Seputar Adzan Subuh dan Perbedaan dengan Adzan Lainnya

Kumandang adzan Subuh adalah salah satu yang sering diabaikan karena bagi sebagian manusia, bangun dari tidur malam sangatlah berat.

Akan tetapi, bagaimanapun beratnya, shalat Subuh harus dilaksanakan karena sudah merupakan kewajiban seorang muslim.

Adzan sendiri merupakan seruan atau panggilan bagi kaum muslimin untuk menunaikan ibadah shalat fardhu.

Khusus adzan untuk shalat Subuh, lafadznya berbeda dengan adzan lainnya. Hal tersebut memiliki tujuan tersendiri.

Selebihnya tentang adzan Subuh, Hasana.id akan membahasnya secara khusus dalam artikel ini. Kalau kamu ingin tahu, simak baik-baik, ya!

Lafadz Adzan Subuh

Lantunan adzan Subuh berbeda dari adzan lain, yaitu adanya penambahan tastwib atau pengulangan pengumuman. Berikut adalah lafadznya:

َللهُ اَكْبَر، اَللهُ اَكْبَر، اَللهُ اَكْبَر، اَللهُ اَكْبَر

Allahuakbar, Allahuakbar, Allahuakbar, Allahuakbar.

“Allah Mahabesar, Allah Mahabesar”

أَشْهَدُ اَنْ لاَ اِلَهَ إِلاَّاللهُ ، أَشْهَدُ اَنْ لاَ اِلَهَ إِلاَّاللهُ

Asyhadualailahaillallah, Asyadualailahaillallah.

“Aku bersaksi bahwa tiada Tuhan selain Allah, aku bersaksi bahwa tiada Tuhan selain Allah.

اَشْهَدُ اَنَّ مُحَمَّدًا رَسُوْلُ اللهِ ، اَشْهَدُ اَنَّ مُحَمَّدًا رَسُوْلُ اللهِ

Asyhaduanna Muhammadarasuulullah, Asyhaduanna Muhammadarasuulullah.

“Aku bersaksi bahwa Muhammad adalah utusan Allah, aku bersaksi bahwa Muhammad adalah utusan Allah.”

حَيَّ عَلَى الصَّلاَةِ ، حَيَّ عَلَى الصَّلاَةِ

Hayya ‘alassholah, hayya ‘alassholah.

“Marilah shalat, marilah shalat.”

حَيَّ عَلَى الْفَلاَحِ ، حَيَّ عَلَى الْفَلاَحِ

Hayya ‘alalfalah, hayya ‘alalfalah.

“Marilah menuju kemenangan, marilah menuju kemenangan.”

ااَلصَّلاَةُ خَيْرٌ مِنَ النَّوْمِ ، اَلصَّلاَةُ خَيْرٌ مِنَ النَّوْمِ

Ashsholatuhoiruminannaum, ashsholatuhoiruminannaum.

“Sholat itu lebih baik dari pada tidur, sholat itu lebih baik dari pada tidur.”

اَللهُ اَكْبَر، اَللهُ اَكْبَر لاَ إِلَهَ إِلاَّالله

Allahuakbar, Allahuakbar, laa ilahaillallah.

“Allah Mahabesar, Allah Mahabesar, Tiada Tuhan selain Allah.”

Seputar Tatswib

Dalam setiap ibadah, terdapat beberapa hal-hal yang disunahkan dan lebih baik dilakukan.

Kesunahan tersebut dapat menambah kualitas ibadah dan membangkitkan semangat dalam menjalankannya.

Sebagaimana yang dijelaskan dalam ushul fiqih, orang mengerjakan sunah akan diganjar dengan pahala, tetapi yang meninggalkannya tidak akan memperoleh dosa.

Dari sekian banyak ibadah yang memiliki kesunahan, salah satunya adalah adzan Subuh, yaitu dengan menyisipkan bacaan tatswib, yang berbunyi:

ااَلصَّلاَةُ خَيْرٌ مِنَ النَّوْمِ ، اَلصَّلاَةُ خَيْرٌ مِنَ النَّوْمِ

Ash sholatu khairuminannaum, ash sholatu khairuminannaum.

“Sholat itu lebih baik dari pada tidur, Sholat itu lebih baik dari pada tidur.”

Dalam hadits sunnah Abi Dawud dinyatakan bahwa bacaan tatswib diucapkan pada adzan sebelum Subuh.

Akan tetapi, di Indonesia tidak dilakukan adzan sebelum Subuh. Lantas, bagaimana hukumnya jika bacaan ini dibaca ketika adzan Subuh?

Tatswib pada adzan Subuh tidak dilarang untuk dilakukan dan hukumnya adalah sunah. Adzan dua kali untuk shalat Subuh juga hukumnya sunah.

Adzan pertama bertujuan untuk membangunkan orang tidur, sedangkan yang kedua dilantunkan ketika memang sudah masuk waktunya dan bertujuan mengajak orang shalat.

Terkait kesunahan tatswib telah dijelaskan dalam kitab I’anah al-Thalibin. Di situ diterangkan:

قَوْلُهُ وَيُسَنُّ تَثْوِيْبٌ) أَيْ لِمَا صَحَّ أَنَّ بِلاَلاً أَذَّنَ لِلصُّبْحِ فَقِيْلَ لَهُ أَنَّ النَّبِيّ( نَائِمٌ فَقَالَ السَّلاَمُ عَلَيْكَ أَيُّهَا النَّبِيُّ وَرَحْمَةُ اللهِ وَبَرَكَاتُهُ الصَّلاَةُ خَيْرٌ مِنَ النَّوْمِ فَقَالَ r اِجْعَلْهُ فِيْ تَأْذِيْنِكَ لِلصُّبْحِ

Qaulahu wayusannu tatswibun aylimaa shakkha anna bilaalan adzana lilshubkhi faqiilalahu annannabiyy naaumun faqaalassalaamu ‘alaika ayyunannabiyyu warahmatullahu wabarakaatuhusshalaatu khairun minannaumi.

Artinya:

“Disunahkan membaca tatswib ini dikarenakan adanya hadits sahih tentang kisah Bilal yang pernah mengumandangkan adzan Subuh dan dikabarkan kepadanya bahwa Nabi Muhammad saw. sedang tidur. Lalu, Bilal mengucapkan lafal: ‘Assalaamu’alaikua ayyuhannabiyyu warahmatullahi wabarakaatuhusshalaatu khairun minannaumi’.’

Begitu mendengarnya, Rasulullah saw. pun bersabda, “Jadikanlah tatswib itu pada adzan Subuhmu.”

Kapan Tatswib Diucapkan?

Mengenai apakah tatswib dibaca pada adzan pertama atau kedua, terdapat tiga pendapat yang menjelaskannya.

Pendapat pertama dikemukakan oleh Abu Hanifah, Syaikh Abdul Aziz bin Baz, Syaikh Muhammad bin Shalih al-Utsaimin, dan Sufyan ats-Tsauri.

Menurut pendapat ini, kalimat tatswib diucapkan oleh muadzin pada saat mengumandangkan adzan shalat Subuh.

Pendapat kedua datang dari jumhur ulama, seperti Imam Asy-Syafi’i, Ibnul Qayyim Imam Ath-Thahawi, Imam Ibnu Hajar al-Asqalani, dan lain-lain.

Mereka mengatakan bahwa kalimat tatswib diucapkan pada adzan pertama yang dikumandangkan sebelum masuk waktu shalat Subuh.

Ketiga, menurut sebagian ulama syafu’iyyah, bacaan tatswib bisa diucapkan pada adzan Subuh pertama dan kedua.

Namun, pendapat ini tergolong lemah karena tidak didukung oleh dalil.

Jawaban Adzan Subuh

Ketika mendengar adzan, umat muslim dianjurkan untuk memberikan jawaban.

Dalam kitab Rishalatul Mu’awanah wal Mudhadarah wal Muwazarah, Allamah Sayyid Abdullah bin Alawi al-Haddad memaparkan petunjuk mengenai bacaan apa saja yag sebaiknya diucapkan pada saat dan seusai adzan, yaitu:

وإذا سمعت المؤذن فقل مثل ما يقول إلا في الحيعلتين فقل: “لا حول ولا قوة إلا بالله” وفي التثويب صدقت وبررت، فإذا فرغت من جوابه فصل على النبي صلى الله عليه وسلم.

Artinya:

Dan apabila Anda mendengar suara adzan, maka ucapkanlah seperti yang diucapkan muadzin kecuali ketika ia mengucapkan: حَیَّ عَلَی الصَّلاةِ dan .حَیَّ عَلی الفَلٰاحِ Sebagai jawabannya, ucapkanlah لَا حَوْلَ وَلَا قُوَّةَ اِلَّا بِاللهِ. ‘Lâ haula walâ quwwata illâ billâhi.’ (Tiada daya dan upaya kecuali dengan Allah). Demikian pula ketika mendengar seruannya: اَلصَّلاَةُ خَيْرٌ مِنَ النَّوْمِ ‘Ash-shalatu khairun minan naum.’ (Shalat lebih baik dari pada tidur) pada adzan Subuh, ucapkanlah: صَدَقْتَ وَبَرَرْتَ ‘Shadaqta wa bararta.’ (Engkau benar dan engkau telah berbuat kebajikan). Selesai itu, bacalah shalawat untuk Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam.”

Dari kutipan tersebut, penjelasan mengenai apa yang harus kita lakukan ketika adzan dan setelahnya dapat diuraikan sebagai berikut.

Pertama

Hal pertama yang disunahkan ketika mendengar adzan Subuh adalah menirukan bacaannya sama persis seperti yang diucapkan oleh muadzin.

Bacaan yang ditirukan secara persis adalah Allahu akbar, Allahu akbar, asyhadualla ilaaha illallah, hingga asyhadu anna mukhammadarrasulullah.

Menirukan bacaan dilakukan begitu muadzin selesai mengumandangkan tiap-tiap lafadz tersebut dan setiap bacaan tersebut diucapkan sebanyak dua kali.

Kedua

Ketika muadzin selesai melantunkan kalimat hayya ‘alassolah dan hayya ‘alalfalah, ucapkan bacaan: laa haula walaa quwwata illaa billaahi (tiada daya dan upaya kecuali dengan Allah).

Ketiga

Pada saat muadzin selesai melantunkan bacaan tatswib, jawablah dengan bacaan صَدَقْتَ وَبَرَرْتَ “Shadaqta wa bararta.” (Engkau benar dan engkau telah berbuat kebajikan).

Keempat

Tirukan bacaan muadzin segera setelah ia selesai mengumandangkan bacaan adzan Subuh dari Allahu akbar, Allahu akbar dan laa ilaaha illallahu sebagai penutup adzan.

Kelima

Begitu adzan Subuh selesai dikumandangakan, kamu dianjurkan untuk melantunkan shalawat kepada Rasulullah saw. yang bunyinya adalah:

اللهم صل على سيدنا محمد

Allahumma shalli ‘ala sayyidana Muhammad.

Artinya:

“Ya Allah, berikanlah rahmat-Mu kepada junjungan kami Muhammad.”

Allamah Sayyid Abdullah bin Alawi al-Haddad juga menjelaskan bahwa begitu adzan selesai dikumandangkan, ada baiknya kita segera membaca shalawat Nabi.

Setelah itu, kita tutup dengan membaca doa setelah adzan, yaitu:

اَللَّهُمَّ رَبَّ هَذِهِ الدَّعْوَةِ التَّامَّةْ وَالصَّلاةِ القَائِمَةْ آتِ سَيِّدَنَا مُحَمَّدَنِ اْلوَسِيْلَةَ وَاْلفَضِيْلَةْ وَابْعَثْهُ مَقَاماً مَحْمُوْدًا اَّلذِيْ وَعَدْتَهْ

Allâhumma rabba hâdzihid da’watit tâmmah, washshalâtil qâ-imah, âti sayyidana muhammadanil washîlata wal fadhîlah, wab’atshu maqâmam mahmûdanil ladzî wa’adtah.

Artinya:

“Wahai Tuhanku, yang memiliki seruan sempurna ini serta shalat yang segera akan dilaksanakan, berilah kepada Junjungan kami Nabi Muhammad kedudukan sebagai wasilah serta kemuliaan dan bangkitkanlah ia dalam kedudukan yang terpuji sebagaimana telah Engkau janjikan.”

Dari penjelasan ini, kita perlu mendengarkan adzan yang dikumandangkan oleh muadzin baik-baik agar bisa memberikan jawaban dengan bacaan-bacaan yang telah ditentukan.

Tentang Adzan Subuh yang Dilakukan Dua Kali

Tak jarang, seorang muslim dibingungkan oleh suara adzan yang dikumandangkan sebelum masuk waktu shalat Subuh.

Hal ini disebabkan tidak semua daerah memberlakukan adzan Subuh sebanyak dua kali dan yang menerapkannya cenderung lebih sedikit.

Dalam fiqih memang disebutkan adanya adzan yang dikumandangkan sebelum masuk waktu shalat Subuh, tetapi tidak untuk waktu shalat fardhu lainnya.

Dalam kitab Al-Muhadzadzab, Imam As-Syairazi menuturkan:

ولا يَجُوزُ الْأَذَانُ لِغَيْرِ الصُّبْحِ قَبْلَ دُخُولِ الْوَقْتِ لِأَنَّهُ يُرَادُ لِلْإِعْلَامِ بِالْوَقْتِ فَلَا يَجُوزُ قَبْلَهُ واما الصبح فيجوز ان يؤذن له بَعْدَ نِصْفِ اللَّيْلِ

Artinya:

“Tidak diperbolehkan untuk selain shalat Subuh adzan sebelum masuk waktunya. Karena adzan itu dimaksudkan untuk memberitahu masuknya waktu shalat maka tidak boleh adzan dilakukan sebelum waktunya. Kecuali shalat Subuh maka diperbolehkan adzan dilakukan setelah lewat tengah malam” (Abu Ishak as-Syairazi, Al-Muhadzdzab, [Beirut: Darul Fikr, 2005], Juz I, hal. 78)

Dalam kutipan tersebut dijelaskan bahwa untuk shalat Dzuhur, Asar, Maghrib, dan Isya, adzan haruslah dilakukan jika memang sudah masuk waktunya.

Namun, khusus untuk shalat Subuh, adzan dapat dilakukan sebelum masuk waktunya dan setelah lewat tengah malam.

Bagaimana penjelasan mengenai perbedaan tersebut? As-Syairazi menjelaskan bahwa ketika masuk waktu shalat Subuh, kaum muslimin pada umumnya masih dalam kondisi terlelap.

Bahkan, bukan tidak mungkin, ada sebagian yang masih dalam keadaan junub ataupun berhadats.

Oleh karena itu, dibutuhkan adzan sebelum waktu masuk shalat Subuh agar ada persiapan bagi mereka untuk menjalankan shalat Subuh.

Kondisi ini berbeda dengan shalat-shalat lain yang ketika sudah masuk waktunya, orang-orang kebanyakan dalam kondisi terjaga sehingga tidak membutuhkan waktu untuk bersiap.

Pendapat dari Tokoh Lain

Imam Nawawi dalam kitab Al-Majmu Syarhul Muhadzadzab menyampaikan pendapat dari para ulama mazhab Syafi’i bahwa melakukan adzan Subuh dua kali hukumnya adalah sunah.

Adzan pertama dikumandangkan sebelum fajar terbit atau sebelum masuk waktu Subuh.

Sementara itu, adzan kedua dilantunkan setelah terbitnya fajar atau setelah masuk waktu shalat Subuh.

Apabila hanya dicukupkan sekali saja, adzan bisa dikumandangkan sebelum atau setelah fajar. Akan tetapi, setelah terbit fajar adalah waktu yang lebih utama.

Pendapat Imam Nawawi dan para ulama tersebut didasarkan pada sebuah hadits yang diriwayatkan oleh Imam Bukhari dan Imam Muslim, yakni:

إِنَّ بِلَالًا يُؤَذِّنُ بِلَيْلٍ، فَكُلُوا وَاشْرَبُوا حَتَّى تَسْمَعُوا تَأْذِينَ ابْنِ أُمِّ مَكْتُومٍ

Inna bilaalan yuaddzinu bilailin, fakuluu wasyrabuu khatta tasma’uu ta’dziinabni ummi maktuumin.

Artinya:

“Sesungguhnya, Bilal beradzan pada malam hari, maka makan dan minumlah kalian sampai mendengar adzannya Ibnu Ummu Maktum.” (HR Imam Muslim).

Dalam kitab Al-Bayan, Husain al-Imrani memberikan catatan yang perlu diperhatikan terkait adzan Subuh sebelum waktunya ini.

Jika suatu daerah memberlakukan kebiasaan adzan Subuh dikumandangkan setelah terbit fajar, tidak ada ruang bagi seseorang untuk mengumandangkan adzan sebelum terbit fajar.

Tujuannya adalah masyarakat setempat tidak terkecoh ketika mendengarnya sehingga mengira sudah masuk waktu shalat Subuh.

Kaitannya dengan Sahur ketika Puasa

Adzan Subuh bisa digunakan sebagai penanda waktu sahur telah habis sehingga seseorang yang hendak berpuasa sudah tidak bisa melakukan hal-hal yang membatalkan puasanya.

Namun, apabila adzan Subuh pertama telah dikumandangkan dan ada orang yang memilih untuk meneruskan santap sahurnya, bagaimana hukumnya?

Imam Muslim dalam kitab shahih-nya menuturkan sabda Nabi Muhammad saw. sebagai berikut:

لَا يَمْنَعَنَّ أَحَدًا مِنْكُمْ أَذَانُ بِلَالٍ – أَوْ قَالَ نِدَاءُ بِلَالٍ – مِنْ سُحُورِهِ، فَإِنَّهُ يُؤَذِّنُ – أَوْ قَالَ يُنَادِي – بِلَيْلٍ، لِيَرْجِعَ قَائِمَكُمْ وَيُوقِظَ نَائِمَكُمْ

Laa yamna’anna akhadan minkum adzaanu bilaalin – awqaala nidaa ubilaalin – minsukhuurih, fainnahu yuaddzinu – awqaala yunaadii – bilailin, liyarji’a qaaimakum wayuuqizha naaimakum.

Artinya:

“Janganlah adzannya Bilal—atau Rasul berkata ‘panggilannya Bilal’—mencegah seorang di antara kalian dari santap sahurnya. Sesungguhnya, Bilal beradzan—atau Rasul berkata ‘Bilal memanggil’—pada malam hari agar orang yang sedang shalat malam di antara kalian pulang dan membangunkan orang yang tidur di antara kalian.” (HR Imam Muslim)

Dalam hadits ini, Rasulullah saw. menjelaskan bahwa kamu tidak perlu menghentikan santap sahur yang sedang dilakukan ketika mendengar adzan shalat Subuh yang pertama.

Hal ini disebabkan adzan pertama hanya berfungsi untuk mengingatkan bahwa waktu Subuh akan segera datang.

Berkaitan dengan hal ini, Imam Nawawi menyimpulkan bahwa makan, minum, bersetubuh, dan kegiatan lain yang bisa membatalkan puasa masih bisa dilakukan sampai terbitnya fajar.

Kesimpulan tersebut tercantum dalam kitabnya, Al-Minhaj Syarh Shahih Muslim ibn Al-Hajjaj.

Dengan begitu, mereka yang masih melakukan santap sahur ketika adzan Subuh pertama terdengar masih bisa meneruskannya dan tidak membatalkan puasa pada keesokan harinya.

Alasannya, puasa dilakukan sejak terbitnya fajar, yang juga menandakan telah masuknya waktu untuk mendirikan shalat Subuh.

Akan tetapi, Imam Ibnu Qudamah dalam mazhab Hanbali menegaskan bahwa adzan sebelum masuk waktu Subuh pada bulan Ramadan hukumnya adalah makruh.

Ia beralasan bahwa hal tersebut dapat membuat bingung orang yang sedang bersantap sahur dan akhirnya mereka meninggalkan atau menghentikan santap sahurnya.

Beberapa Sunah ketika Adzan

Dalam sebuah haditsnya, Rasulullah bersabda:

فَإِنَّهُ لَا يَسْمَعُ مَدَى صَوْتِ الْمُؤَذِّنِ جِنٌّ وَلَا إِنْسٌ وَلَا شَيْءٌ إِلَّا شَهِدَ لَهُ يَوْمَ الْقِيَامَةِ

Fainnahulaa yasma’u madaa shautil muaddzini jinnun walaa insun walaa syaiun illaa syahida lahuyaumal qiyaamati.

Artinya:

“Karena sesungguhnya tidak ada manusia, jin, atau suatu hal lain yang mendengar panjangnya suara muadzin, kecuali ia menjadi saksi bagi muadzin tersebut di hari kiamat.” (HR Bukhari).

Hadits di atas menunjukkan bahwa muadzin adalah profesi yang mulia dan tidak bisa dilakukan oleh sebarang orang.

Terkait hal ini, seorang muadzin harus tahu apa saja hal-hal yang sunah dilakukan ketika menyeru orang untuk melaksanakan shalat.

Selain menyisipkan bacaan tatswib di sela-sela adzan, terdapat beberapa hal lain yang juga merupakan sunah untuk dilakukan oleh muadzin ketika mengumandangkan adzan Subuh.

Muthafa al-Khin dan Musthafa al-Bugha dalam kitab Al-Fiqhul Manhaji ala Madzhabil Imamis Syafi’i mengatakan, ada beberapa sunah yang bisa dilakukan muadzin ketika mengumandangkan adzan.

Beberapa sunah tersebut adalah sebagai berikut.

Menghadap Kiblat

Kiblat merupakan arah yang paling baik dan mulia dibanding dengan arah lainnya. Itulah sebabnya seorang muadzin disunahkan untuk menghadap ke arah kiblat.

Bebas dari Hadas Kecil dan Besar

Makruh hukumnya bagi seorang muadzin untuk mengumandangkan adzan dalam keadaan masih memiliki hadas, apalagi dalam kondisi junub.

Perihal ini telah dijelaskan dalam hadits riwayat Abu Dawud, yaitu:

قال رسول الله – صلى الله عليه وسلم -: كَرَهْتُ أَنْ أَذْكُرَ اللهَ عَزَّ وَجَلَّ إِلَّا عَلَى طُهْرٍ أَوْ قَالَ: عَلَى طَهَارَةٍ

Qaala Rasuulullah shalallahu ‘alaihi wassalam: karahmatu an adzkurallaha ‘azza wajalla illaa ‘alaa thuhrin awqaala: ‘alaa thahaaratin.

Artinya:

“Rasulullah Saw bersabda, ‘Saya memakruhkan menyebut nama Allah Swt. kecuali dalam keadaan suci’ atau disebutkan dengan kata ‘ala thahaaratin’.”

Berdiri

Ketika mengumandangkan adzan Subuh maupun adzan lainnya, seorang muadzin hendaknya mengumandangkannya dengan berdiri.

Diriwayatkan bahwa Nabi Muhammad saw. pernah memerintahkan Bilal yang akan mengumandangkan adzan agar berdiri terlebih dahulu.

قال رسول الله – صلى الله عليه وسلم -: ياَ بِلَالُ قُمْ فَنَادِ لِلصَّلَاةِ

Qaala rasuulullah shalallahu ‘alaihi wassalam: yaa bilaaluqum fanaadi lisshalaati

Artinya:

“Rasulullah saw. bersabda, ‘Wahai Bilal, berdirilah dan kumandangkan adzan untuk shalat’.”

Menengok ke Kanan dan ke Kiri

Sunah dalam mengumandangkan adzan Subuh dan empat adzan lainnya yang berikut adalah mengengokkan kepala ke kanan ketika mengucapkan “hayya ‘alassolah”.

Sementara itu, ketika sedang mengucapkan bacaan “hayya ‘alalfalah”, muadzin disunahkan menolehkan kepala ke arah kiri sesuai sabda Rasulullah saw.

أن أبا جحيفة رضي الله عنه قال: رأيت بلالاً يؤذن، فجعلت أتتبع فاه هنا وهنا بالأذان يميناً وشمالاً: حيى على الصلاة حيى على الفلاح

Artinya:

“Sesungguhnya, Abu Juhaifah r.a. berkata, ‘Aku melihat Bilal mengumandangkan adzan, kemudian aku mengamati mulutnya ke arah sini dan sini ketika adzan kanan dan kiri: ‘Hayya alas shalah dan hayya alal falah’.” (HR Bukhari)

Mengulang Adzan

Sebelum melafalkan kalimat syahadat dengan lantang dalam adzan, seorang muadzin hendaknya mengucapkan kedua kalimat tersebut secara lirih terlebih dahulu.

Memiliki Suara Bagus

Suara adzan Subuh yang enak didengar bisa menarik simpati dan menimbulkan semangat bagi siapa saja yang mendengarnya.

Dengan begitu, bisa jadi orang-orang akan tergerak untuk menuju masjid dan menunaikan shalat berjamaah di sana.

Muadzin adalah Orang Baik

Seseorang yang mengumandangkan adzan hendaknya adalah orang yang baik dan tepercaya.

Dengan begitu, diharapkan masyarakat sekitar akan yakin bahwa waktu shalat memang benar-benar sudah tiba ketika terdengar seruan panggilan shalat dari sang muadzin.

