Abdurrahman bin Auf r.a., Seorang Dermawan yang Tangguh di Peperangan

Rasulullah saw. memiliki sepuluh sahabat yang dijanjikan surga oleh Allah Swt.

Salah satu di antaranya adalah sesosok figur bernama Abdurrahman bin Auf r.a. Ia adalah seseorang yang diberkahi-Nya dengan harta yang melimpah.

Kedermawanan Abdurrahman bin Auf ra. telah terkenal di sepanjang sejarah Islam. Beliau rutin membagikan hartanya kepada penduduk Madinah beberapa kali dalam setahun.

Kisaran sedekah yang dibagikan dalam satu kesempatan tergolong amat fantastis, yaitu mencapai 40.000 dinar.

Jika harga emas tahun 2021 adalah sekitar Rp934.000,00 per gram dan 1 dinar setara 4,25 gram, total sedekah pada satu momen yang beliau bagikan dalam rupiah mencapai 158,78 miliar.

Begitulah yang diceritakan Ustaz Salim A. Fillah dalam buku karangannya, Jalan Cinta Para Pejuang.

Nah, adakah seseorang pada zaman ini yang bermurah hati membagi-bagikan hartanya beberapa kali sepanjang tahun yang bilangannya mencapai 168 miliar rupiah sekali bagi?

Hasana.id sangsi ada. Namun, Islam memilikinya dahulu.

Sekarang, Hasana.id akan mengupas sosok yang fenomenal dalam keimanan dan kedermawanan ini khusus untukmu!

Silakan menikmati bacaan bergizi mengenai biografi Abdurrahman bin Auf r.a. ini.

Latar Belakang Sang Tokoh

Bernama Abdurrahman bin Auf bin Abd Auf bin Abdul Harits bin Zuhrah bin Kilab al-Quraisy al-Zuhri, beliau lahir pada tahun 581 M, sebelas tahun setelah Baginda Nabi.

Beliau wafat dalam usia 72 tahun dan dimakamkan di Baqi’, Madinah.

Sebelum memeluk Islam, beliau dikenal dengan julukan Abdul Ka’bah (bermakna “hamba Ka’bah”). Beberapa orang juga memanggilnya dengan sebutan Abd Amr.

Rasulullah saw. sendiri yang kemudian mengganti namanya menjadi Abdurrahman (bermakna “hamba dari Yang Maha Pengasih”) setelah memeluk Islam.

Bukan tanpa alasan jika Nabi memberikan nama ini kepada beliau.

Abdurrahman adalah nama yang paling disukai Allah Swt. berdasarkan hadis sahih yang dirawi oleh Imam Al-Bukhari dari Jabir r.a.

حَدَّثَنَا صَدَقَةُ بْنُ الْفَضْلِ أَخْبَرَنَا ابْنُ عُيَيْنَةَ حَدَّثَنَا ابْنُ الْمُنْكَدِرِ عَنْ جَابِرٍ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ قَالَ وُلِدَ لِرَجُلٍ مِنَّا غُلَامٌ فَسَمَّاهُ الْقَاسِمَ فَقُلْنَا لَا نَكْنِيكَ أَبَا الْقَاسِمِ وَلَا كَرَامَةَ فَأَخْبَرَ النَّبِيَّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَقَالَ سَمِّ ابْنَكَ عَبْدَ الرَّحْمَنِ

Haddatsanaa shadaqatub-nul-fadhli akhbaranab-nu ‘uyainata haddatsanab-nul-munkadiri ‘an jaabirin rahoyallaahu ;anhu qaala wukida kirajulin minnaa ghulaamun fasammaahul-qaasima faqulnaa laa nakniika abal-qaasima wa laa karaamata fa-akhbaran-nabiyya shallallaahu ‘alaihi wasallama faqaala sammib-naka ‘abdar-rahman.

Artinya:

“Telah menceritakan kepada kami Shadaqah bin al-Fadl telah mengabarkan kepada kami Ibnu ‘Uyainah telah menceritakan kepada kami Ibnu al-Munkadir dari Jabir radliallahu ‘anhu dia berkata, ‘Seorang laki-laki di antara kami ada yang memiliki anak, kemudian dia memberi nama ‘Al Qasim’. Maka kami berkata, ‘Kami tidak akan menjuluki kamu dengan Abu al-Qasim dan kami tidak akan memuliakannya. Lalu, orang tersebut memberitahukan kepada Nabi saw. Maka beliau bersabda, ‘Berilah anakmu nama Abdurrahman’.”

(Hadis Sahih al-Bukhari No. 5718 – Kitab Adab)

Kisah Menarik Pasca-Hijrah

Abdurrahman bin Auf r.a. termasuk salah seorang sahabat dari kalangan Muhajirin. Artinya, beliau ikut berhijrah meninggalkan segala yang dipunyai menuju perantauan di kota orang.

Muda, belum menikah, dan tanpa harta, begitulah keadaan beliau ketika datang ke Madinah.

Dipersaudarakan dengan Sa’d bin Ar-Rabi’

Telah menjadi kebijakan Rasulullah saw. untuk mempersaudarakan dua orang muslim yang tak saling kenal antara Muhajirin dan Ansar.

Tak berkenalan secara historis tak lantas membuat sepasang sahabat yang dipersaudarakan menjadi canggung karena ruh mereka berkenalan atas nama iman.

Begitu pun yang terjadi tatkala Abdurrahman bin Auf dijadikan saudara dengan Sa’d bin Ar-Rabi’ oleh Rasulullah saw.

Keimananlah yang membuat sahabat Ansar ini menawarkan seluruh yang ia miliki kepada kerabat barunya dalam Islam tersebut.

Jika ditakar dengan logika berpikir kekinian, yang ditawarkan oleh Sa’d bin Ar-Rabi’ kepada saudaranya itu cukup untuk mengundang komentar bernada pedas selevel, “Kamu gila!”

Tentu saja, karena Sa’d bin Ar-Rabi’ menawarkan untuk membagi dua kebun luas miliknya, dua tempat tinggal nyaman, dan yang paling mengejutkan adalah dua istri cantik yang dinikahinya.

Semuanya akan diberikan masing-masing satu untuk saudaranya itu jika dikehendaki.

Sungguh, tak layak bagi kaum muslimin masa kini untuk menyamakan persepsi sang sahabat Ansar dengan standar “modern” karena keadaan dan ukuran keimanan yang dirasa pun tak sama.

Karena itu, kesampingkan dahulu protes-protes feminisme yang mungkin timbul dalam benakmu kini. Pertanyaannya, apa yang kamu lakukan jika berada di posisi beliau?

Jawaban masuk akal bagi seseorang yang baru saja meninggalkan kehidupan serta perekonomiannya yang stabil tentu saja adalah menerima semua tawaran tersebut, kan?

Namun, beliau merespons tawaran tersebut dengan senyuman seraya berucap, “Tunjukkan saja kepadaku jalan menuju pasar.”

Adapun soal tawaran untuk menikah, beliau menjawab, “Dalam kurun waktu sebulan ini, saya akan menikah.” Masyaallah, luar biasa!

Perilaku Saleh di Pasar

Sebenarnya, ada pelajaran yang bisa diambil dari dialog penuh cinta antara Sa’d bin Ar-Rabi’ dan Abdurrahman bin Auf r.a. ini.

Hasana.id juga ingin mendiskusikannya denganmu. Namun, lanjutan kisah sahabat Rasulullah saw. ini terlalu memukau untuk dijeda.

Seperti yang telah dipinta Abdurrahman bin Auf r.a., saudara seimannya itu menunjukkan kepadanya jalan ke pasar. Di sana, laku-laku tak lazim tetapi saleh diperagakan sang sahabat.

Pada hari pertama, beliau bebankan dirinya menjadi kuli dan pada hari kedua memerankan fungsi makelar.

Pada hari ketiga, beliau menobatkan diri sebagai pedagang yang tepercaya, tak berdusta tentang barang dagangannya, cerdas dalam pembukuan, juga jauh dari perilaku curang dalam timbangan.

Sebagaimana kandungan surah Al-Muthaffifin yang turun tepat sebelum hijrah, begitulah beliau berlaku di pasar tersebut. Praktik-praktik ekonomi ribawi khas Yahudi dibasmi.

وَيْلٌ لِّلْمُطَفِّفِينَ ٱلَّذِينَ إِذَا ٱكْتَالُوا۟ عَلَى ٱلنَّاسِ يَسْتَوْفُونَ وَإِذَا كَالُوهُمْ أَو وَّزَنُوهُمْ يُخْسِرُونَ

(1) Wailul lil muthaffifiin (2) alladziina idzak-taaluu ‘alan-naasi yastaufuun (3) wa idzaa kaaluuhum au wazanuuhum yukhsiruun.

Artinya:

(1)“Kecelakaan besarlah bagi orang-orang yang curang” (2) “(yaitu) orang-orang yang apabila menerima takaran dari orang lain mereka minta dipenuhi” (3) “dan apabila mereka menakar atau menimbang untuk orang lain, mereka mengurangi.”

(Surah Al-Muthaffifin: 1–3)

Nah, pelajaran yang dapat diambil dari sikap beliau adalah bahwa fasilitas yang meringankan kerja-kerja seorang muslim bisa saja menjadi beban di kemudian hari.

Jika boleh dibandingkan, membangun karier dengan modal berupa kebun, tempat tinggal, dan pasangan hidup tentu terlihat lebih baik daripada tak bermodalkan apa-apa.

Namun, kerasnya usaha yang dilakukan untuk sekadar menyentuh target pasti akan berbeda.

Di samping itu, jika tawaran luar biasa dari Sa’d bin Ar-Rabi’ beliau iyakan, kisah ini tak bisa diteladani dari kedua sisi, bukan?

Menikah yang Tertarget

Abdurrahman bin Auf merespons tawaran menikah dari Sa’d bin Ar-Rabi’ r.a. dengan target yang jujur: bulan depan, insyaallah ia akan melangsungkan akad nikah.

Karena itu, Allah Swt. pun mendukung dan mengabulkannya. Beliau datang menghadap Rasulullah saw. sebulan kemudian untuk memberitahukan bahwa ia sudah menikah.

Pakaiannya dipenuhi noda minyak khaluq (minyak wangi yang dicampur dengan warna kuning alami dari kunyit).

Rasulullah saw. menanyakan siapa istrinya dan apa maharnya. Ternyata, beliau menikahi seorang wanita Ansar dengan mahar berupa emas seberat biji kurma.

Jika diukur dengan nyali pemuda muslim saat ini, adakah yang seberani beliau dalam memasang target-target hidupnya?

Artinya, ia tak asal bicara dengan sesumbar dan berkelakar, tetapi penuh perhitungan dan mantap mengenali potensi yang beliau miliki.

Dengan mengatakan sebulan lagi akan menikah, Abdurrahman bin Auf r.a. tak hanya mempersiapkan modal finansial dalam waktu satu bulan.

Beliau juga mengupayakan perbaikan ruhani agar Allah Swt. memandangnya siap untuk beristri dan mempertemukan ia dengan jodoh yang sudah ditetapkan.

Jejak Kedermawanan Abdurrahman bin Auf r.a

Ada riwayat lain yang mengabarkan jejak kedermawanan Abdurrahman bin Auf r.a.

Bukan hanya rutin bersedekah tanpa sebab, beliau juga sering berjihad dengan harta untuk mendanai keperluan kaum muslimin.

  1. Pada saat Perang Tabuk pecah, kaum muslimin mendapat dukungan modal sebesar 200 uqiyah emas untuk memenuhi kebutuhan logistik.

Jika 1 uqiyah setara dengan 4 dinar, modal perang yang disedekahkannya dalam Perang Tabuk mencapai 800 dinar atau Rp3,2 miliar.

  1. Ketika Rasulullah saw. menyeru kepada para pejuang muslim untuk menginfakkan hartanya di jalan Allah, beliau menyerahkan setengah dari kepemilikannya.
  2. Untuk menghibur para pejuang Perang Badar, beliau juga memberikan emas sebanyak 400 dinar per orang atau total sekitar Rp1,6 miliar.
  3. Beliau menunjuk dirinya sendiri sebagai penjamin penghidupan para ummul mu’minin sepeninggal Rasulullah saw.

Jaminan kesejahteraan, keamanan, dan pendampingan tersebut tidak hanya berlaku bagi para istri Nabi, tetapi juga untuk keluarga mereka.

Jika ada yang mempertanyakan apa investasi Abdurrahman bin Auf r.a., inilah jawabannya. Beliau menanamkan uang dalam bentuk sedekah dan infak.

Tak heran mengapa hartanya tak kunjung habis sebanyak apa pun ia keluarkan karena beliau berinvestasi langsung dengan Yang Mahakaya.

Satu keping emas yang disedekahkannya bernilai tujuh ratus keping dalam hitungan Allah Swt. dan sebanyak itu pulalah yang dijanjikan akan dikembalikan-Nya.

Hal ini sesuai dengan firman-Nya dalam Al-Qur’an surah Al-Baqarah ayat 261.

مَّثَلُ ٱلَّذِينَ يُنفِقُونَ أَمْوَٰلَهُمْ فِى سَبِيلِ ٱللَّهِ كَمَثَلِ حَبَّةٍ أَنۢبَتَتْ سَبْعَ سَنَابِلَ فِى كُلِّ سُنۢبُلَةٍ مِّا۟ئَةُ حَبَّةٍ وَٱللَّهُ يُضَٰعِفُ لِمَن يَشَآءُ وَٱللَّهُ وَٰسِعٌ عَلِيمٌ

Matsalulladziina yunfiquuna amwaalahum fii sabiilillaahi kamatsali ḥabbatin ambatat sab’a sanaabila fii kulli sumbulatim mi-atu ḥabbah, wallaahu yudhaa’ifu limay yasyaa`, wallaahu waasi’un ‘aliim.

Artinya:

Perumpamaan (nafkah yang dikeluarkan oleh) orang-orang yang menafkahkan hartanya di jalan Allah adalah serupa dengan sebutir benih yang menumbuhkan tujuh bulir, pada tiap-tiap bulir seratus biji. Allah melipat gandakan (ganjaran) bagi siapa yang Dia kehendaki. Dan Allah Mahaluas (karunia-Nya) lagi Maha Mengetahui.

Kisah Teladan Abdurrahman bin Auf r.a.: Ingin Menjadi Miskin

Tak ada yang dapat menandingi keinginan manusia termulia, Rasulullah saw., untuk menjalani hidup dan meninggal sebagai orang miskin.

Bahkan, terdapat doa khusus yang sering beliau lafalkan dengan hasrat bertendensi demikian. Berikut ini redaksi doanya dari beragam riwayat.

اللَّهُمَّ أَحْيِنِي مِسْكِينًا وَأَمِتْنِي مِسْكِينًا وَاحْشُرْنِي فِي زُمْرَةِ الْمَسَاكِينِ يَوْمَ الْقِيَامَةِ

Allaahumma ahyinii miskiinan wa amitnii miskiinan wah-syurnii fii zumratil-masaakiini yaumal-qiyaamah.

Artinya:

Ya Allah, hidupkanlah aku dalam keadaan miskin dan wafatkanlah aku dalam keadaan miskin dan kumpulkanlah aku pada hari kiamat bersama golongan orang-orang miskin.

(Hadis Jamik at-Tirmidzi No. 2275 – Kitab Zuhud dan Hadis Sunan Ibnu Majah No. 4116 – Kitab Zuhud)

Mengapa demikian halnya? Masih dalam riwayat at-Tirmidzi No. 2275 dari Anas r.a., Rasulullah saw. mengemukakan alasan doa beliau.

قَالَ إِنَّهُمْ يَدْخُلُونَ الْجَنَّةَ قَبْلَ أَغْنِيَائِهِمْ بِأَرْبَعِينَ خَرِيفًا

… qaala innahum yadkhuluunal-jannata qabla aghniyaa-ihim bi arba’iina khariifaa…

Artinya:

… sesungguhnya mereka akan masuk surga empat puluh tahun lebih dahulu daripada orang-orang kaya.”

(Hadis Jamik at-Tirmidzi No. 2275 – Kitab Zuhud)

Keutamaan Orang Fakir

Sabda Rasulullah saw. ini membuat Abdurrahman bin Auf r.a. gundah, padahal kabar perihal dirinya yang dijanjikan surga sudah didengarnya dari Baginda Nabi.

Belum lagi ditambah dengan keutamaan orang-orang fakir seperti yang disabdakan sang pembawa risalah dalam hadits-hadits lain.

عَنْ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ اطَّلَعْتُ فِي الْجَنَّةِ فَرَأَيْتُ أَكْثَرَ أَهْلِهَا الْفُقَرَاءَ وَاطَّلَعْتُ فِي النَّارِ فَرَأَيْتُ أَكْثَرَ أَهْلِهَا النِّسَاءَ

‘An-nabiyyi shallallaahu ‘alaihi wa sallama qaalath-thala’tu fil-jannati fara-aitu aktsara ahlihal-fuqaraa-a wath-thala’tu fin-naari fara-aitu aktsara ahlihan-nisaa’.

Artinya:

Dari Nabi saw., beliau bersabda, ‘Aku pernah menengok ke surga, ternyata kebanyakan penghuninya adalah orang-orang miskin, dan aku juga menengok ke neraka, ternyata kebanyakan penghuninya adalah kaum wanita.’

(Hadis Sahih al-Bukhari No. 5968 – Kitab Hal-Hal yang Melunakkan Hati, Hadis Sahih Muslim No. 4920 – Kitab Zikir, Doa, Tobat, dan Istigfar)

عَنْ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ قُمْتُ عَلَى بَابِ الْجَنَّةِ فَكَانَ عَامَّةَ مَنْ دَخَلَهَا الْمَسَاكِينُ وَأَصْحَابُ الْجَدِّ مَحْبُوسُونَ غَيْرَ

‘An-nabiyyi shallallaahu ‘alaihi wa sallama qaala qumtu ‘alaa baabil-jannati fakaana ‘ammata man dakhalahal-masaakiinu wa ash-haabul-jaddi mahbuusuuna ghaiir…

Artinya:

Dari Nabi saw., beliau bersabda, ‘Aku berdiri di ambang pintu surga maka aku pun menyaksikan bahwa kebanyakan yang memasukinya adalah orang-orang miskin, sedang orang-orang yang memiliki kekayaan tertahan…’.

(Hadis Sahih al-Bukhari No. 4797 – Kitab Nikah, Hadis Sahih Muslim No. 4919 – Kitab Zikir, Doa, Tobat, dan Istigfar)

قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ احْتَجَّتْ النَّارُ وَالْجَنَّةُ فَقَالَتْ هَذِهِ يَدْخُلُنِي الْجَبَّارُونَ وَالْمُتَكَبِّرُونَ وَقَالَتْ هَذِهِ يَدْخُلُنِي الضُّعَفَاءُ وَالْمَسَاكِينُ

Qaala rasuulullaahi shallallaahu ‘alaihi wa sallamah-tajjat annaaru wal-jannatu faqaalat hadzihi yadkhulunil-jabbaaruuna wal-mutakabbiruuna wa qaalat hadzihi yadkhulunidh-dhu’afaa-u wal-masaakiin…

Artinya:

Rasulullah saw. bersabda, ‘Surga dan neraka berbantah-bantahan. Neraka berkata, ‘Orang-orang congkak dan sombong memasukiku’. Surga berkata, ‘Orang-orang lemah dan miskin memasukiku’.

(Hadis Sahih Muslim No. 5081 – Kitab Surga; Sifat dan Penghuninya)

Membeli Kurma Busuk

Sejak didengarnya sabda Rasulullah saw. tentang masuknya orang miskin lebih dahulu ke dalam surga, Abdurrahman bin Auf memancangkan tekad agar dirinya lemah dalam harta.

Beliau lakukan beragam cara untuk menghabiskan hartanya tanpa sisa. Dibagi-bagikannya kepemilikannya dalam rupa sedekah.

Abdurrahman bin Auf r.a. bahkan juga membeli seluruh hasil panen yang busuk milik para petani kurma ketika harga komoditas tani mereka membuatnya tak laku dijual.

Beliau beli seluruhnya dengan harga normal.

Beliau melakukan hal itu sambil berharap agar hartanya habis sehingga bisa menjadi orang miskin dan memasuki surga lebih dahulu.

Namun, seperti yang sudah disebutkan sebelumnya, Abdurrahman bin Auf r.a. adalah seorang hamba yang diberkahi-Nya dengan kelimpahan harta.

Bagaiamanapun beliau bertekad menghabiskan seluruh harta kepemilikannya, Allah Swt. telah menetapkan bagian rezeki yang banyak baginya.

Alur balik terbaik dari sebuah cerita adalah yang ditulis oleh Yang Maha Menetapkan.

Ketika kurma-kurma busuk yang telah dibeli dimasukkan ke gudang, datanglah seorang utusan Gubernur Yaman mencari beliau.

Dikatakan oleh utusan tersebut bahwa sang gubernur bermaksud membeli seluruh kurma busuk itu dengan harga yang tak masuk akal, yaitu sepuluh kali lipat dari harga normal.

Rupanya, di Yaman tengah terjadi wabah penyakit yang cukup aneh dan menular.

Para ahli kesehatan sepakat merekomendasikan kurma busuk sebagai satu-satunya obat yang harus dikonsumsi penderita wabah agar segera sembuh.

Demikianlah, tekad Abdurrahman bin Auf r.a. untuk menjadi miskin ditolak oleh Allah Swt.

Hasana.id yakin hal tersebut bukan karena Sang Pencipta tak sayang kepada hamba-Nya ini, melainkan kaum muslimin masih butuh sosok yang bisa diteladani dalam mengelola harta.

Tidak Hanya Berjihad Harta

Tak ada yang berani mengerdilkan peran Abdurrahman bin Auf r.a. dalam sejarah Islam dengan hanya mengenang sosoknya yang dermawan.

Hal ini karena sang tokoh juga terkenal sebagai pejuang yang tangguh yang berjihad dengan tenaganya pula.

Dalam peperangan-peperangan kaum muslimin, nama beliau selalu terlihat dalam daftar pejuang bersama dengan Rasulullah saw.

Pada Perang Uhud saja, beliau pulang dengan membawa tak kurang dari dua puluh satu luka di sekujur tubuh, dua gigi tanggal, serta kaki yang pincang.

Sementara itu, dalam Perang Badar, beliau termasuk pejuang yang berhasil membunuh musuh Islam, yaitu Umar bin Utsman bin Ka’ab at-Taimy.

Hadits tentang Abdurrahman bin Auf r.a.

Namanya mengabadi dalam banyak sabda Rasulullah saw.

Di antaranya adalah hadits yang menyebutkan keutamaan beliau sebagai salah seorang pembesar Islam dan satu di antara 10 sahabat yang dijamin surga.

Berikut hadits-hadits yang dapat Hasana.id sarikan dari beragam riwayat.

Wasiat untuk Ummul Mu’minin

عَنْ أَبِي سَلَمَةَ أَنَّ عَبْدَ الرَّحْمَنِ بْنَ عَوْفٍ أَوْصَى بِحَدِيقَةٍ لِأُمَّهَاتِ الْمُؤْمِنِينَ بِيعَتْ بِأَرْبَعِ مِائَةِ أَلْفٍ

‘An abii salamata anna ‘abdarrahmanib-na ‘aufin aushaa bi hadiiqatin li-ummahaatil-mu’miniina bii’at bi arba’i mi-ati alf.

Artinya:

“Dari Abu Salamah bahwa Abdurrahman bin Auf pernah mewasiatkan kebunnya kepada para umum mukminin (para istri rasul) seharga empat ratu ribu (dirham).”

