaikat).

  1. Syahadatnya tidak berbeda dengan versi lainnya. Penambahan kalimat ‘wa aliyyan waliyullah’ tidak ditemukan dalam buku-buku rujukannya. Jika memang ada teks tambahan, derajatnya berbeda dengan dua kalimat syahadatain, sehingga dibenarkan.

Menyikapi Aliran Syiah

Tentang hal ini, mari kita menyimak pendapat Ustaz Ahmad Sarwat dari Rumah Fiqih Indonesia. Menurut beliau, kita tidak bisa menilai seluruh penganut aliran pengikut Ali, atau umat Islam yang tradisinya bercorak Syiah sebagai pasti sesat, kafir, atau murtad.

Sikap semacam itu kurang bijaksana. Pasalnya, tidak semua golongan tersebut memiliki akidah berbeda. Beberapa kelompok yang berbeda akidah, seperti golongan Ghulat atau Ghuluw yang ekstrem, bahkan menuhankan selain Allah Ta’ala.

Meski ekstrem sekalipun, itu tidak lantas membenarkan tindakan meng-kafir-kan. Kenyataannya, banyak umat Islam yang beragama secara tradisional. Maksudnya, para penganut karena faktor keturunan, tanpa ada niat buruk untuk merusak Islam.

Ustaz Ahmad Sarwat menyimpulkan bahwa umat Islam harus dewasa dalam menyikapi kenyataan yang bermacam-macam. Kita harus tegas kepada akidah sesat dan mereka yang memang berniat merusak Islam dari dalam.

Tapi, kita sebaiknya juga tidak asal tebas. Maksudnya, bersedia hidup rukun dengan aliran syiah atau coraknya saja yang kekeliruannya masih bisa ditoleransi. Akan lebih baik jika membina kerukunan daripada memelihara perpecahan.

Referensi:

Click to access 42037-ID-shia-its-history-and-development-in-indonesia.pdf

Click to access 178079-ID-melacak-historitas-syiah-asal-usul-perke.pdf

Gus Dur: ‘Syiah adalah NU Plus Imamah’


https://www.hidayatullah.com/berita/berita-dari-anda/read/2019/02/21/160332/mengenal-syiah-apa-dan-bagaimana.html
https://tirto.id/sejarah-syiah-alasan-perbedaan-waktu-buka-puasa-dengan-sunni-drj9

Click to access Bab%203.pdf

Oki Setiana Dewi, Jurnal Studi Alquran Vol. 12, Syiah: Dari Kemunculannya Hingga Perkembanganya di Indonesia, 2016
Sulaiman, Jurnal Penelitian Agama dan Masyarakat Vol. 1, RELASI SUNNI – SYIAH: Refleksi Kerukunan Umat Beragama di Bangsri Kabupaten Jepara (2017)
https://nasional.tempo.co/read/426800/mengenal-4-kelompok-dalam-syiah
http://repository.radenintan.ac.id/659/
https://www.liputan6.com/news/read/4046654/26-agustus-2012-lebaran-berdarah-warga-syiah-di-sampang-madura

9 Tradisi Syiah di Indonesia, Nomor 8 Paling Sering Kamu Kerjakan Lho


https://rumahfiqih.com/konsultasi-1186-perbedaan-islam-suni-dan-islam-syi-039-ah.html

LSI:
pengertian syiah
sejarah syiah
syiah Indonesia
tokoh syiah Indonesia
kesesatan syiah

 

 

 

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *