Kisah Abu Hurairah dan Keistimewaannya sebagai Perawi Hadits Terbanyak

Dikenal sebagai mukharrij awwal atau perawi pertama, Abu Hurairah merupakan sosok sahabat Nabi yang sangat patut kita teladani kisahnya.

Ia termasuk sahabat Rasulullah saw. yang masuk Islam setelah masa hijrah, yaitu tepatnya pada tahun 7 Hijriah.

Kecintaannya terhadap kebenaranlah yang membawanya ke jalan Allah Swt. dan mantap untuk mengikrarkan syahadat di hadapan Nabi Muhammad saw. pada saat itu.

Perjalanan Abu Hurairah sebagai pengikut Rasulullah pun terbilang menarik.

Meskipun hanya bersama-sama dengan Nabi dalam waktu singkat, ia bisa menjadi sahabat yang paling banyak meriwayatkan hadits.

Oleh karena itu, kali ini, Hasana.id akan mengajak kalian untuk mengenal lebih jauh mengenai perawi pertama ini.

Meneladani Kisah Abu Hurairah ra. sebagai Sahabat Rasul

Berbeda dengan sahabat Nabi yang lain, Abu Hurairah memeluk Islam jauh setelah Nabi Muhammad saw. hijrah.

Setelah menyatakan diri masuk Islam di hadapan Rasulullah, ia tak pernah absen dari majelis beliau dan merekam kata demi kata yang diucapkan beliau pada saat itu.

Ia juga menyimpan setiap momen persoalan yang diselesaikan Rasulullah saw.

Dengan begitu, jika terjadi suatu permasalahan yang sama setelah Rasulullah tiada, masalah tersebut dapat diselesaikan dengan baik sesuai anjuran Rasulullah kala itu.

Perawi dengan nama asli Abdurrahman bin Shakhr ini tidak hanya bertanya dan mendengarkan ucapan Rasulullah saw., tetapi juga mencatat dan menghafal semua ilmu yang dibagikan Nabi.

Hal inilah yang membuatnya termasuk ke dalam deretan sahabat utama rasul dan namanya pun terus disebut sampai sekarang berkat jasanya meriwayatkan hadits.

Beberapa kisah menarik dan penuh teladan ketika Abu Hurairah menjadi sahabat rasul telah Hasana.id rangkum di bawah ini.

Kisah Hurairah yang Kabur ketika Ditemui Rasulullah

Abu Hurairah selalu bersedia untuk mengikuti Rasulullah saw. ke mana pun beliau pergi dan sangat dekat dengan beliau.

Namun, ada suatu kisah ketika ia justru buru-buru menghindar pada saat bertemu Rasulullah.

Dikisahkan dalam hadits riwayat Imam Muslim dan Imam Bukhari, suatu ketika, Abu Hurairah pernah pergi menghindar begitu ia melihat Nabi Muhammad saw. hendak menghampirinya.

Setelah beberapa saat, ia baru menemui Rasulullah saw. dan menceritakan alasannya buru-buru menghindar.

Ia pun menjelaskan bahwa sebelumnya, ia dalam keadaan junub sehingga tidak enak jika harus duduk-duduk bersama beliau.

Oleh karena itu, ketika melihat Rasulullah saw. menuju ke arahnya, Abu Hurairah pun memutuskan pergi untuk menunaikan mandi jinabat agar hadas besarnya hilang.

Mendengar penjelasan tersebut, Rasulullah saw. pun membalas bahwa sebenarnya setiap orang mukmin tidaklah ada yang najis.

Dalam hal ini, Rasulullah saw. secara tidak langsung mengingatkan sahabat beliau bahwa mandi jinabat sebenarnya boleh ditunda karena memiliki hadas tidak sama dengan menanggung najis.

Teladan sifat Abu Hurairah yang bisa diambil dari kisah ini adalah tentang bagaimana kita menghormati tamu atau seseorang yang ingin menemui kita.

Tidak sepantasnya sebagai tuan rumah kita mempersulit diri dan menghindar saat tamu sudah ada di depan mata, padahal mandi bisa ditunda.

Jadi, diutamakan untuk menghormati tamu yang datang terlebih dahulu.