Tidak Tamthit

Tamthit adalah tindakan mencaci dan merendahkan adzan.

Seorang muadzin hendaknya tidak memiliki sifat ini, yaitu cenderung suka memanjangkan bacaan adzan dan melagukannya seperti nyanyian. Hukum untuk hal ini adalah makruh.

Adzan Dua Kali

Disunahkan untuk mengumandangkan adzan Subuh sebanyak dua kali, waktunya adalah sebelum masuk waktu fajar dan sesudahnya.

Diam Ketika Mendengar Adzan

Bagi siapa pun yang mendengarkan adzan, disunahkan untuk tenang, diam, khusyuk, dan menjawab adzan seperti yang telah dijelaskan sebelumnya.

Membaca Shalawat Nabi dan Doa setelah Adzan

Setelah adzan Subuh selesai dikumandangkan, bacalah shalawat Nabi dan doa setelah adzan. Adapun shalawat dan doanya sudah disebutkan di atas.

Bagi muadzin, disunahkan untuk membaca doa dan shalawat dengan suara lirih, sebagaimana penjelasan di bawah ini.

ويقول المؤذن الصلاة على النبي – صلى الله عليه وسلم – والدعاء بصوت أخفض من الأذان ومنفصل عنه، حتى لا يتوهم أنها من ألفاظ الأذان.

Artinya:

“Muadzin membaca shalawat dan doa dengan suara yang lebih lirih dari suara ketika adzan serta terpisah setelah adzan sehingga orang-orang tidak mengira bahwa doa dan shalawat yang dibaca tersebut bagian dari lafaz adzan,” (Lihat Mustafa al-Khin dan Musthafa al-Bugha, Al-Fiqhul Manhaji ala Madzhabil Imamis Syafii, [Damaskus: Darul Qalam, 1992] halaman 119)

Syarat Sah Adzan

Pada zaman Rasulullah saw., para sahabat memikirkan untuk membuat tanda masuk waktu shalat.

Setelah beberapa pendapat dikumpulkan, Rasulullah saw. kemudian memilih adzan. Adzan pertama kali dilakukan oleh Bilal bin Rabah.

Musthafa Al-Khin dan Musthafa Al-Bugha dalam kitabnya Al-Fiqhul ala Madzhabi Imamin Syafi’i menjelaskan tentang syarat sah adzan.

Kitab tersebut menyebutkan setidaknya ada tujuh syarat sah adzan.

Muslim

Adzan akan menjadi tidak sah apabila dilakukan seseorang yang bukan beragama islam karena ia tidak memiliki keahlian dalam hal ibadah, khususnya shalat.

Tamyiz

Tamyiz adalah kemampuan membedakan mana yang baik dan yang buruk.

Dalam hal ini, anak bayi belum memenuhi kategori tamyiz dan tidak memiliki pengetahuan terkait ibadah serta tidak mengetahui perihal waktu shalat.

Laki-Laki

Adzan yang dikumandangkan oleh perempuan tidaklah sah sebagaimana perempuan menjadi imam laki-laki dalam shalat jamaah.

Tertib

Seorang muadzin harus mengumandangkan adzan dengan berurutan dalam menyebutkan kalimat demi kalimatnya. Jadi, ia tidak boleh mengumandangkan kalimat adzan secara acak.

Tidak ada Jeda yang Terlalu Lama

Adzan hendaknya dikumandangkan secara berturut-turut dan antara satu kalimat dengan kalimat berikutnya tidak dipisahkan oleh jeda waktu yang cukup lama.

Dikumandangkan dengan Suara Keras

Adzan hendaknya dikumandangkan dengan suara keras, bukan dengan suara lirik atau berbisik.

Telah Masuk Waktu Shalat

Adzan hanya boleh dikumandangkan setelah masuk waktu shalat, kecuali adzan untuk shalat Subuh.

Sebagaimana dijelaskan di atas, adzan Subuh dilakukan dua kali dan salah satunya sebelum masuk waktu shalat.

Demikianlah informasi seputar adzan shalat Subuh yang perlu diketahui karena memang berbeda dari adzan untuk keempat waktu shalat lainnya.

Dengan begitu, kamu menjadi benar-benar paham dan tidak lagi menduga-duga mengapa adzan Subuh berbeda dari lainnya.