(Hadis Jamik at-Tirmidzi No. 3683 – Kitab Budi Pekerti yang Terpuji)

Rupanya, tak hanya menjamin kesejahteraan bagi para istri Rasulullah saw. sepeninggal Nabi, Abdurrahman bin Auf r.a. juga turut mewasiatkan kebunnya untuk ummul mu’minin.

Beliau khawatir tak ada lagi yang dapat menjadi penjamin penghidupan para istri Nabi tersebut jika beliau sudah tiada.

Tahukah kamu berapa 400.000 dirham itu? Nilai 10 dirham setara dengan 1 dinar sehingga 400.000 dirham sama dengan 40.000 dinar.

Pada zaman itu, kaum muslimin bisa mendapatkan satu ekor kambing dengan membayar 1 dinar.

Nilai wasiat Abdurrahman bin Auf r.a. bagi para istri Nabi mencapai 40.000 ekor kambing. Apakah kamu tahu berapa harga beli kambing di Indonesia tahun ini?

Kabar Masuk Surga

عَنْ عَبْدِ الرَّحْمَنِ بْنِ عَوْفٍ قَالَ قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ أَبُو بَكْرٍ فِي الْجَنَّةِ وَعُمَرُ فِي الْجَنَّةِ وَعُثْمَانُ فِي الْجَنَّةِ وَعَلِيٌّ فِي الْجَنَّةِ وَطَلْحَةُ فِي الْجَنَّةِ وَالزُّبَيْرُ فِي الْجَنَّةِ وَعَبْدُ الرَّحْمَنِ بْنُ عَوْفٍ فِي الْجَنَّةِ وَسَعْدٌ فِي الْجَنَّةِ وَسَعِيدٌ فِي الْجَنَّةِ وَأَبُو عُبَيْدَةَ بْنُ الْجَرَّاحِ فِي الْجَنَّةِ

‘An ‘abdirrahmanib-ni ‘aufin qaala qaala rasuulullaahi shallallaahu ‘alaihi wa sallama abuu bakrin fil-jannati wa ‘umaru fil-jannati wa ‘utsmaanu fil-jannati wa ‘aliyyun fil-jannati wa thalhatu fil-jannati waz-zubairu fil-jannati wa ‘abdurrahmanib-nu ‘aufin fil-jannati wa sa’dun fil-jannati wa sa’iidun fil-jannati wa abuu ‘ubaidatab-nul-jarraahi fil-jannah.

Artinya:

“Dari Abdurrahman bin ‘Auf dia berkata Rasulullah saw. bersabda, ‘Abu Bakar masuk surga, Umar masuk surga, Utsman masuk surga, Ali masuk surga, Thalhah masuk surga, Zubair masuk surga, Abdurrahman bin Auf masuk surga, Sa’ad masuk surga, Sa’id masuk surga, dan Abu Ubaidah bin Jarah masuk surga.”

(Hadis Jamik at-Tirmidzi No. 3680 – Kitab Budi Pekerti yang Terpuji)

Tak ada kabar yang lebih menggembirakan dari mendengar namamu disebut Rasulullah saw. sebagai orang yang akan memasuki surga, sementara dirimu masih menapaki dunia.

Begitu pula mungkin yang dirasakan oleh Abdurrahman bin Auf r.a. Tentu saja kita tidak dapat membayangkan bagaimana bahagianya.

Namun, kamu dapat menebak atas dasar amalan Abdurrahman bin Auf ra. yang mana beliau dijanjikan surga, kan?

Penutup

Rasa-rasanya, belum ada yang dapat menandingi kedermawanan dan ketangguhan Abdurrahman bin Auf r.a. hingga kini.

Akan tetapi, bukan tak mungkin bagi kaum muslimin saat ini untuk meniru langkah dan semangat dalam berjihad yang sudah dicontohkannya.

Seruan untuk menginfakkan sebagian rezeki, waktu luang, dan tenaga juga sudah banyak diabadikan dalam Al-Qur’an dan hadits.

Pelajaran amat berharga yang dapat kita teladani dari Abdurrahman bin Auf r.a. hidup adalah bahwa berjuang di jalan Allah bukan hanya dengan harta atau tenaga saja, melainkan keduanya.