Di sisi lain, sikap ingin tampil bersih dan suci juga tidak bisa dimungkiri merupakan suatu akhlak dan niat penghormatan yang sangat baik.

Kisah Abu Hurairah menangis tersedu-sedu

Sebagaimana dikisahkan oleh Salim ibn Bisyr ibn Jahal, suatu ketika, Hurairah pernah menderita sakit keras dan menangis tersedu-sedu karenanya.

Pada saat itu, yang ditangisinya bukanlah dunia yang akan ia tinggalkan.

Dalam Raudlatuz Zahdin yang ditulis Abul Malik Ali al-Kalib, disebutkan Hurairah menjelaskan bahwa yang sedang ditangisinya adalah nasib perjalanannya di akhirat kelak.

Menurutnya, bekalnya ke akhirat masih sangat sedikit sehingga ia membayangkan kelak akan naik turun antara neraka dan surga.

Jika orang sekelas Abu Hurairah yang sangat dekat dengan Nabi saja cemas akan ketidakpastian nasibnya di akhirat, bagaimana dengan mereka yang bahkan tak sampai ke level beliau?

Dari kisah tersebut, kita dapat mengambil pelajaran bahwa tidak ada seorang pun yang bisa mengklaim bahwa dirinya sudah pasti mempunyai tempat yang nyaman di akhirat kelak.

Sementara itu, tak ada juga orang yang bisa menuduh orang lain akan mendapatkan masa depan yang buruk di hari kemudian.

Kita tidak pernah bisa yakin dengan nasib kita ataupun orang lain di akhirat karena kekuasaan atas hal itu hanyalah milik Allah semata.

Yang dapat dilakukan oleh manusia adalah selalu berikhtiar dan berusaha menjadi yang terbaik.

Selain itu, mengoreksi diri dan terus berusaha memperbaiki kesalahan harus menjadi bagian dalam napas seorang Muslim juga.

Kisah Abu Hurairah Bertawasul kepada Rasulullah

Meskipun dikenal mempunyai daya ingat yang sangat kuat, Abdurrahman bin Shakhr pernah mengunjungi Rasulullah saw. untuk curhat mengenai hafalan haditsnya.

Ia merasa hafalan haditsnya tersebut masih ada yang sering terlupa atau hilang dari ingatan. Padahal, ia sudah menerima hadits yang cukup banyak dari Rasulullah.

Akhirnya, Nabi Muhammad saw. pun mengatakan kepada sahabatnya tersebut untuk membentangkan sorban mereka sampai beliau menyelesaikan pembicaraan.

Setelah itu, mereka dianjurkan meraih sorban tersebut agar apa yang telah Rasulullah katakan tidak mudah mereka lupakan.

Pada saat itu, Abu Hurairah pun mengikutinya dan menghamparkan kainnya sampai Rasulullah selesai berbicara.

Ia kemudian meraihnya dan membuktikan bahwa tak ada satu pun kata yang terlupa dari apa yang telah ia dengar dari Rasulullah saw.

Pelajaran yang bisa kita ambil dari kisah ini adalah pentingnya untuk bertawasul kepada seseorang yang mempunyai derajat tinggi di hadapan Allah karena doa mereka lebih makbul.

Oleh karena itu, sering-sering bertawasul kepada Rasulullah dengan cara memperbanyak shalawat karena itu merupakan hal yang sangat dianjurkan.

Terlebih lagi ketika kita mempunyai persoalan dalam hidup dan membutuhkan solusi.

Hal itu karena sebagai manusia yang paling dekat dengan Allah Swt., Nabi Muhammad saw. merupakan media perantara terbaik untuk doa-doa kita.

Kisah Abu Hurairah dan Harta Peninggalan Rasulullah

Kisah yang diangkat oleh Sayyid Bakri bin Sayyid Muhammad Syatha ad-Dymyathi dalam Kifayatul Atqiya wa Minhajul Ashfiya ini tak kalah penting dari kisah-kisah sebelumnya.

Suatu ketika, pada masa setelah Nabi Muhammad saw. wafat, sebagian kaum muslim mengabaikan sunah-sunah Rasul dan lebih fokus pada kehidupan duniawi saja.

Para sahabat pun khawatir akan hal ini, termasuk Abu Hurairah.

Oleh karena itu, ketika melewati suatu pasar, ia mendatangi sekumpulan kaum Muslim yang hanya duduk-duduk dan tidak memanfaatkan waktu untuk beribadah kepada Allah Swt.

Abu Hurairah kemudian bertanya kepada mereka mengapa memilih untuk hanya duduk-duduk, padahal harta peninggalan Rasulullah saw. sedang dibagi-bagikan di masjid.

Orang-orang tersebut pun kemudian bergegas bangkit dan meninggalkan perbuatan mubah mereka untuk pergi ke masjid. Namun, sesampainya di masjid, mereka kecewa.

Pasalnya, mereka hanya menemukan sekelompok kaum muslim yang menjalankan shalat sunah, melakukan kajian fiqih, membaca Al-Qur’an, dan ibadah lainnya.

Mereka pun akhirnya menemui Abu Hurairah dan mengajukan komplain karena tidak menemukan harta peninggalan Nabi Muhammad saw. yang ia katakan.

Abu Hurairah pun kemudian menjelaskan bahwa apa yang mereka saksikan di masjid itulah yang disebut sebagai harta peninggalan Rasulullah saw.

Ia menambahkan bahwa para nabi dan rasul tidak meninggalkan dinar atau dirham untuk kaumnya, melainkan mewariskan ilmu yang bermanfaat baik bagi kehidupan dunia dan akhirat.

Jadi, siapa pun yang mengambilnya akan menerima harta peninggalan yang sangat banyak dari para nabi dan rasul.

Keistimewaan Abu Hurairah r.a. sebagai Mukharrij Awwal

Salah satu kelebihan Abu Hurairah dibanding sahabat Nabi yang lain adalah banyaknya hadits dari Rasulullah saw. yang ia riwayatkan.

Dalam hal produktivitas meriwayatkan hadits, ia memang patut diacungi jempol.

Apalagi mengingat ia hanya menghabiskan waktu kurang lebih empat tahun bersama dengan Rasul hingga beliau wafat.

Yang menjadi pertanyaan adalah bagaimana hadits yang diriwayatkan olehnya bisa melebihi para sahabat Rasul yang jauh lebih lama mendampingi dan menjumpainya? Berikut ulasannya.

Menyadari Ketertinggalannya

Salah satu alasan untuk pertanyaan di atas adalah karena Abu Hurairah menyadari bahwa ia telah tertinggal dari sahabat-sahabat lain yang telah masuk Islam pada periode awal.

Hal ini membuat ia bertekad untuk mengejar ketertinggalan tersebut. Konsisten mengikuti majelis Rasulullah saw. menjadi salah satu cara yang ia tempuh pada saat itu.

Dalam karyanya, Karakteristik Perihidup Enam Puluh Shahabat Rasulullah, Khalid Muhammad Kha lid menceritakan bahwa Hurairah tak pernah absen dari majelis Nabi Muhammad saw.

Ketika para sahabat dari kaum Muhajirin sibuk dengan perdagangannya dan kaum Anshar sibuk dengan tanah pertaniannya, Abu Hurairah menghabiskan waktunya untuk mengikuti majelis.

Dari sini dapat kita lihat bahwa Abu Hurairah benar-benar fokus menyertai Rasulullah saw. selama sekitar empat tahun ia menjumpai beliau.

Selama rentang waktu tersebut, ia tidak mempunyai kesibukan lain, seperti bertani atau berdagang.

Sementara itu, para sahabat yang lain umumnya masih mempunyai kegiatan sampingan di sela-sela menghadiri majelis Nabi Muhammad saw.

Kesadaran dan Rasa Kewajiban dalam Dirinya

Abu Hurairah merasa memiliki kewajiban untuk menyampaikan apa yang telah ia peroleh selama mengikuti Nabi Muhammad saw. kepada kaum muslim yang belum mengetahui ajarannya.

Kesadaran yang besar dalam dirinya akan hal ini juga selaras dengan firman Allah Swt. dalam Al-Qur’an surah Al-Baqarah ayat 159 yang berbunyi:

إِنَّ ٱلَّذِينَ يَكْتُمُونَ مَآ أَنزَلْنَا مِنَ ٱلْبَيِّنَٰتِ وَٱلْهُدَىٰ مِنۢ بَعْدِ مَا بَيَّنَّٰهُ لِلنَّاسِ فِى ٱلْكِتَٰبِ ۙ أُو۟لَٰٓئِكَ يَلْعَنُهُمُ ٱللَّهُ وَيَلْعَنُهُمُ ٱللَّٰعِنُونَ

Innallażīna yaktumụna mā anzalnā minal-bayyināti wal-hudā mim ba’di mā bayyannāhu lin-nāsi fil-kitābi ulā`ika yal’anuhumullāhu wa yal’anuhumul-lā’inụn.

Artinya:

“Sesungguhnya, orang-orang yang menyembunyikan apa yang telah Kami turunkan berupa keterangan-keterangan (yang jelas) dan petunjuk setelah Kami menerangkannya kepada manusia dalam Al-Kitab, mereka itu dilaknati Allah dan dilaknati (pula) oleh semua (mahluk) yang dapat melaknati.”

Ia tidak menutupi apa yang ia ketahui dan mengabarkan kepada umat Islam lainnya tentang apa yang mungkin mereka belum ketahui.

Hal ini juga menjelaskan bahwa Abu Hurairah meriwayatkan hadits-hadits Rasulullah saw. bukan karena ia suka bercerita.

Ia melakukannya karena menyadari tanggung jawabnya sebagai orang yang lebih tahu untuk menyebarluaskan apa yang Nabi Muhammad sampaikan.

Daya Ingat yang Kuat

Kemampuan Hurairah dalam meriwayatkan hadits Rasulullah saw. tentu tidak terlepas juga dari anugerah yang telah Allah berikan, yaitu daya ingat yang kuat.

Ia diketahui memiliki pembawaan yang mahir dalam menghafal.

Ia juga dikenal dengan kemampuannya yang mampu mengingat sesuatu dengan mudah dan detail, bahkan untuk perkataan yang panjang sekalipun.

Daya ingat tersebut semakin terasah berkat doa dan praktik yang diajarkan oleh Rasulullah saw. ketika ia bertawasul kepada beliau.

Menariknya lagi, ingatan kuat tersebut dapat dipertahankanknya sampai akhir hayatnya.

MasyaAllah, sungguh anugerah yang patut disyukuri oleh setiap kaum muslim yang memperolehnya.

Hal ini dikisahkan dalam berbagai sumber, ketika Marwan bin Hakam ingin menguji ingatan Abu Hurairah mengenai ilmu haditsnya.

Marwan bin Hakam sendiri hidup di masa kekhalifahan Bani Umayyah, bertahun-tahun sejak Rasulullah wafat dan kekhalifahan sudah digantikan oleh beberapa sahabat Nabi.

Ia meminta Abu Hurairah untuk menyebutkan sejumlah hadits yang diketahuinya. Tanpa sepengetahuan pewari ini, ada orang yang turut serta dan mencatat apa yang diucapkan olehnya.

Selang satu tahun, Marwan bin Hakam kembali memanggil Hurairah dengan tujuan yang sama, yaitu menyampaikan beberapa hadits.

Setelah selesai, ternyata Hurairah menyebutkan hadits-hadits tersebut dalam susunan kata yang sama persis dengan sebelumnya.

Kejadian ini membuat Marwan bin Hakam makin yakin bahwa Hurairah memang mempunyai daya ingat yang sangat kuat.

Diberi umur Panjang

Abu Hurairah tidak hanya dianugerahi ingatan yang kuat. Allah Ta’ala juga mengaruniainya dengan umur yang panjang, yaitu sekitar 78 tahun.

Artinya, ia hidup kurang lebih 50 tahun setelah Rasulullah saw. meninggal dunia dan telah melewati bermacam-macam peradaban dan masa pemerintahan Islam.

Selama itu juga, Abu Hurairah memilih untuk menyambung dakwah Nabi Muhammad saw. melalui apa yang telah ia dengar, lihat, dan pahami dari beliau semasa hidupnya.

Termasuk di dalamnya adalah segala sisi kehidupan Nabi pada saat itu.

Berselera Humor Tinggi

Abu Hurairah juga dikenal sebagai orang yang humoris dan sangat periang. Meskipun kehidupannya penuh dengan kekurangan materi, ia tetap bisa tertawa bahagia.

Setiap kali bertemu dengan anak-anak para sahabat Anshar dan Muhajirin, ia selalu bisa membuat mereka tertawa riang.

Ketika berjumpa dengan orang-orang di pasar yang sedang beraktivitas, ia juga selalu berhasil menghibur mereka dan membuat orang-orang lupa akan beban pikirannya masing-masing.

Sifatnya yang sangat menghibur tersebut tidak menghentikan Abu Hurairah untuk menjadi hamba yang patuh ketika menghadap kepada Allah Swt. dalam shalat dan ibadah lainnya.

Hal ini jugalah yang mungkin membuat Hurairah dapat berumur panjang dan berhasil menularkan ilmu haditsnya kepada umat muslim lainnya.

Jumlah Hadits Abu Hurairah dan para Sahabat Lainnya

Sebagaimana diketahui, Hurairah meriwayatkan hadits lebih banyak dibandingkan dengan para sahabat lainnya. Pertanyaannya, berapa banyak tepatnya hadits yang telah diriwayatkan?

Tercatat ada 5.374 hadits yang mampu dihafalkan oleh Hurairah.

Jumlah tersebut bahkan dua kali lipat dari jumlah hafalan hadits Abdullah bin Umar r.a. yang tepat berada di urutan kedua dengan total 2.630 hadits.

Setelah Abdullah bin Umar, secara berurutan, ada Anas bin Malik dengan 2286 hadits, Aisyah binti Abu Bakar dengan 2.210 hadits, dan Abdullah bin Abbas dengan 1.660 hadits.

Munculnya Nama Abu Hurairah dan Kecintaannya Terhadap Kucing

Selain menjadi sahabat Nabi dan meriwayatkan banyak hadits, Hurairah juga merupakan manusia biasa yang mempunyai kehidupan pribadi dan kegemaran.

Salah satu yang paling populer adalah kesukaannya terhadap hewan peliharaan, yaitu kucing.

Hubungan Abu Hurairah dan kucing memang bukan suatu hal yang asing lagi. Bahkan. nama panggilannya tersebut juga memiliki arti “Bapaknya Kucing”.

Nama tersebut muncul bukan hanya karena ia menyukai kucing yang kebetulan juga merupakan hewan peliharaan kesukaan Nabi Muhammad saw.

Akan tetapi, nama populernya tersebut juga mencerminkan kebiasaan Abu Hurairah yang senantiasa mengikut Rasulullah kemana pun beliau pergi.

Kebiasaan tersebut dianggap mirip dengan sifat kucing yang sedang mengincar ikan teri.

Panggilan tersebut juga seperti anugerah bagi Hurairah yang disematkan oleh Rasulullah saw. yang saat menjumpainya sedang membawa seekor anak kucing.

Bahkan, hingga sekarang Abdurrahman bin Shakhr lebih dikenal dengan nama Abu Hurairah dibanding nama aslinya tersebut.

Itulah sekilas tentang kisah dan kehidupan Abu Hurairah sebagai sahabat Rasulullah saw. dan pewari pertama. Semoga kamu bisa mengambil hikmah dari ulasan singkat di atas. Aamiin.

Referensi:

https://islam.nu.or.id/post/read/71265/kisah-abu-hurairah-kabur-saat-ditemui-rasulullah

https://islam.nu.or.id/post/read/72802/yang-membuat-abu-hurairah-menangis-tersedu-sedu

https://www.laduni.id/post/read/56469/mengenal-abu-hurairah-sahabat-nabi-dengan-ingatan-yang-luar-biasa

https://islam.nu.or.id/post/read/66531/tiga-alasan-mengapa-abu-hurairah-terbanyak-meriwayatkan-hadits

https://www.nu.or.id/post/read/115922/kisah-abu-hurairah-tawasul-kepada-kanjeng-nabi

https://www.laduni.id/post/read/69970/rahasia-abu-hurairah-hafal-5374-hadits

https://islam.nu.or.id/post/read/88337/ini-sahabat-yang-paling-banyak-meriwayatkan-hadits

https://islam.nu.or.id/post/read/124510/sahabat-abu-hurairah-dan-harta-peninggalan-rasulullah